Identifikasi Fenomena Banjir Tahunan Menggunakan Sig Dan An Drainase Di Kecamatan Panj

  • Uploaded by: Muharruddin
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Identifikasi Fenomena Banjir Tahunan Menggunakan Sig Dan An Drainase Di Kecamatan Panj as PDF for free.

More details

  • Words: 44,048
  • Pages: 260
TA/TL/2008/0273

TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI FENOMENA BANJIR TAHUNAN MENGGUNAKAN SIG DAN PERENCANAAN DRAINASE DI KECAMATAN PANJATAN KULONPROGO Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan

Oleh : Nama

: Akhmad Zaky Asy’ari

No. Mhs

: 99 513 026

Nama

: Ina Nirmala

No. Mhs

: 03 513 026

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tapi... Bersabarlah... Sampai kau benar-benar dipaksa memasukinya oleh Sang Raja. Dan.. menunduklah....! (Futuhul Ghaib – Syaikh Abdul Qadir Jaelani) Ayahanda, Guru Terkasih, Alm. H. Ali Racman Saleh. Ibunda Hj. Anah Muawanah. Adinda Risalah, Zakkinnisa, Nuriatu Maryam. Dyah Arum Kusumaningtyas... penuh harap 9 bulan 'tuk selamanya... By: Akhmad Zaky Asy’ari

Terucap syukur diantara kemegahan alam semesta.. Terucap doa diantara indahnya karuniaMu..ya Rabb.. KepadaMu Sang Maha Pengasih & Maha Penyayang, ALLAH SWT Pemimpin umat manusia, Pembawa kebaikan & kebenaran, Rasulallah SAW Orang tuaku terkasih, Iskandar Mirza dan Rachmawati Doa dan kasih sayangnya menjadi penyemangat dalam hidup ku Kakak-kakakku & Adikku tersayang, Oyip Wijaya, Gulam Aditya & Reza Firmansyah By: Ina Nirmala

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, Sang Pencipta seluruh alam, Kepunyaan-Nya nama-nama yang paling indah, Tasbih MemujiNya segala yang di langit dan di bumi, atas segala rahmat dan karunia-Nya. Sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW pemimpin segenap hati manusia yang membawa kebaikan dan kebenaran. Setelah hampir satu tahun lamanya, struggle, akhirnya inilah!, sebuah karya tulis ilmiah yang dimulai dari keragu-raguan pada akhirnya terselesaikan juga. Dalam secarik kertas yang terbatas ini, kami haturkan banyak terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu untuk selesainya tugas akhir ini : 1. Terimakasih banyak kepada dua pembimbing kami : Bapak Ir. Widodo Brontowiyono, M.sc dan Bapak Eko Siswoyo, ST, yang telah mengarahkan ide maupun metodelogi kami. 2. Kami juga berterimakasih kepada Bapak Luqman Hakim, ST., M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan, sekaligus dosen penguji, Bapak Andik Yulianto, ST, MT., dan Ibu Any Juliani, ST, M.Sc., atas arahan yang di berikan pada saat sidang hasil akhir. 3. Terimakasih sekaligus maaf juga kami haturkan kepada seluruh pengajar dan staff Jurusan Teknik Lingkungan Bapak Ir. H. Kasam, MT., Bapak Hudori, ST., Bapak Agus Adi Prananto, SE., semoga keberkahan dan keberkahan selalu terbalaskan. 4. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada sahabat yang telah membantu selesainya tugas akhir ini, Mas Amirul Anam DiGitra, Irul & Lix Rudy Km 9, Mas Liliek Hanung & Iwan Setiawan Blom Nusantara Bandung. 5. Untuk sahabat dekat Nikko Widityawan TL '99 dan keluarga, Meidy Prasetyadi TL '99, Gatot Putra Anom TL '99, Khanafi TL '99 , dan 99 'ers lainya. 6. Untuk orang yang membuat saya berani bermimpi, dan mengejarnya Dyah Arum Kusumaningtyas. 7. Sahabat sejatiku dalam suka maupun duka, pemotivasiku, penyemangatku, pemberi inspirasiku; Sartika Wahyuni, Ade Ardian ST, Nia Darniati S.KM, Dwi

Rahmayanti SE, Indrasto Ary Widagdo ST, thanks untuk semuanya, berjuta-juta ucapan terimakasih pun tak cukup untuk menggantikan apa yang telah kalian berikan padaku. ’Happiness Is Having a Friend Like You’. 8. Saudara seperjuangan Envir03 : Rita, Diana, Tutik ST, Niensa ST, Dedy, Ari, Dhanu, Achep, Astrin ST, Erpan ST, Ratih ST, Henny ST, Phita ST, Idha ST, Tris, Chapunk, Fadly, Reni, Astri, Anna, n semua saudara”ku yang tidak dapat kusebutkan satu persatu, thanks untuk semua yang telah kita lalui bersama. 9. Mas Wisnu ST, Abg Azri ST, Abg Dede ST, Mas Aan ST, Ka’ Lalu Iwan thanx buat Support n selalu mengingatkan dalam segala hal. 10. The last, Keluarga Besar Teknik Lingkungan UII 99-07, Keluarga Besar Mapala Unisi Yogyakarta, Manajemen BLOM Nusantara Bandung, BAPPEDA Kulonprogo, Kecamatan Panjatan dan semua pihak yang telah membantu baik moriil maupun materiil, sehingga selesainya tugas akhir ini. Banyak sekali harapan yang tumbuh dari selesainya Tugas Akhir ini terhadap sebuah komitmen, profesi dan pengabdian hidup. Semoga menjadi batu loncatan untuk terus menjadi lebih baik, lebih berkarya, dan lebih bermanfaat.

Yogyakarta, Mei 2008 Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

i

HALAMAN PENGESAHAN

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN

iii

KATA PENGANTAR

iv

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xiv

ABSTRAKSI

xvi

ABSTRACT

xvii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang

1

1.2

Rumusan Masalah

3

1.3

Tujuan Penelitian

3

1.4

Manfaat Penelitian

3

1.5

Batasan Masalah

4

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 2.1

2.2

Karakteristik Lingkungan Fisik

5

2.1.1. Kondisi Lingkungan Geografi

5

2.1.2. Kondisi Topografi

5

2.1.3. Iklim dan Curah Hujan

6

Kondisi Geohidrologi

6

2.2.1 Air Tanah

6

2.2.2

6

Sumber Daya Air

2.3

Kondisi Geologi

7

2.4

Kondisi Fisiografi

8

2.5

Tata Guna Lahan

9

2.6

Kondisi Ekonomi

9

BAB III

KRITERIA DESAIN 3.1

Pengertian Banjir

11

3.2

Analisia Hidrologi

12

3.2.1

12

Penyiapan Data Curah Hujan

3.2.2 Tes Konsistensi

13

3.2.3

Tes Homogenitas

15

3.2.4

Analisa Curah Hujan Harian Maksimum

15

3.2.4.1 Metode Dumbel Modifikasi

15

3.2.4.2 Metode Log Pearson Type III

17

3.2.4.3 Metode Iway Kadoya

19

Menetukan Metode Terpilih

21

3.2.5

3.2.6 Analisa Intensitas Hujan

3.2.7 3.3

3.2.6.1 Metode Van Breen

23

3.2.6.2 Metode Bell Tanimoto

23

3.2.6.3 Metode Hasper – Der Weduwen

24

Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Hujan

25

Sistem Informasi Geografi Untuk Identifikasi Lokasi Banjir 26 3.3.1

3.4

22

Input Data Geometrik

27

3.3.1.1 Fitur

27

3.3.1.2 Attribut

29

3.3.1.3 Imagery

29

3.3.1.4 Surface

30

3.3.2 Perkiraan Inflow Banjir

32

Perencanaan Drainase

33

3.4.1

33

Drainase

3.4.2 Maksud dan Kegunaan drainase

34

3.4.3 Dasar-dasar Perencanaan dan Kriteria Desai

35

3.4.4

Kriteria Hidrolis

36

3.4.4.1 Perkiraan Debit Limpasan Air Hujan

36

3.4.4.2 Koefisien Storasi

37

3.4.4.3 Waktu Konsentrasi (tc)

37

3.4.4.4 Waktu Rayapan

38

3.4.4.5 Perubahan PUH

45

3.4.4.6 Koefisien Pengaliran 3.4.4.7 Intensitas Hujan

3.4.5

48

3.4.4.8 Luas Daerah Pengaliran (A)

49

3.4.4.9 Pengaruh DPS Parsial

49

Kriteria Hidrolis

50

3.4.5.1 Kapasitas Saluran (Q)

50

3.4.5.2 Kecepatan Aliran (v)

53

3.4.5.3 Kemiringan Saluran dan Talud Saluran

59

3.4.5.4 Penampang Saluran

60

3.4.5.5 Ambang Bebas

62

3.4.6 Perlengkapan Saluran BAB IV

46

62

METODE PERENCANAAN 4.1 4.2

Metode Analisis GIS untuk Identifikasi Daerah Banjir dan Penentuan Lokasi Kolam Penahan Hujan

69

Penjelasan dan Uraian Metodelogi Perencanaan

75

4.2.1

Tahapan Pengumpulan Data

75

4.2.1.1 Survey Lapangan

75

4.2.1.2 Pengumpulan Data Primer

75

4.2.1.3 Pengumpulan Data Sekunder

75

4.2.2 GIS Untuk Menentukan Daerah Potensial Banjir

75

4.2.2.1 Spatial Analyst – Surface Creation

75

4.2.2.2 Pembuatan Peta Penggunaan Lahan

76

4.2.2.3 Pembutan Peta Kemampuan Tanah

76

4.2.2.4 Pembuatan Peta Daerah Aliran Sungai dan Analisis Inflow

76

4.2.2.5 Pembuatan Peta Potensi Banjir Kecamatan Panjatan Kulonprogo 4.2.3

Analisa Hidrologi

77 79

4.2.4 Tahap Perencanaan Atau Desain

80

4.2.4.1 Dasar-dasar Perencanaan

80

4.2.4.2 Perencanaan teknis

80

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1

Analisis GIS Untuk Identifikasi Daerah Banjir 5.1.1

81

Mazaiking, Koreksi Geometrik dan Penggunaan Lahan Daerah Penelitian

81

5.1.2

Bentuk Rupa Bumi Daerah Perencanaan

84

5.1.3

Kemampuan Infiltrasi Daerah Perencanaan

86

5.1.4

Identifikasi Potensi Genangan

88

5.1.5 Analisis Inflow

90

5.1.6

Identifikasi Banjir Kecamatan Panjatan

98

5.1.7

101

5.2

Rekomendasi Lokasi Kolam Penahan Hujan

Analisis Hidrologi 5.2.1

Penyiapan Data Curah Hujan

103

5.2.2

Melengkapi Data Curah Hujan

103

5.2.3 Tes Konsistensi

105

5.2.4

Tes Homogenitas

108

5.2.5

Analisis Frekuensi Curah Hujan

109

5.2.5.1 Metode Gumbel Modifikasi

109

5.2.5.1 Metode Log Pearson Type III

110

5.2.5.2 Metode Iway Kadoya

112

Uji Chi Kuadrat

114

5.2.7 Analisis Intensitas Hujan

116

5.2.6

5.2.8

5.2.7.1 Metode Van Breen

116

5.2.7.2 Metode Bell Tanimoto

117

5.2.7.3 Metode Hasper dan Der Weduwen

119

Penentuan Rumus Intensitas Hujan

121

5.2.8.1 Penggambaran Kurva Lengkung Intensitas 121 5.3

Perencanaan Teknis

122

5.3.1

Pertimbangan Usulan Perencaan

122

5.3.1.1 Kondisi Fisik Daerah Perencanaan

128

5.3.1.2 Keadaan Eksisting dan Rencana di Daerah Perencanaan

128

5.3.2 Usulan Perencanaan Teknis

129

5.3.2.1 Prinsip Pengaliran Saluran

129

BAB VI

5.3.2.2 Upaya Mengurangi Beban Badan Air

130

5.3.2.3 Cara Penyaluran

130

5.3.2.4 Bentuk Dan Keadaan Saluran

130

5.3.2.5 Gorong-gorong

138

5.3.3

Evaluasi Saluran Eksisting

142

5.3.4

Rencana Anggaran Biaya

143

5.3.5

Spesifikasi Teknis

154

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1

Kesimpulan

159

6.2

Saran

160

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel III.1

Skew Curve Factor (k)

19

Tabel III.2

Variabel ξ yang sesuai pada W (x) Utama

21

Tabel III.3

Cara Penyaluran Air Hujan

34

Tabel III.4

Periode Ulang Hujan Desain

35

Tabel III.5

Nilai Kekesaran Permukaan

39

Tabel III.6

Nilai Koefisien Retardasi

42

Tabel III.7

Nilai Koefisien Kekasaran Retardasi

42

Tabel III.8

Nilai Keofisien Manning Overland Flow

43

Tabel III.9

Perkiraan Kecepatan Rata-rata di Dalam Saluran Alami

45

Tabel III.10

Harga Koefisien Pengaliran Untuk Berbagai Penggunaan Tanah

46

Tabel III.11

Harga Koefisien Pengaliran Untuk Berbagai Penggunaan Tanah

47

Tabel III.12

Harga n Persamaan Manning

53

Tabel III.13

Harga n Manning yang dianjurkan dalam Saluran Drainase

54

Tabel III.14

Harga n Manning untuk Saluran alami atau sungai

55

Tabel III.15

Harga τ Bazin untuk berbagai Saluran

57

Tabel III.16

Pendekatan Kecepatan Trial Berdasarkan Kemiringan

58

Tabel III.17

Pendekatan Kecepatan Setempat, vt trial berdasarkan debit puncak 58

Tabel III.18

Faktor Koreksi dari Kecepatan Maksimum yang Diperbolehkan Untuk Berbagai Kedalaman Air

Tabel III.19

Faktor Koreksi untuk Kecepatan Saluran yang diijinkan untuk Saluran Lengkung

Tabel III.20

59 59

Kemiringan Dinding Saluran yang Dianjurkan Sesuai Bahan yang Digunakan

60

Tabel III.21

Besar-besaran Penampang Hidrolis Optimum

61

Tabel III.22

Hubungan Dimensi Penampang Saluran

61

Tabel III.23

Harga CF untuk Suatu Rentang Debit

62

Tabel III.24

Faktor Reduksi Dalam Penentuan Kapasitas Debit

64

Tabel IV.1

Kelas Lereng

77

Tabel IV.2

Penggunaan Lahan

78

Tabel IV.3

Kemampuan Tanah Menyerap Air

78

Tabel IV.4

Pembobotan Karakteristik Lahan Terhadap Genangan

79

Tabel IV.5

Klasifikasi Potensi Banjir

79

Tabel V.1

Rata-rata Curah Hujan Bulan Nopember

92

Tabel V.2

Rata-rata Curah Hujan Bulan Desember

92

Tabel V.3

Rata-rata Curah Hujan Bulan Januari

93

Tabel V.4

Rata-rata Curah Hujan Bulan Februari

93

Tabel V.5

Rata-rata Curah Hujan Bulan Maret

94

Tabel V.6

Rata-rata Curah Hujan Bulan Basah

94

Tabel V.7

Analisa Inflow Pada Bulan Basah

95

Tabel V.8

Koordinat Stasiun Hujan

103

Tabel V.9

Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang

104

Tabel V.10

Perhitungan Tes Konsistensi Untuk Stasiun Panjatan

105

Tabel V.11

Data Curah Hujan yang telah Dkoreksi

107

Tabel V.12

Data Curah Hujan Maksimum 20 Tahun Terakhir

108

Tabel V.13

Perhitungan Hujan Harian Maksimum Metode Log Pearson III

110

Tabel V.14

Curah Hujan Harian Maksimum Metode Gumbel Modifikasi

110

Tabel V.15

Perhitungan Rata-rata nilai SD, dan g

111

Tabel V.16

Perhitungan Hujan Harian Maksimum Metode Log Pearson III

112

Tabel V.17

Data Curah Hujan Harian Maksimum yang Diurutkan

112

Tabel V.18

Penentuan Harga b

113

Tabel V.19

Penentuan Harga Xo, xo dan c

113

Tabel V.20

Perhitungan Hujan Harian Maksimum Dengan Menggunakan Iway Kadoya

114

Tabel V.21

Perhitungan Untuk Chi Kuadrat

114

Tabel V.22

Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Gumbel

115

Tabel V.23

Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Log Pearson Type III

115

Tabel V.24

Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Iway Kadoya

115

Tabel V.25

Perbandingan Tiga Metode Curah Hujan Maksimum

116

Tabel V.26

CHHM yang digunakan dalam Perencanaan Drainase Panjatan

116

Tabel V.27

Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Metode Van Breen

117

Tabel V.28

Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Metode Bell Tanimoto

118

Tabel V.29

Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Metode Hasper – Weduwen

120

Tabel V.30

Perbandingan Delta Terkecil

121

Tabel V.31

Perhitungan Dimensi Saluran Blok A

132

Tabel V.32

Perhitungan Dimensi Saluran Blok B

134

Tabel V.33

Perhitungan Dimensi Saluran Blok C

136

Tabel V.34

Perhitungan Dimensi Gorong-gorong Blok A

139

Tabel V.35

Perhitungan Dimensi Gorong-gorong Blok B

140

Tabel V.36

Perhitungan Dimensi Gorong-gorong Blok C

141

Tabel V.37

Perhitungan BOQ Saluran Blok A

144

Tabel V.38

Perhitungan BOQ Saluran Blok B

145

Tabel V.39

Perhitungan BOQ Saluran Blok C

147

Tabel V.40

Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok A

149

Tabel V.41

Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok B

150

Tabel V.42

Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok C

151

Tabel V.43

Akumulasi Volume Saluran

152

Tabel V.44

Akumulasi Volume Gorong-gorong

152

Tabel V.45

Rekapitulasi RAB Kecamatan Panjatan

153

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Kabupaten Kulonprogo

5

Gambar 2.2

Peta Lokasi Administrasi Penelitian

5a

Gambar 2.3

Peta Administrasi Kecamatan Panjatan

5b

Gambar 2.4

(a) Kali Progo Bawah, (b) Kali Progo Atas

7

Gambar 3.1

Fitur Berupa Titik (points)

28

Gambar 3.2

Fitur Berupa Garis (linesi)

28

Gambar 3.3

Fitur Berupa Area (polygons)

28

Gambar 3.4

Attribut berupa baris dan kolom

29

Gambar 3.5

Konsep Imagery berupa nilai piksel

29

Gambar 3.6

Contoh jenis-jenis Imagery

30

Gambar 3.7

Garis Kontur

30

Gambar 3.8

Digital Elevation Model (DEM)

31

Gambar 3.9

Triangulated Irreguler Network

31

Gambar 3.10 Analisa Volume dengan menggunakan cut and fill

32

Gambar 3.11 Grafik Desain Untuk Memperkirakan Waktu Limpasan Awal (to) 41 Gambar 3.12 Koefisien Limpasan Untuk Daerah Rural

51

Gambar 3.13 Koefisien Limpasan Untuk Daerah Urban

52

Gambar 4.1

Diagram Alir Analisis GIS untuk Identifikasi Daerah Banjir dan Penentuan Lokasi Kolam Penahan Hujan

71

Gambar 4.2

Diagram Alir Analisis Hidrologi Untuk Perencanaan Drainase

72

Gambar 4.3

Diagram Alir Analisis Hidrologi Untuk Perencanaan Drainase

73

Gambar 4.4

Diagram Alir Perencanaan Teknis Desain Drainase

74

Gambar 5.1

Citra Terkoreksi Geometrik

82

Gambar 5.2

Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Panjatan

83

Gambar 5.3

Bentuk Lereng Kecamatan Panjatan

85

Gambar 5.4

Profile Lereng Panjatan (Potongan A-A’)

86

Gambar 5.5

Peta Kelas Infiltrasi Tanah

87

Gambar 5.6

Peta Potensi Genangan Kecamatan Panjatan

89

Gambar 5.7

Daerah Aliran Sungai dan Lokasi Penelitian

91

Gambar 5.8

Peta Limpasan Permukaan DAS Serang dan Progo

97

Gambar 5.9

3-D Daerah Aliran Sungai Lokasi Penelitian

98

Gambar 5.10 TIN Daerah Panjatan

99

Gambar 5.11 Peta Banjir Tahunan Kecamatan Panjatan

100

Gambar 5.12 3-D Visualisasi Banjir Daerah Panjatan

101

Gambar 5.13 Peta Rekomendasi Lokasi Kolam Penahan Air Hujan

102

Gambar 5.14a Kurva Lengkung Intensitas PUH 10 Tahunan

122

Gambar 5.14 Daerah Fokus Perencanaan Drainase

123

Gambar 5.15 Rencana Pembagian Blok Jaringan Drainase

124

Gambar 5.16 Rencana Pembagian Drainase Blok A

125

Gambar 5.17 Peta Rencana Drainase Blok B

126

Gambar 5.18 Rencana Pembagian Drainase Blok C

127

IDENTIFIKASI FENOMENA BANJIR TAHUNAN MENGGUNAKAN SIG DAN PERENCANAAN DRAINASE DI KECAMATAN PANJATAN KULONPROGO Oleh : Akhmad Zaky Asy’ari dan Ina Nirmala Abstraksi Kecamatan Panjatan adalah merupakan bagian dari Kabupaten Kulonprogo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Banjir tahunan pada saat musim penghujan merupakan bagian yang rutin terjadi pada daerah ini. Menjadi perhitungan lanjut perencanaan teknis dan keputusan-keputusan yang diambil untuk lebih mengetahui kondisi sebenarnya terkait dengan terjadinya banjir. Dibutuhkan Informasi yang akurat dari kondisi bentang alam, sifat dan kedalaman banjir, yang berpengaruh untuk analisa sistem pengaliran air. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengntegrasikan SIG dengan data hidrologi untuk dapat mengidentifikasi terjadinya banjir, 2) merencanakan sistem drainase dalam rangka mengatasi banjir. 3) memberikan masukan untuk pembuat kebijakan alternatif cara mengatasi banjir tahunan di Kecamatan Panjatan. Metodelogi yang digunakan adalah; 1) Pengumpulan data baik primer maupun sekunder 2) Analisis SIG & Analisis Hidrologi untuk identifikasi banjir 3) Perencanaan teknis sistem drainase berdasarkan hasil analisa SIG dan Hidrologi 4) Penyusunan Laporan. Pengumpulan data primer seperti mencari lokasi stasiun curah hujan, pengumpulan data sekunder seperti mencari data spasial yang sudah tersedia seperti Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Tanah, dan sebagainya. Analisis SIG dilakukan dengan mengkombinasikan data model permukaan bumi (DEM), Peta Rupa Bumi, Peta Jenis Tanah, Citra Satelit, Data daerah aliran sungai (DAS) dan Data Hidrologi. Menggunakan analisa spasial volume inflow yang diperoleh, dapat menunujukan area luasan banjir yang terjadi. Perencanaan teknis dilakukan setelah daerah fokus penelitian diperoleh, dengan terlebih dahulu mencari persamaan intensitas hujan untuk pertimbangan desai Spesifikasi perencanaan desain merencanakan mulai dari perhitungan debit limpasan, perhitungan saluran drainase, perhitungan bangunanan dimensi pelengkap , spesifikasi teknis, Rencana Anggaran Biaya, Desain dan detail gambar. Penyusunan laporan dibuat sesuai dengan hasil yang diperoleh, baik perhitungan, analisa, sampai masukan dan saran. Dari hasil analisa menggunakan SIG, dapat di identifikasi banjir yang terjadi di Kecamatan Panjatan seluas 570,8631 Ha, yang meliputi Desa Gotakan, Desa Kanoman, Desa Panjatan, Desa Cerme, Desa Kanoman, Desa Depok dan Desa Bugel. Untuk Perencanaan drainase selanjutnya difokuskan pada daerah-daerah yang memiliki luasan banjir terbesar, dan memiliki potensi genangan yang tinggi. Perencanaan drainase dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fisik daerah perencanaan dan lokasi banjir. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan upaya mengurangi beban badan air dengan merekomendsasikan lokasi-lokasi kolam penampungan sementara curah hujan, yang di peroleh dari analisa DAS. Bentuk keadaan saluran dibuat bebrbentuk trapesium dengan talud 1 – 2 dengan petimbangan untuk mengatasi jika ketinggian air kecil karena dalam suatu ketinggian muka air yang sama, kecepatan aliran dalam saluran

trapesium lebih besar daripada kecepatan aliran dalam salura. segi empat, sehingga self cleansing velocity dapat dipertahankan, Untuk bangunan pelengkap yang Dipakai adalah gorong-gorong karena ideal untuk mengalirkan debit yang besar, pembuatannya mudah, dan sangat kuat.

