Identifikasi Parameter Cangkul Sebagai Peralatan Pertanian Di Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Identifikasi Parameter Cangkul Sebagai Peralatan Pertanian Di Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat as PDF for free.

More details

  • Words: 3,746
  • Pages: 16
IDENTIFIKASI PARAMETER CANGKUL SEBAGAI PERALATAN PERTANIAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT SUMATERA BARAT

Santosa1, Azrifirwan1, dan Kurnia Putra2 ABSTRAK Telah dilaksanakan penelitian pada tiga pengrajin cangkul dan pada tiga lokasi tanah dengan tekstur yang berbeda-beda di Kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten Pasaman Barat, mulai bulan Oktober sampai dengan November 2004. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi parameter cangkul yang diproduksi oleh pengrajin cangkul di Kabupaten Pasaman Barat, dan melakukan uji teknis terhadap cangkul. Metode yang digunakan untuk identifikasi adalah metode survai deskriptif. Untuk tampilan kerja pencangkulan di lapangan dilakukan pengukuran dan perhitungan terhadap kapasitas kerja efektif, kapasitas kerja teoritis, efisiensi lapang, daya yang dibutuhkan untuk mencangkul, tenaga kerja pencangkulan, dan kedalaman pencangkulan. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa petani pemakai cangkul di Kabupaten Pasaman Barat menggunakan cangkul dalam berbagai ukuran. Panjang mata cangkul berkisar antara 20,5 cm – 23,3 cm, lebar mata cangkul 15,4 cm – 17,3 cm, panjang tangkai cangkul 83 cm – 89 cm, dan sudut kemiringan tangkai cangkul 630 – 700. Hasil identifikasi parameter tanah menunjukkan persentase tekstur yang berbeda-beda, pada lahan pertama, persentase pasir 49,74 %, liat 23,80 %, dan debu 26,46 %. Pada lahan kedua, persentase pasir 17,14 %, liat 54,29 %, dan debu 28,57 %. Pada lahan ketiga, persentase pasir 3,97 %, liat 29,80 %, dan debu 66,23 %. Hasil pengukuran kinerja pencangkulan di lapangan adalah : (a) nilai kapasitas kerja efektif/aktual cangkul berkisar antara 0,00119 ha/jam – 0,00221 ha/jam, (b) nilai kapasitas kerja teoritis cangkul berkisar antara 0,00118 ha/jam – 0,00224 ha/jam, (c) nilai efisiensi lapang pencangkulan berkisar antara 97,03 % 99,19 %, (d) kebutuhan daya untuk mencangkul atau energi yang dikeluarkan berkisar antara 38,9 watt – 64,0 watt, dan (e) kebutuhan tenaga kerja untuk pencangkulan adalah berkisar antara 63,81 HOK/ha - 108,32 HOK/ha.

PENDAHULUAN 1 2

Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas Alumni Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas

2

LATAR BELAKANG Pengolahan tanah dalam usaha pertanaman bertujuan untuk menciptakan keadaan tanah olah yang siap tanam. Di mata petani, tanah merupakan tempat menggantungkan hidup. Dalam pertanian, yang disebut tanah adalah bagian lapisan tanah yang diolah dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman, lapisan tanah ini disebut dengan lapisan olah (Soedjono, 1996). Kegiatan pengolahan tanah dalam pertanian merupakan usaha memanipulasi kondisi tanah menjadi kondisi yang diinginkan dengan menggunakan gaya mekanis dari alat yang digunakan sebagai pengolah. Suprodjo (1980) menyatakan bahwa kegiatan pengolahan tanah itu dapat berupa pemotongan, pembalikan, penghancuran, dan pengubahan susunan sehingga didapat kondisi tanah yang sesuai untuk kegiatan pertanian. Bermacam-macam jenis alat pengolah tanah dibuat untuk kegiatan pertanian, mulai dari alat yang sederhana sampai pada alat yang modern dengan sumber tenaga motor. Alat-alat ini dapat dibedakan dari segi bentuk dan kegunaannya. Selain itu dari sumber tenaga yang digunakan juga membedakannya atas beberapa jenis seperti tenaga manusia, tenaga hewan, dan tenaga motor. Di Indonesia, pemakaian alat pengolah tanah dengan sumber tenaga motor belumlah tersebar merata, hal ini disebabkan karena

