A. Pengertian Identitas Nasional Memang dalam abad ke-20 ini merupakan dinamika bangsa-bangsa didunia dalam rangka menunjukkan taringnya dalam kancah Internasional. Siapa yang memiliki suara lantang dan dapat mencaplok Negara lain dalam hal semu maka Negara tersebut bisa dikatakan sebagai Negara yang menang dalam kompetisi ketatnya globalisasi ini. Sedangkan bila dikaji mengenai Negara kita yakni Indonesia seakan-akan kita sebagai warga Negara ini dengan mudahnya mengklaim bahwa Negara kita belum menunjukkan taringnya dalam kancah Internasional. Dengan mudahnya kita mengklaim bahwa Negara kita ini kehilangan jatidirinya atau yang lebih dikenal dengan identitas nasional. Yang mana klaim-klaim tersebut hanya sekedar omongan yang menjadi debat kusir tanpa kita mengetahui makna dari apa itu identitas nasional yang sesungguhnya. Dibawah ini kami sediakan pengertian-pengertian identitas nasional dan supaya kita tahu dengan riil apa itu identitas nasional. Kata identitas nasional dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jatidiri yang melekat pada seseorang tau sesuatu yang membedakannya dari orang lain. Dalam term antropologi identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri atau Negara sendiri. Mengacu pada pengertian ini identitas tidak mengacu pada individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok. Sedangkan kata nasional merupaka identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Himpunan kelompokkelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (collective ection) yang diwujudkan dalam bentuk oraganisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional[1] Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian demikian ini maka setiap bangsa didunia ini memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula hal ini sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.[2] Unsur-unsur Pembentuk Identitas Nasional Identitas nasional merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu: suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa. 1. Suku Bangsa Suku bangsa adalah golongan yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. 1. Agama Sesuai dengan fundamental falsafah Indonesia yakni Pancasila, sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa“ dalam sila ini terkandung bahwa Negara kita didirikan atas dasar agama dan warga negaranyapun wajib memilih 1 diantara 5 agama yang ada di Indonesia. 1. Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkatperangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukungpendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk berkelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya[3]. 1. Bahasa Di Indonesia terdapat beragam bahasa beserta logatnya. Kita ingat dengan peristitwa histories pada tahun 1928 golongan pemuda Indonesia menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan melalui peristiwa hhistoris yang disebut sumpah pemuda. B. Pengertian Nasionalisme Seringkali kata nasionalisme ini dikaitkan dengan kecintaan seorang warga Negara terhadap negaranya. Dan ada pula diantara kita mengartikan bahwa nasionalisme merupakan pengabdian dari warga Negara terhadap negaranya. Demikian adalah hipotesa-hipotesa kita mengenai nasionalisme. Agar pengertian nasionalisme tidak menjadi momok lagi maka kami berikan pengertian nasionalisme sebagai berikut: Nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan Negara atas kesadaran keanggotaan/warga Negara yang secara potensial bersama-sama mencapai, memperhatikan dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsanya[4]. Nasionalisme adalah sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada Negara bangsa atas nama sebuah bangsa.[5] Munculnya nasionalisme terbukti secara efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman colonial. Semangat nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan siapa kawan. Disamping itu Nasionalisme juga mempunyai dua arti yaitu nasionalisme dalam arti sempit dan nasionalisme dalam arti luas. 1. Nasionalisme dalam arti sempit Nasionalisme dalam pengertian ini diartikan sebagai perasaan cinta terhadap bangsanya secara berlebihan sehingga memandang rendah bangsa dan suku bangsa lainnya. Nasionalisme dalam arti sempit sering disebut dengan jingoisme atau chauvinisme. 