Kata Kunci : SIG, Hidrologi, Banjir, Perencanaan Drainse.

IDENTIFICATION OF YEARLY FLOOD PHENOMENA USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM AND DRAINAGE PLANNING IN KECAMATAN PANJATAN KULONPROGO By : Akhmad Zaky Asy’ari and Ina Nirmala ABSTRACT Kecamatan Panjatan is a part of Kabupaten Kulonprogo in province of Daerah Istimewa Yogyakarta. Yearly flood on wet season is a routinity in the area. Is a must to have further technical planning and decision making to have better understandings related the cause of flood. An accurate information of land topografy, the depth and flood behavior that will influence the drainage system analysis. The objectiv of the research is 1) to integrating GIS and hydrology data to identify flood occurrance, 2) planning an drainage system in aim to prevent flood, 3) to give an alternative input to decision maker on how o overcoming yeraly flood i Kecamatan Panjatan. Metodology being used was 1) primary and secondary data gathering, 2) GIS and hydrology analysis to identify he flood, 3) drainage system technical planning based on GIS and Hydrology analysis result, 4) Reporting. Primary data gathering is finding the location of water rate station, secondary data gathering is finding the available spatial data such as Indonesia surface map, land mapping, etc. GIS analysis done by combining earth surface model (DEM) data, earth surface map, soil mapping, satellite vision, water shed data, and hydrology data. Using spatial analysis acquired inflow volume, could show the spread of flood. Technical planing was done after research focus area had had been acquired by firstly finding the equal rain intencity for desain measurement. Drainage planning desain begin from run-off debit calculation, drainage flow calculation, the calculation of complementary dimension building, technical specificatio, budgeting, desaign and drawing detail. Reporting being made in adjust with acquired result, whether calculation, analysid, until input and recommendation. From GIS analysis, it could be identify the flod happens in Kecamatan Panjatan covering 570,8631Ha, including the village of Gotakan, Kanoman, Panjatan, Cerme, Depok, and Bugel. For further drainage planning will be focused on areas that had largest flood scope and had high potency of puddle. Drainage planing was done by considering physical condition of planned area and flood locations. One of effort is by declining water body burden by recommending a temporary reservoir for rain rate pools locations that acquiredfrom water she analysis. The form of the flow is trapesium with water dam 1- 2 in assumption to overcome if water surface is low. Because in an equal water surface, velocity in a trapesum flow is bigger than the velocity in a square flow that in the end, self cleansing velocity could be defended. For complementary building, desaign being used is tunnels. Its ideal to flowing big debit, easy to assemble, and strong enough.

Keywords: GIS, Hydrology, flood, drainage planning.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia pada umumnya dalam menghadapi sebuah permasalahan tertentu biasanya bersifat reaktif. Begitu juga dalam menghadapi masalah bencana. Adanya bencana dari kondisi alam khususnya cuaca dan iklim yang berawal dari tahun 1991 berlangsung hingga saat ini. Dampak kekeringan yang merusakan swasembada pangan nasional, kemudian munculnya kebakaran lahan dan hutan, yang berlanjut dengan dampak pencemaran asap lintas batas. Berselang dengan permasalahan diatas, muncul lagi masalah banjir. Banjir bandang dan tanah longsor yang berlangsung sejak pertengahan 1992, awal 1993 dan 1994. Yang terbaru adalah timbulnya masalah banjir 2007 dan 2008 yang menenggelamkan Ibukota Jakarta. Semua permasalahan ini terus berulang, tanpa ada agenda yang jelas untuk penanggulangannya. Banjir merupakan kata yang populer di Indonesia, khususnya pada musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini belum terselesaikan, bahkan cenderung meningkat, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Dalam mengatasi masalah banjir ini diperlukan suatu sistem drainase yang baik, dengan didukung berbagai aspek perencanan yang terkait didalamnya. Air hujan yang jatuh dapat menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lingkungan. Dalam kondisi normal air hujan ketika jatuh ke tanah sebagian besar masuk ke dalam tanah, sebagian lainnya dialirkan, dan sebagian lainnya menguap. Air hujan menjadi permasalahan ketika air tersebut tidak masuk ke dalam tanah (infiltrasi), tidak dialirkan dan mengakibatkan timbulnya genangan atau dalam kapasitas besarnya biasa di sebut banjir. Banjir umumnya disebabkan curah hujan yang tinggi disertai dengan tidak memadainya kapasitas sistem drainase. Hampir semua sistem prinsip pada paradigma lama, yakni suatu model drainase mendesain agar aliran runoff secepat mungkin dibuang ke sungai. Ironisnya, prinsip ini pun tidak didukung oleh dimensi bangunan yang cukup. Banyak sistem drainase yang dibangun terlalu kecil untuk debit runoff yang terus meningkat sehingga menimbulkan permasalahan banjir (Brontowiyono, 2006).

Salah satu daerah yang bermasalah dengan banjir adalah Kecamatan Panjatan, Kulonprogo. Daerah ini merupakan salah satu wilayah yang rentan dalam permasalahan ini. Hampir setiap musim penghujan musibah banjir mengancam pemukiman penduduk dan lahan pertanian. Seperti yang diberitakan Kompas Senin (26/3), Banjir rutin tahunan tersebut merendam 62 hektar dari 73 sawah yang ditanami padi dan 20 hektar sawah palawija, cabai, dan sayuran lainnya. Para petani juga mengalami kerugian karena setidaknya kehilangan satu kali kesempatan panen, belum lagi biaya dan tenaga yang harus dikeluarkan untuk membersihkan sawah dan memulai kembali penanaman benih baru. Kerugian satu petak sawah berkisar Rp. 300.000 – Rp. 500.000. Selain disebabkan karena morfologi wilayah yang merupakan daerah yang terbentuk karena proses alluvial pantai serta bentukan topografi yang berbentuk cekungan, daerah Panjatan juga memiliki sistem drainase yang kurang baik. Dengan intensisas hujan yang tinggi, potensi bencana banjir sangatlah dimungkinkan untuk terjadi. Dalam permasalahan ini, ada kepentingan dalam hal perencanaan untuk lebih mempertimbangkan metode perencanaan secara lebih spesifik. Bagaimana menentukan perencanaan efektif tentu melibatkan banyak faktor, dan membutuhkan penilaian secara komperhensif. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam menentukannya. Pemodelan banjir merupakan pendekatan terintegrasi dengan menggunakan analisa hidrologi dan perangkat lunak Sistem Informasi Geografi. Analisa hidrologi yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Geografi melakukan perhitungan, analisa-analisa hidrologi, sekenario banjir, dan perspektif tiga dimensi untuk analisis dataran banjir. Perangkat lunak Sistem Informasi Geografi juga secara lebih spesifik digunakan untuk pengolahan data-data geografis, yaitu data yang menampilkan analisis keruangan untuk mencari titik permasalahan. Konsep perencanaan drainase dengan mempertimbangkan faktor-faktor hidrologi dan fenomena fisik daerah, diharapkan dapat membantu dalam memecahkan permasalahan banjir di daerah kecamatan panjatan secara efektif. Perencanaan saluran drainase sebagai saluran pembuangan air hujan juga diharapkan tidak sepenuhnya untuk mengatasi genangan dengan mempercepat waktu pengaliran air hujan. Proses masuknya air hujan kedalam tanah (infiltrasi) secara maksimal merupakan hal yang perlu diperhatikan, dalam hal ini berkitan dengan kesetimbangan massa air tanah. Dibutuhkan sebuah metode dalam penentuan daerah efektif untuk konservasi sumber daya Air.

Dalam penelitian ini juga termasuk penentuan daerah konservasi dengan memanfaatkan aplikasi software Sistem Informasi Geografi yang menganalisa penampakan fisik daerah penelitian, terfokus pada pemilihan lokasi efektif untuk kolam penampungan air hujan. 1.2 Rumusan Masalah Menurut latar belakang masalah yang ada, maka dapat disusun rumusan masalah yaitu : 1. Bagaimana unsur hidrologi dan unsur-unsur keruangan terintegrasi dan mampu menganalisis, memvisualisasikan fenomena banjir yang terjadi dalam pertimbangan sistem drainase Kecamatan Panjatan. 2. Bagaimana membuat perencanaan sistem drainase dan konservasi di Kecamatan Panjatan

sekaligus

memecahkan

permasalahan-permasalahan

banjir

yang

disebabkan air hujan secara komperhensif. 1.3 Tujuan Penilitian Tujuan dari perencanaan ini adalah : 1. Memvisualisasikan fenomena banjir dengan mengintegrasikan unsur hidrologi dan penampakan fisik daerah penelitian. 2. Merencanakan

sistem

perencanaan

jaringan

drainase

sebagai

usaha

penanggulangan banjir. 3. Merencanakan Bill of Quantity (BOQ) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari tugas akhir ini adalah : 1. Memberikan alternatif metode pendekatan analisis hidrologi terutama dalam pemecahannya terhadap permasalahan-permasalahan drainase. 2. Menghasilkan alternatif perencanaan sistem drainase yang baik dengan pertimbangan penilaian analisa spasial dan hidrologi.

1.5 Batasan Masalah Untuk menghindari melebarnya permasalahan, maka perlu dibuatkan batasanbatasan terhadap masalah yang berhubungan dengan tugas akhir ini. Adapun batasan masalah pada perencanaan ini adalah : 1. Menganalisa fenomena banjir daerah penelitian dengan memfokuskan kepada kondisi fisik topografi wilayah dan data hidrologi, memvisualisasikannya menggunakan software Sistem Informasi Geografi. 2. Perencanaan jaringan sistem drainase sebagai bentuk usaha penaggulangan banjir.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

2.1. Karakteristik Lingkungan Fisik.

Gambar 2.1 Kabupaten Kulonprogo (Sumber: www.kulonprogo.go.id) 2.1.1. Kondisi Lingkungan Geografi Kecamatan Panjatan merupakan bagian wilayah dari Kabupaten Kulonprogo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terletak sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wates, sebelah timur Kecamatan Galur dan Lendah, sebelah utara kecamatan Wates, dan sebelah selatan Samudera Indonesia. Luas areanya adalah 44,59 Km2. Dalam penelitian ini fokus penelitian pada delapan desa yang memang terkena banjir. Kedelapan desa tersebut adalah : Desa Gotakan, Cerme, Kanoman, Depok, Bugel, Pleret, Garongan, dan Panjatan. 2.1.2. Kondisi Topografi Secara topografi Kecamatan Panjatan yang secara fisiografi merupakan dataran alluvial pantai memiliki kemiringan yang sangat landai dengan kemiringan 0-2 %. Apabila musim penghujan datang daerah ini merupakan daerah rawan bencana banjir. Banjir hampir sering terjadi tiap tahunnya. Lebih dari 10 tahun terakhir, desa-desa di Kecamatan Panjatan tergenang banjir (Kompas, 26 Maret 2007, Kompas 28 Maret 2008)

menggenangi Desa Gotakan, Cerme, Kanoman, Depok, Bugel, Pleret, Garongan, dan Panjatan. 2.1.3 Iklim dan Curah Hujan Curah hujan rata-rata/tahun di Kabupaten Kulon progo pada tahun 2003 adalah sebesar 2664 mm. dengan hari hujan rata-rata/bulan selama 14 hari. Musim hujan tejadi pada bulan November - April. Hari hujan terbasah terjadi pada bulan Desember sebesar 2455 mm dengan hari hujan selama 19 hari hujan. Kondisi curah hujan yang tinggi ini telah mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Kulonprogo. Sedangkan untuk musim kemarau terjadi pada Bulan Mei s.d. Oktober, dengan bulan-bulan terkering terjadi pada Bulan Agustus – September. Kondisi ini telah mengakibatkan beberapa wilayah seperti di Nanggulan, Kokap kekurangan air sehinggga perlu droping air maupun kegiatan pertanian di daerah irigasi bagian hilir terjadi kondisi kekeringan. Curah hujan di Kulon Progo rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya lebih kurang 24,2°C (Juli) dan tertinggi 25,4°C (April), dengan kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari). Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5%, terendah 37,5% (Maret) dan tertinggi 52,5% (Juli).

2.2. Kondisi Geohidrologi 2.2.1. Air Tanah Kondisi geohidro sangat dipengaruhi oleh geologi kawasannya, dimana kawasan panjatan tipologi akuifer nya adalah sistem endapan alluvim pantai yang bergeologi batuan endapan dan sedimen berupa lempung, pasir dan krikil. Dengan demikian material cendrung mempunyai akuifer dengan produktivitas rendah, disebabkan pelapisan batuan pada batuan endapan berlapis-lapis dengan permeabilitas lambat. Sedangkan pada batuan sedimen air melalui patahan dan bidang lapis sehingga air cenderung hilang meresap. Kedalaman variasi 7 – 25 M. 2.2.2. Sumber Daya Air Kabupaten Kulonprogo dialiri oleh 2 DAS besar yaitu Daerah Aliran Sungai Progo, dan Daerah Aliran Sungai Serang. Sungai Progo dan anak-anak sungainya memiliki daerah

pengaliran seluas 8.894 Ha, dengan debit maksimumnya mencapai 381, 90 m3/detik dan debit minimum sebesar 13 m3/detik. Sungai Serang dan anak-anak sungainya memiliki daerah pengaliran seluas 3.365, 75 Ha, dengan debit maksimumnya mencapai 153, 60 m3/detik dan debit minimumnya 0,03 m3/detik. Kedua sungai tersebut telah dimanfaatkan untuk irigasi persawahan seluas 9.351 ha. Selain air permukaan di Kabupaten Kulonprogo, terdapat potensi air bawah tanah dangkal sebanyak 7.000.204 m3 Sumber air baku di Kabupaten Kulon Progo meliputi 7 (tujuh) buah mata air, Waduk Sermo, dan Sungai Progo. Mata air yang sudah dikelola PDAM meliputi mata air Clereng, Mudal, Grembul, Gua Upas, dan Sungai Progo. Di Kecamatan Kokap, mata air dikelola secara swakelola oleh pihak Kecamatan dan Desa, yang kemudian disalurkan secara gravitasi dengan sistem perpipaan.

(a)

(b)

Gambar 2.4. (a) Kali Progo bawah, (b) Kali Progo atas. (foto: Anuriyah., 2004 dalam Brontowiyono., 2008) 2.3. Kondisi Geologi Kecamatan Panjatan memiliki formasi geologis dimana daerah tersebut menempati kawasan yang sangat subur yaitu kawasan kipas alluvial dan dataran alluvial, yaitu fisiografi yang terbentuk dari proses pengendapan oleh aktifitas sungai (fluvial) dan laut (fluvio marine) dengan kemiringan 0 – 2 %. Formasi Wates terbagi menjadi dua formasi, yaitu sedimentasi sungai , dan sedimentasi pantai. Sedimentasi pantai seperti lempung (clay), pasir, kerikil dengan ketebalan sekitar 30 M. Sedimentasi sungai seperti lempung geluh (silt), dan debu halus dengan ketebalan 20 Meter, dan ini merupakan bagian yang memiliki aquifer yang kurang baik.

2.4. Kondisi Fisiografi Secara fisiografis kondisi Kabupaten Kulon Progo wilayahnya adalah daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak pada wilayah utara, luas wilayahnya 17,58 % berada pada ketinggian < 7 m di atas permukaan laut, 15,20 % berada pada ketinggian 8 - 25 m di atas permukaan laut, 22,85 % berada pada ketinggian 26 - 100 m di atas permukaan laut, 33,00 % berada pada ketinggian 101 - 500 m di atas permukaan laut dan 11,37 % berada pada ketinggian > 500 m di atas permukaan laut. Jika dilihat letak kemiringannya, luas wilayahnya 58,81 % kemiringannya < 15° , 18,73 % kemiringannya antara 16° - 40° dan 22,46 % kemiringannya > 40°.

Gambar 2.5 Fisiografi Kulonprogo (Sumber: www.kulonprogo.go.id)

2.4. Tata Guna Lahan Kondisi penggunaan lahan pada tahun 2003 tidak jauh berbeda dengan kondisi penggunaan lahan tahun sebelumnya yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi : pemukiman (6,8 %), pesisir pantai (5,01 %), sawah (18,3 %), pekarangan (53,1 %), tegalan (12,2 %), perkebunan (0,8 %) dan hutan (3,9 %), perikanan (0,2 %), industri (0,2 %), lainlain (4,5 %). 2.5. Kondisi Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi atau keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Di Kabupaten Kulon Progo tahun 2006 tingkat perekonomiannya masih mengandalkan sektor Tersier, hal tersebut dilihat berdasar PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2006 harga yang berlaku, bahwa sektor Primer yang terdiri dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sebesar 25,07 persen, sedangkan sektor Sekunder yang terdiri dari sektor industri, listrik, air bersih, dan bangunan memberikan kontribusi sebesar 21,10 persen, sedangkan sektor Tersier yang terdiri dari sektor perdagangan, hotel restoran angkutan, komunikasi, keuangan, dan jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 53,83 persen. Distribusi persentase terbesar pada dari Sektor tersier adalah sektor jasa-jasa subsektor pemerintahan dan sektor perdagangan hotel restoran yaitu sebesar 37,05 persen, hal ini karena naiknya nilai PDRB perkapita Kabupaten Kulon Progo tahun 2006. Jumlah pendapatan pegawai baik negeri, swasta dan umum sudah barang tentu juga seiring dengan meningkatnya pengeluaran konsumsi masyarakat Kabupaten Kulon Progo yang berdampak pada sektor Tersier. Untuk itu sektor ini harus mendapat skala mendapat prioritas penangannya oleh pemerintah daerah karena mampu mendongkrak nilai PDRB Kabupaten Kulon Progo secara signifikan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang diperoleh dari seluruh sektor di suatu pada periode waktu tertentu. Komponen-komponen nilai tambah bruto terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha (bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

PDRB berdasarkan harga yang berlaku menunjukkan keadaan perekonomian pada tahun berjalan dan PDRB atas dasar harga konstan 2000 merupakan PDRB sebagai tahun dasar untuk penghitungan PDRB tahun berikutnya berdasarkan harga pada tahun 2000. PDRB per kapita merupakan kemampuan nilai tambah yang dapat diperoleh dari penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi, sehingga PDRB per kapita dapat dijadikan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu . PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi total nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan jumlah penduduk pertengahan tahun suatu . Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kulon Progo tahun 2006 sebesar 14,10 persen artinya aktivitas ekonomi pada tahun 2006 mengalami eskalasi yang meningkat. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku Kabupaten Kulon Progo tahun 2006 sebesar Rp. 2.414,96 miliar, dengan nilai PDRB per kapita Rp. 6,455 juta. Distribusi persentase terbesar PDRB Kabupaten Kulon Progo tahun 2006 masih didominasi dari sektor pertanian sebesar 23,88 persen, kemudian diikuti oleh sektor jasajasa sebesar 20,81 persen dan sektor perdagangan , hotel dan restoran sebesar 16,24 persen.