Indonesia belum

menerapkan sistem mekanisasi pertanian secara menyeluruh. Alat-alat pengolah tanah yang umum dipakai oleh para petani di desa-desa masih tergolong peralatan tradisional, yang digerakkan dengan tenaga manusia dan tenaga hewan. Di samping karena hal tersebut, penggunaan peralatan tradisional oleh para petani di desa-desa juga dikarenakan oleh lahan yang akan diolah relatif sempit, sehingga penggunaan peralatan mekanis menjadi tidak efisien, di samping modal petani umumnya kecil dan tanaman yang dihasilkan dalam skala kecil, sehingga untuk membeli alat tidak seimbang dengan produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, penggunaan peralatan tradisional untuk pengolahan tanah masih umum dipakai oleh petani di pedesaan, peralatan tradisional yang dipakai antara lain cangkul. Cangkul merupakan peralatan pengolah tanah yang sederhana dan digerakkan dengan tenaga manusia. Guna cangkul adalah untuk membalik

3

serta memecah dan membelah tanah, mengerjakan petak-petak yang sempit yang tidak mungkin untuk dibajak, mengerjakan tanah-tanah yang banyak batu besar dan tunggul yang masih tertinggal, serta sudut petakan yang tidak dapat dicapai oleh bajak, menguraikan atau menggemburkan tanah, membumbun, menyiangi, membuat saluran, melubangi tanah, dan memperbaiki pematang. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah : (a) mengidentifikasi parameter cangkul yang diproduksi oleh beberapa pengrajin cangkul di Kabupaten Pasaman Barat, meliputi lebar mata cangkul,

panjang mata cangkul, berat cangkul, panjang

tangkai cangkul dan sudut kemiringan tangkai cangkul, dan (b) melakukan uji teknis terhadap cangkul meliputi kapasitas kerja teoritis, kapasitas kerja efektif, efisiensi lapang, tenaga persatuan luas (HOK/ha), dan daya yang dibutuhkan untuk mencangkul. BAHAN DAN METODE PENELITIAN WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan November 2004, yang dilaksanakan pada tiga lokasi,

pada masing-masing lokasi yang

memiliki tekstur tanah yang berbeda-beda, dan pada tiga pengrajin yang memproduksi cangkul. Penelitian ini bertempat di Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah, kantong plastik, dan air. Sedangkan peralatan yang digunakan meliputi cangkul, timbangan, thermometer, alat tulis, oven, stopwatch, siku-siku, busur derajat, kamera, ring sampel, dan peralatan lain yang mendukung. PROSEDUR PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode survey deskriptif yang didahului survey pendahuluan terhadap daerah lokasi penelitian, pemilihan lokasi dilakukan dengan metode sampel, dan dipilih tiga lokasi dengan jenis dan tekstur tanah yang

4

berbeda-beda yang mewakili tanah di Kabupaten Pasaman Barat, serta dipilih tiga jenis cangkul dengan parameter yang berbeda yang di produksi oleh tiga pengrajin cangkul di Kabupaten Pasaman Barat. Untuk uji kinerja cangkul di lapangan, maka dilakukan dengan metode eksperimen dengan tiga perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan pertama adalah pengujian pencangkulan dengan cangkul yang diproduksi oleh pengrajin A yang beralamat di Desa Kuamang, Kecamatan Lembah Melintang, perlakuan kedua adalah pengujian pencangkulan dengan cangkul yang di produksi oleh pengrajin B yang beralamat di Desa Parit, Kecamatan Parit Balingka, dan perlakuan ketiga adalah pengujian pencangkulan dengan cangkul yang di produksi oleh pengrajin C yang beralamat di Desa Lombok, Kecamatan Lembah Melintang. PELAKSANAAN PENELITIAN Pelaksanaan penelitian dilakukan pada beberapa tahap yaitu : 1. Pengambilan sampel tanah dengan ring sampel pada masing-masing-masing lokasi penelitian. Sampel-sampel tanah ini adalah untuk analisis sifat fisika tanah lokasi penelitian. 2. Pengukuran fisik cangkul berupa sudut kemiringan tangkai cangkul, lebar mata cangkul, panjang mata cangkul, berat cangkul, dan panjang tangkai cangkul. 3. Pengukuran tampilan kerja pencangkulan yang dilakukan pada masing-masing lokasi, meliputi pengukuran kecepatan kerja, lebar kerja, dan kedalaman pencangkulan, serta waktu kerja. 4. Pengukuran parameter tanah yang akan diolah berupa pengukuran kadar air tanah, pengukuran tekstur tanah (persentase pasir, persentase debu, dan persentase liat),

