MAKALAH Ilmu Dasar Keperawatan
KONDISI YANG MELEMAHKAN PERTAHANAN PEJAMU MELAWAN MIKROORGANISME,INFEKSI OPORTUNISTIK
Disusun oleh : Feri Irfan Barnabas
(1801100482)
Ika Yuni Wulandari
(1801100485)
Ricky Kristian Pradana
(1801100496)
Vicky Dwi Kristian
(1801100502)
Vidiyah Yunica Hermayanti
(1801100503)
Wakida Puspita Aryani
(1801100504)
PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG JL. R. PANJI SURORO NO. 6 MALANG TELP. ( 0341) 488762, 48097, FAX. (0341)488763
Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat , Taukhit dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II. Makalah ini berisikan tentang kondisi yang melemahkan pertahanan pejamu melawan mikroorganisme dan inveksi oportunistik, diharapkan makalah ini dapat memeberikan informasi kepada kita semua. Dalam menyelesaikan masalah ini, banyak kesulitan yang saya hadapi. Namun berkat bimbingan dari dosen, sehingga makalah ini dpata terselesaikan tepat pada waktunya. Saya menyadari, sebagaia seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang posotif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berguna. Harapan saya, mudah-midahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Malang, 29 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .............................................................................................. Daftar Isi ........................................................................................................ Bab I Pendahuluan ........................................................................................ 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................... Bab II Pembahasan ........................................................................................ 2.1 Mekanisme pertahanan tubuh terhadap bakteri .................................. 2.1.1 Mekanisme pertahanan tubuh terhadap jumlah mikroba ............ 2.1.2 Pertahanan pejamu terhadap infeksi .............................................. 2.1.3 Cara mikroorganisme menyebabkan kematian .............................. 2.1.4 Jejas jaringan pejamu oleh virus ..................................................... 2.1.5 cara mikroba menghindari reaksi imunologik................................ 2.2 Pengertian Infeksi Oportunistik (IO) ................................................... 2.3 Dasar IO ................................................................................................... 2.4 Jenis jenis IO ........................................................................................... 2.5 Pencegahan IO ........................................................................................ 2.6 Pengobatan IO ......................................................................................... BAB III PENUTUP 3.1 kesimpulan ................................................................................................ 3.2 saran .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba patogen di sekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh karena itu respon imun tubuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda. Umumnya gambaran biologi spesifik mikroba menentukan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri kususnya bakteri ekstraseluler atau bakteri intraseluler. Mempunyai karakteristik tertentu pula tubuh manusia akan selalu terancam oleh paparan bakteri, virus, parasit, radiasi matahari, dan polusi. Pertahanan oleh di perantarai sel T (celluler mediated immuniti, JMI) sangat penting dalam mengatasi organisme intraseluler sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN yang akan mengaktifasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui pembentuka ogsigen reaktif intermediet (ROI) dan nitrit oxide (NO) selanjutnya makrofag tesebut akan mengeluarkan lebih banyak subtansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi lisis yang diperantai oleh sel T CD8. Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan di sediakan oleh kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata rata 7-10 tahun setelah kita terinfeksi HIV Autoimmunity merupakan kegagalan suatu organisme untuk mengenali bagian dari dirinya sendiri yang membuat sistem imun melawan sel dan jaringan milikya sendiri. 1.2 rumusan masalah 1. bagaimana mekanisme sistem bakteri intraseluler? 2. Apa pengertian infeksi oportunistik? 1.3 Tujuan 3 Dapat menjelaskan mekanisme sistem bakteri intraseluler 4 Mengetahui tentang infeksi oportunistik