BAB III KRITERIA DESAIN

3.1. Pengertian Banjir Banjir didefinisikan dengan kenaikan drastis dari aliran sungai, kolam, danau, dan lainnya dimana kelebihan aliran itu menggenangi keluar dari tubuh air dan menyebabkan kerusakan dari segi sosial ekonomi dari sebuah populasi (Smith et, al., 1998 dalam Marfai., 2003). Banjir adalah suatu kondisi fenomena bencana alam yang memiliki hubungan dengan jumlah kerusakan dari sisi kehidupan dan material. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab terjadinya banjir di berbagai belahan dunia adalah (Smith et, al., 1998 dalam Marfai., 2003): 1. Keadaan iklim; seperti masa turun hujan yang terlalu lama, dan mengakibatkan banjir sungai. Banjir di daerah muara pantai umumnya disebabkan karena kombinasi dari kenaikan pasang surut, tinggi muka air laut dan besarnya ombak yang di asosiasikan dengan terjadinya gelombang badai yang hebat. 2. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tataguna lahan dari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir. Banyak lokasi yang menjadi subjek dari banjir terutama

daerah muara. Perencanaan

penaggulangan banjir merupkan usaha untuk menanggulangi banjir pada lokasilokasi industri, komersial dan pemukiman. Proses urbanisasi, kepadatan bangunan, kepadatan populasi memiliki efek pada kemampuan kapasitas drainase suatu daerah dan kemampuan tanah menyerap air, dan akhirnya menyebabkan naiknya volume limpasan permukaan. Meskipun luas area perkotaan lebih kecil dari 3 % dari permukaan bumi, tapi sebaliknya efek dari urbanisasi pada proses terjadinya banjir sangat besar. 3. Land subsidence; adalah proses penurunan level tanah dari elevasi sebelumnya. Ketika gelombang pasang datang dari laut melebihi aliran permukaan sungai, area land subsidence akan tergenangi.

3.2. Analisa Hidrologi Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi. Fenomena hidrologi sebagai mana telah dijelaskan di bagian sebelumnya adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi. Fenomena hirologi seperti besarnya curah hujan, temperatur, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air, akan selalu berubah menurut waktu. Untuk suatu tujuan tertentu data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunkan prosedur tertentu (Yuliana., 2002). Analisa curah hujan diperlukan untuk menentukan besarnya intensitas yang digunakan sebagai prediksi timbulnya aliran permukaan wilayah. Curah hujan yang digunakan dalam analisis adalah curah hujan harian maksimum dalam satu tahun yang telah dihitung oleh badan meteorologi. 3.2.1 Penyiapan Data Curah Hujan Data curah hujan yang akan dianalisis merupakan kumpulan data atau array data tinggi curah hujan maksimum dalam 30 tahun berturut-turut dinyatakan dalam mm/24 jam, sampel tersebut dianggap cukup mewakili. Apabila terdapat data yang kosong atau hilang, maka diperlukan perkiraan bagi stasiun yang kosong. Perkiraan curah hujan yang kosong dihitung dari pengamatan minimal tiga stasiun terdekat, dan sebisa mungkin stasiun yang berada mengelilingi stasiun yang datanya hilang tersebut. Cara melengkapinya yaitu terdapat dua cara, yaitu : a) Jika selisih antara hujan tahunan normal antara stasiun pembanding dengan stasiun yang kehiangan data kurang dari 10% maka harga perkiraan data yang kurang lengkap dicari dengan harga aritmatika. rx =

1⎛ n ⎞ ⎜ ∑ rn ⎟ n ⎝ n −1 ⎠

(3-1)

b) Jika selisih melebihi 10% digunakan cara perbandingan normal yaitu : rx r 1 ⎛ n rn ⎜⎜ ∑ = − x R x n − 1 ⎝ n −1 Rn R x

⎞ ⎟⎟ ⎠

(3-2)

Dimana : rx

= Harga tinggi curah hujan yang di cari.

Rx

= Harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur hujan yang di cari.

n

= Banyaknya stasiun pengukur hujan untuk perhitungan.

rn

= Harga tinggi curah hujan pada tahun yang sama dengan rn pada setiap stasiun pembanding.

Rn

= Harga rata-rata tinggi curah hujan yang sama dengan rn pada setiap stasiun pembanding selama kurun waktu yang sama.

X

= Menunjukan stasiun pengukur hujan yang datanya sedang di cari dan merupakan bilangan dari 1 sampai n.

Perbedaan curah hujan tahunan normal pada stasiun yang kehilangan data, dicari dengan persamaan :

Δ= S=

R=

S 100% R

∑ (N

i

(3-3) − R) 2

n −1

∑N

i

n

(3-4) (3-5)

Dimana : Ni

= Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan pada suatu stasiun pengamat.

R

= Rata-rata dari n jumlah stasiun pengamat.

n

= Jumlah stasiun pengamat hujan.

3.2.2 Tes Konsistensi Data curah hujan akan memiliki kecendrungan untuk menuju suatu titik tertentu yang biasa disebut dengan pola atau trend. Data yang menunjukan adanya perubahan pola atau trend tidak disarankan untuk digunakan. Analisa hidrologi harus mengikuti trend, dan jika terdapat perubahan harus dilakukan koreksi. Untuk melakukan pengecekan pola atau trend tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik kurva massa ganda yang berdasarkan

prinsip setiap pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,

sedangkan yang tidak sekandung akan tidak konsisten, dan akan menimbulkan penyimpangan arah/trend. Perubahan pola atau trend bisa disebabkan diantaranya oleh : 3. Perpindahan lokasi stasiun pengukur hujan. 4. Perubahan ekosistem terhadap iklim secara drastis, misal karena kebakaran. 5. Kesalahan ekosistem observasi pada sekumpulan data akibat posisi atau cara pemasangan alat ukur yang tidak baik. Prinsip dasar metode kurva massa ganda adalah sebagai berikut; sejumlah stasiun tertentu dala wilayah iklim yang sama diseleksi sebagai stasiun dasar (pembanding). Ratarata aritmetik dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap metode yang sama. Rata-rata hujan tersebut ditambahkan (diakumulasikan) mulai dari periode awal pengamatan. Demikian pula halnya dengan data stasiun utama yang akan dicek pola atau trendnya. Kemudian diplot titik-titik akumulasi rerata stasiun utama dan stasiun dasar sebagai kurva massa ganda. Pada kurva massa ganda, titik-titik yang tergambar selalu berdeviasi sekitar garis rata-rata, dan hampir merupakan garis lurus. Kalau ada penyimpangan yang terlalu jauh dari garis lurus tersebut maka mulai dari titik ini selanjutnya pengamatan dari stasiun yang ditinjau akan tidak akurat dengan kata lain data hujan curah hujan telah mengalami perubahan trend. Koreksi yang digunakan untuk data yang mengalami perubahan trend tersebut adalah :

Hz =

tan α tan α ο

(3-6)

Dimana : Hz

= Curah hujan yang diperkirakan.

tan α

= Slope sebelum perubahan.

tan αo = Slope setelah perubahan. Ho

fk =

= Curah hujan hasil pengamatan.

tan α = faktorkoreksi tan α ο

(3-7)

3.2.3 Tes Homogenitas Dalam analisa curah hujan yang harus dilakukan setelah uji konsistensi adalah uji homogenitas. Ketidak homogenitasan data curah hujan dapat sisebabkan gangguangangguan atmosfir karena pencemaran atau adanya hujan buatan yang sifatnya insidentil. Tes homogenitas dengan memplot harga (N, Tr) pada grafik tes homogenitas. Suatu kumpulan data disebut homogen bila titik (N, Tr) berada didalam batas homogenitas pada grafik tersebut. N merupakan banyaknya data curah hujan, sedangkan Tr dicari dengan persamaan : TR =

R10 Tr R

(3-8)

Dimana : R10

= Curah hujan tahunan dengan PUH 10 tahun.

Ř

= Curah hujan rata-rata dalam sekumpulan data.

Ťr

= PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata

3.2.4 Analisa curah hujan harian maksimum Aplikasi distribusi peluang yang digunakan untuk dianalisis data-data ekstrim curah hujan maksimum yaitu : 3.2.4.1. Metode Dumbel Modifikasi Dengan persamaan sebagai berikut : RT = μ +

μ=R− 1

α

=

1

α

1

α

(3-9)

YT

(3-10)

YN

σR σN

⎡ n 2 ⎤ ⎢ ∑ (R1 − R ) ⎥ ⎥ TR = ⎢ n −1 n −1 ⎥ ⎢ ⎥⎦ ⎢⎣

Tr ⎞ ⎛ YT = − ln⎜ ln ⎟ ⎝ Tr − 1 ⎠

(3-11) 1/ 2

(3-12) T n ⎢⎣= nR 1−

(3-13)

Dengan mengadopsi persamaan (3-10) dan (3-11) ke persamaan (3-9) diatas maka diperoleh persamaan Gumbel: RT = R +

YT − YN

σN

σR

(3-14)

atau dengan mensubsitusikan persamaan (3-13) ke persaman ( 3-14 ), di peroleh : ⎡ ⎛ Tr ⎞ ⎢ ln⎜ Tr − 1 ⎟ + YN ⎠ RT = R + ⎢ ⎝ σN ⎢ ⎢ ⎣

⎤ ⎥ ⎥σ R ⎥ ⎥ ⎦

(3-15)

Dimana : Ř

= curah hujan rata-rata

Yn

= reduced mean

YT

= reduced variate

σN

= reduced standar deviasi

σR

= standar deviasi data hujan

Tr

= periode ulang hujan

Persamaan (3-15) ini kemudian dimodifkasi, menurut Lattenmair dan Burges, perhitungan hidrologi yang lebih tepat didapat dengan menggunakan harga limit standar deviasi dan limit rata-rata (harga bila n = ~). Harga limit YN sama dengan konstanta euler (YN = 0.5772) sedangkan limit σ = η / (6)0.5 = 1.2825 Maka 1

α

=

σR 1.2825

μ = R – 0.45 σR

(3-16)

(3-17)

Dengan mensubsitusikan persamaan (3-16) dan (3-17) ini ke persamaan (3-18), didapat persamaan : RT = R+ (0.78 YT - .45) σR

(3-18)

selanjutnya persamaan ( 3-14) disubsitusikan ke persamaan (3-18), di perloleh persamaan : ⎡ ⎤ Tr ⎞ ⎛ RT = R − ⎢0.78 ln⎜ ln ⎟ + 0.45⎥σ R ⎝ Tr − 1 ⎠ ⎣ ⎦

(3-19)

setalah hujan harian maksimum diperkirakan dari perhitungan dengan persamaanpersamaan diatas, maka perlu dicari rentang keyakinanannya (convidence interval) yang dirumuskan sebagai berikut RK = ± t (a) Se

(3-20)

Dimana : RK

= Rentang keyakinan

T (a)

= Fungsi a

Se

= Deviasi (probably error)

jika ; a

= 90 %, t (a) = 1640

a

= 80 %, t (a) = 1282

a

= 68%, t (a)

= 1000

Se dihitung dengan persamaan: Se =

bσ R N

(3-21)

b = (1+1.3K+(1.K2 )) 0.5

(3-22)

K = (0.78 YT – 0.45)

(3-23)

Dimana: N

= Jumlah data

σR

= Standar deviasi

3.2.4.2. Metode Log Person Type III Metode ini berdasarkan pada perubahan data yang ada ke dalam bentuk logaritma. Parameter statik yang diperlukan untuk distribusi Log Pearson III adalah : a) Rata rata (r) b)

Standar deviasi log (σR)

c) Koefisien skew log (g)

persamaan-persamaan yang digunakan adalah : r=

∑r

i

(3-24)

N

σR =

∑ (r − r )

2

i

(3-25)

N −1

N ∑ (ri − r )

3

g=

( N − 1)( N − 2)(σ R ) 3

(3-26)

Dimana : r1

= Logaritma hujan harian maksimum (mm/24 jam)

ŕ

= Rata-rata r1

N

= Banyaknya data

σR

= Standar deviasi r1

g

= Koefisisen srew r1

Besarnya curah hujan harian maksimum dihitung dengan persamaan : log RT = ŕ + K σR

(3-27)

dimana : RT

= curah hujan harian maksimum dalam PUH TR (mm/24 jam)

K

= Skew Curve Faktor, dihitung dengan menggunakan Tabel III.1 berdasarkan koefisien skew (g) dan periode ulang (T)

Tabel III.1 Skew Curve Factor (K) digunakan dalam distribusi peluang Log Pearson Type III Koefisien Skew (g) 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 -0.6 -0.7 -0.8 -0.9 -1.0 -1.2 -1.6 -1.8 -2.0

2 0.5 -0.307 -0.282 -0.254 -0.225 -0.195 -0.164 -0.148 -0.132 -0.116 -0.099 -0.083 -0.066 -0.050 -0.033 -0.017 0.000 0.017 0.033 0.050 0.066 0.083 0.099 0.116 0.132 0.143 0.164 0.195 0.254 0.232 0.307

Periode ulang hujan (tahun) 10 25 50 Probabilitas 0.2 0.1 0.04 0.02 0.069 1.302 2.219 2.912 0.643 1.318 2.193 2.848 0.675 1.329 2.163 2.780 0.705 1.337 2.128 2.700 0.732 1.340 2.087 2.626 0.758 1.340 2.043 2.542 0.769 1.339 2.018 2.498 0.780 1.336 1.998 2.453 0.790 1.333 1.967 2.407 0.800 1.328 1.939 2.359 0.806 1.323 1.910 2.311 0.816 1.317 1.880 2.261 0.824 1.309 1.849 2.211 0.830 1.301 1.818 2.159 0.836 1.292 1.785 2.107 0.842 1.282 1.751 2.054 0.846 1.270 1.716 2.000 0.850 1.258 1.680 1.945 0.853 1.245 1.643 1.890 0.855 1.231 1.606 1.843 0.856 1.216 1.567 1.777 0.857 1.200 1.528 1.720 0.857 1.183 1.488 1.663 0.856 1.166 1.448 1.606 0.854 1.147 1.407 1.594 0.852 1.128 1.366 1.492 0.844 1.086 1.282 1.379 0.817 0.994 1.116 1.116 0.799 0.945 1.035 1.069 0.777 0.895 0.959 0.980 5

100 0.01 3.605 3.499 3.388 3.271 3.149 3.022 2.957 2.891 2.824 2.755 2.686 2.615 2.544 2.472 2.400 2.326 2.252 2.178 2.104 2.029 1.955 1.880 1.806 1.733 1.660 1.588 1.449 1.197 1.087 0.990

Sumber : Soemarto, Hidrologi Teknik, 1987.

3.2.4.3. Metode Iway Kadoya. Prinsip dasar dari metode iway kadoya adalah merupakan variabel X dari kurva kemungkinan kerapatan dari curah hujan maksimum ke log X. Langkah perhitungan yang dilakukan pertama kali adalah menentukan harga Xo : log Xo =

1 ∑ log Xi n

(3-28)

Memperkirakan harga b ;

b=

1 ∑ bi m

(3-29)

m=

n 10

(3-30)

( Xs. Xt ) − Xo 2 bi = 2 Xo − ( Xs + Xt )

(3-31)

Memperkirakan harga Xo ; xo =

1 ∑ log( Xi + b) n

(3-32)

Memperkirakan harga c 1

2 1 ⎡⎛ 2n ⎞ 2 2 ⎤ = ⎢⎜ ⎟ x − xo ⎥ c ⎣⎝ n − 1 ⎠ ⎦

(

)

(3-33)

Dimana : Xs

= harga dengan no. Pengamatan m dari yang terbesar

Xt

= harga dengan no. Pengamatan m dari yang terkecil

N

= banyaknya data tabel III.2 variabel normal ξ yang sesuai pada W (x) utama.

Tabel III.2 Variabel ξ (Kemungknan Terlampaui) yang sesuai pada W (x) utama T W(x) = 1/T ξ T 500 0.00200 2.0352 30 400 0.00250 1.9840 25 300 0.00333 1.9227 20 250 0.00400 1.8753 15 200 0.00500 1.8214 10 150 0.00667 1.7499 8 100 0.01000 1.6450 5 80 0.01250 1.5851 4 60 0.01667 1.5049 3 50 0.02000 1.4522 2 40 0.02500 1.3859 Sumber: Suryono S, Ir.Hidrologi Untuk Pengairan

W(x) = 1/T 0.03333 0.04000 0.05000 0.06667 0.10000 0.12500 0.20000 0.25000 0.33333 0.50000

ξ 1.2971 1.2379 1.1631 1.0614 0.9062 0.8134 0.5951 0.4769 0.3045

3.2.5 Menentukan Metode Terpilih Dengan Chi Kuadrat Perhitungan menggunakan Chi kuadrat dilakukan guna menentukan curah hujan maksimum yang paling sesuai untuk digunakan. Untuk penentuan metode yang digunakan dilakaukan uji kecocokan dengan metode chi kuadrat (chi square). Selanjutnya hasil uji kecocokan ini di bandingkan diantara tiga metode yang digunakan sebagai bahan analisa penentuan curah hujan harian maksimum. Uji chi kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah metode yang digunakn dapat mewakili distribusi statik sampel data yang dianalisa. Pengambilan keputusan ini menggunakan parameter X2 karena itu disebut uji chi kuadrat. Nilai dari parameter X2 itu dihitung dengan menggunakan persamaan : G

X h2 = ∑ i =1

(Oi − Ei ) 2 Ei

(3-34)

Dimana : Xh2

= Parameter Chi kuadrat terhitung

G

= Jumlah sub kelompok.

Oi

= Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke 1.

Ei

= Jumlah nilai teoritis pada sub kelomok ke 1.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan besarnya peluang suatu data curah hujan (X) adalah persamaan Weibull, sebagai berikut :

P=

m N +1

(3-35)

T=

N +1 m

(3-36)

Dimana : P=

Peluang terjadinya kumpulan nilai yang diharapkan selama periode pengamatan.

N=

Jumlah pengamatan dari variasi X

m=

Nomer urut kejadian

T=

Periode ulang dari kejadian sesuai dengan sifat kumpulan nilai yang diharapkan.

Data curah hujan yang telah dihitung besarnya peluang atau periode ulangnya, selanjutnya apabila digambarkan pada kertas grafik peluang atau periode ulangnya, umumnya akan membentuk persamaan garis lurus. Persamaan yang digunakan adalah : X = Xr + k. SD

(3-37)

Dimana : X

= Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan peluang tertentu atau perode ulang tertentu.

Xr

= Nilai rata-rata hitung variate

SD

= Deviasi standar nilai variate

k

= Faktor frekuensi.

3.2.6 Analisa Intensitas Hujan Intensitas curah hujan menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran deras hujan perjam. Untuk mengolah data curah hujan menjadi intensitas curah hujan digunakan cara statistik dari data pengamatan durasi hujan yang terjadi. Dan apabila tidak dijumpai data untuk setiap durasi hujan, maka diperlukan pendekatan secara empiris dengan berpedoman kepada durasi 60 menit dan pada curah hujan harian maksimum yang terjadi setiap tahun. Cara lain yang digunakan adalah dengan mengambil pola intensitas hujan untuk kota lain yang memiliki kondisi hampir sama. Untuk merubah curah hujan menjadi intensitas hujan dapat digunakan metode diantaranya:

3.2.6.1. Metode Van Breen Penurunan rumus yang dilakukan oleh Van Breen didasarkan atas anggapan bahwa lamanya durasi hujan yang ada di P. Jawa terkonsentrasi selama 4 jam, dengan hujan efektif sebesar 90 % hujan total selam 24 jam. Persamaan tersebut adalah : I=

90%.R 24 4

(3-38)

Dimana : I

= Intensitas hujan (mm/jam)

R24

= Curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)

Dengan persamaan di atas dapat dibuat suatu kurva intensitas durasi hujan dimana Van Breen mengambil kota Jakarta sebagai kurva basis bentuk kurva IDF. Kurva ini dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umunya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan ; 54 RT + 0.007 RT IT = tc + 0.31RT

2

(3-39)

Dimana : IT = Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH T pada waktu konsentrasi tc tc = Waktu konsentrasi (menit) RT = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24 jam)

3.2.6.2. Metode Bell Tanimoto Analisis intensitas hujan menurut Bell didasarkan atas hubungan antara durasi hujan dengan periode ulang 2 – 100 tahun. Hubungan ini dinyatakan dengan:

(

)

RTt = (0.21ln T + 0.52 ) 0.54t 0.25 − 0.50 RTt R100 =

X 10 ⎛ R1 + R 2 ⎞ ⎜ ⎟ Xt ⎝ 2 ⎠

Dimana : R = Curah hujan T = Periode ulang (tahun) t

= Durasi hujan (menit)

R1 = Besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 1 menurut Tanimoto

(3-40) (3-41)

R2 = Besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 2 menurut Tanimoto Intensitas hujan (mm/jam) menurut Bell dihitung dengan menggunakan persamaan I Tt =

60 t RT t

(3-42)

3.2.6.3. Metode Hasperder – Der Weduwen Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh Hasper dan Der Weduwen. Penurunan rumus diperoleh berdasarkan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (1) telah kecil dari 1

jam dan durasi hujan dari 1 jam sampai 24

jam. Persamaan yang digunakan adalah : 1
0
11300.t ⎡ X 1 ⎤ t + 3.12 ⎢⎣100 ⎥⎦ 11300 ⎡ R1 ⎤ t + 3.12 ⎢⎣100 ⎥⎦

1218.t + 54 Xt (1 − t ) + 1272.t

(3-43)

(3-44) (3-45)

Dimana : t

= Durasi hujan (menit)

R,R1 = Curah hujan menurut Hasper – Weduwen Xt

= Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/24 jam)

Untuk menentukan intensitas hujan menurut hasper – weduwen digunakan rumus sebagai berikut : I=

R t

(3-46)

Dimana : I

= Intensitas hujan

R

= Curah hujan

3.2.7 Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Hujan Pemilihan ini daimaksudkan untuk menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut : 3. Menentukan minimal 8 jenis lamanya curah hujan t (menit), (misal 5, 10, 20, 40, 60, 80, 120, 240) 4. Menggunakan harga-harga t tersebut untuk menentukan besarnya intensitas hujan untuk peride ulang hujan tertentu (disesuaikan dengan perhitungan puncak rencana) 5. Menggunakan harga-harga t yang sama untuk menentukan tetapan-tetapan dengan cara kuadrat terkecil. Perhitungan tetapan-tetapan untuk setiap rumus intensitas curah hujan adalah sebagai berikut : Talbot I=

a t +b

a=

(∑ I .t ).(∑ I ) − (∑ I t ).(∑ I ) n(∑ I ) − (∑ I )

(3-47) 2

2

2

2

(∑ I )(∑ I .t ) − n(I .t ) b= n(∑ I ) − (∑ I )

(3-48)

2

2

2

(3-49)

Sherman I=

a tn

2 ( log .I ).[(Log .t ) ] − (log .t. log I )(log .t ) log a = 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

n=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − 8(log .t. log I ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

(3-50) (3-51)

(3-52)

Ishiguro I=

a t +b 0.5

(3-53)

(I .t )(I ) − (I .t )(I ) n(I ) − (I ) (I )(I .t ) − n(I .t ) b= n(I ) − (I ) a=

0.5

2

2

2

2

(3-54)

2

2

0.5

0.5

0.5

(3-55)

2

Dimana : ( ) = Jumlah angka-angka dalam tiap suku N = Banyaknya data 3.3 Sistem Informasi Geografi Untuk Identifikasi Lokasi Banjir

3.3.1. Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) atau biasa disebut Geographical Information System (GIS) merupakan komputer yang berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisa terhadap permukaan geografi bumi. Defenisi GIS selalu berubah karena GIS merupakan bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif masih baru. Beberapa defenisi dari GIS adalah: 1. Definisi GIS (Rhind, 1988 dalam Husein., 2006): GIS is a computer system for collecting, checking, integrating and analyzing information related to the surface of the earth. 2. Definisi GIS yang dianggap lebih memadai (Marble & Peuquet., 1983) and (Parker, 1988; Ozemoy et al., 1981; Burrough, 1986): GIS deals with space-time data and often but not necessarily, employs computer hardware and software. 3. Definisi GIS (Purwadhi., 1994) a) SIG merupakan suatu sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan data, serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. b) SIG merupakan manajemen data spasial dan non-spasial yang berbasis komputer dengan tiga karakteristik dasar, yaitu: (i) mempunyai fenomena aktual

(variabel

data

non-lokasi)

yang

berhubungan

dengan

topik

permasalahan di lokasi bersangkutan; (ii) merupakan suatu kejadian di suatu lokasi; dan (iii) mempunyai dimensi waktu.