dan berat volume kering tanah dengan menggunakan

persamaan : BVT = B/V dengan :

………………………

(1)

BVT = Berat Volume kering tanah (g/cm3), B = Berat tanah kering

oven (g), dan V = Volume ring sampel (cm3). Volume ring sampel dicari dengan persamaan :

5

V = πr2t dengan :

………………………..

V = Volume ring sampel (cm3), R

(2)

= Jari-jari dalam ring sampel

(cm), dan T = Tinggi ring sampel (cm). PENGAMATAN Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengamatan denyut jantung pencangkul, kapasitas kerja teoritis cangkul, kapasitas kerja efektif cangkul, efisiensi lapang dan tenaga kerja pencangkulan untuk pengolahan tanah, serta daya yang dikeluarkan atau digunakan oleh pencangkul. Pengamatan Denyut Jantung Pencangkul Denyut jantung pencangkul diukur dua kali yaitu sesaat sebelum pencangkulan dan sesaat sesudah pencangkulan, tujuan pengukuran denyut jantung ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tenaga yang digunakan pencangkul untuk mengolah tanah, setelah didapatkan banyaknya denyut jantung tiap satuan waktu, kemudian dicocokkan dengan tabel klasifikasi tingkat kerja manusia pada umur 20-50 tahun. Pengamatan Tampilan Kerja Pencangkulan Kapasitas Kerja Teoritis Kapasitas kerja teoritis adalah kemampuan kerja suatu alat didalam suatu bidang tanah, jika alat berjalan maju sepenuh waktunya (100 %) dan alat tersebut bekerja dalam lebar maksimum (100 %). Waktu teoritis untuk setiap luasan adalah waktu yang digunakan untuk kapasitas kerja teoritis. Kapasitas kerja teoritis dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : KKt = L x V

…………………………

(3)

dengan : KKt = Kapasitas Kerja Teoritis (m2/s), L = Lebar Pencangkulan (m), dan V

= Kecepatan Pencangkulan (m/s).

Kapasitas Kerja Efektif Kapsitas kerja efektif/aktual adalah rata-rata dari kemampuan kerja alat untuk menyelesaikan suatu bidang tanah. Kapasitas kerja efektif/aktual dicari dengan persamaan sebagai berikut : Kke = A / T

…………………………..

(4)

6

dengan : Kke = Kapasitas Kerja Efektif (m2/s), A =

Luas Lokasi Pengolahan

(m2), dan T = Waktu Pengolahan (s). Efisiensi Lapang Efisiensi lapang adalah perbandingan dari kapasitas kerja efektif/aktual terhadap kapasitas kerja teoritis yang dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : η = (Kke / KKt) x 100% dengan : Kke =

………….………….…

Kapasitas Kerja Efektif (m 2/s), KKt =

(5) Kapasitas Kerja

Teoritis (m2/s), η dan = efisiensi lapang (%). HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Parameter Cangkul Dari hasil identifikasi parameter cangkul yang telah dilakukan pada pengrajin-pengrajin di daerah Pasaman Barat, maka diperoleh hasil pengukuran parameter cangkul yang diproduksi, sebagaimana pada Tabel 1, sedangkan deskripsi cangkul, berupa bahan untuk membuat cangkul, bahan tangkai cangkul, berat total cangkul, harga per unit cangkul, dan biaya pokok pembuatan cangkul disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Hasil Identifikasi Parameter Cangkul yang Diproduksi oleh Pengrajin di Kabupaten Pasaman Barat Kode Pengrajin (A) (B) (C)