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme pertahanan tubuh terhadap bakteri Tubuh manusia tidak mungkin terhindar dari lingkungan yang mengandung mikroba patogen disekelilingnya. Mikroba tersebut dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh kaena respon imun tuuh manusia terhadap berbagai macam mikroba patogen juga berbeda umumnya gambaran biologi spesifik mikroba menunjukkan mekanisme imun mana yang berperan untuk proteksi. Begitu juga respon imun terhadap bakteri khususnya bakteri ekstraseluler atau intraseluler menpunyai karakteristik tertentu pula. Tubuh manusia akan selalu terancan oleh paparan bakteri,virus,parasit,radiasi matahari dan polusi. Stress emosional atau fisiologuis dari kejadian ini adalah tantangan lain untuk memperthankan tubuh yang sehat. Biasanya kita di lindungi oleh sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, terutama makrofag, dan cukup lengkap kebutuhan gizi untuk menjaga kesehatan. Kelebihan tantangan negatif, bagaimanapun, dapat menekan sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, dan mengakibatkan berbagai penyakit fatal. Penerapan kedokteran klinis saat ini adalah untuk mengobati penyakit saja. Infeksi bakteri dilawan dengan antibiotik, infeksi virus dengan anti virus dan infeksi parasit dengan anti parasit terbatas obat-obatan yang tersedia. Sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan tubuh, depresi disebabkan oleh stres emosional di obati dengan anti depresi atau obat penenang. Kebutuhan depresi disebabkan oleh kekurangan gizi jarang di obati sama sekali bahkan jika diakui, dan kemudian oleh saran untuk mengkonsumsi makanan yang lebih sehat. Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen dan sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing yang lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berrevolusi yang menetralisir patogen. Bahkan organisme uniseluler seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida anti mikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplomen. Mekanisme yang lebih berpengalaman berkebang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evaluasi vertebarta. Imunitas vertebarta seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinami. Sebagai bagian dari respon imun yang lebih konpleks ini sistem vertebatra mengadaptasi untuk mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan
dimasa depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang di terima adalah basis dari vaksinasi. 2.1.1
Respon pajemu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk. Mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi: 1. Pertahanan fisik dan kimiawi Seperti kulit, sekeresi asam lemak dan asam laktat melalui kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam lambung, serta lisosom dalam air mata. 2. Simbiosis dengan bakteri flora normal Yang memproduksi zat yang dapat mencegah invansi mikroorganisme. 3. Innate immunity (mekanisme nonspesifik) Seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan makrofak, aktivitas komplemen, selmast, protein, fase akut, interveren, sel NK(natural killer) dan mediator eosinofil. 4. Imunitas spesfik Yang terdiri dari imunitas humural dan seluler secara umum pengontrolan infeksi intraseluler seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan beberapa bakteri intraseluler, sedangkan bakteri ekstraseluler dan toksin membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humural. Secara keseluruhan pertahanan imunologi dan nonimunologik (nonspesifik) bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit infeksi. 2.1.2 Pertahanan pejamu terhadap infeksi Traktus Respiratorius berupa lapisan mukosiliar pada saluran napas atas, makrofak, dan neutrofil dalam alveoli. Traktus gastrointestina berupa keasaman lambung, lapisan kental mukus yang melapisi usus, enzim litik pankreatik dan detergen empedu, antibodi IgA sekresi, dan persaingan dengan bakteri komensal di colon. Traktus urogenital pembilasan saluran kemih secara berulang setiap hari dan keasaman vagina sebagai pengaruh sekunder hiperinfeksi laktobsilus. Kulit kekeringan epitel dan dilepaskanya epitel impermeabel dan berkeratin secara berkesinanmbungan dan persaingan bakteri komensal. 2.1.3 Cara mikroorganisme menyebabkan kematian Mikroorganisme penyebab infeksi merusak jaringan secara langsung dengan cara memasuki sel, melepaskan toksin, atau merusak pembuluh darah. Mikroba juga merangsang respon seluler pejamu yang menyebabkan kerusakan jaringan, termasuk terjadinya pus, parut dan reaksi hipersensitifitas. 2.1.4 Jejas jaringan pejamu oleh virus Virus memasuki sel pejamu dengan cara : 1. Ikatan dengan protein permukaan sel pejamu (misalnya HIV pada CD4) limfosit pembantu/helper, 2. Translokasi kedalam sitosol dari membran plasma atau membran endosom 3. Replikasi melalui enzim spesifik terhadap virus Infeksi virus dapat berbentuk abortif, laten (misalnya, virus varecella zoster), atau persisten (misalnya, hepatitis B). Virus mematikan sel pejamu dengan menghambat sel mensintesis DNA, RNA, atau Protein ( misalnya, HIV), dengan lisis sel (misalnya,
rhinovirus dan virus influeza), dan dengan merangsang respons imuns terhadap sel infeksi virus (misalnya, virus hepatitis) 2.1.5
cara mikroba menghindari reaksi imunologik mikroba menghindari diri imunologik dengan cara : 1. berada di dalam lumen dedunum sehingga tidak terpapar dari imunologik (misalnya, clostridium difficile) atau memasuki sel pejamu degan cepat (misalnya, sporozoit malaria kedalam organ hati) 2. membentuk kapsul yang membungkus antigen dan menghambat fagositosis (misalnya, rheno virus N.ghonorroheae, dan tripamosoa afrika). 3. Menginfeksi limosit (misalnya, HIV dan virus Epstein-barr) dan merusak sistem imun.