Dari definisi-definisi diatas, Sistem Informasi Geografi dapat disimpulkan merupakan konfigurasi dari hardware dan software digunakan untuk compiling, storing, managing, manipulasi, analisis, dan pemetaan (sebagai tampilan) informasi keruangan. Ini mengkombinasikan fungsional dari program komputer grafis, peta elektronik, dan basis data (Haestad & Durrant., 2003). Dua keistimewaan analisa data berdasarkan SIG (Husein., 2006) yaitu : a) Analisa Proximity Analisa Proximity merupakan suatu geografi yang berbasis pada jarak antar layer. Dalam analisis proximity GIS menggunakan proses yang disebut dengan buffering (membangun lapisan pendukung sekitar layer dalam jarak tertentu untuk menentukan dekatnya hubungan antara sifat bagian yang ada. b) Analisa Overlay Proses integrasi data dari lapisan-lapisan layer yang berbeda disebut

dengan

overlay. Secara analisa membutuhkan lebih dari satu layer yang akan ditumpang susun secara fisik agar bisa dianalisa secara visual. 3.3.1. Input Data Geometrik Sistem Informasi Geografi menggunakan perangkat untuk mendigitasi atau menggambarkan peta, menghasilkan data serta menganalisanya. Digitizing tools dapat mengkonversi peta hard copy kedalam format soft copy atau elektronik. Format peta ini juga dapat dikonversi ke dalam program teknik, seperti CAD atau program teknik lainnya. Input Data Geometrik berupa : •

Fitur yaitu points (titik), lines (garis), poligon dan teks.



Atribut



Imagery



Surfaces

3.3.1.1 Fitur Fitur geografi di representasikan pendekatan serupa dari rupa bumi. Fitur geografi berupa natural seperti vegetasi, sungai tanah dan sebagainya, berupa konstruksi atau buatan manusia seperti bangunan, jembatan, pipa dan sebagainya, dan bagian lainnya dari objek rupa bumi seperti batas negara, politik, dan sebagainya. Objek-objek tersebut direpresentasikan sebagai titik (points), garis (lines) dan luasan area (polygons)

Points Didefinisikan untuk objek-objek yang terlalu kecil dan tidak dapat direpresentasikan oleh garis dan poligon. Points memiliki satu titik koordinat (X,Y,Z) saja. Contoh seperti lokasi sumur, stasiun hujan, point juga merepresentasikan titik koordinat dari GPS, atau titik ketinggian, dan sebagainya.

Gambar 3.1 Fitur berupa titik (points).,(Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002)

Lines Merepresentasikan objek geografi yang berupa garis yang memiliki dua koordinat (X,Y,Z) yang dihubungkan. Contoh objek yang berupa garis (lines) adalah jalan raya, sungai, jaringan drainse dan sebagainya

Gambar 3.2. Fitur berupa garis (lines)., (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002)

Poligon Adalah area tertutup yang berupa lokasi homogen seperti administrasi, jenis tanah, jenis penggunaan lahan, dan sebagainya.

Gambar 3.3 Fitur berupa Area (polygons)., (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

3.3.1.2. Attribut Berupa informasi yang terkait dengan fitur, dan dihubungkan dengan simbol warna dan label. Didalam Sistem Informasi Geografi atribut diatur didalam tabel yang terkait dengan konsep database.

Gambar 3.4 Attribut berupa baris dan kolom

Deskripsi dari data diorganisir ke dalam tabel, tabel memiliki baris, dan semua baris pada tabel memiliki kolom. Kolom memiliki tipe unik seperti integer, batas desimal, karakter dan lain-lain.

3.3.1.3. Imagery Terdiri dari struktur data raster yang terdiri dari baris dan kolom. Nilai yang di hitung adalah nilai pixel, dimana objek akan memberikan sinyal ke sensor, kemudian diterjemahkan dalam nilai pixel.

Gambar 3.5 Konsep imagery berupa nilai piksel (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

Imagery juga umum digunakan untuk menetukan objek yang terlihat dan tidak terlihat dengan menggabungkan (composite) saluran (bands) dimana tiap saluran memiliki sensor dengan panjang gelombang yang berbeda. Ini memungkinkan untuk penelitian terapan untuk ilmu kebumian seperti hydrologi, geologi, dan sebagainya.

Gambar 3.6. Contoh jenis-jenis imagery., (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

3.3.1.4. Surface Surface erat kaitannya dengan data model medan, yang

terdiri dari beberapa

macam, diantaranya: Garis Kontur Garis imajiner yang menghubungkan titik-titik ketinggian di rupa bumi yan memiliki nilai sama.

Gambar 3.7. Garis Kontur., (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

Raster Dataset Seperti konsep imagery namun, lebih menekan kan nilai pixel dengan ketinggian medan. Contohnya untuk pembuatan DEM (Digital Elevation Model) untuk merepresentasikan bentuk rupa bumi.

Gambar 3.8. Digital Elevation Model (DEM), (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

TIN Layer Model TIN (Triangulated Irregular Network) yaitu data struktur yang terdiri dari titik seperti elevasi muka bumi yang dihubungkan oleh jaringan segitiga. Sama halnya denga DEM tapi TIN merupakan model dengan pendekatan interpolasi dari beberapa titik yang memiliki nilai ketinggian.

Gambar 3.7. Triangulated Irregular Network , (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

Kemampuan dalam menerjemahkan fenomena spasial dan analisis data menggunakan Sistem Informasi Geografi membantu juga dalam mengevaluasi model responsibility seperti aliran permukaan, terhadap saluran drainase.

3.3.2 Perkiraan Inflow Banjir Limpasan permukaan menggabungakan tiga parameter yaitu curah hujan, luas daerah tangkapan, dan koefisien aliran (DPU, 2007). Persamaan umum yang digunakan untuk memperkirakan limpasan permukaan adalah : Vj = (0.1) Cj . Rj . A

(3-56)

V = ∑ VJ

(3-57)

Dimana : Vj : Aliran bulanan dari seluruh DAS pada bulan j (M3/bulan) Rj : Hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan) Cj : Koefisien pengaliran pada bulan j A : Luas daerah efektif tadah hujan (Ha) V : Aliran Permukaan (M3) Sistem Informasi Geografi dan analisa hidrologi terintegrasi untuk mengidentifikasi area banjir dimana

Digital Elevation Model akan membentuk zonasi banjir ketika

mendapatkan input berupa limpasan permukaan yang berupa volume kemudian menjadi area dengan membandingkan kepada penampang melintang menggunakan metode perhitungan volume cut/fill.

Gambar 3.8. Analisa Volume dengan menggunakan metode cut and fill. (Sumber : ArcGIS User's Guide, 2002).

Engineer dapat lebih menganalisa dalam hal perencanaan karena GIS membantu memodelkan bentuk permukan bumi, engineer dapat melakukan pemilahan area untuk perencanaan yang dibuat. Analisis data curah hujan mudah sekali digunakan ketika dianalogikan dengan data ketinggian rupa bumi, dimana bisa dilakukan pendekatan logis untuk menentukan curah hujan pada titik daerah tertentu. Gambaran kondisi real dari rupa bumi diharapkan mempermudah dalam melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan.

3.4. Perencanaan Drainase

Perencanaan sistem drainase suatu daerah, terlebih dahulu harus ditentukan dasardasar atau kriteria-kriteria perencanaan. Hal ini berguna sebagai bahan pemikiran bagi penetapan alternatif saluran dan perencanaan drainase modern. Dasar-dasar perencanaan yang diterapkan merupakan rumus-rumus dan ketentuanketentuan yang umunya dipakai dalam merencanakan sistem penyaluran air hujan. Pemakaian rumus-rumus serta ketentuan-ketentuan tersebut disesuaikan dengan kondisi lokal, berupa kondisi topografi, geologi, klimatologi, dan tata guna lahan. Dengan mempertibangkan faktor-faktor pembatas di atas, dikembangkan beberapa alternatif sistem yang meliputi segi teknis dan ekonomis. Alternatif terpilih merupakan hasil paling optimum dari berbagai kriteria yang di tetapkan, engan sedikit mungkin menghindari akibat sosial yang timbul. Hasil yang diharapkan dari alternatif terpilih adalah tercapainya perencanaan sisitem drainase yang berasaskan sistem drainase modern, yaitu sistem drainase yang berwawasan lingkungan, sehingga selain masyarakat terhindar dari bahaya banjir, ataupun genangan air yang merugikan masyarakat, juga turut serta dalam konservasi sumber daya air. 3.4.1 Drainase Pengertian sistem drainase dapat ditentukan berdasarkan lingkup atau batasan dari sistem drainase itu sendiri, beberapa istilah dalam sistem drainase itu sendiri anatara lain: 2

Drainase permukaan adalah sistem drainase yang menangani semua masalah kelebihan air diatas atau pada permukaan air tanah, terutama lintasan air hujan.

3

Drainase bawah permukaan, adalah sistem drainase yang menangani permasalahan kelebihan air dibawah permukaan tanah atau dibawah lapisan tanah, misalnya menurunkan permukaan air tanah yang tinggi agar daerah tersebut terbebas dari kelembaban yang tinggi.

4

Drainase perkotaan adalah drainase yang menangani permasalahan kelebihan air di wilayah perkotaaan yang meliputi drainase permukaan dan drainase bawah permukaan.

Dalam cara penyalurannya, drainase dibagi menjadi tiga sistem perbandingannya, dapat dilihat pada tabel I berikut ini : Tabel III.3 Cara Penyaluran Air Hujan

Terpisah Pengaliran

Tecampur

Intercepting Sewer

Air hujan dan air Air hujan dan air Jika debit air hujan limbah terpisah

limnah tercampur

besar,

tercampur.

Jika debit airhujan kecil terpisah Fluktuasi Debit

Besar

Kecil

Keuntungan

- Ekonomis dalam -

Besar dan Kecil Konsentrasi Bisa digunakan untuk

pemilihan dimensi pencemar meurun debit saluran,

yang

besar

maupun yang kecil.

karena karena

hanya menampung pengenceran debit air hujan saja dengan air hujan - air hujan tidak -

biaya

membebani BPAB konstruksinya lebih karena

murah debit

disatukan. Kerugian

Perlu

lahan Debit yang diolah Perlu

tersendiri.

dalam

lahan

BPAB tersendiri.

besar. Sumber : Moduto, Drainase Perkotaan, Volume I, 1998. 3.4.2. Maksud dan Kegunaan Drainase Maksud dan perencanaan drainase perkotaan adalah untuk mencari alternatif kiat pengendalian akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan penyaluran air limbah di DPDK (untuk sistem drainase tercampur agar dalam pembangunan nanti dapat terpadu dengan pembangunan sektor lain yang terkait). Dengan adanya prencanaan sistem drainase ini, maka sebelumnya dapat disiapkan cadangan lahan yang cukup, sesuai dengan penataan lingkungan perkotaan.

Dari uraian maka kegunaan drainase adalah : a) Mengeringkan daerah becek atau genangan air. b) Mengendalikan akumulasi limpasan air hujan yang berlebihan dan memanfaatkan sebesar-besarnya untuk imbuhan air tanah. c) Mengendalikan erosi. d) Pengelolaan kualitas air. 3.4.3 .Dasar-Dasar Perancanaan Dan Kriteria Desain Dasar-dasar yang digunakan untuk merencanakan sistem drainase adalah rumusrumus, asumsi-asumsi, dan ketentuan-ketentuan yang umum dipakai pada perencanaan sistem ini. Adapun pemakaiannya dibatasi oleh kondisi daerah perencanaan, seperti waktu perencanaan, tatagunalahan, topografi, dan lain-lain.

Periode Ulang Hujan Desain Periode ulang hujan adalah interval waktu rata-rata dari variabel hidrologi tertentu yang akan disamai atau dilampaui satu kali. PUH desain sistem saluran dan bangunan mengacu pada tabel II.4, kecuali untuk keadaan khusus dengan persamaannya Dimana :

T

= PUH T (tahun)

N

= Umur bangunan efektif

µ

= Faktor resiko, biasanya diambil 1/3

Tabel III.4 Periode Ulang Hujan Desain

Tataguna lahan kegunaan

Periode ulang T (tahun)

1. Saluran awal pada daerah - lahan, rumah, taman, kebun, kuburan, lahan tak

2

terbangun. - perdagangan perkantoran dan industri

5

2. Saluran Minor - DPS ≤ 5 ha (saluran tersier) - Resiko kecil

2

- Resiko besar

5

- DPS 5-25 ha (saluran sekunder) - Tanpa resiko (kecil sekali)

2

- Resiko kecil

5

- Resiko besar

10

- DPS 25 – 50 ha (saluran primer) - Tanpa resiko

5

- Resiko kecil

10

- Resiko besar

25

3. Saluran Mayor - DPS 50 – 100 ha - Tanpa resiko

5

- Resiko sedang

10

- Resiko besar

25

- DPS > 100 - Tanpa Resiko

10

- Resiko Kecil

25

- Resiko besar

50

- pengendalian banjir mayor /kiriman

100

4. Gorong-gorong - Jalan biasa

5 – 10

- Jalan baypass

10 – 25

- Jalan bebas hambatan

25 – 50

5. Saluran tepian jalan - Jalan lingkungan

2–5

- Jalan kota

5 – 10

- Jalan baypass

10 – 25

- Jalan bebas hambatan

25 - 50

Sumber Moduto, drainase perkotaan, volume I, 1998. 3.4.4 Kriteria Hidrolis 3.4.4.1 Perkiraan Debit Limpasan Air Hujan Dalam memperhitungkan debit banjir dengan luas daerah yang fleksibel (luas dan sempit) dapat menggunakan metode rumus rasional (Sosdarsono, 1987), yaitu : Q = (1/3,6) F.r.A

(3-58)

Dimana : Q = Debit banjir maksimum F = koefisien limpasan r = Intensitas hujan rata-rata selama waktu tiba banjir (mm/jam) A= Daerah pengaliran Modifikasi rumus tersebut menjadi : Q

= (1/360). Cs. C. I A

(3-59)

Q

= (1/360) . Cs. (∑Ci . Ai)

(3-60)

Dimana : Q

= Debit puncak limpasan banjir (m3/detik)

Cs

= Koefisien penampungan (storage)

C

= Koefisien pengaliran

A

= Luas daerah pengaliran (Ha)

I

= Intensitas Hujan (mm/jam)

3.4.4.2 Koefisien Storasi Storasi saluran ditandai dengan adanya kenaikan kedalaman air dalam saluran. Debit aktual yang akan ditumpahkan di akhir saluran adalah debit total dikurangi dengan massa air yang masih berada didalam saluran. Untuk tc>te dipakai persamaan : Cs =

2 tc 2 tc + td

(3-61)

Untuk tc
2 te 2 te + td

(3-62)

3.4.4.3 Waktu Konsentrasi (tc) Waktu konsentrasi ialah waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir dari titik terjauh dalam DPS menuju suatu titik atau profil melintang saluran tertentu yang ditinjau. Dalam drainase perkotaan pada umumnya, tc terdiri dari penjumlahan 2 komponen, yaitu to dan td.

Persamaan untuk menentukan waktu konsentrasi adalah: tc = to + td

(3-63)

Perhitungan waktu konsentrasi (tc) untuk pertemuan 2 saluran atau lebih dapat menggunakan persamaan Sneider sbb: tc =

∑ tc

i

.C i . Ae . L i

C i . Ae . L i

(3-64)

Dimana: tc = Waktu konsentrasi untuk pertemuan saluran (menit) tci = Waktu konsentrasi untuk masing-masing saluran (menit) Ci = Angka pengaliran Ae = Luas limpasan masing-masing saluran (Ha) Li = Panjang masing-masing saluran (m) Harga panjang saluran hasil pertemuan dapat digunakan dengan persamaan: Le =

∑ L tc i

i

.C i . Ae .q i

tc i .C i . Ae .q i

(3-65)

Dimana: Le = Panjang ekivalen (m) Li = Panjang masing-masing saluran (m) Tci = Waktu konsentrasi masing-masing saluran Ci = Angka pengaliran Ae = Luas limpasan masing-masing saluran (Ha) Waktu Kesetimbangan (time to equilibrium,tc), menunjukan bahwa air hujan yang merayap diatas permukaan tanah dan mengalir pada saluran telah tergabung secara bersamaan, dapat dikatakan sebagai waktu durasi hujan: te = R1,92/1.11R Dimana: te = Waktu durasi hujan R = Tinggi hujan harian maksimum

(3-66)

3.4.4.4 Waktu Rayapan Waktu yang diperlukan untuk titik air yang terjauh dalam DPS mengalir pada permukaan tanah menuju alur saluran permulaan yang terdekat (waktu rayapan). Persamaan waktu rayapan terbagi menjadi: Untuk daerah dengan tali air sepanjang ≤ 300m to =

6 . 33 ( nLo ) 0 .6 ( Cole ) 0 .4 ( So ) 0 .3

(3-67)

Dimana: to = Waktu merayap di permukaan tanah (menit) n = Angka kekasaran manning Lo = Panjang rayapan Co = Koefisien limpasan permukaan tempat air merayap Ie = Intensitas hujan (mm/jam), dimana tc=te So = Kemiringan tanah rayapan (m/m) Untuk daerah pengaliran air permukaan dengan panjang rayapan (tali air) ≥ 300m (misal di genting, jalan raya, lapangan terbang, lapangan tenis) to =

108 .n . Lo 1 / 3 S 1/ 5

(3-68)

Dimana : S = kemiringan rata-rata medan limpasan (%) Tabel III.5 Nilai Kekasaran Permukaan NO

Jenis Permukaan Tanah

N

1

Permukaan diperkeras

0,015

2

Permukaan tanah terbuka

0,0275

3

Permukaan berumput sedikit

0,035

4

Permukaan berumput rata-rata

0,045

5

Permukaan berumput tebal

0,066

6

Permukaan siaran semen atau beton

0,014

Sumber : Road Design Manual for Rural and Urban Roads Other Than Freeways,National Association of Australian State Road Authorities, Reprint 1977.

Waktu mengalur tanah dapat juga didekati dengan menggunakan grafik desain to seperti gambar 2.1 dengan memasukan harga: Lo = Panjang limpasan (m) So = Kemiringan medan limpasan (mm/m) Co = Koefisien pengaliran permukaan tempat air merayap Seiring dengan luas daerah tangkapan yang semakin kecil, maka waktu mengalur pada permukaan tanah menjadi dominan dalam perhitungan waktu konsentrasi. Mengacu pada kondisi tersebut, terdapat beberapa pendekatan untuk menentukan waktu konsentrasinya (dimana tc menjadi sam dengan to) 1) Rumus Izzard Digunakan untuk IxL < 500 n.ft/jam, dan dianggap tc = te tc =

41 KLo 1 / 3 I 2/3

(3-69)

K =

0,0007 I + Cr So 2 / 3

(3-70)

Dimana : Lo

= Panjang limpasan (ft)

I

= Intensitas hujan (in/jam)

So

= Kemiringan medan limpasan (ft/ft)

Cr

= Koefisien retardasi

Gambar 3.8 Grafik Desain Untuk Memperkirakan Waktu Limpasan Awal (to)

Sumber : Goldman, S. J., K. Jackson, and T. A. Bursztynsky. Erosion and Sediment Control Handbook. New York: McGraw-Hill, 1986.