Kode cangkul

Lebar Kerja (cm)

A – C1 A – C2 A – C3 B – C1 B – C2 B – C3 C – C1 C – C2 C – C3

15,6 15,6 15,5 15,6 15,4 15,5 17,2 17,3 17,2

Panjang Cangkul (cm) 20,6 20,5 20,6 20,5 20,5 20,6 23 22,8 23,3

Panjang tangkai (cm) 84 83 83 85 86,7 86 88 86 89

Sudut Tangkai (derajat) 70 63 65 65 65 70 63 65 63

7

Tabel 2. Deskripsi Bahan Cangkul pada Masing-Masing Pengrajin Kode Pengrajin

Bahan Cangkul

Bahan Tangkai

Harga/unit (Rp/unit)

Kayu

Berat Total Cangkul (kg) 1,86

25. 000

BiayaPokok Pembuatan (Rp/unit) 15.234,41

(A)

Besi

(B)

Besi

Kayu

1,47

20.000

15.234,41

(C)

Besi

Kayu

1,86

25.000

15.234,41

Pada Tabel 1 ditunjukkan ukuran-ukuran parameter cangkul yang diproduksi oleh masing-masing pengrajin, yang ternyata bervariasi, walaupun perbedaan yang terlihat tidak besar. Perbedaan ini disebabkan karena sewaktu pembuatan, tidak semua bagian cangkul ditentukan dengan teliti dan perhitungan angka-angka yang tepat. Dan sebagian besar ukuran yang digunakan adalah berdasarkan cangkul yang telah ada secara turun - temurun. Inilah yang menyebabkan angka-angka yang ditemukan dalam pengukuran parameter berbeda-beda. Di samping itu juga disebabkan oleh permintaan para konsumen pada masing-masing pengrajin berbeda-beda, contohnya untuk ukuran panjang tangkai cangkul atau sudut kemiringan tangkai cangkul, ukuran ini dapat berbeda tergantung kepada keadaan tekstur tanah yang akan diolah dan ukuran fisik pengguna cangkul, sehingga produksi cangkul pada masing-masing pengrajin berbeda-beda, dan juga cangkul dari suatu lokasi tertentu tidak menunjukkan ke khususan dalam ukuran fisik cangkul yang digunakan. Namun disini didapat suatu kisaran ukuran fisik cangkul di Pasaman Barat. Sudut kemiringan tangkai cangkul berkisar antara 630 – 700, lebar mata cangkul berkisar antara 15,4 cm – 17,3 cm, Panjang mata cangkul berkisar antara 20,5 cm – 23,3 cm, dan Panjang tangkai cangkul berkisar antara 83 – 89 cm. Dari Tabel 2 terlihat bahwa bahan cangkul yang digunakan pada masingmasing pengrajin pada umumnya sama. Cangkul tersebut terbuat dari besi, tangkai cangkul terbuat dari kayu, sedangkan berat cangkul pada masing-masing pengrajin berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh jenis besi yang digunakan sebagai

8

bahan cangkul berbeda kualitasnya. Pada pengrajin pertama berat cangkul ratarata adalah 1,86 kg, pada pengrajin kedua berat cangkul rata-rata sebesar 1,46 kg, dan pada pengrajin ketiga rata-rata berat cangkul sebesar 1,86 kg. Berat cangkul yang terkecil adalah pada pengrajin kedua, ini karena pengrajin 2 memanfaatkan besi yang kualitasnya rendah atau besi-besi yang sudah tua. Untuk harga jual cangkul kepada konsumen, para pengrajin mematok harga yang berbeda-beda tergantung pada ukuran cangkul yang diproduksi dan tergantung pada bahan pembuat cangkul tersebut. Harga cangkul yang dipasarkan berkisar antara Rp 20.000,- sampai dengan Rp 25.000,- per unitnya, sedangkan biaya pokok pembuatan cangkul adalah Rp 15.234,41 /unit. Identifikasi Parameter Tanah Dari hasil analisis sifat fisika tanah yang dilakukan pada Laboratorium Tanah, Tanaman, dan Air BPTP Sukarami, maka didapatkan angka-angka hasil analisis contoh tanah masing-masing lokasi pengolahan berupa persentase pasir, persentase debu, persentase liat, dan kadar air, serta berat volume kering tanah, seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Identifikasi Parameter Tanah pada Tiga Lokasi Penelitian No