2.2 Pengertian Infeksi Oportunistik (IO) infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang memberi kesempatan (‘opportunity’) yang disediakan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh ini untuk menimbulkan penyakit. Kerusakan pada sistem kekebalan ini adalah salah satu akibat dari infeksi HIV, dan menjadi cukup berat sehingga IO timbul rata-rata 7 sampai 10 tahun setelah kita terinfeksi HIV. Kerusakan pada sistem kekbalan tubuh kita dapat dihindari dengan penggunaan terapi antiretroviral (ART) sebelum kita mengalami IO. Namun, kebanyakan orang yang terinfeksi HIV di indonesia tidak tau dirinya terinfeksi, timbul IO sering kali adalah tanda pertama bahwa ada HIV ditubuh kita. Jadi, walaupun ART tersedia gratis di indonesia maalah IO tetap ada sehingga penting kita mengerti apa itu IO dan bagaimana IO dapat diobati dan dicegah. Dalam tubuh anda terdapat banyak kuman-bakteri, protozoa, jamur, dan virus. Cryptococcus sp adalah jamur yang banyak tumbuh di lingkungan. Jamur ini menginfeksi manusia melalui saluran pernafasan. Oranisme ini menyebar pada orang dengan gangguan imun yang diperantai sel. Cryptococcus neoformans menyebar dari paru ke otak pada sistem limforetikuler dan kulit. Penyebab umum dari kondisi kebingungan selebral pada HIV/AIDS kondisi ini bisa fatal jika tidak diatasi. Saat sistem kekbalan anda bekerja dengan baik, sistem tersebut mampu mengendalikan kumankuman ini. Tetapi bila sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai lagi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat dari lemahnya pertahanan kekbalan tubuh disebut ‘oportunistik’. Kata “infeksi oportunistik” sering kali disingkat menjadi “IO”. 2.3 Dasar IO Anda dapat terinfeksi IO, “dites positif” untuk IO tersebut walaupun anda tidak mengalami penyakit tersebut. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV akan menerima hasil tes positif untuk sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV). Tetapi penyait CMV itu sendiri jarang dapat berkembang kecuali jumlah CD4 turun dibawah 50. Yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem kekebalan. Cytomegaloviru adalah suatu infeksi laten yang diaktifkan kembali pada HIV atau AIDS. Cytomegalevirus menginfeksi sel endotel dan epitel dan juga menyebabkan kerusakan pada usus, paru-paru, retina dan otak.