Tabel III.6 Nilai Koefisien Retardasi NO

Jenis Permukaan Tanah

Cr

1

Aspal sangat halus

0,007

2

Jalan aspal dan tanah

0,0075

3

Jalan batu

0,00820

4

Beton

0,012

5

Jalan aspal dan pasir

0,017

6

Berumput jarang

0,046

7

Berumput tebal

0,060

Sumber: Martin Wanielista, Hydrology Water Quantity and Quality Control,1997

2) Persamaan Kerby Digunakan Untuk panjang limpasan < 365 m (1000 ft) tc = c(Ln.So-0,5)0,467

(2-71)

Dimana: Lo = Panjang limpasan (ft) So = Kemiringan medan (ft/ft) c = 0.83 (untuk ft) atau 1.44 (untuk m) n = Koefisien kekasaran retardansi Tabel III.7 Nilai Koefisien Kekasaran Retardasi No

Jenis Permukaan Tanah

N

1

Jalan aspal halus

0.02

2

Berumput jarang

0.30

3

Berumput sedang

0.40

4

Berumput rapat

0.80

Sumber: Martin Wanielista, Hydrology Water Quantity and Quality Control, 1997

3) Persamaan Kirpich Biasa diterapkan pada daerah pedesaan yang tanahnya ditumbuhi kayu-kayuan antara 0 – 56 %, dan daerah tangkapan dengan luas antara 1.2 – 112 are. Lo 0 .77 tc = 0 .0078 So 0 .385

(3-72)

Dimana; Lo = Panjang Limpasan (m) So = Kemiringan medan (ft/ft)

4) Persamaan Gelombang Kinematika Digunakan jika terdapat gelombang kinematika dimana kecepatan tidak berubah terhadap jarak melainkan berubah pada suatu titik. Panjang limpasan kurang dari 300 ft. tc =

0 . 93 Lo 0 .6 No 0 .6 I 0 .4 So 0 .3

(3-73)

Dimana: Lo = Panjang limpasan (ft) So = Kemiringan medan (ft/ft) N = Koefisien manning overland flow Tabel III.8 Nilai Koefisien Manning Overland Flow No

Jenis Permukaan Tanah

N

1

Tanah Gundul

0.01

2

Alami

0.13

3

Berumput

0.45

4

Berumput pendek

0.15

5

Berkayu

0.45

Sumber: Martin Wanielista, Hydrology Water Quantity and Quality Control, 1997

5) Persamaan Bransby Wiliams tc = 21 . 3 Lo

1 A So 0 .2 0 .1

Dimana: Lo = Panjang limpasan (ft) So = Kemiringan mdan (ft/ft) A = Luas daerah tangkapan (mil2)

(3-74)

6) Persamaan Federal Aviation Agency 1 . 8 (11 − C ) Lo 0 .5 tc = So 0 .33

(3-75)

Dimana: Lo = Panjang limpasan (ft) So = Kemiringan Medan (ft/ft) C = Koefisien limpasan Besarnya td dapat didekati dengan persamaan: td =

Lda 60 vd

(3-76)

vd = 0.0035(RLd)0,5(AC)0.1S0.2 td =

4 . 762 Lda ( RLd ) 0 . 5 ( Ac ) 0 .1 S 0 . 2

Ld = 88.33A0.6

(3-77) (3-78) (3-79)

Dimana: Lda = Panjang saluran aktual yang ditinjau (m) Ld

= Panjang saluran ideal (m) = Angka konversi, 1 menit = 60 detik

vd

= kecepatan rerata di dalam saluran (m/dt)

C

= Koefisien limpasan rerata

R

= Tinggi hujan (mm/hari)

A

= Luas DPS (ha)

S

= Kemiringan DPS searah alur saluran (m/m)

Untuk DPS Gabungan Terusan saluran harus dikalikan Fg: ⎛ Lda 2 . A1 Fg = ⎜⎜ ⎝ Lda 1 . A2

⎞ ⎟⎟ ⎠

2

(3-80)

Sedangkan S dan C reratanya adalah: ⎛ ∑ Li Si Sr = ⎜ ⎜ ∑ Li ⎝

⎞ ⎟ ⎟ ⎠

2

(3-81)

Cr =

∑ Ci . Ai

(3-82)

Ai

Dimana: Fg = Faktor gabungan Untuk menghitung td pada saluran alami, karena karakter hidrolisnya tidak mudah ditetapkan, maka digunakan kecepatan pendekatan seperti pada tabel dibawah ini: Tabel III.9 Perkiraan Kecepatan Rata-rata di Dalam Saluran Alami Kemiringan Rata-rata

Kecepatan Rata-rata

dalam saluran (%)

aliran (m/dt)

0–1

0.4

1–2

0.6

2–4

0.9

4–6

1.2

6 – 10

1.5

10 – 15

2.4

Sumber: BUDSP, Drainage Desain for Bandung, 1978

3.4.4.5 Perubahan PUH Apabila dalam saluran yang direncanakan mengalami perubahan PUH, maka tc, td, to, juga mengalami perubahan. Jika pada awal perhitungan menggunakan asumsi pendekatan kecepatan berdasarkan kemiringan dan perhitungan to, dan td tidak memakai persamaan yang ada unsur R, I, dan C, maka perubahannya dapat didekati dengan persamaan: 1

to T 2

⎛a = to T 1 ⎜⎜ T 1 ⎝ aT 1

⎞2 ⎟⎟ ⎠

td T 2

⎛a = td T 1 ⎜⎜ T 1 ⎝ aT1

⎞5 ⎟⎟ ⎠

(3-84)

a = 54 R + 0.07 R2

(3-85)

(3-83)

1

Dimana: tn

= t pada PUH a tahun yang dicari

tm

= t pada PUH m tahun (menit)

an

= konstanta pada persamaan talbott untuk PUH n tahun

am

= konstanta pada persamaan talbott untuk PUH m tahun

R

= tinggi hujan (mm/hari)

Indeks menunjukan PUH nya

3.4.4.6 Koefisien Pengaliran, C Koefisien pengaliran diperoleh dari hasil perbandingan antar jumlah hujan yang jatuh dengan yang mengalir sebagai limpasan dalam permukaan tanah tertentu. Harga koefisien pengaliran dari berbagai tata guna lahan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel III.10 Harga Koefisien Pengaliran Untuk Berbagai Penggunaan Tanah No

1

2

3

Untuk Daerah / Permukaan

C

Perdagangan - Pusat kota, terbangun penuh pertokoan

0.70 – 0.95

- Sekeliling pusat kota

0.50 – 0.70

Pemukiman - Keluarga tunggal

0.30 – 0.50

- Keluarga ganda (tidak kopel)/aneka ragam

0.40 – 0.60

- Keluarga ganda (kopel)/aneka ragam

0.60 – 0.75

- Pinggiran kota (suburban)

0.25 – 0.40

- Apartemen (rumah susun)

0.50 – 0.70

Industri - Ringan

0.50 – 0.78

- Berat

0.60 – 0.90

4

Taman, kuburan, hutan lindung

0.10 – 0.30

5

Lapangan bermain

0.20 – 0.35

6

Pekarangan rel kereta api

0.20 – 0.40

7

Daerah tak terbangun

0.10 – 0.30

8

Jalan

- Aspal

0.70 – 0.95

- Beton

0.80 – 0.95

- Bata

0.70 – 0.85

9

Halaman parkir dan pejalan kaki/trotoar

0.75 – 0.85

10

Atap

0.75 – 0.95

11

Pekarangan dengan tanah pasiran

12

- Datar 2 %

0.05 – 0.10

- Reratan (2 – 7) %

0.10 – 0.15

- Terjal 7 %

0.15 – 0.20

Pekarangan dengan tanah keras - Datar 2 %

0.13 – 0.17

- Reratan (2 – 7) %

0.18 – 0.22

- Terjal 7 %

0.25 – 0.35

13

Tanah gundul

0.70 – 0.80

14

Lahan galian pasir

0.05 – 0.15

Sumber: Maduto, Darainase Perkotaan, Volume I, 1998 Persamaan pendekatan untuk mencarai harga koefisien pengaliran pada daerah perumahan dengan kerapatan bangunan z rumah/ha adalah sebagai berikut: C = (0.3 sampai 0.4) + 0.015z.

(3-86)

Tabel III.11 Harga Kofisien Pengaliran Untuk Berbagai Penggunaan Tanah No

1

Tata Guna Lahan

C

Urban

0.90 – 0.95

- Pusat perdagangan

0.80 – 0.90

- Industri 2

Permukiman - Kepadatan rendah (20 rumah/ha)

0.25 – 0.40

- Kepadatan menengah (20-60 rumah/ha)

0.40 – 0.70

- Kepadatan tinggi (60-100 rumah/ha)

0.70 – 0.80

3

Taman dan daerah rekreasi

0.20 – 0.30

4

Rural

- Kemiringan curam (>20 %)

0.50 – 0.60

- Kemiringan gelombang (<20 %)

0.40 – 0.50

- Kemiringan bertingkat

0.25 – 0.35

- Pertanian padi

0.45 – 0.55

Sumber: Liewelyn – Davies Kinhill, 1978 Pada suatu daerah dengan tata guna lahan yang berbeda-beda, besarnya koefisien pengaliran ditetapkan dengan mengambil rata-rata berdasarkan bobot luas, sbb: Cr =

∑ Ci . Ai

(3-87)

Ai

Dimana: Cr = Harga rata-rata angka pengaliran Ci = Koefisien pengaliran pada tiap-tiap daerah Ai = luas pada masing-masing daerah (ha) Menurut gambar, harga C berubah untuk setiap perubahan PUH. Perubahannya dapat didekati dengan persamaan: Untuk daerah normal : C T 2 = 1 − (1 − C T 1 )

I T1 I T2

(3-88)

Untuk daerah pasang surut (becek) : ⎛I C T 2 = 1 − (1 − C T 1 )⎜⎜ T 1 ⎝ IT 2

⎞ ⎟⎟ ⎠

(3-89)

Dimana: CT1, CT2

= Harga C pada PUH T1 dan T2 berturutan

IT1, IT2

= Harga 1 pada PUH T1 dan T2 Berturutan

3.4.4.7 Intensitas Hujan Intensitas hujan di Indonesia, dapat memicu pada pola grafik IDF (Intensity Duration Frequency) dari Van Breen, yang dapat didekati dengan persamaan:

54 RT + 0,07 RT IT = tc + 0,3RT

2

(3-90)

Dimana: IT

= Intensitas hujan pada PUH T, dimana tc>te (mm/hr)

RT

= tinggi hujan pada PUH T (mm/jam)

Jika tc>te, tc diganti dengan te

3.4.4.8 Luas Daerah Pengaliran (A) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam suatu luas daerah pengaliran adalah: 3. Tata guna lahan eksisting dan pengembangannya dimasa mendatang 4. Karakteristik tanah dan bangunan diatasnya 5. Kemiringan tanah dan bentuk daerah pengaliran

3.4.4.9 Pengaruh DPS Parsial Modifikasi metode rasional berdasarkan asumsi bahwa hasil debit puncak dari suatu hujan dengan durasi dimana seluruh DPS di atas titik profil saluran yang ditinjau telah memberikan kontribusi. Makin jauh saluran, DPS nya bertambah, waktu konsentrasi bertambah sehingga intensitas hujannya menurun (jika tc>te). Pengaruh itu semua dapat mengakibatkan perbedaaan pada debit puncak yang dihitung dengan asumsi bahwa seluruh DPS sudah memberikan kontribusi. Keadaan ini disebut pengaruh DPS parsial dan harus dicek pada tempat-tempat sebagai berikut: 4. Pertemuan dua saluran 5. Keluaran dari DPS yang besar dengan waktu konsentrasi pendek. 6. Keluaran dari DPS yang kecil dengan waktu konsentrasi panjang. Untuk pertemuan debit puncak akibat pengaruh DPS parsial ini, dipakai pedoman sebagai berikut: 1. Jika kedua tc saluran < te, maka debit puncak saluran sama dengan jumlah debit dari kedua saluran. 2. Jika tidak, harus dihitung dua kali dimana seluruh luas dengan tc terkecil dan tc terbesar, harga terkecil digunakan untuk debit desain.

Perhitungan yang dilakukan untuk pedoman kedua adalah: •

Untuk tc terbesar, semua daerah memberikan kontribusi: Q =



1 360

(∑ C

si

)

. A i .C i I tcterbesar

(3-91)

Untuk tc terkecil, tidak semua DPS memberikan kontribusi: Q =

1 360

(∑ C

si

)

. A i .C i I tcterkecil

(3-92)

sedangkan faktor y adalah: y=

tdkecil tdbesar

(3-93)

3.4.5 Kriteria Hidolis 3.4.5.1. Kapasitas Saluran (Q) Untuk menghitung kapasitas saluran, dipergunakan persamaan kontinuitas dan rumus manning: Q = A.v Dimana: Q

= Debit pengaliran

v

= Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/dt)

A

= Luas penampang basah (m2)

(3-94)

Gambar 2.2 Koefisien Limpasan untuk Daerah Rural

Sumber : Australian Rainfall and Run Off. Flood Analysis and Desaign, 1977.

Gambar 2.3 Koefisien Limpasan untuk Daerah Urban

Sumber : Australian Rainfall and Run Off. Flood Analysis and Desaign, 1977.

3.4.5.2 Kecepatan Aliran (v) Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan agar kontruksi saluran tetap aman. Persamaan Manning: 2

v=

2

1 3 3 R S n

(3-95)

Dimana: v

= Kecepatan aliran

n

= Koefisien kekasaran manning

R

= Jari-jari hidrolis

S

= Kemiringan memanjang saluran

Harga n Manning tergantung hanya pada kekasaran sisi dan dasar saluran. Tabeltabel berikut menyajikan beberapa harga n Manning yang diperoleh dari berbagai sumber, sebagai bahan perbandingan. Tabel III.12 Harga n Persamaan Manning Jenis Saluran

Bagus Sekali

Bagus

Cukup

Jelek

Saluran Buatan 1. Saluran tanah, lurus teratur

0.017

0.020

0.023

0.025

2. Saluran tanah, digali alat besar

0.023

0.028

0.030

0.040

3. Seperti 1, tetapi dibatuan

0.023

0.030

0.030

0.035

4. Seperti 3, tidak lurus, tak teratur

0.035

0.040

0.045

-

5. Seperti 4, dengan ledakan, sisi vegetasi

0.025

0.030

0.035

0.040

6. Dasar tanah, sisi batu belah

0.028

0.030

0.033

0.035

7. Saluran berbelok-belok, v rendah

0.020

0.025

0.028

0.030

1. Bersih, lurus, tanpa onggokan pasir dan 0.025

0.028

0.030

0.033

0.030

0.033

0.035

0.040

3. Belok-belok, bersih, sedikit onggokan pasir 0.033

0.040

0.040

0.045

Saluran Alami tanpa lubang 2. Seperti 1, sedikit vegetasi dan kerikil dan lubang

4. Seperti 3, dangkal, kurang teratur

0.040

0.045

0.040

0.055

5. Seperti 3, sedikit vegetasi dan batu

0.035

0.040

0.045

0.050

6. Seperti 4, sedikit ada penampang batuan

0.045

0.050

0.055

0.060

7. Lambat, banyak vegetasi dan lubang dalam

0.050

0.060

0.070

0.080

8. Banyak vegetasi tinggi dan lebat

0.075

0.100

0.125

0.150

1. Pasangan batu kosong

0.025

0.030

0.033

0.035

2. Seperti 1, dengan adukan

0.017

0.020

0.025

0.030

3. Beton tumbuk

0.014

0.016

0.019

0.021

4. Beton, sangat halus

0.010

0.011

0.012

0.013

5. Beton biasa, cetakan baja

0.013

0.014

0.014

0.015

6. Seperti 5, cetakan kayu

0.015

0.016

0.016

0.018

Saluran Pasangan

Sumber: Kinori B.Z., “Manual Of Surface Drainage Engineering”, vol I, 1970. Tabel III.13 Harga n Manning yang dianjurkan dalam saluran drainase No

1

Jenis Saluran dan Keterangannya

Min

Normal

Maks

Polongan aliran setengah penuh Gorong-gorong beton, lurus, bebas sampah

0.010

0.011

0.013

Gorong-gorong beton, dengan belokan, ada 0.011

0.013

0.014

sampah 2.

3.

4.

Saluran berlapisan Bagian dasar pracetak, dinding sisi beton

0.013

0.015

0.017

Dasar beton, dinding sisi pasangan batu

0.017

0.020

0.024

Dasar tanah, dinding sisi batu kosong

0.020

0.023

0.026

Bersih, lurus, tebing gebalan rumput

0.025

0.030

0.035

Sedikit rumput liar dan batu

0.030

0.035

0.040

Lapisan vegetasi

0.030

0.035

0.050

Saluran alami

Sumber: Moduto, Darinase Perkotaan, Volume I, 1998.

Tabel III.14 Harga n Manning untuk saluran alami atau sungai Jenis Peruntukan dan Keterangan

Rentang harga n

A. Saluran minor (lebar muka air banjir < 30m) 1. Cukup teratur a. Sedikit rumput/liar, sedikit/tanpa semak

0.030-0.035

b. Rumput liar lebat, dair < hrumput

0.035-0.050

2. Tak teratur, berlubang , sedikit meander a. Sedikit rumput/liar, sedikit/tanpa semak

0.040-0.055

b. Rumput liar lebat, dair < hrumput

0.050-0.070

3. Saluran bukit, tanpa vegetasi, tebing terjal , pohon dan semak sepanjang tebing tenggelam selama banjir besar a. Dasar kerikil, batu dan sedikit batu besar

0.040-0.050

b. Dasar batu dengan banyak batu besar

0.050-0.070

B. Bantaran banjir (dekat saluran alami) 1. Padang rumput, tanpa semak: a. Rumput pendek

0.030-0.035

b. Rumput Tinggi

0.035-0.050

2. Daerah Bercocok tanam

0.035-0.045

3. Rumput liar lebat, semak menyebar

0.050-0.070

4. Semak dan pepohonan kecil

0.060-0.080

5. Vegetasi medium sampai lebat

0.100-0.120

6. Lahan bersih dengantunggul pohon (250-625 bt/ha) a. Tanpa anak-anak pohon

0.040-0.050

b. Dengan anak pohon lebat

0.060-0.080

7. Tonggak kayu lebat, sedikit tumbang /tumbuh

0.100-0.120

C. Saluran mayor (Bair banjir > 30 m), teratur, bersih

0.028-0.330

Sumber: Moduto, Drainase Perkotaan, Volume I, 1998. Untuk mendesain dimensi saluran tanpa perkerasan, dipakai harga n Manning normal atau maksimum, sedangkan harga n Manning minimum hanya dipakai untuk pengecekan bagian saluran yang mudah terkea gerusan.

Jika kedalaman satu lajur saluran berubah, maka harga koefisien kekasaran Manning reratanya, n harus dicari dengan persamaan: 5

n=

Pr Pr 3 5 ⎛ ⎞ ⎜ Pi Ri 3 ⎟ ⎜⎜ n ⎟⎟ ⎝ i ⎠

(3-96)

Dimana: nr

= Harga rerata sepanjang saluran

Pr

= Harga keliling basah rerata sepanjang saluran (m)

r

= Harga jari-jari hidrolis rerata sepanjang saluran (m)

Pi

= Harga keliling basah setiap bagian i saluran (m)

Ni

= Harga n setiap bagian i saluran

1. Persamaan Chezy V = C (RS)1/2

(3-97)

Dimana : v

= Kecepatan Aliran (m/dt)

C

= Koefisien Chezy

R

= Jari-jari hidrolis (m)

S

= Kemiringan saluran (m/m)

Dalam persamaan Chezy , koefisien C dipengaruhi oleh jari-jari hidrolis, kekasaran dinding-dinding sisi dan dasar saluran. Harga C sebagai fungsi dari kekasaran dan jari-jari hidrolis adalah: a. Jika dibandingkan dengan persamaan Manning 1

C=

1 6 R n

(3-98)

b. Persamaan Ganguilet – Kutter 23 + 1 / n + 0 .00155 / S

C=

1

1 + ( 23 + 0 .00155 / S ) n / R 2

(3-99)

Persamaan ini dinilai kurang teliti, namun dalam beberapa hal dapat memberikan hasil yang memadai, yaitu jika dipakai dalam perhitungan saluran alami. c. Persamaan Bazin 1

C=

87 R 2

τ +R

(3-100)

1 2

Harga-harga τ untuk berbagai jenis saluran dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III.15 Harga τ Bazin untuk berbagai saluran Jenis Saluran

Keadaan Baik Sekali

Baik

Cukup

Jelek

Saluran Buatan 1. Saluran tanah, lurus, teratur

0.50

0.70

0.88

1.05

2. Saluran tanah ada vegetasi dan batu dll

1.05

1.38

1.75

2.10

3. Saluran kerukan dibebatuan

1.38

1.75

2.05

2.30

1. Saluran terpelihara baik

1.05

1.38

1.75

2.10

2. Saluran ada vegetasi, batu, dll

1.75

2.40

3.50

4.85

1.Pasangan beton, permukaan disemen halus

-

0.055

0.14

0.22

2. Pasangan kayu atau pasangan batu halus

0.055

0.22

0.275

0.33

3. Pasangan batu adukan semen, potongan kasar 0.50

0.69

1.05

1.38

4. Pasangan batu kosong, potongan kasar

1.38

1.60

1.75

Saluran Alami

Saluran Pasangan

1.05

Sumber : Kinori B.Z, Manual of Surface Drainage Engineering, 1970 Persamaan Manning dianjurkan dipakai untuk tipe saluran buatan, baik yang diperkeras ataupun tidak. Sebelum persamaan manning ini ditetapkan, biasanya dicari kecepatan rerata dengan cara dicoba-coba (trial error). Pendekatan kecepatan aliran rerata dalam saluran, vd, untuk trial dan error, dapat dilihat pada tabel II.16 dan tabel II.17

Tabel III.16 Pendekatan kecepatan trial berdasarkan kemiringan. Kemiringan saluran rerata (%) Kecepatan rerata, vd (m/s) 1–2 0.6 2–4 0.9 4–6 1.2 6 – 10 1.5 10 – 15 2.4 Sumber : Moduto, Drainase Perkotaan, Volume I, 1998

Tabel III.17 Pendekatan kecepatan setempat, vt trial berdasarkan debit puncak.