Lahan

1 2 3

Lahan 1 Lahan 2 Lahan 3

Fraksi Tanah (%) Pasir 49,74 17,14 3,97

Debu 26,46 28,57 66,23

Pada Tabel 3 ditunjukkan

Liat 23,80 54,29 29,80

Kadar air (%) 11,00 13,00 7,00

BV Tanah (g/cm3) Sebelum Sesudah diolah diolah 0,78 0,64 0,80 0,69 1,11 0,99

nilai persentase pasir, persentase debu,

persentase liat, dan persentase air, serta berat volume kering pada masing-masing lokasi berbeda-beda. Persentase pasir yang tertinggi pada lahan pertama sebesar 49,74 %, sedangkan kandungan pasir yang terendah pada lahan ketiga. Kadar air tanah yang tertinggi pada lahan kedua, sedangkan terendah pada lahan ketiga. Berat volume kering tanah tertinggi pada lahan kedua, dan terendah pada lahan pertama. Perbedaan berat volume kering tanah ini antara lain disebabkan oleh kandungan liat dan derajat pemadatan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat

9

Syarif (1989) bahwa nilai berat volume kering tanah dipengaruhi oleh struktur tanah serta kehalusan tanah yang ditentukan oleh kandungan liat dan

Berat Volume Kering Tanah (gr/cm 3)

kelembabannya. Hasil pengukuran berat volume tanah disajikan pada Gambar 1. 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00

Sebelum Pengolahan Tanah Sesudah Pengolahan Tanah

Lahan 1

Lahan 2

Lahan 3

Lokasi Pengolahan Tanah

Gambar 1. Grafik Berat Volume Kering Tanah pada Tiga Lokasi Penelitian Tampilan Kerja Pencangkulan Kapasitas Kerja Efektif atau Aktual Pengamatan terhadap luas areal pengolahan dengan waktu pengolahan akan menghasilkan kapasitas kerja efektif dalam pengolahan. Kapasitas kerja efektif akan berbeda disebabkan jenis dan tekstur tanah yang di cangkul berbeda pula. Kapasitas kerja efektif cangkul diperoleh dengan membagi luas areal pengolahan tanah dengan total waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan. Hasil dari pengukuran kapasitas kerja efektif cangkul pada beberapa lahan disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 tersebut terlihat bahwa pada lahan pertama, kapasitas kerja efektif terbesar adalah pada perlakuan 3 dengan rataan 0,00221 ha/jam, dan kapasitas kerja terendah terjadi pada perlakuan 1 dengan rataan 0,00165 ha/jam. Pada lahan kedua, kapasitas kerja efektif yang terbesar adalah pada perlakuan 3 dengan rataan 0,00150 ha/jam, dan yang terendah pada perlakuan 1 dengan rataan 0,00116 ha/jam. Pada lahan ketiga kapasitas kerja efektif terbesar pada perlakuan 3 dengan rataan 0,00207 ha/jam, dan yang terendah pada perlakuan 2 dengan rataan 0,00160 ha/jam. Hal ini dipengaruhi

10

oleh jenis dan tekstur dari tanah pengolahan, tekstur tanah yang sangat mempengaruhinya adalah persentase pasir dan persentase liat. Pada lahan pertama, kapasitas kerja efektif dari ketiga perlakuan adalah paling tinggi dengan rataan 0,00194 ha/jam, ini disebabkan karena pada lahan satu persentase liatnya paling rendah (23,80 %), dan persentase pasirnya paling tinggi (49,74 %), sehingga waktu yang diperlukan untuk pengolahan tanah pada luasan yang sama adalah semakin kecil. Pada lahan kedua, kapasitas kerja efektifnya paling rendah dengan rataan 0,00128 ha/jam, karena persentase liatnya paling tinggi (54,29 %), dan persentase pasir paling rendah (17,14 %), sehingga waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah semakin besar.