Cytomegalevirus (CMV) adalah virus herpesa DNA yang secara sembunyi menginfeksi sebagaian orang. Infeki di dapat secar transplasenta, pada masa pertumbuhan, infeksi dari droplet pernafasan, atau melalui hubungan seksual. Untuk menentukan apakah anda terinfeksi IO, darah anda dapat dites untuk antigen, (potongan kuman yang menyebabkan IO) atau untuk antibodi (protein yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk memerangi antigen). Bila antigen ditemukan artinya anda terinfeksi. Jika anda terinfeksi kuman yang menyebabkan IO dan jumlah CD4 cukup rendah shingga memungkinkan IO berkembang, dokter anda akan mencari tanda penyakit aktif. Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem kekbalannya rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker dapat menekan sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat mengalami IO. HIV memperlemah sistem kekebalan, sehigga IO dapat berkembang. Jika anda terinfeksi HIV dan mengalami IO anda mungkin AIDS. Menurut data Ditjen PP dan PL hingga septmber 2005, kandidosis merupakan infeksi oportunistik terbanyak pada odha, yakni 31.29%. kemudian secara berurutan yaitu : tubercolosis (6,14%), koksidio idomikosis (4,09%), pneumonia (4,04%), herpes zoster (1,27%), herpes simplek (0,65%), toksoplasmosis (0,43%), dan CMV (0,27%). 2.4 Jenis-jenis IO Ada bebrapa jenis IO yang paling umum yaitu : 1. Kandidiasis (thursh) Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang HIV. Infeksi ini disebabkan pada sejenis jamur, yang disebut kandida. Jamur ini semacam ragi ditemukan di rubuh kebanyakan orang. Sistem kekbalan tubuh yangn sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa menyebabkan penyakit pada mulut, tenggorokan, dan vagina.infeksi oportunistik ini dapat terjadi bebrapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang lebih berat. Pada mulut, penyakit ini disebut thrush. Bila infeksi mnyebar lebih dalam pada tenggorokan, penyakit yang timbul disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan putih kecil seperti busa atau bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan, mual, dan hilang napsu makan. Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun orang awam sering menyebutnya sebagai sariawan. Kandidiasis pada vagina disebut vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan. Gejala vagintis termasuk gatal, rasa terbakar dan keluaran cairan putih. Pengobatan kandidiasis: Sistem kekbalan tubuh yang sehat dapat menjaga supaya kandida tetap seimbang. Bakteri yang biasa ada di tubuh, juga dapat membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri pengendali ini dan dapat menyebabkan kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak dapat memberantas raginya. Pengobatan akan mengendalikan jamur agar tidak berlebihan. Obat obatan yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat anti jamur. Hampir semuanya namanaya di akhiri dengan ‘-azol’.
Pengobatan lokal termasuk:
Olesan Supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis Cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut
Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat. Pengobatan paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet, obat ini dioleskan ditempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selam 14 hari. Obat yanvsanagat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep. Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika infeki menyebar pada tenggorokan (esofagus). Beberapa obat sistemik tersedia dalam bentuk pil. Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit perit. Kurang dari 20% orang mengalami efek samping ini. Kandidiasis dapat kambuhan. Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka panjang. Ini dapat menyebabkan resistensi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat tersebit tidak lagi berhasil. Beberapa kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain amfoterisin B mungkin dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi secara intravena (disuntik). Efek samping utama obat ini adalah masalah ginjal dan anemia. Reaksi lain termasuk demam, panas dingin, mual, muntah, dan sakit kepala. Terapi alamiah: 1. 2. 3. 4. 5.