Debit aliran, Qp (M3/dt) Kecepatan setempat, vt (m/s) ≤ 10 0.60 – 0.90 1 – 10 0.90 – 1.50 10 – 20 1.50 – 1.60 20 – 30 1.60 – 1.70 30 – 40 1.70 – 1.80 40 – 50 1.80 – 1.90 50 – 60 1.90 – 2.00 60 – 70 2.00 – 2.10 70 – 100 2.10 – 2.20 100 – 150 2.20 – 2.30 150 – 200 2.30 – 2.40 200 – 300 2.40 – 2.50 300 – 400 2.50 – 2.60 Sumber : Moduto, Drainase Perkotaan, Volume I, 1998 Kecepatan setempat pada tabel harus dikalikan dengan k (angka Kennedy), yang besarnya tergantung kekasaran dan geometri saluran dimana : 1. saluran alami :

k = 0.4 – 0.6

2. saluran lining :

k = 0.8 – 1.0

Harga k tersebut juga belum terdapat karena masih ada pengaruh slope saluran. Sedangkan batasan kecepatan yang umum dipakai suatu kota untuk perencanaandimensi salurannya agar tercapai self cleansing velocity tetapi tidak terjadi penggerusan pada saluran adalah diantara 0.6 – 3 m/s. Harga kecepatan untuk kedalaman lebih besar dari 1 m dapat diperbesar dengan faktor koreksi, sedangkan bila terjadi belokan harus diperkecil. Untuk kedalaman yang lebih kecil dari satu meter harus diperkecil

Tabel III.18. Faktor koreksi dari kecepatan maksimum yang diperbolehkan untuk berbagai kedalaman air. Kedalaman Air (m) Faktor Koreksi 0.30 0.80 0.50 0.90 0.75 0.95 1.00 1.00 0.50 1.10 2.00 1.15 2.50 1.20 3.00 1.25 Sumber: BZ. Kinori, Manual of Source Drainage Ebgineering, 1970

Tabel III.19. Faktor koreksi untuk kecepatan saluran yang diizinkan untuk saluran lengkung Saluran Lurus Sedikit berbelok α<22.5 ° Berbelok sedang 22.5°<α<60° Berbelok besar sekali 60°<α<80° Berbelok hampir siku 80°<α<90°

Faktor Koreksi 1 0.95 0.87 0.78 0.57

Sumber : BZ. Kinori, Manual of Source Drainage Engineering, 1970

3.4.5.3 Kemiringan saluran dan talud saluran Kemiringan saluran direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaliran secara gravitasi dengan batas keceparan maksimum tidak boleh terjadi penggerusan dasar saluran dan pada kecepatan minimmum tidak boleh terjadi pengendapan. Kemiringan dinding saluran utama tergantug pada jenis bahannya. Tetapi untuk saluran yang peka terhadap erosi, penentuan kemiringan yang lebih teliti perlu dicocokan dengan kecepatan maksimum yang diizinkan agar tidak terjadi penggerusan dinding saluran. Kemiringan dinding saluran yang dapat dipakai untuk berbagai jenis bahan dapat dilihat pada tabel III.20

Tabel III.20. Kemiringan dinding saluran yang dianjurkan sesuai bahan yang digunakan. Bahan Kemiringan dinding Batu Hampir tegak lurus Tanah gambut (peat), rawang (muck) ¼ :1 Lempung teguh atau tanah berlapis beton ¼ : 1- 1:1 Tanah berlapis batu atau tanah bagi saluran yang lebar 1:1 Lampung kaku atau parit tanah ½ :1 Tanah berpasir lepas 2:1 Lempung berpasir atau lempung berpori 3:1

Sumber : Ven Te Chow, Hidrolika Saluran Terbuka, 1970

3.4.5.4. Penampang Saluran Faktor-faktor yang diperlu dipertimbangkan dalam pemilian bentuk saluran adalah: a) Tatagunalahan yang akan berpengaruh tehadap ketersediaan tanah. b) Kemampuan pengaliran dengan memperhatikan bahan saluran. c) Kemudahan pembuatan dan pemeliharaan. Adapun bentuk-bentuk penampang saluran yang biasa diterapkan adalah : a) Trapesium Fungsinya untuk menyalurkan limbah air hujan dengan debit besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil. b) Segiempat Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan dengan debit besar yang sifat alirannya menerus dengan fluktuasi kecil. c) Setengah lingkaran Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dengan debit yang kecil. d) Segitiga Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dengan debit kecil juga banyak mengandung endapan. e) Lain-lain Bentuk- bentuk saluran drainase yang tidak umum dipergunakan engan alasan faktor teknis dan ekonomi yang bulat lingkaran, bulat telur, elips, tapal kuda, tapal kuda kombinasi dengan segi empat, tapal kuda kombinasi dengan setengah lingkaran, tapal kuda kombinasi dengan segitiga.

Bila saluran dengan kekasaran n, kemiringan S, dan luas peampang basah tertentu mencapai debit maksimum, maka agar daya angkut aliran maksimal tercapai, penampang basah itu harus memiliki bentuk dengan jari-jari hidrolis maksimum pula. Bentuk penampang yang seperti ini disebut penampang/profil hidrolis umum (PHO). Pada tabel III.21 dapat dilihat jenis-jenis penampang dengan besaran-besaran hidrolis optimumnya. Tabel III.21. Besar-besaran penampang hidrolis optimum No. 1 2 3 4

Penampang A D2√3 Trapesium setengah heksagon Empat persegi panjang setengah bujur sangkar 2d2 d2 Segitiga setengah bujur sangkar (1/2)πd2 Setengah lingkarn

P 2d√3 4d 2d√3 Π

R (1/2)d (1/2)d (1/4)d√2 (1/2)d

B (4/3)d√3 2d 2d 2d

D (3/4)d d (1/2)d Π

Sumber : Ven Te Chow, Hidrolika saluran terbuka, 1970 Sedangkan untuk trapesium dan segiempat, hubungan antar parameter dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III.22. Hubungan dimensi penampang saluran M 0.00 0.50 0.51 1.00 1.25 1.50 1.75 2.00 2.50 3.00 4.00 5.00 6.00

b/d 2.0000 1.2361 1.1521 0.8284 0.7016 0.6056 0.5309 0.4721 0.3852 0.3246 0.2462 0.1979 0.1654

∫d = d/√A 0.7071 0.7590 0.7598 0.7396 0.7158 0.6891 0.6621 0.6361 0.5887 0.5485 0.4853 0.4386 0.4027

∫ b = b/√A 1.4142 0.9362 0.8547 0.6127 0.5022 0.4173 0.3515 0.3003 0.2268 0.1780 0.1195 0.0868 0.0666

∫B = B/√A 1.4142 1.6972 1.7567 2.0919 2.2917 2.4846 2.6689 2.8444 3.1702 3.4690 4.0019 4.4728 4.8990

∫a = a/√A 0.7071 0.8486 0.8784 1.0460 1.1459 1.2423 1.3345 1.4222 1.5851 1.7345 2.0010 2.2364 2.4495

Sumber : Kinoro BZ, Manual of Source Drainage Engineering Dimana: A

= Luas penampang (m)

B

= Lebar permukaan (m)

d

= Lebar dasar saluran (m)

P

= Keliling basah

R

= Jari-jari hidrolis

∫ p = p/√A 2.8284 2.6352 2.6321 2.7044 2.7939 2.9021 3.0206 3.1446 3.3971 3.6467 4.1213 4.5597 4.9961

∫R = R/√A 0.35 0.38 0.38 0.37 0.36 0.34 0.33 0.32 0.29 0.27 0.24 0.22 0.20

aº 90.00 63.50 60.00 45.00 38.60 33.50 30.00 26.50 21.80 18.40 14.00 11.30 9.50

3.4.5.5 Ambang Bebas Ambang bebas adalah jarak vertikal dari pucak saluran ke permukaan air pada kondisi rencana. Ambang bebas merupakan jagaan untuk mencegah meluapnya air ke tepi saluran. Ketinggian ambang bebas (f) ini dapat dicari dengan rumus berikut: f

= √Cfd

(3-101)

dimana : d

= ketinggian muka air (m)

Cf

= koefisien ambang bebas (lihat tabel III.23)

Tabel III.23. Harga CF untuk suatu rentang debit Debit, Q (m3/dt) Cf Q ≤ 0.6 0.14 0.68 0.23 – 0.25

Sumber : Moduto, Drainase Perkotaan, 1998 3.4.6. Perlengkapan Saluran Perlengkapan saluran merupakan sarana pelengkap yang dapat menunjang kinerja penyaluran air hujan. Pada umumnya perlengkapan saluran pada sistem penyaluran air hujan terdiri dari: 1. Street inlet Street inlet merupakan lubang/buangan disisi-sisi jalan yang berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada disepanjang jalan menuju kedalam saluran. Pada jenis penggunaan saluran terbuka tidak diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada merupakan bukaan bebas (kecuali untuk jalan dengan trotar jalan terbangun). Peletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan sebagai berikut : •

Diletakan pada tempat yang tidak memberikan gangguan terhadap lalulintas jalan maupun pejalan kaki.



Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpasan air hujan menuju ke arah tersebut.



Air yang masuk street inlet harus secepatnya menuju ke dalam saluran.



Jumlah street inlet harus cukup untuk menangkap limpasan air hujan pada jalan yang bersangutan, dengan rumus:

D : (280 √S )/W

(3-102)

Dimana : D

: Jarak antar street inlet (m) : D ≤ 50 m

S

: Kemiringan (%)

W

: Lebar jalan (m)

a. Gutter Inlet Gutter inlet adalah bukaan horisontal dimana air jatuh ke dalamnya. Kapasitas gutter inlet dapat dihitung dengan menggunakan modifikasi persamaan Manning untuk aliran dalam salurn yang sangat dangkal, yaitu : Q = 0.56 (z/n) S0.5 d8/3

(3-103)

Dimana : Q

=

kapasitas gutter inlet (m3/dt)

z

=

kemiringan potongan melintang jalan (m/m

n

=

koefisien kekasaran manning = 0.016

S

=

kemiringan longitudinal gutter (m/m)

D

=

kedalam aliran didalam gutter

b. Curb Inlet Curb inlet adalah bukaan vertikal dimana air masuk kedalamnya. Kapasitas curb inlet dapat dihitung dengan rumus empiris sebagai berikut : british unit Q/L

= 0.2gd 3/2

(3-104)

=0.3 gd 3/2

(3-105)

metric unit Q/L Dimana : Q

= Kapasitas curb inlet (cfs, m3/dt)

L

= Lebar buakaan curb (ft, m)

g

= Gravitasi (m3/dt)

d

= Kedalama total air dalam gutter (ft, m)

Tinggi air pada permukaan jalan dekat gutter/curb dapat didekati dengan rumus : d = 0.0474 (DI)0.5/S0.2

(3-106)

dimana : d

= Kedalam air (mm) pada lebar ¼ lebar jalan

D

= Jarak antara street inlet

I

= Intensitas hujan (mm/jam)

S

= Kemiringan jalan

Dalam perencanaan, kapasitas gutter maupun curb inlet harus diturunkan (10-30) % untuk memperhitungkan gangguan penyumbatan, dimana penurunan ini tergantung pada kondisi jalan serta tipe inlet seperti pada tabel berikut : Tabel III.24. Faktor reduksi dalam penentuan kapasitas inlet

Kondisi jalan

Tipe inlet

Persentase dari kapasitas teoritis yang diijinkan

Sump Curb 80% Continous grade Curb 80% Continous grade Deflactor 75% Sumber : BUDSP, Drainage Desaign for Bandung, 1970

2. Bangunan Terjunan Bangunan terjunan diperlukan jika kemiringan permukaan tanah lebih curam dari pada kemiringan maksimum saluran yang diizinkan. Selain itu bangunan ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penggerusan pada badan saluran akibat kecepatan dalam saluran telah melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan. Bangunan ini mempuyai empat bagian fungsional yang masing-masing mempunyai sifat perencanaan yang khas. Keempat bagian tersebut adalah: •

Bagian hulu pengontrol, yaitu bagian dimana aliran menjadi superkritis.



Bagian dimana air dialirkan ke elevasi yang lebih rendah.



Bagian tepat disebelah hilir potongan U, yaitu tempat energi diredam.



Bagian peralihan saluran memerlukan lindungan untuk mencegah erosi.

a) Bagian Pengontrol Pada bagian pertama dari bangunan ini, aliran di atas ambang dikontrol. Hubungan tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan dengan debit pada pengontrol ini

bergantung pada ketinggian ambang, potongan memanjang mercu bangunan, kedalam bagian pengontrol yang tegak lurus terhadap aliran, dan lebar bagian pengontrol ini. Bangunan-bangunan pengontrol yang mungkin adalah alat ukur ambang lebar atau flum leher panjang. b) Terjunan Tegak Pada terjunan tegak ini air akan mengalami jatuh bebas pada pelimpah terjunan kemudian akan terbentuk suatu loncatan hidrolis pada hilir. Untuk Q < 2.5 m3 / dt, tinggi terjun maksimum adalah 1.5 m Untuk Q > 2.5 m3 / dt, tinggi terjun maksimum adalah 2.5 m untuk menentukan terjunan tegak digunakan rumus : Yc

= 2/3 h

(3-107)

Q

= bq

(3-108)

q

= Yc√Yc.g

(3-109)

D

= Yc / h

(3-110)

Y1

0.425

= 0.54 HD

(3-111)

Y2

= 1.66 HD 0.27

(3-112)

Yp

= HD0.22

(3-113)

4Ld

= 4.3 HD0.22

(3-114)

Lj

= 6.9 (Y2 – Y1)

Lt

= Ld + Lj

Dimana : Yc

= Kedalaman air kritis (m)

h

= Kedalaman air normal (m)

Q

= Debit aliran (m3/dt)

b

= Lebar saluran

q

= Debit persatuan lebar ambang

g

= Gaya gravitsi

Y1

= Kedalaman sebelum terjadi lompatan (m)

Y2

= Kedalaman setelah terjadi lompatan (m)

Yp

= Kedalaman terjunan

(3-115) (3-116)

Ld

= Panjang terjunan

Lj

= Panjang lompatan air (m)

Lt

= Panjang total

c) Terjunan Miring Terjunan miring dipakai untuk tinggi terjun > 2 m. Mulai dari awal terjunan iringnya airya mendapat tambahan kecepatan sehingga sepanjang terjunan miring tersebut berangsur-angsur terjadi penurunan muka air. Supaya perubahan kecepatan air dari kecepatan normal ke kecapatan maksimum berjalan secara teratur dan tidak secara mendadak, dibuat suatu bagian peralihan. Tipe yang sering digunakan adalah tipe vlughter. H

= h1 + (v2/2g)

(3-117)

h2

= 2/3 h1

(3-118)

S

= CH (H/z)

(3-119)

dimana : C

= 0.40 untuk 1/3 < z/H < 4/3, untuk 4/3 < z/H <

maka D

= 0.60 H +1.1 z........ (3-120)

a

= 0.2 H H/z ............. (3-121)

maka D

= H + 1.1z ............... (3-122)

a

= 0.15 H H/z ........... (3-123)

H

= Tinggi energi (m)

h1

= Kedalaman air di hilir

h2

= Kedalaman kritis (m)

s

= Ketinggian air pada bagian yang miring (m)

z

= Beda tinggi air sebelum dan sesudah terjunan (m)

d) gorong-gorong Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air melewati bawah jalan air lainnya, bawah jalan, atau jalan kereta api. Gorong-gorong mempunyai potongan melintang yang lebih kecil dari pada luas basah saluran hulu maupun hilir. Sebagian dari potongan melintang mungkin berada di atas muka air dalam hal ini gorong-gorong berfungsi sebagai saluran terbuka dengan aliran bebas.

Pada gorong-gorong aliran bebas, benda-benda yang hanyut dapat lewat dengan mudah, tetapi biaya pembuatannya umunyan lebih mahal dibandng gorong-gorong tenggelam. Untuk maksud pemeliharaan dimana gorong-gorong harus terbebas dari endapan lumpur, dengan batasan kecepatan dalam gorong-gorong harus lebih besar atau sama dengan kecepatan self cleansing. Kehilangan tekanan oleh pengaliran di dalam gorong-gorong dapat dihitung dengan persamaan : Δh

= (V2/2g) (1+a+b (lр/4A))

(3-124)

dimana : Δh

= Perbedaan tinggi muka air di muka dan di belakang goronggorong (m)

v

= Kecepatan air dalam gorong-gorong (m/dt)

g

= Gaya gravitasi (m/dt2)

l

= Panjang gorong-gorong

p

= Keliling basah gorong-gorong

A

= Luas penampang basah gorong-gorong

a

= Koefisien kontraksi pada perlengkapan gorong-gorong.

a = (1/μ) – 1

(3-125)

μ = 0.8 – 0.83 b = Koefisien dinding pada gorong-gorong, untuk gorong-gorong bulat. Untuk gorong-gorong bulat : b = 1.5 (0.01989 + (0.0005078/d)) Untuk gorong-gorong segi empat : b = 1.5 (0.01989 + (0.0005078/4R)) e) Perubahan saluran Apabila dalam perencanaan saluran terjadi perubahan bentuk atau luas potongan melintang, maka diperlukan bangunan transisi yang berfungsi untuk melindungi saluran dari kerusakan yang mungkin timbul akibat perubahan tersebut. Struktur pelindung

tersebut berupa head wall yang lurus atau setengah lingkaran dengan besar sudut perubahan saluran 12.5° dari sisi saluran. Akibat perubahan sudut aliran pada bangunan ini terjadi kehilangan energi yang besarnya tergantung pada perubahan kecepatan dan bentuk dinding pada bangunan tersebut. Kehilangan energi dapat dihitung dengan persamaan : ht

= (1+C2 ) h2

(3-126)

Dimana : ht

= Kehilangan tekanan melalui bangunan transisi (m)

hv

= Perubahan tinggi kecepatan (m)

Ck

= Koefisien yang besarnya tergantung pada macam perubahan, yaitu :

Dari saluran besar ke saluran kecil : − untuk dinding lurus

: Ck = 0.3

− untuk dinding seperempat

: Ck = 0.15

Dari saluran kecil ke saluran besar : −

untuk dinding lurus

: Ck = 0.5



untuk dinding seperampat lingkaran

: Ck = 0.25

f) Pertemuan Saluran Pertemuan saluran atau junction adalah pertemuan dua saluran atau lebih dari arah yang berbeda pada suatu titik. Pada kenyataanya pertemuan saluran ini mempunyai ketinggian dasar saluran yang tidak selalu sama, sehingga kehilangan tekanan sulit untuk diperhitungkan Dalam perencanaan ini, pertemuan saluran diusahakan mempuyai ketinggian yang sama untuk mengurangi konstruksi yang berlebihan yaitu dengan jalan optimasi kecepatan untuk menghasilkan kemiringan saluran yang diinginkan. Untuk mengurangi kehilangan tekanan yang teralu besar dan untuk keamanan konstruksi, maka dinding pertemuan dibuat tidak bersudut atau lengkung serta diperhalus.

g) Belokan Kesulitan dalam merancang belokan, seringkali ditimbulkan oleh kompleksitas aliran sekitar belokan tersebut. Kehilangan tekanan akibat belokan dihitung dengan persamaan h3

= kb (v 2/2g)

(3-127)

Dimana : hb

= Kehilangan tekanan akibat belokan

v

= Kecepatan aliran

kb

= Koefisien belokan

untuk belokan 90°

: kb = 0.4

untuk belokan 45°

: kb = 0.32

(ASCE dalam buku Design and Construction of sanitary ) h) Pintu air Pintu air klep merupakan bagian penunjang sistem drainase didaerah pedataran. Pintu air difungsikan terutama pada saat terjadi hujan dan pasang baik. Hal ini dilakukan guna mencegah aliran balik (backwater) akibat banjir makro, sehingga tidak menggangu kelancaran air keluar dari daerah perencanaan yang dapat menyebabkan banjir mikro. Pintu air biasanya diletakan pada lokasi outfall di tepi sungai dan pada tepi dimana akumulasi air dalam saluran drainasekota menuju muara tinggi. i) Bangunanan pembuangan Bangunan pembuangan atau outfall merupakan ujung saluran yang ditempatkan pada sungai atau badan air penerima lainnya. Strukutur outfall ini hampir sama dengan struktur bangunan terjunan karena biasanya titik ujung saluran terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari permukaan badan air penerima, sehingga dalam perencanaan outfall ini merupakan bangunan terjunan. Untuk menghitung dimensinya digunakan persamaan kontinuitas dan persamaan Manning. Kecepatan aliran dapat direncankan antara 6 sampai 10 m/dt. Lebar mulut peralihan dapat dihitung dengan persamaan : Q

= 0.35 b(h+(v2 /2g) ) 2g √(h+(v2/2g)

(3-128)

V adalah kecepatan aliran pada saluran, sedangkan kecepatan aliran pada awal bagian peralihan (v1) dihitung dengan persaman : Q

= A v1

(3-129)

A

= b (2/3 h)

(3-130)

Sedangkan panjang bagian peralihan dihitung dengan persamaan: L = H/S

(3-131)

v2 – v1 = m √2gH

(3-132)

Dimana : H

= Perbedaan tinggi profil awal dan akhir dari bagian peralihan.

S

= Kemiringan saluran(%)

v2

= Kecepatan aliran pada bagian normal (m/dt)

v1

= Kecepatan aliran pada bagian normal (m/dt)

BAB IV METODE PERENCANAAN

4.1 Metode Analisis GIS untuk Identifikasi Daerah Banjir dan Penentuan Lokasi Kolam Penahan Hujan Peta Kemampuan Tanah (1 : 12500)

Peta RBI (1 : 25000)

Image DigitalGlobe GoogleEarthWinPro

Mozaik + Koreksi Geometrik Solum Tanah

Data Curah Hujan

Rata-rata Curah Hujan Bulan Basah

Tekstur Tanah Daerah Aliran Sungai

GRID / TIN

Citra Terkoreksi Geometrik

Peta Penggunaan Lahan (1:12500)

Surface

Aspek

Kemiringan Lereng

Koefisisen Limpasan Permukaan

Analisi Inflow Peta Jaringan Drainase & Irigasi Eksisting 1) 2) 3) 4)

Daerah Potensi Genangan Model 3D Banjir Panjatan Peta Banjir Rekomendasi Lokasi Kolam Penahan Hujan

5)

Gambar 4.1. Diagram Alir Analisis GIS untuk Identifikasi Daerah Banjir dan Penentuan Lokasi Kolam Penahan Hujan.

4.2. Metodelogi Perencanaan Jaringan Sistem Drainase. Pengumpulan Data Survey Lapangan Pengumpulan data primer Pengumpulan data sekunder

1. 2.