Kapasitas Kerja Efektif (Persepuluh Ribu,ha/jam)

25 20 Cangkul 1

15

Cangkul 2 10

Cangkul 3

5 0 Lahan 1

Lahan 2

Lahan 3

Lokasi Pengolahan Tanah

Gambar 2. Grafik Kapasitas Kerja Efektif Cangkul pada Tiga Lokasi Penelitian Kapasitas Kerja Teoritis Pengamatan terhadap lebar pencangkulan dengan kecepatan pencangkulan akan menghasilkan kapasitas kerja teoritis dalam pencangkulan. Kapasitas kerja teoritis akan berbeda disebabkan jenis dan tekstur tanah yang dicangkul berbeda pula. Kapasitas kerja teoriris cangkul diperoleh dengan mengalikan lebar pencangkulan dengan kecepatan pencangkulan. Hasil pengukuran kapasitas kerja teoritis cangkul pada beberapa lokasi atau lahan dan pada beberapa perlakuan disajikan pada Tabel 4.

11

Tabel 4. Rata-Rata Kapasitas Kerja Teoritis Lahan Perlakuan 1

2

3

C1 - A C2 - B C3 - C C1 - A C2 - B C3 - C C1 - A C2 - B C3 - C

Kapasitas Kerja Teoritis (ha/jam) I II III 0,00118 0,00226 0,00168 0,00177 0,00233 0,00188 0,00174 0,00259 0,00238 0,00129 0,00118 0,00107 0,00110 0,00122 0,00127 0,00186 0,00149 0,00123 0,00191 0,00157 0,00179 0,00166 0,00149 0,00177 0,00211 0,00223 0,00198

Rata-Rata (ha/jam) 0,00171 0,00199 0,00224 0,00118 0,00120 0,00153 0,00176 0,00164 0,00211

Pada Tabel 4 ditunjukkan bahwa pada lahan satu kapasitas kerja teoritis terbesar adalah pada perlakuan 3. Apabila dibanding dengan perlakuan lainnya, kapasitas kerja teoritis yang terendah adalah pada perlakuan 1. Pada lahan kedua, kapasitas kerja teoritis yang terbesar adalah pada perlakuan 3, dan yang terendah adalah pada perlakuan 1. Pada lahan ketiga, kapasitas kerja teoritis terbesar adalah pada perlakuan 3, dan yang terendah adalah pada perlakuan 2. Hal ini dipengaruhi oleh jenis dan tekstur dari tanah pengolahan, tekstur tanah yang sangat mempengaruhinya adalah persentase pasir dan persentase liat. Efisiensi Lapang Untuk mengetahui apakah suatu alat efektif digunakan atau tidak, maka perlu dilakukan perhitungan efisiensi kerja pencangkulan, yang hasilnya disajikan pada Gambar 3.

Dari Gambar 3 tersebut tampak bahwa pada lahan pertama,

cangkul yang sangat efektif digunakan untuk pengolahan tanah adalah pada perlakuan 3 yaitu cangkul produksi pengrajin C, yang ditunjukkan dengan nilai efisiensi kerja yang terbesar. Pada lahan kedua, cangkul yang efektif digunakan untuk mengolah tanah adalah pada perlakuan 2, yaitu cangkul produksi pengrajin B, sedangkan pada lahan ketiga, cangkul yang paling efektif digunakan adalah cangkul produksi pengrajin A dengan nilai efisiensi lapang yang tertinggi.