Mengurangi penggunaan gula Minum teh Pau d’Arko. Ini dibuat dari kulit pohon amerika selatan Mengonsumsi bawang mentah atau suplemen bawang putih Kumur dengan minyak pohon teh (titri oil) yang dilarutkan oleh air Mengonsumsi kapsul lactobasilus (asidofilus), atau makan youghurt dengan bakteri ini. 6. Mengonsumsi suplemen gama-linoleic acid (GLA)dan biotin 1. Virus sitomegalia (CMV) Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik. Virus ini sangat umum. Antara 50%-85% masyarakat America Serikat CMV- Positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk indonesia belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus ini agar tidak mengakibatkan penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah,CMV dapat menyerang beberapa bagaian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh bagian penyakit termasuk HIV. Terapi anti retroviral (ART) sudah mengurangi angka penyakit CMV pada Odha sampai dengan 75%. Namun, kurang lebih 5% Odha masih mengembangkan CMV. Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retingitis. Penyakit ini adalah kematian sel pada retina, bagian belakang mata. Cmv dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksikan beberapa organ sekaligus. Resiko CMV tertimggi waktu jumlah CD 4 dibawah 50. CMV jarang terjadi dengan jumlah CD 4 diatas 100. Tanda pertama retinitas CMV adalah masalah penglihatan seperti titik hitam yang bergerak. Ini disebut “floater” (kantung-kantung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Ada juga mungkin akan melihat cahaya kulit, penglihatan yang kurang atau terdistoris atau titik buta. Beberapa dokter
mengusulkan pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD 4 anda dibawah 200 dan anda mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya anda langsung menghubungi dokter. Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat mengalami radang mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan oleh sindrom pemulihan kekebalan. Sebuah penelitian baru beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih mudah menularkan HIVnya pada orang lain. Pengobatan CMV : Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus setiap hari. Karena harus di infus setiap hari, sebagaian besar memasang “keran” atau buluh obat yang dipasang secara permanen pada dada atau lengan. Dulu orang dengan penyakit CMV diperkirakan harus tetap memakai obat anti CMV seumur hidup. Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama beberapa tahun terakhir ini. Saat ini ada 7 jenis pengobatan CMV yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat. ART dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat berhenti memakai obat CMV jika jumlah CD 4 nya diatas 100-150 dan tetap begitu selama 3 bulan. Namun ada 2 keadaan yang khusus Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang parah pada mata, Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit CMV sebelumnya. Dalam ha ini, biasanya pasien di beri obat anti CMV bersama dengan ART nya. Bila jumlah CD 4 turun dibawah 50, resiko penyakit CMV meningkat. 2. MAC (mycobacterium avium complex) mycobacterium avium complex (MAC) adalah penyakit berat yang disebabkan oleh penyakit umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (mycobacterium avium intraceluller). Infeksi MAC biasa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh) atau tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada paruparu, usus, sumsum tulang, hati dan limpa. Bakteri yang menyebabkan MAC sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air, tanah, debu dan makanan. Hampir setiap orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan MAC, tetapi orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah dapat mengembangkan penyakit MAC. Hingga 50 pasien Odha mengalami penyakit MAC terutama jumlah CD 4 dibawah 50. MAC hampir tidak pernah menyebabkan penyakit pada orang dengan jumlah CD4 diatas 100. Tanda dan gejala MAC : Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan berat badan, sakit perut, kelemahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika MAC menyebar dalam tubuh, bakteri dapat menyebabkan infeksi darah, hepatitis, pneumponia, dan masalah berat lain. Gejala seperti ini juga merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi, dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari bakteri MAC. Contohnya : cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu beberapa minggu. Bahkan jika anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri MAC. Jika jumlah CD4 anda dibawah 50, dokter mungkin mengobati anda seolah-olah anda MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC sangat umum terjadi tetapi sulit didiagnosis