Dasar-Dasar Perencanaan dan Kriteria Desain

Analisa Data Analisa Hidrologi Alternatif Sistem Drainase

Perencanaan Teknis 1. Dimensi saluran 2. Dimensi Bangunan pelengkap 3. Menentukan RAB 4. Desain dan detail Gambar

Diskusi

Laporan Akhir

Gambar 4.2. Diagram Alir Analisis Hidrologi Untuk Perencanaan Drainase

Data Curah Hujan Maksimum

Tes Konsistensi

Tes Homogenitas

Metode Gumbel

Metode Log Pearson

Metode Iwai Kadoya

Pemilihan Metode (chi kuadrat)

Metode Van Breen

Metode Hasper Weduwen

Metode Talbot

Metode Sherman

Metode Bell Tanimoto

Metode Ishiguro

Pemilihan Metode (kuadrat terkecil)

Persamaan Intensitas Hujan

Gambar 4.3. Diagram Alir Analisis Hidrologi Untuk Perencanaan Drainase

Daerah Fokus Perencanaan

Luas Tiap Penggunaan Lahan

Luas Daerah Tangkapan (A)

Koefisien Limpasan (C)

- Panjang Saluran (Lda) - Kemiringan Saluran (Sd) - Kecepatan Asumsi (Vas)

Koefisien Limpasan Gabungan (C gab)

Waktu Mengalir Dalam Saluran (td)

- Panjang Limpasan (Lo) - Kemiringan Limpasan (So) - Kekasaran Manning (n)

Waktu Limpasan Awal (to)

Jenis Saluran

Periode Ulang Hujan (PUH)

Tinggi Hujan (R)

Intensitas Hujan Terencana (Pers.I)

Waktu Konsentrasi (tc)

Debit Limpasan Banjir (Q)

Dimensi Saluran: Kedalaman Saluran (y) Lebar Dasar Saluran (b) Lebar Permukaan (T) Keliling Basah (P) Jari-jari Hidrolis (R) Kecepatan Aliran (V)

Gambar 4.4. Diagram Alir Perencanaan Teknis Desain Drainase.

4.2. Penjelasan dan Uraian Metodelogi Perencanaan

4.2.1 Tahapan Pengumpulan Data 4.2.1.1. Survey Lapangan Peninjauan langsung ke lapangan dengan tujuan mengetahui kondisi terkini dari daerah penelitian.

4.2.1.2. Pengumpulan Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan, data tersebut antara lain adalah : d) Melakukan pendataan langsung lokasi koordinat stasiun curah hujan, untuk selanjutnya diketahui pada stasiun mana yang berpengaruh terhadap daerah perencanaan. e) Mengetahui kondisi daerah perencanaan. f) Mengetahui kondisi badan air penerima.

4.2.1.3. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi setempat dan jaringan internet yang berkenaan langsung dengan tugas akhir seperti : 6. Data curah hujan dari BMG dan Dinas Pengairan Kulonprogo. 7. Peta Kemampuan Tanah, Peta Jaringan Drainase dan Irigasi, Peta Geologi. 8. Citra satelit yang memvisualisasikan daerah penelitian. 9. Data penunjang lainnya seperti jaringan jalan dari dinas PU setempat.

4.2.2. GIS Untuk Menentukan Daerah Potensi Banjir. 4.2.2.1. Spatial Analyst – Surface creation 6. Melakukan ekstraksi informasi ketinggian dari Peta RBI Skala 1 : 25.000, yaitu garis kontur dan titik ketinggian (titik elevasi). Menggunakan teknik digitizing on screen, garis kontur dan titik tinggi diubah formatnya dari analog menjadi digital. 7. Garis kontur dan titik tinggi yang sudah memiliki nilai attribut tinggi yang mempresentasikan daerah penelitian di konfersikan dan di interpolasikan kedalam bentuk raster (raster calculation) atau di sebut GRID. Selain itu juga untuk garis

kontur dan titik ketinggian di konversikan dan di interpolasikan menjadi TIN (Triangulated Irregular Network) untuk alternatif metode pembuatan rupa bumi. 8. Pembuatan garis kontur yang lebih rapat. Menggunakan bantuan titik tinggi yang juga terdapat dalam peta RBI skala 1 : 25000 yang sudah brupa GRID / TIN nilai-nilai ketinggian di interpolasikan kembali untuk mendapatkan garis kontur yang lebih rapat. Untuk penelitian ini kontur interval digunakan sebesar 1 M. 9. Untuk mendapatkan aspek kelerengan yang berkaitan dengan arah lereng, kembali di ekstraksi dari teknik

3D analyst TIN daerah penelitian, begitu juga untuk

mendapatkan besarnya kemiringan lereng daerah penelitian.

4.2.2.2. Pembuatan Peta Penggunaan Lahan. 7. Sumber data yang digunakan adalah image Digital Globe-GoogleEathWinPro 2007 dengan harapan dapat lebih up to date dalam manghasilkan informasi tata ruang. 8. Mengunakan

Screen

Capture

yang

terdapat

dalam

perangkat

lunak

GoogleEarthWinPro, diperoleh bentuk citra dari daerah penelitian. 9. Mozaiking dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Gimp portable .2.2.17. 10. Koreksi Geometri dilakukan dengan menggunakan Georefrencing pada Arc Map 9.2. 11. Pembuatan Peta Penggunaan Lahan menggunakan digitizing on screen dilingkungan ArcMap 9.2

4.2.2.3. Pembuatan Peta Kemampuan Tanah Pembuatan Peta Kemampuan Tanah menggunakan digitizing on screen, raster to vektor dilingkungan ArcMap 9.2 dengan sumber peta kemampuan tanah Skala 1 : 12.500 Bappeda Kulonprogo.

4.2.2.4. Pembuatan Peta Daerah Aliran Sungai dan Analisis Inflow 6. Bersumber dari Peta Jaringan Drainase dan Irigasi Kab. Kulonprogo dan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25000 untuk mengetahui sungai dan penggunaan lahan (pengunaan lahan untuk mencari koefisien pengaliran gabungan). 7. Mengunakan Spatial Analyst untuk mendapatkan daerah sub DAS dengan mendeliniasi igir dari bukit atau daerah tertinggi.

8. Menghitung laju inflow di tiap subDAS pada bulan basah menggunakan persamaan rasional.

4.2.2.5. Pembuatan Peta Potensi Banjir Kecamatan Panjatan Kulonprogo. c) Penyusunan tingkat potensi banjir dilakukan setelah menginventaris permasalahan banjir pada daerah penelitian yang semata-mata oleh kondisi fisik daerah. Oleh karena itu parameter yang digunakan adalah parameter tanah (tekstur dan kedalam tanah), kemiringan lereng dan aspek, penggunaan lahan (koefisien limpasan) d) Peta ini diperoleh menggunakan metode skoring parameter yang disesuaikan dengan bobotnya yang didasarkan pada proporsi pengaruh tiap parameter terhadap kejadian banjir. (KKN – Tematik UGM, 2005., dalam Digi Tritama, 2007) e) Nilai rupa bumi memiliki bobot tertinggi, dengan parameternya slope dan aspek. Kelas Kemiringan Lereng 0 – 0.57

harkat 1

0.58 – 1.43

harkat 2

1.44 – 2.66

harkat 3

2.67 – 5.71

harkat 4

5.72 – 12.13

harkat 5

Aspek Kosong

harkat 1

Nila

harkat 2

Permukaan bumi diperoleh dengan mengkalikan nilai kemiringan lereng dan aspek lereng, nilai tertinggi 10 dan nilai terendah 1 Tabel IV.1. Kelas Lereng Deskripsi Lereng Nilai lereng (Slope*Aspek) Agak cekung 1-2 Sangat Landai 3-4 Landai 5-6 Agak miring 7-8 Miring 9-10

Harkat 1 2 3 4 5

Sumber : KKN ,Tematik, FGE UGM., 2005 dalam Digi Tritama 2007.

d) Nilai penggunaan lahan dilihat dari nilai koefisien limpasan yang dihasilkan, semakin tinggi nilai koefisien semakin besar kemungkinan teregnang. Tabel IV.2. Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan Belukar Pemukiman Kepadatan Rendah Sawah Tanah Kosong Pusat Perdagangan

C 0.30 0.40 0.55 0.80 0.90

Harkat 1 2 3 4 5

Sumber : KKN ,Tematik, FGE UGM., 2005 dalam Digi Tritama 2007. c) Nilai kemampuan tanah dilihat dari parameter tekstur dan ketebalan tanah Tekstur Tanah Geluh

harkat 1

Geluh Lempungan

harkat 2

Geluh Pasiran

harkat 3

Lempung Pasiran

harkat 4

Pasiran

harkat 5

Solum Tanah 0 cm -30 cm

harkat 1

30 cm – 60 cm

harkat 2

60 cm – 90 cm

harkat 3

90 cm – 150 cm

harkat 4

>150 cm

harkat 5

Kemampuan tanah diperoleh dengan mengkalikan harkat tekstur dengan ketebalan tanah, dengan nilai tertinggi 25 dan nilai terendah 1. Tabel IV.3. Kemampuan Tanah Menyerap Air Kelas Infiltrasi Tanah Sangat buruk Buruk Sedang Baik Sangat Baik

Nilai Infiltrasi (Tekstur * Solum) 1-5 6-10 11-15 16-20 21-25

Harkat 1 2 3 4 5

Sumber : KKN ,Tematik, FGE UGM., 2005 dalam Digi Tritama 2007.

Tabel IV.4 Pembobotan Karakteristik Lahan Terhadap Genangan No

Komponen Lahan

Bobot

1 Topografi 2 Penggunaan Lahan 3 Tanah

3 1 2 Jumlah

Harkat Maximum Minimum 15 3 5 1 10 2 40 8

Sumber : KKN ,Tematik, FGE UGM., 2005 dalam Digi Tritama 2007. Untuk menentukan kelas lahan terhadap genangan, digunakan teknik penjumlahan berdasarkan metode Sturges sebagai berikut : Interval Harkat = (Harkat Maksimal – Harkat Minimal) / n maka = (30 – 6)/ 5 = 4.8 Berdasarkan hasil perhitungan kelas maka ditentukan rentang harkat pada masing-masing kelas genangan sebagai berikut : Tabel IV.5 Klasifikasi Potensi Banjir No. 1 2 3 4 5

Interval Kelas 6 – 10 10.1 – 15 15.1 -20 20.1-25 25.1 – 30

Deskripsi Kelas potensi Banjir Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Sumber : KKN ,Tematik, FGE UGM., 2005 dalam Digi Tritama 2007. Tabel diatas akan ditambahkan dengan jumlah inflow dari keseluruhan DAS untuk mendapatkan luasan area genangan (Ha). 4.2.3. Analisa Hidrologi 4. Melakukan analisa frekuensi curah hujan dengan metode gumbel modifikasi, log pearson type III, dan iway kadoya. Dari ketigaa metode tersebut dipilih metode yang paling sesuai dengan metode chi kuadrat (chi square) d) Mengubah data curah hujan menjadi intensitas hujan dengan menggunakan metode van breen, bell tanimoto, dan hasper der weduwen. e) Menetapkan persamaan intensitas hujan.

4.2.4. Tahap Perencanaan atau Desain 4.2.4.1. Dasar-dasar Perencanaan 5 Teori yang mendukung perencanaan sistem drainase. 6 Kriteria desain ideal jaringan drainase yang digunakan.

4.2.4.2. Perencanaan Teknis f) Perhitungan debit limpasan (Q) g) Perhitungan dimensi saluran (dimensionering) h) Perhitungan dimensi bangunan pelengkap (gorong-gorong, street inlet, terjunan, dan outfall). i) Usaha konservasi air, dan dimensi bidang resapan. j) Spesifikasi teknis dan rencana anggaran biaya. k) Desain dan detail gambar. l) Pembuatan laporan akhir.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis GIS Untuk Identifikasi Daerah Banjir

5.1.1. Mozaiking, Koreksi Geometrik dan Penggunan Lahan Daerah Penelitian. Untuk mengetahui kondisi daerah perencanaan terkini digunakan citra satelit Image digital Globe-GoogleEathWinPro. Dengan terlebih dahulu melakukan koreksi radiometrik, mozaiking dan koreksi geometrik. Koreksi radiometrik dilakukan agar distorsi yang terjadi pada saat pengambilan objek dapat diminimalisir, dan memperjelas penampakan objek di citra. Karena menggunakan citra satelit dengan panjang gelombang pankromatik dengan skala sedang, maka tidak terlalu sulit untuk mengenali sebuah bentuk objek. Proses mozaiking dilakukan untuk mendapatkan luasan daerah yang dibutuhkan, dan bisa dibandingkan dengan peta dasar sebagai sesama bahan dasar untuk pembuatan model wilayah banjir. Proses geometrik yang dilakukan mengambil 20 titik sampling yang terdapat dicitra dengan mencocokan dan meregister skala di lapangan dari peta RBI skala 1 :12.5000. dari proses ini di peroleh peta foto daerah perencanaan, dimana setiap titik pada daerah tersebut memiliki nilai koordinat. Dari citra yang telah terkoreksi dapat digunakan menjadi acuan untuk pembuatan peta penggunaan lahan daerah perencanaan. Klasifikasi bentuk penggunaan lahan disesuaikan dengan Tabel III.10 dan III.11 yang secara spesifik terhubung dengan koefisisen limpasan permukaan, adapun dari hasil interpretasi didapat bentuk penggunaan lahan berupa sawah/pertanian padi luasan sebesar 50 %, pemukiman dengan kepadatan rendah dengan luasan sebesar 30 %, tanah kosong dengan luasan sebesar 7 %, dan semak belukar denagn luasan sebesar 13 %. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan 5.2.

5.1.2. Bentuk Rupa Bumi Daerah Perencanaan Untuk bentuk rupa bumi daerah perencanaan beberapa informasi awal yang ditemukan, banjir pada daerah Kab. Panjatan selain karena jaringan sistem drainasenya yang kurang baik juga memang di sebabkan bentuk rupa bumi panjatan yang berupa cakungan. Dari hasil pembuatan bentuk permukaan bumi dari daerah perencanaan yang mengambil penampang melintang dari titik ekstrem, nilai kemiringan lereng dan nilai aspek kelerengan ditemukan zona cekungan meliputi Desa Panjatan, Desa Tayuban, Desa Depok dan Desa Kanoman. Bentuk permukaan bumi memiliki faktor yang signifikan untuk menentukan arah aliran, bentuk aliran selain bentuk pengunan lahan. Arah lereng yang akan menentukan kemana arah aliran bisa diperoleh dari nilai aspek kelerengan dari daerah perencanaan. Nilai aspek didapat dengan menggunakan analisa 3D dengan menurunkan nilai ketinggian yang telah membentuk interpolasi permukaan bumi. . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.3 Peta lereng daerah penelitian dan Gambar 5.4 Penampang melintang daerah penelitian.

Gambar 5.4 Profile Lereng Panjatan (potongan A - A')

5.1.3. Kemampuan Infiltrasi Daerah Perencanaan Dari Peta Kelas Infiltrasi yang dibuat berdasarkan dengan keadaan ketebalan tanah (solum), lereng dan tekstur tanah, pada daerah utara memiliki kemampuan infiltrasi yang lebih kecil dengan wilayah tengah. Selain karena ketebalan tanh yang relatif sedang, (60 – 90 cm) daerah tersebut juga memiliki kemiringan lereng yang lebih tinggi dari daerah lainnya. Sebaliknya pada daerah selatan kemampuan infiltrasi relatif baik, karena tekstur tanah yang berupa pasiran, juga memiliki kemiringan lereng yang landai. Dari perpaduan tersebut antara lereng, solum tanah, dan infiltrasi tanah, pada daerah perencanaan terbagi menjadi 4 kelas, sebagaimana bisa dilihat pada gambar 5.5. Peta kelas infiltrasi tanah.

5.1.4. Identifikasi Potensi Genangan. Dari empat parameter diatas yaitu tanah (ketebalan tanah, dan solum tanah), rupabumi (aspek, dan kemiringan lereng) dan penggunaan lahan daerah penelitian maka dapat diidentifiksi daerah lokal yang berpotensi untuk tergenang. Metode yang digunakan sebagaimana diuraikan pada BAB IV mengunakan skoring dan pembobotan maka diperoleh Peta Daerah Potensial Genangan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 5.6 berikut ini :

5.1.5. Analisi Inflow Analisis Inflow dilakukan untuk mencari hubungan antara area potensi genangan dan debit yang masuk pada saat bulan basah (Nopember, Desember, Januari, Februari, dan Maret). Banjir tahunan terjadi di daerah kecamatan panjatan memang hanya terjadi pada saat musim penghujan saja dimana curah hujan begitu tinggi dan melewati kemampuan infiltrasi dari area tangkapan. Secara general dilakukan perhitungan pada dua Daerah Aliran Sungai, yaitu Sungai Progo dan Sungai Serang. Untuk perhitungan curah hujannya mengunakan Curah Hujan Rata-Rata selama 5 bulan yang diambil dari stasiun pengamatan hujan Galur, Sentolo, Kokap, Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, Lendah, Panjatan, Temon, Pengasih dan Nanggulan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Untuk melihat lokasi penelitian, posisi Sta. Pengamat hujan, dan poligon thiessen lebih jelasnya bisa dilihat di gambar 5.7

Tabel V.1 Rata-rata Curah Hujan Bulan Nopember

Stasiun 2001 Galur 271 Sentolo 140 Kokap 443 Girimulyo 244 Samigaluh 155 Kalibawang 146 Lendah 271 Panjatan 268 Temon 499 Pengasih 141 Nanggulang 102

NOPEMBER Tahun Jumlah Rata-rata 2002 2003 2004 2005 mm/bulan 175 345 210 237 1238 248 124 240 156 220 880 176 184 219 229 399 1474 295 194 257 198 334 1226 245 380 205 181 575 1496 299 254 261 366 1027 257 175 345 853 237 1881 376 130 215 85 698 174 327 379 128 300 1633 327 124 240 74 275 854 171 130 118 137 535 1022 204

Sumber : Hasil Perhitungan Tabel V.2 Rata-rata Curah Hujan Bulan Desember Stasiun Galur Sentolo Kokap Girimulyo Samigaluh Kalibawang Lendah Panjatan Temon Pengasih Nanggulang

DESEMBER Tahun Jumlah 2001 2002 2003 2004 2005 494 639 595 271 211 2210 407 284 476 183 160 1510 532 506 517 389 360 2303.5 454 490 419 262 206 1831.6 497 631 403 470 75 2075.5 317 494 272 397 166 1646 494 634 595 208 113 2043.6 401 270 150 109 929 667 625 546 232 288 2357.7 407 284 476 114 141 1422 320 411 166 276 131 1304

Sumber : Hasil Perhitungan

Rata-rata mm/bulan 442 302 460.7 366.324 415.1 329.2 408.72 232.25 471.54 284.4 260.8

Tabel V.3 Rata-rata Curah Hujan Bulan Januari JANUARI Stasiun Galur Sentolo Kokap Girimulyo Samigaluh Kalibawang Lendah Panjatan Temon Pengasih Nanggulang

2005 453 287 296 359 356 272 449 197 678 287 318

Tahun Rata-rata Jumlah 2004 2003 2002 2001 mm/bulan 278 305 457 695 2188 365 279 216 335 347 1906 318 273 405 689 567 2532 422 648 301 383 466 2618 436 348 303 384 269 2026 338 353 526 338 219 2123 354 301 299 414 581 2373 396 102.7 226 127 215 1275 213 416.5 382 454 419 2582 430 279 216 261 417 1932 322 3337 132 181 791 4759 793

Sumber : Hasil Perhitungan Tabel V.4 Rata-rata Curah Hujan Bulan Februari Stasiun Galur Sentolo Kokap Girimulyo Samigaluh Kalibawang Lendah Panjatan Temon Pengasih Nanggulang

FEBRUARI Rata-rata Tahun Jumlah 2005 2004 2003 2002 2001 mm/bulan 275 289 38 334 396 1332 266 183 187 501 323 274 1468 294 241 282.5 275 210 522 1531 306 266 343 352 347 328 1635 327 487.5 422 406 555 248 2119 424 197 243 537 470 298 1745 349 275 359 382 278 396 1690 338 255 179.5 268 117 130 950 190 336 389.5 376 201 262 1565 313 183 191 501 205 213 1293 259 230 296 231 442 570 1769 354

Sumber : Hasil Perhitungan

Tabel V.5 Rata-rata Curah Hujan Bulan Maret Stasiun Galur Sentolo Kokap Girimulyo Samigaluh Kalibawang Lendah Panjatan Temon Pengasih Nanggulang

Rata – Rata Curah Hujan Nopember Desember Januari Februari Maret mm/bulan mm/bulan mm/bulan mm/bulan mm/bulan 248 442 365 266 341 176 302 318 294 208 295 460.7 422 306 275 245 366.324 436 327 283 299 415.1 338 424 373 257 329.2 354 349 340 376 408.72 396 338 352 174 232.25 213 190 136 327 471.54 430 313 247 171 284.4 322 259 208 204 260.8 793 354 405

Sumber : Hasil Perhitungan Tabel V.6 Rata-rata Curah Hujan Bulan Basah MARET Stasiun 2005 Galur 311 Sentolo 109 Kokap 156 Girimulyo 192 Samigaluh 225.5 Kalibawang 154 Lendah 362 Panjatan 103 Temon 249 Pengasih 109 Nanggulan 141

2004 531 267 278 360 575.5 306 560 202 429 246 320

Tahun 2003 261 174 219 253 543 508 261 159 174 232

2002 212 245 314 191 79 230 220 75 104 249 241

2001 388 247 406 419 441 501 357 141 206 260 1092

Jumlah 1703 1042 1373 1415 1864 1699 1760 680 988 1038 2026

Rata-rata mm/bulan 341 208 275 283 373 340 352 136 247 208 405

Sumber : Hasil Perhitungan Untuk mencari koefisien alimpasan permukaan rata-rata menggunakan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25000. Untuk lebih jelas lokasi stasiun, DAS, dan Sub Das terhadap lokasi penelitian bisa dilihat pada gambar berikut. Untuk menghitung debit inflow selama bulan basah yang masuk kedalam lokasi penelitiandan menyebabkan banjir menggunakan persamaan (3-56) dan (3-57).