1. Nasionalisme dalam arti luas Nasionalisme dalam pengertian ini dapat diartikan sebagai perasaan cinta dan bangga terhadap tanah air dan bangsanya, tanpa memandang rendah dari bangsa dan Negaranya. Nasionalisme seperti ini lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negaranya demi menjalin hubungan kerjasama, keharmonisan maupun keselarasan antar bangsa dan Negara di dunia[6]. C. Problematika Identitas Nasional dan Nasionalisme di Indonesia Dari beberapa pengertian mengenai identitas nasional dan nasionalisme maka hendaklah kita membuka cakrawala problematika tersebut pada Negara kita ini yakni Indonesia. Memang secara identitas sosiologi Negara kita ini terkenal sebagai negara yang majemuk ribuan suku-suku serta bangsa-bangsa tersebar. Secara identitas geografispun Negara kita ini terkenal sebagai zambrut khatulistiwa, dan Negara kepulauan, ribuan pulau-pulau tersebar mulai dari Sabang sampai Merauke dari pulau-pulau tersebut bila dilihat dari angkasa seperti karpet hijau. Sebenarnya
masih banyak lagi sebutan-sebutan Negara kita yang mana sebutan tersebut menjadi ciri khas dari Negara kita yakni Indonesia sehingga ciri khas tersebut menjadi identitas bagi Negara kita. Dalam pembahasan mengenai problematika identitas nasional agar makalah ini lebih spesifik pembahasannya dan lebih efektif dalam pembahasan, maka kami mengkerucutkan problematika identitas nasional pada masalah sejarah kepemerintahan di Indonesia yang selalu mengalami perubahan kea rah decrease mulai dari rezim orde lama sampai pada Orde Baru. 1. Problematika Identitas Nasional a. Masalah Dinamika Kepemerintahan Di Indonesia Bagi bangsa Indonesia dimensi dinamis nasional Indonesia belum menunjukkan perkembangan kearah sifat kreatif serta dinamis. Setelah bangsa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, berbagai perkembangan kearah kehidupan kebangsaan dan kenegaraan mengalami kemerosotan dari segi identitas nasional. Pada masa kemerdekaan bangsa Indonesia dihadapkan pada kemelut kenegaraan sehingga tidak membawa kemajuan bangsa dan Negara. Setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959 bangsa Indonesia kembali ke UUD 1945. Pada saat itu periode Orde Lama dengan penekanan pada pemerintahan yang sifatnya sentralistik. Pada periode tersebut partai komunis mulai berkembang dengan subur, bahkan tatkala mencapai kejayaan hampir menumbangkan pemerintahan Indonesia, yang ditandai dengan munculnya G 30 S / PKI. Rakyat menjadi semakin tidak menentu. Identitas dinamis bangsa pada saat itu ditandai dengan perang saudara yang banyak memakan korban rakyat kecil. Kejatuhan Orde Lama diganti dengan kekuasaan Orde Baru dengan munculnya pemimpin yang kuat Jendral Soeharto. Pada masa itu Soeharto banyak mengembangkan program Pembangunan Nasional yang sangat popular disebut sebagai REPELITA. Memang sudah banyak yang dilakukan Soeharto dan hasilnya pun dinikmati rakyat. Namun, dibalik tersebut ternyata Indonesia mempunyai hutang luar negeri yang luar biasa akibatnya krisis moneterpun terjadi. Disamping itu, pemerintahan yang berjalan kurang lebih 32 tahun tersebut seakan-akan menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa bangsa ini adalah bangsa yang demokratis, tidak tahunya dibalik embel-embel manis tersebut ternyata semu belaka, karena dibalik tabir Pemilu ternyata tersimpan permainan, demikian juga model pemilunya yang memilih wakil rakyat namun secara tidak langsung sehingga model kepemimpinannya mengarah pada sentralistik[7]. Secara dinamis bangsa Indonesia tampaknya belum bangga terhadap identitas nasionalnya sendiri. Akibatnya dewasa ini semangat patriotisme, semangat kebangsaan untuk mempersembahkan karya terbaik bagi bangsa dan Negara di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, dewasa ini bangsa Indonesia belum memberikan akselerasi yang berarti, padahal jikalau kita lihat Sumber Daya Manusia Indonesia ini juga seharusnya dapat dibanggakan. Sebagai contoh kongkrit, anak-anak Indonesia sering berprestasi Internasional dalam olympiade Ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu, dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, dewasa ini bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas, melalui dasar filosofi bangsa dan Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang terkandung dalam Filosofi Pancasila. Masyarakat harus terbuka dan dinamis namun harus berkeadaban serta kesadaran akan tujuan hidup bersama dalam berbangsa dan bernegara. Dengan kesadaran akan kebersamaan dan persatuan tersebut maka Insya Allah bangsa Indonesia akan mampu mengukir identitas nasionalnya secara dinamis didunia Internasional. 1. Masalah Pendidikan Di Indonesia