Efisiensi Lapang Cangkul (%)

12

99,5 99 98,5 98

Cangkul 1

97,5

Cangkul 2

97

Cangkul 3

96,5 96 95,5 Lahan 1

Lahan 2

Lahan 3

Lokasi Pengolahan Tanah

Gambar 3. Grafik Efisiensi Kerja Pencangkulan pada Tiga Lokasi Penelitian Daya untuk Mencangkul Kebutuhan daya untuk mencangkul diperoleh dengan cara mengukur denyut jantung pencangkul, kemudian hasil pengukuran tersebut disesuaikan dengan tabel klasifikasi tingkat kerja manusia pada umur 20 – 50 tahun dengan cara interpolasi dari Tabel Cristensen.

Hasil pengukuran

daya untuk

mencangkul diberikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rata-Rata Kebutuhan Daya untuk Mencangkul Lahan Perlakuan 1

2

3

C1 – A C2 – B C3 – C C1 – A C2 – B C3 – C C1 – A C2 – B C3 – C

Daya untuk Mencangkul (watt) I II III 57,4 58,4 56,4 36,5 38,3 41,8 62,2 61,2 62,7 63,2 63,6 65,1 60,3 64,6 62,2 60,3 64,6 66,0 58,4 59,8 59,3 58,8 57,4 56,9 63,6 63,2 61,7

Rata-Rata (watt) 57,4 38,9 62,7 64,0 62,4 63,6 59,2 57,7 62,8

Dilihat dari angka-angka yang disajikan pada Tabel 5, berdasarkan daya yang dibutuhkan untuk mencangkul (dalam watt), maka pada lahan pertama, cangkul yang sesuai digunakan untuk pengolahan tanah adalah cangkul yang

13

dihasilkan oleh pengrajin B, karena memiliki daya yang terkecil. Demikian juga dengan cangkul yang digunakan pada lahan kedua dan ketiga, cangkul yang sesuai digunakan untuk mengolah tanah adalah cangkul produksi pengrajin B. Jika dilihat secara umum, daya yang terkecil adalah daya yang digunakan pada lahan pertama. Hal ini dipengaruhi oleh jenis dan tekstur tanah lokasi pengolahan. Tenaga Kerja Pencangkulan Tenaga kerja pencangkulan diperoleh dengan cara mencari energi yang dikeluarkan oleh pencangkul selama pengolahan. Hasil pengukuran tenaga kerja pencangkulan disajikan pada Gambar 4. Dari Gambar 4 tersebut, berdasarkan tenaga kerja pencangkulan yang dibutuhkan, pada lahan pertama, cangkul yang cocok untuk digunakan adalah cangkul produksi pengrajin B dan C, karena membutuhkan

tenaga kerja pencangkulan yang terkecil dibandingkan dengan

cangkul lainnya. Pada lahan kedua, cangkul yang sesuai untuk digunakan adalah cangkul produksi pengrajin C, karena tenaga

kerja yang dibutuhkan juga

yang terkecil. Pada lahan ketiga, cangkul yang sesuai digunakan juga cangkul produksi pengrajin C. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada tiga lokasi pengolahan tanah tersebut, bila ditinjau dari tenaga kerja yang dibutuhkan maka cangkul yang

Tenaga Kerja Pencangkulan (HOK/ha)

sesuai untuk digunakan adalah cangkul produksi pengrajin C. 120 100 80

Cangkul 1

60

Cangkul 2 Cangkul 3

40 20 0 Lahan 1

Lahan 2

Lahan 3

Lokasi Pengolahan Tanah

Gambar 4. Grafik Tenaga Kerja Pencangkulan pada Tiga Lokasi Penelitian

14

Kedalaman Pencangkulan Kedalaman

pencangkulan

diperoleh

dengan

mengukur

dalamnya

pengolahan tanah, yang diukur dari permukaan tanah sampai ke dasar tanah hasil pencangkulan. Hasil pengukuran kedalaman pengolahan tanah pada tiga jenis tanah dan tiga jenis cangkul, disajikan pada Gambar 5. Dari Gambar 5 tersebut tampak bahwa kedalaman pencangkulan pada masing-masing lahan bervariasi, walaupun perbedaan tersebut tidak begitu besar. Pada lahan pertama, kedalaman pencangkulan berkisar antara 8,7 cm -10,4 cm. Pada lahan kedua, kedalaman berkisar antara 8,1 cm - 9,7 cm, dan pada lahan ketiga, kedalaman pencangkulan berkisar antara 9,6 cm - 10,1 cm.