Pengobatan MAC : bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten terhadap beberapa obat yang dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai kombinasi obat anti bakteri (antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua obat dipakai : biasanya azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat lain. Pengobatan MAC harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak kembali (kambuh). Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti MAC. Anda dan dokter mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum anda menemukan satu kombinasi yang berhasil untuk anda dan menyebabkan efek samping sedikit mungkin. Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah : Amikasin : masalah ginjal dan telinga = disuntikkan Azitromisin : mual, sakit kepala, diare = bentuk kapsul atau diinfus Siproflokassin : mual, muntah, diare = bentuk tablet atau diinfus Klaritromisin : mual, sakit kepala, muntah, diare = bentuk kapsul atau diinfus. Catatan : dosis maksimum 500 mg/hari Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan = bentuk tablet Rifabutin : mual, anemia = bentuk tablet. Banyak interaksi obat. Rifampisin : demam, panas dingin, sakit tulang atau otot = dapat menyebab air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah oranye (dapat mewarnai lensa kontak)= dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat 3. PCP (pneumonia pneumocystis) pneumonia pneumocystis (PCP) adalah infeksi opertunistik (IO) paling umum terjadi pada orang HIV positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85% orang dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua penyakit PCP dapat dicegah dan diobati. PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu jamur tersebut disebut Pneumocystis karinii, tetapi para ilmuan kini menggunakan nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit nmasih disingkatkan sebagai PCP. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa pada sistem kekebalan yang lemah. Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi lalu, menyebabkan bentuk pneumonia(radang paru). Orang dengan jumlah CD 4 dibawah 200 mempunyai resiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 dibawah 300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP Pencegahan penyakit : cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai terapi antiretroviral(ART). Orang dengan jumlah CD4 dibawah 200 dapat mencegah PCP dengan pemakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP. ART dapat meningkatkan jumlah CD4 anda jika jumlah ini melebihi 200 dan bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin anada dapat berhenti memakai obat PCP tambah resiko. Namun, pengobatan PCP murah dan mempunyai efek samping yang ringan beberapa peneliti mengusulkan pengobatan sebabnya diteruskan hingga jumlah CD4 diatas 300. Anda harus berbicara dengan dokter anda sebelum anada berhenti memakai obat yang diresepkan.
Pengobatan PCP: selama bertahun tahun, antibiotik dipakai untuk pencegah PCP pada pasien kangker dengan sistem kekebalan yang lemah. Tetapi pada tahun 1995 sebuah penelitian kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah PCP pada Odha. Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan PCP sangat dramatis. Presentasi Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit yang mendefinisikan AIDS dipotong kurang lebih separuh seperti juga PCP sebagai penyebab pematian Odha. Sayang, PCP masih umum pada orang yang terlambat mencari pengobatan atau belum mengetahui dirinya terinfeksi. Sebelumnya 30-40% Odha akan mengembangkan PCP bila mereka menunggu sampai jumlah CD4 nya kurang lebih 50. Obat yang dipakai untuk mengobati mencakup katrimoksazol, dokson, pentamidin, dan atau vakuon. Katrimoksazol(TMP/SMX) adalah obat anti PCP yang paling efektif. Ini adalah kombinasi dua anibiotik : trimetroprim(TMP) dan suvametoksazol(SMX). Dapson serupa dengan katrimoksazol. Dapson keliatan hampir seefektif kotrimoksazol melawan PCP. Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobatai PCP aktif. Atau vakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau sedang yang tidak dapat memakai katrimoksazol atau pentamidin. 1. Katrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga murah, dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari 1 pil sehari namun, bagian SMX dari katrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separuh orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang kadang demam. Sering kali, bila peggunaan katrimoksazol dihentikan sampai gejala alergi hilang lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis dari 1 pil sehari menjadi 3 pil seminggu mengurangi masalah katrimoksazol, dan tampak sama berhasilnya. Karena masalah alergi disebabkan oleh katrimoksazol, serupa dengan efek samping dari beberapa obat anti retroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi muncul, penyababnya dapat lebih mudah diketahui. 2. Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibandingkan kotrimoksazol, dan harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih dari 1 pil sehari. Namun dapson kadangkala lebih sulit diperoleh diindonesia. 3. Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulezer, mesin yang mebuat kabut obat yang sangat khusus. Kabut ini dihirup secara langsung kedalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. Anda dibebani harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang mamakai pentamidin aerasol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil antibiotik. 4. Toksoplamasis