Terdapat beberapa pokok persoalan dalam pendidikan kita, yaitu; pertama, problem kebijakan pemerintah yang tidak memiliki komitmen dalam menyelenggarakan Pendidikan Nasional. Karena, ketika kita merujuk pada undang-undang dasar 45 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa anggaran penyelengaraan Pendidikan Nasional sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun dalam kenyataannya tidak menunjukkan suatu relevansi yang nyata. Bahkan riil, anggaran pendidikan hanya berkisar 10% dari APBN, dan itu pun hanya untuk membiayai anggaran rutin seperti penyediaan alat-alat belajar, gaji guru dan karyawan dan sebagainya. Kedua; Problem visi Pendidikan Nasional yang masih belum bisa berpihak pada rakyat jelata (grass root). Dari kasus-kasus di atas, keluar sebagai pelaku pemenangnya adalah kalangan the have atau mereka yang memiliki uang saja. Kebijakan pemerintah dan visi Pendidikan Nasional kurang bisa menyentuh kepentingan kalangan grass root. Oleh karena itulah, setiap kasus yang terjadi selalu meletakkan posisi rakyat jelata sebagai yang kalah. Ketiga; Problem kesadaran masyarakat Indonesia yang belum mencapai tahapan “kesadaran kritis” (critical consciousness). Setiap kasus yang terjadi selalu memposisikan masyarakat bawah sebagai yang tertindas, namun mereka tidak kuasa melawan penindasan itu. Dalam istilahnya Paulo Freire, mereka telah tenggelam dalam “budaya bisu.” Kondisi mereka selalu tertekan, namun tidak kuasa untuk meluapkan seluruh aspirasi karena otoritas kekuasaan pemerintah yang sangat dominan. Ketiga akar persoalan di atas menjadi problem serius dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu di Indonesia. Penyelenggaraan Pendidikan Nasional tidak akan bisa berjalan secara ideal selagi ketiga pokok persoalan di atas belum terpikirkan[8]. 1. Problematika Nasionalisme Berbicara masalah Nasionalisme. Masih segar diingatan kita mengenai konflik-konfik yang ada di Ambon, Sampit antara Suku Madura dengan Dayak, Sambas, Kalimantan Barat Poso, konflik antar daerah di berbagai wilayah, konflik antar pemeluk agama lainnya. Selain itu juga konflik politik baik dalam tubuh partai politik, proses Pilkada, bahkan ironisnya juga terjadi didunia kampus. Berbagai konflik tersebut diatas memakan banyak korban terutama nyawa anak anak-anak yang tidak berdosa. Bahkan tatkala terjadi koflik etnis di Kalimantan dimana antar suku saling membantai, bangsa Indonesia di dunia Internasional mendapat identitas yang negative sebagai bangsa yang berbudaya dan beradab[9]. Hal-hal tersebut merupakan pergeseran makna terhadap istilah nasionalisme. Ambil sajalah contoh pada konflik-konflik antar suku. Berawal dari rasa bangga mereka yang berlebih terhadap sukunya sendiri bahkan rasa bangga tersebt diiringi dengan memandang rendah suku lain atau yang lebih dikenal dengan chaufimisme. Karena itulah muncul pergolakan-pergolakan antar suku bahkan sampai terjadi pertumpahan darah diantara mereka sampai menjadi konflik yang tak berkesudahan. Seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia yang multicultural dengan sikap berlapang dada harus menghargai suku-suku yang lain. Dan kita juga harus kembali kepada falsafah soko guru Negara kita yakni Bhineka Tunggal Ika. Jangan menggeser makna nasionalisme menjadi makna nasionalisme dalam arti sempit karena, sekali lagi arti kata nasionalisme dalam arti sempit adalah mengarah pada sikap chauvimisme yang memicu kepada konflik-konflik. Maknailah nasionalisme itu kedalam makna nasionalisme dalam arti luas karena kata tersebut mempunyai arti pengabdian seorang warga Negara secara ihlas terhadap negaranya.