Perbedaan kedalaman pencangkulan ini

disebabkan oleh sifat fisik dari tanah tersebut yakni jenis dan tekstur tanah yang

Kedalaman Pencangkulan (cm)

berbeda-beda.

12 10 8

Cangkul 1

6

Cangkul 2 Cangkul 3

4 2 0 Lahan 1

Lahan 2

Lahan 3

Lokasi Pengolahan Tanah

Gambar 5. Grafik Kedalaman Pengolahan Tanah pada Tiga Lokasi Penelitian KESIMPULAN 1. Dari hasil identifikasi parameter cangkul yang telah dilakukan terhadap cangkul yang diproduksi oleh beberapa pengrajin dan digunakan oleh petani di Kabupaten Pasaman Barat, ternyata para petani di Kabupaten Pasaman Barat

15

menggunakan cangkul dengan ukuran-ukuran yang tidak terlalu berbeda, yaitu : lebar mata cangkul berkisar antara 15,4 cm – 17,3 cm, panjang mata cangkul antara 20,5 cm – 23,3 cm, panjang tangkai cangkul antara 83 cm – 89 cm, dan sudut kemiringan tangkai cangkul antara 63 0 - 70 0 . 2. Dari hasil identifikasi parameter tanah yang telah dilakukan pada tiga lokasi atau lahan pengolahan di Kabupaten Pasaman Barat, ditemukan bahwa pada tiga tekstur tanah yang berbeda, yaitu pada lahan pertama dengan persentase pasir 49,74 %, liat 23,80 %, debu 26,46 % termasuk tekstur lempung liat. Pada lahan kedua memiliki persentase pasir 17,14 %, liat 54,29 %, debu 28,57 %, termasuk tekstur liat berdebu. Pada lahan ketiga memiliki persentase pasir 3,97 %, liat 29,80 %, debu 66,23 %, termasuk tekstur debu. 3. Dari pengukuran tampilan kerja pencangkulan di lapangan diperoleh hasil sebagai berikut : a. Nilai kapasitas kerja efektif/aktual cangkul berkisar antara 0,00119 ha/jam – 0,00221 ha/jam. b. Nilai kapasitas kerja teoritis cangkul berkisar antara 0,00118 ha/jam – 0,00224 ha/jam. c. Nilai efisiensi lapang pencangkulan berkisar antara 97,03 % - 99,19 %. d. Kebutuhan daya untuk mencangkul atau energi yang dikeluarkan berkisar antara 38,9 watt – 64,0 watt. e. Kebutuhan tenaga kerja untuk pencangkulan dengan luasan lahan 1ha berkisar antara 63,81 HOK/ha - 108,32 HOK/ha. f. Kedalaman pencangkulan antara 8,1 cm – 10,4 cm g. Kecepatan pencangkulan antara 0,022 m/detik – 0,034 m/detik. DAFTAR PUSTAKA Soedjono. 1996. Alat Pengolah Pertanian.Cetakan Pertama. CV Redijaya. Semarang. Suprodjo. 1980. Cara-Cara Menentukan Ukuran Utama dari Traktor untuk Pengolahan Tanah. Bagian Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

16

Syarif, Z., A. Anwar, dan Warnita. 1992. Pengaruh Waktu Pembubunan dan Pemberian Gypsum terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hipogea L). Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang. Wanders, A.A.1978. Pengukuran Energi dalam Strategi Mekanisasi Pertanian. Nuffic The LWH-1 IPB. Bogor. Catatan : Makalah ini telah dimuat pada jurnal : Santosa, Azifirwan, Kurnia Putra. 2006. Identifikasi Parameter Cangkul Sebagai Peralatan Pertanian di Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. Vol. 10, No. 1, Maret 2006: 18-29.

Related Documents