Toksoplamasis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit toxsoplasma gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (indiknya) dan mengambil semua nutrisi dari induknya. Parasit tokso sangat umum ditemukan pada tinja kucing sayuran mentah dan tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu dalam daging mentah, terutama daging babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu anda menghirup debu. Hingga 50 persen penduduk terinfeksi tokso. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mencegah agar tokso tidak mengakibatkan penyakit ini. Tokso tampaknya tidak menular dari manusia ke manusia . penyakit yang paling umum disebabkan tokso adalah infeksi pada otak (enseflitis). Tokso juga dapat menginfeksi bagian tubuh lain. Tokso dapat menyebabkan koma dan kematian. Resiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 dibawah 100. Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri, disorientasi, perubhan pada kepribadian, gemeteran dan kejang-kejang. Tokso biasanya didiagnosis dengan tes antibody terhadap T. gondii. Perempuan hamil dengan infeksi tokso juga dapat menularkan pada bayinya. Tes amti bodi tokso menunjukan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil positif bukan berarti anda menderita ensapolotis tokso. Namun, hasil tes negatif berarti anda tidak terinfeksi tokso. Pengamatan otak (brain scan) dengan computerized tomography (CT scan) atau mengetik resonance imaging (MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso. CT scan untuk tokso dapat mirip dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik yang lain. MRI scan lebih peka dan mempermudah diaknosis tokso. Pengobatan tokso plamasis : tokso diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfatdiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar darah otak. Parasit tokso membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfatdiazin menghambat pemakaiannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75 mg, pirimetamin dan 2-5 g sulfatdiazin per hari. Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin B untuk mencegah anemia). Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80% orang menunjukan perbaikan dalam 2-3 minggu. Tokso biasanya kambuh setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso seharusnya terus memakai obat anti tokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih rendah. Jelas orang yang mengalami tokso sebaiknya mulai terapi anti retoroviral (ART) secepatnya, dan bila CD 4 naik diatas 200 lebih dari 6 minggu, terapi tokso sudah diselesaikan dan bila tidak ada gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan tokso dapat dihentikan. 5. Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri TB biasanya mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ tubuh lain, terutama pada Odha dalam jumlah CD 4 dibawah 200. TB adalah penyakit yang sangat parah diseluruh dunia.
2.5 pencegahan IO sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin anda telah membawa beberapa dari infeksi ini. Anda dapat mengurangi resiko nfeksi baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang diketahui yang menyebabkan IO. Meskipun anda terinfeksi beberapa IO anda dapat memakai obat yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART. 2.6 Pengobatan IO Infeksi oportunistik kerap melibatkan banyak patogen dan menyerang secara bersamaan. Berbagai gejala klinis pun terdiagnosa, menambah runyam pengobatan pasien HIV AIDS. Dengan demikian, pemilihan obat anti mikroba idealnya disesuaikan dengan diagnosis dan patogen penyebab infeksi, namun dalam praktik klinik sering kali terapi diberi secara empirik, oleh karenanya kesulitan dan keterbatasan secara diagnosa. Dengan begitu, pengobatan infeki bukan berarti perkara muda. Tak sedikit para praktisi medis mengalami kegagalan, termasuk akibat keterbatasan non medis seperti terlambatnya diagnosa dini, kesulitan mendapatkan obat, dan biaya yang tinggi. Para tenaga medis menegaskan bahwa HIV AIDS bukanlah tanggung jawab semata, dan bukan sekedar masalah kesehatan tetapi ini merupakan tanggung jawab semua elemen apapun profesi, status soial, agama, orientasi politik. AIDS adalah masalah kita semua yang tak bisa di tunda pemecahannya. Segera!! Atau segalanya akan menjadi sangat terlambat.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Imunitas atau kekebalan tubuh adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang ambil kesempatan disediakan oleh keruskaan pada sistem kekebalan tubuh untuk menimbulkan penyakit. 3.2 Saran 1. Menjaga dri kita agar terhindar dari penyakit yang dapat melemahkan pertahanan tubuh kita. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar. 3. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari faktor resiko kejadian TB pada pasien HIV/AIDS dengan mencantumkan semua faktor resikokejadian TB, baik faktor distal maupun faktor proksimal dengan metode observasi.
DAFTAR PUSTAKA
Simon, Herington C : Buku Ajar Patologi edisi 15. 2014. Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Boediana Kresno, Siti. Diagnosis dan prosedur labolatorium edis 4. 2001. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.