Memang nasionalisme dalam arti sempit membawa bangsa ini dalam cultural decrease. Beda halnya dengan nasionalisme dalam arti luas tentunya akan membawa bangsa ini menuju bangsa yang progress. D. Solusi-solusi Dalam Menghadapi Problematika Identitas Nasional, dan Nasionalisme Dari berbagai kemelut problematika identitas nasional dan nasionalisme hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia turut andil memberikan sumbangsih dari persoalan tersebut. Mulai dari permasalahan idnetitas nasional Indonesia yang tidak menunjukkan visinya secara jelas, dan juga permasalahan pada nasionalisme yang mengarah pada sikap chauvimisme. Sebagai Mahasiswa yang berperan sebagai agent of change sumbangsih tersebut sangat diperlukan demi terciptanya integrasi social yang mengarah pada tatanan masyarakat yang progress. Sebenarnya hal utama yang harus dilakukan adalah penjiwaan Pancasila sebagai ideologi dan identitas nasional Negara kita. Memang secara nyata Pancasila sudah menjadi ideology Negara kita bahkan Pancasila sudah terpampang pada tempat-tempat srategis seperti balai pertermuan, sekolah-sekolah, perusahaan-perusahaan. Namun, secara konsep rohaniah Pancasila belum terpancang dengan kuat pada jiwa warga Negara akibatnya Pancasila hanya dijadikan sebagai pajangan saja. Ini akan sangat sayang sekali apabila Pancasila hanya sebagai sesuatu yang formal. Setiap warga Negara wajiblah menjiwai Pancasila sebagai ideology dan identitas nasional. Perlu juga adanya Integrasi Nasional. Kita tahu bahwa Negara kita iini merupakan Negara yang majemuk Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bangsa[10]. Begitu juga dengan suku-suku terdapat ribuan suku-suku tersebar di negeri ini. Dari kepluralan tersebut sebenarnya rawan sekali akan disintegrasi social. Oleh karena itu integrasi social sangat diperlukan sekali. Integrasi social adalah penyatu paduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang asalnya berbeda, menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jatidiri masingmasing. Dalam arti ini, integrasi social sama artinya dengan asimilasi atau pembauran. Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkannya diperlukan keadilan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Sebenarnya, upaya membangun keadilan, kesatuan dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membagun dan membina stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen[11]. Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakekatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan kesatuan bangsa yang diinginkan[12]. Pada akhirnya persatuan dan kesatuan inilah yang dapat menjamin terwujudnya Negara yang makmur aman dan tentram. Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan Papua merupakan cerminan dari belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan sementara ini. Dan merupakan hal yang real sekali bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yaitu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bermacam-macam bahasa adat, dan kebudayaan yang mana bangsa yang majemuk riskan akan perpecahan karena perbedaan dari latar belakang serta pandangan sosialnya. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut sehingga terciptalah masyarakat yang multikulturalisme maka untuk memperkuat rasa Nasionalisme adalah : pertama harus memiliki rasa cinta tanah air karena kita sebagai bangsa yang memiliki komitmen yang
kuat. Kedua harus memiliki rasa persatuan karena lahirnya bangsa ini diwujudkan dengan rasa persatuan yang kuat diantara kita yang memiliki latar belakang masyarakat yang majemuk. Persatuan itulah yang menjadi modal dasar dalam menghadapi tantangan-tantangan. Dengan bersinerginya semua kekuatan dari kemajemukannya maka modal meraih kemajuan masa depan bangsa bakal ter-realisir[13].
[1] ICCE, Demokrasi Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2005), 24. [2] Kaelani, Ahmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Paradigma, 2007), 43. [3] ICCE, Demokrasi Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madan(Jakarta: Prenada Media, 2005), 31 [4] Tim Penyusun, Kewarganegaran (_), 18. [5] ICCE, Demokrasi Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2005), l24. [6] Tim Penyusun, Kewarganegaraan (_), 19. [7] Kaelani, Ahmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan.(Yogyakarta: Paradigma, 2007), 47. [8] Nur Cahyo, “Mengurai Akar Problematika Pendidikan Nasional”, dalam http://www.indonesiaindonesia.com/f/14225-mengurai-akar-problematika-pendidikan-nasional (17Oktober 2008) [9] Kaelani, Ahmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Paradigma, 2007), 48. [10] ICCE, Demokrasi Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani (Jakarta: Prenada Media, 2005), 29. [11] Ibid, 35. [12] Mahfud, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1993), l70. [13] Dan, “Nasionalisme Model Kebangkitan Nasional”, dalam http://www.Indonesiaindonesia.com/f/14225-mengurai-akar-problematika-nasional (17 Oktober 2008)