Tabel V.7 Analisis Inflow Pada Bulan Basah Luas Luas CURAH HUJAN RATA-RATA Koefisien Ha Ha Nopember Desember Januari Februari Maret Progo Serang Aliran mm/bln mm/bln mm/bln mm/bln mm/bln 1 SAMIGALUH 1 6810.8 0.58 299 415.1 338 424 373 2 SAMIGALUH 5 3.02 0.58 299 415.1 338 424 373 3 SAMIGALUH 7 2305.7 0.58 299 415.1 338 424 373 4 SENTOLO 6 2745.1 0.61 176 302 318 294 208 5 SENTOLO 7 563.17 0.61 176 302 318 294 208 6 SENTOLO 9 3075.1 0.61 176 302 318 294 208 7 SENTOLO 10 2487.2 0.61 176 302 318 294 208 8 SENTOLO 11 1671.9 0.61 176 302 318 294 208 9 SENTOLO 12 8.16 0.61 176 302 318 294 208 10 SENTOLO 13 1791.2 0.61 176 302 318 294 208 11 SENTOLO 15 371.76 0.61 176 302 318 294 208 12 TEMON 14 505.74 0.55 327 471.54 430 313 247 13 KOKAP 12 2223.3 0.57 295 460.7 422 306 275 14 KOKAP 14 220.65 0.57 295 460.7 422 306 275 15 LENDAH 9 674.3 0.54 376 408.72 396 338 352 16 LENDAH 11 4519.9 0.54 376 408.72 396 338 352 17 LENDAH 15 1855.7 0.54 376 408.72 396 338 352 18 PANJATAN 13 40.27 0.55 174 232.25 213 190 136 19 PANJATAN 14 4840.1 0.55 174 232.25 213 190 136 20 PANJATAN 15 3001.5 0.55 174 232.25 213 190 136 21 PENGASIH 12 1631.9 0.49 171 284.4 322 259 208 22 PENGASIH 13 2300.5 0.49 171 284.4 322 259 208 23 PENGASIH 14 1045.3 0.49 171 284.4 322 259 208 24 GALUR 15 6699.7 0.55 248 442 365 266 341 25 GIRIMULYO 5 67.51 0.59 245 366.324 436 327 283 26 GIRIMULYO 7 1658.9 0.59 245 366.324 436 327 283 27 GIRIMULYO 12 4629 0.59 245 366.324 436 327 283 0.52 257 329.2 354 349 340 28 KALIBAWANG 1 2877.2 0.52 257 329.2 354 349 340 29 KALIBAWANG 2 4772.5 2290 0.52 257 329.2 354 349 340 30 KALIBAWANG 3 0.52 257 329.2 354 349 340 31 KALIBAWANG 4 2520.1 0.52 257 329.2 354 349 340 32 KALIBAWANG 5 1393.2 0.52 257 329.2 354 349 340 33 KALIBAWANG 6 1607.5 0.52 257 329.2 354 349 340 34 KALIBAWANG 8 2618.8 35 NANGGULAN 5 2364.8 0.6 204 260.8 793 354 405 36 NANGGULAN 6 4627.9 0.6 204 260.8 793 354 405 37 NANGGULAN 7 1431.9 0.6 204 260.8 793 354 405 38 NANGGULAN 8 1240.3 0.6 204 260.8 793 354 405 39 NANGGULAN 9 675.64 0.6 204 260.8 793 354 405 40 NANGGULAN 12 155.86 0.6 204 260.8 793 354 405 Luas Total 66559 19764

No

Stasiun

ID

Sumber : Hasil Perhitungan

Nopember m 3/bulan 118113.41 52.37284 39984.929 29471.286 6046.1931 33014.703 26702.472 17949.089 87.60576 19230.323 3991.2154 9095.7339 37384.285 3710.2298 13698.27 91820.052 37697.159 386.21447 46419.392 28786.069 13673.355 19275.89 8758.2335 91383.635 975.85705 23978.821 66912.629 38451.435 63779.289 30603.961 33678.616 18618.324 21483.031 34998.178 28945.642 56645.986 17526.211 15181.027 8269.8336 1907.7264

I NF L OW Desember Januari 3 m /bulan m 3/bulan 163976.18 133409.2 72.708916 59.15515 55510.85 45163 50570.048 53193.44 10374.718 10912.92 56650.229 59589.04 45819.014 48195.94 30799.005 32396.75 150.32352 158.1218 32997.486 34709.28 6848.5627 7203.841 13116.215 11968.86 58382.848 53478.54 5794.2469 5307.515 14882.394 14401.63 99757.288 96534.72 40955.828 39632.79 514.39891 470.8107 61825.972 56587.07 38340.155 35091.35 22740.948 25741.36 32058.848 36288.65 14566.325 16488.19 162869.22 134373.2 1459.1015 1737.943 35853.134 42704.84 100047.76 119167.4 49253.745 52929.32 81697.05 87793.72 39201.65 42127.09 43140.08 46359.42 23848.841 25628.57 27518.342 29571.91 44830.351 48175.83 37005.016 112542.7 72418.005 220243.7 22406.058 68143.17 19407.901 59024.93 10572.415 32153.71 2438.8973 7417.377

Februari Maret m 3/bulan m 3/bulan 167373.42 147266 74.215292 65.2996 56660.918 49854.1 49163.464 34896.7 10086.149 7159.24 55074.527 39092.4 44544.578 31618.2 29942.344 21253.4 146.14234 103.733 32079.676 22770.5 6658.0729 4725.96 8703.5325 6870.48 38790.948 34799.1 3849.835 3453.66 12308.052 12820 82501.366 85933 33871.328 35280.2 420.8658 301.175 50584.16 36198.5 31368.768 22447.8 20677.951 16599.9 29150.556 23401.6 13244.908 10632.8 98163.711 125505 1302.7927 1127.11 32012.305 27695.3 89329.973 77283.5 52216.152 50839.7 86610.786 84327.6 41559.464 40463.9 45734.775 44529.2 25283.249 24616.8 29173.454 28404.4 47526.708 46273.9 50200.824 57494 98241.91 112514 30395.949 34811.9 26328.664 30153.7 14342.486 16426.2 3308.5961 3789.27 Total Inflow

Total Keterangan Progo SERANG M3 M3 730138.7 323.7518 247173.8 217294.9 44579.22 243420.9 196880.2 132340.5 645.9266 141787.2 29427.65 49754.82 222835.7 22115.48 68110.36 456546.4 187437.3 2093.465 251615.1 156034.1 99433.54 140175.5 63690.45 612294.9 6602.8 162244.4 452741.2 243690.3 404208.5 193956.1 213442.1 117995.7 136151.1 221804.9 286188.2 560064 173283.3 150096.2 81764.6 18861.87 6244067 1495178

Contoh Perhitungan ID 1 Stasiun Samigaluh : Luas

= 6810.83 Ha

Koefisien aliran gabungan

= 0.58

Curah Hujan Rata-rata bulan Nopember

= 299 mm/bulan

Q Nopember = 0,1 * 6810.83 Ha * 0.58 * 299 mm/bulan = 118113,41 M3/bulan Total Volume = 118113.41+ 163976.18 + 133409.17 + 167373.42+ .... = 730.138.68 M3 Berdasarkan tabel V.7 diperoleh laju inflow untuk DAS Progo dengan luas wilayah 66.529, 27 Ha sebesar 6.244.067,42 M3 .dan DAS Serang dengan luas 19. 763 Ha sebesar 1.495.177.94 M3, sebagaimana bisa dilihat pada gambar 5.8.

Untuk menghitung laju Inflow yang masuk kedalam daerah panjatan perlu melihat dulu kenampakan 3D antar Sub DAS dan area penelitian, juga bentuk aliran sungainya, sebagaimana gambar berikut.

Gambar 5.9. 3-D Daerah Aliran Sungai Lokasi Penelitian

Keterangan : Sungai DAS Progo DAS Serang Maka Inflow Total adalah Inflow DAS Progo ditambah Inflow DAS Serang = 6.244.067.42 M3 + 1.495.177.94 M3 = 7.739.245 M3 5.1.6 Identifikasi Banjir Kecamatan Panjatan Dengan diperolehnya debit limpasan, menggunakan metode perhitungan volume surfaces dimana surfacesnya berupa TIN yang telah digenerate dari Peta RBI sebagai perwakilan rupa bumi, dapat dihitung volume area.

Gambar 5.10 TIN Daerah Panjatan

TIN yang mewakili surfaces, Peta Potensi Genangan, dan debit limpasan sebesar 7.739.245 M3

maka diperoleh nilai luasan (Ha) daerah banjir di Kecamatan

Panjatan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 5.11 dan 5.12, lokasi banjir dan model 3 D banjir Kecamatan Panjatan sebagai berikut :

Gambar 5.12. 3-D Visualisasi Banjir Daerah Panjatan

Dari Peta Banjir Tahunan yang dibuat maka di identifkasi luas area banjir tahunan di Kecamatan Panjatan adalah sebesar 570,8631 Ha, yang meliputi Desa Gotakan, Desa Kanoman, Desa Panjatan, Desa Cerme, Desa Kanoman, Desa Depok dan Desa Bugel. Dari tujuh desa tersebut yang terparah adalah Desa Gotakan, Desa Cerme, Desa Panjatan, Dan Desa Kanoman. Dilihat dari seluruh metode yang digunakan banjir di Kecamatan Panjatan sangat basar di pengaruhi oleh topografi daerah tersebut yang terdapat cekungan. Sedangakan bila musim kemarau sangat dimungkinkan pada daerah tersebut terjadi kesulitan air bersih. Atas dasar itu salah satu cara alternatif yang mungkin dilakukan adalah membangun lokasi kolam penahan air hujan sehingga banjir bisa dihindari pada saat musim hujan dan pada saat musim kemarau daerah tersebut tidak dilanda kekeringan. 5.1.7. Rekomendasi Lokasi Kolam Penahan Hujan. Untuk mengurangi besarnya inflow yang masuk kedalam lokasi penelitian maka diperlukan kolam penahan air hujan. Berdasarkan kemiringan lereng, penggunaaan lahan dan kerapatan aliran maka direkomendasikan untuk membangun tiga kolam penahan air hujan. Adapun lokasi nya dapat dilihat pada gambar 5.13.

5.2 Analisis Hidrologi

5.2.1. Penyiapan Data Curah Hujan Penentuan stasiun utama menggunakan metode polygon thiessen, dengan terlebih dahulu mensurvey titik stasiun curah hujan menggunakan GPS (global positioning system) untuk diplotkan pada koordinat peta. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel V.8 Koordinat Stasiun Hujan No.

Nama Stasiun

Koordinat

1

Panjatan

110.1617 , -7.8964

2

Temon

110.0819 , -7.8865

3

Pengasih

110.1693 , -7.8391

4

Sentolo

110.2205 , -7.8319

5

Galur

110.2330 , -7.9402

Sumber : Pengukuran Lapangan Dari data diatas setelah diplot kedalam peta dasar, daerah perencanaan tepat berada pada stasiun panjatan, dan sepenuhnya dipengaruhi oleh stasiun tersebut, sehingga dengan ini maka ni maka stasiun Panjatan terpilih sebagai stasiun utama (Gambar 5.7 Daerah Aliran Sungai dan Lokasi Penelitian) 5.2.2. Melengkapi Data Curah Hujan Dari data curah hujan yang ada perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan (3-1) sebagai berikut : Dikarenakan tidak terdapatnya data pada stasiun Panjatan, stasiun Pengasih dan stasiun Temon dari tahun 1985 -1996 di karenakan stasiun-stasiun tersebut baru berdiri tahun 1996, maka pencarian data curah hujan di pisah dengan menggunakan 2 stasiun yang lengkap data curah hujannya yaitu stasiun Galur dan stasiun Sentolo. R

= (163.91+193.27+135. 2+208.4+242) / 5 = 188.56

S

= (((163.91-188.56)2+(193.27-188.56)2+(135.2-188.56)2+(208.4-188.56)2 + (242188.56)2/4)0.5 = 41.01

Perbedaan curah hujan harian normal, Δ = (41.01/188.56)*100 % = 21 % Karena lebih dari 10 % maka mencari data curah hujan yang hujan menggunakan persamaan (3-2) Contoh perhitungan : Tahun 1985, Stasiun B:

Tahun 1985 1 160 393 = 132 3− 1 193 164 Tahun 1985 = 1,613 132 Tahun 1985 = 212 , 916 = 213 Tabel V.9 Melengkapi Data Curah Hujan Yang Hilang No

Tahun

Satsiun A Galur

Stasiun B Panjatan

Stasiun C Pengasih

Stasiun D Sentolo

Stasiun E TeMon

1

1985

160

213

336

393

384

2

1986

181

166

261

258

299

3

1987

153

128

201

187

230

4

1988

183

148

233

212

267

5

1989

190

132

208

167

238

6

1990

151

117

184

162

211

7

1991

106

97

154

152

176

8

1992

170

130

205

178

234

9

1993

145

110

173

150

198

10

1994

192

112

176

114

201

11

1995

234

161

254

202

291

12

1996

183

114

180

129

206

13

1997

94

22

78

71

85

14

1998

282

115

258

177

419

15

1999

252

295

73

118

309

16

2000

310

158

234

173

333

17

2001

253

79

866

175

228

18

2002

193

87

92

115

114

19

2003

173

163

165

165

132

20

2004

229

138

113

99

225

21

2005

258

184

107

109

380

22

2006

160

111

98

100

195

Jumlah

4252

2980

4649

3606

5355

R Rata

193.27

135.45

211.32

163.91

243.41

Sumber : Hasil Perhitungan

5.2.3 Tes Konsistensi Untuk setiap stasiun pembanding akan dicari harga rata-rata dari stasiun dasar. Kemudian di cari akumulasi rata-rata dari bawah baik untuk stasiun utama maupun stasiun dasar. Contoh perhitungan: Untuk tahun 2004, maka : Rerata stasiun dasar dari bawah = (229+113+99+225) / 4 = 166.5 Akumulasi rerata untuk stasiun dasar dari bawah : 10. Stasiun dasar = 138.25+213.5 +166.5 = 518.25 11. Stasiun utama = 111+184+138 = 433 Data akumulasi tersebut diplot sebagai grafik dengan akumulasi rerata stasiun dasar pada sumbu X, dan akumulasi stasiun utama sebagai sumbu Y, sehingga di peroleh pola/tren garis lurus. Tabel V.10. Perhitungan Tes Konsistensi Untuk Stasiun Panjatan CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM Akumulasi Rerata Rerata (mm/hari) Dari Bawah No. Tahun Stasiun Dasar Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Utama Galur Pengasih Sentolo Temon Dasar Dasar Utama 1 1985 213 160 336 393 384 318.25 4465.5 2980 2 1986 166 181 261 258 299 249.75 4147.25 2767 3 1987 128 153 201 187 230 192.75 3897.5 2601 4 1988 148 183 233 212 267 223.75 3704.75 2473 5 1989 132 190 208 167 238 200.75 3481 2325 6 1990 117 151 184 162 211 177 3280.25 2193 7 1991 97 106 154 152 176 147 3103.25 2076 8 1992 130 170 205 178 234 196.75 2956.25 1979 9 1993 110 145 173 150 198 166.5 2759.5 1849 10 1994 112 192 176 114 201 170.75 2593 1739 11 1995 161 234 254 202 291 245.25 2422.25 1627 12 1996 114 183 180 129 206 174.5 2177 1466 13 1997 22 94 78 71 85 82 2002.5 1352 14 1998 115 282 258 177 419 284 1920.5 1330 15 1999 295 252 73 118 309 188 1636.5 1215 16 2000 158 310 234 173 333 262.5 1448.5 920 17 2001 79 253 866 175 228 380.5 1186 762 18 2002 87 193 92 115 114 128.5 805.5 683 19 2003 163 173 165 165 132 158.75 677 596 20 2004 138 229 113 99 225 166.5 518.25 433 21 2005 184 258 107 109 380 213.5 351.75 295 22 2006 111 160 98 100 195 138.25 138.25 111 Σ=2980 Σ=4465.5

Kurva Massa Ganda Stasiun Panjatan 4500

Kumulatif Rerata Stasiun Dasar (mm/hari)

4250 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0 0

500

1000

1500

2000

2500

Kumulatif Rerata Stasiun Utama (mm/hari)

Gambar 5.13 Kurva Massa Ganda Stasiun Panjatan

3000

Dari grafik kurva massa ganda (gambar 4.1), perubahan pola terjadi pada tahun 2002 (2001-2002), 2001(2000-2001), 2000 (1999-2000), 1999 (1997-1999), dan tahun 1997 (1985-1997). tan α0 = 0.45 Pada perubahan pola/tren pertama tan α1 = 1.8 Pada perubahan pola/tren kedua tan α2 = 0.625 Pada perubahan pola/tren ketiga tan α3 = 0.571 Pada perubahan pola/tren keempat tan α4 = 1.125 Pada perubahan pola/tren kelima tan α5 = 0.53 Dengan persaman (2-6), diperoleh faktor koreksi fk1 = 0.45/1.8 = 0.25 fk2 = 0.45/0.625 = 0.72 fk3 = 0.45/0.571 = 0.78 fk4 = 0.45/1.125 = 0.4 fk5 = 0.45/0.53 = 0.85 Selanjutnya pada tahun 2002 (2001-2002), 2001(2000-2001), 2000 (1999-2000), 1999 (1997-1999), dan tahun 1997 (1985-1997) harus dikoreksi dengan fk. Tabel V.11 Data Curah Hujan Yang Telah Dikoreksi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Xi 213 166 128 148 132 117 97 130 110 112 161 114 22 115 295 158 79 87 163

Faktor Koreksi 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.4 0.4 0.78 0.72 0.25 1

Xi*FK 181.05 141.10 108.80 125.80 112.20 99.45 82.45 110.50 93.50 95.20 136.85 96.90 18.70 46.00 118.00 123.24 56.88 21.75 163

R (mm/hari) 181 141 109 126 112 99 82 111 94 95 137 97 19 46 118 123 57 22 163

20 21 22

2004 2005 2006

138 184 111

1 1 1

138 184 111

138 184 111

Sumber : Hasil Perhitungan Data curah hujan yang telah terkoreksi akan dipakai untuk analisis selanjutnya 5.2.4. Tes Homogenitas Dalam pengukuran data curah hujan bisa terjadi gangguan-gangguan yang disebabkan keadaan atmosfer, maupun adanya keadaan penting yang menyebabkan terjadinya hujan buatan, untuk itu dilakukan tes homogenitas untuk suatu kumpulan data. Uji coba pertama dilakukan pada data curah hujan 20 tahun terakhir. Tabel V.12 Data Curah Hujan Maksimum 20 Tahun Terakhir No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jumlah Rata-rata SD

R (mm/hari) 109 126 112 99 82 111 94 95 137 97 19 46 118 123 57 22 163 138 184 111 2043 102.15 42.2

Sumber : Hasil Perhitungan Dengan persamaan (3-18) maka persamaan Gumbel modifikasinya adalah : Rt

= R + (0.78 Yt -0.45) σR =102.15 + (0.78 Yt -0.45) 42.2 = 83.16 + 32.91Yt

Untuk T = 10 tahun dan dari persamaan (3-13), maka Y10

= -ln(ln(Tr/(Tr-1))) = -ln(ln(10/(10-1))) = 2.2504

R10

= 83.16+32.91 (2.2504) = 157.22

Untuk Rt = 102.15 Yt = (102.15 – 83.16) / 32.91 = 0.5770 0.5770= -ln(ln(Tr/(Tr-1))) ; Tr = 2.33 Dengan persamaan (3-12), maka TR

= (R10 / R) Tr = (157.22/102.51)2.33 = 3.57

Titik (20, 3.57) homogen 5.2.5 Analisis Frekuensi Curah Hujan 5.2.5.1. Metode Gumbel Modifikasi 7 Jumlah data

= (N) = 20

8 Rata-rata

=R

9 Standar deviasi

= SD = 42.2

10 Keyakinan

=a

11 Fungsi a

= t(a) = 1.640

= 102.15 = 90 %

Contoh perhitungan (untuk PUH 2 Tahun) Dengan mengunakan persamaan (3-12), maka : Yt = -ln (ln(2/(2-1))) = 0.37 Dengan persamaan (3-21), (3-22), dan (3-23) maka diperoleh harga K, b, dan Se, sebagai berikut : K

= (0.78*0.37)-0.45 = -0.16

b

= ((1+(1.3*(-0.16))+(1.1*(-0.162)))0.5 =0.90

Se

= 0.90 *42.2/( 200.5 ) = 8.53

Dengan persamaan Gumbel modifikasi (3-18), diperoleh : R

= 102.15 + ((0.78*0.37)-0.45)*42.2 = 95.22

Keyakinan 90 % = 1.64 *8.53 = 13.98 Sehingga diperoleh rentang Hujan Harian Makimum = 95.22 ± 13.98 Tabel V.13 Perhitungan Hujan Harian Maksimum Metode Log Pearson III PUH 2 5 10 25 50 100

YT 0.37 1.50 2.25 3.20 3.90 4.60

K -0.16 0.72 1.31 2.04 2.59 3.14

b 0.90 1.58 2.14 2.87 3.43 3.99

SD 42.2 42.2 42.2 42.2 42.2 42.2

Se t(a)Seujan Harian Maksimum 8.53 13.98 95.22 14.94 24.5 132.53 20.17 33.09 157.23 27.12 44.47 188.44 32.37 53.09 211.6 37.64 61.73 234.58

Sumber : Hasil Perhitungan Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan Metode Gumbel Modifikasi diatas maka diperoleh hari hujan maksimum pada tabel 4.7 Tabel V.14

Curah Hujan Harian Maksimum Metode Gumbel Modifikasi

PUH Rentang Hujan Harian Maksimum Keyak 2 95.22 ± 13.98 5 132.53 ± 24.5 10 157.23 ± 33.09 25 188.44 ± 44.47 50 211.6 ± 53.09 100 234.58 ± 61.73

Sumber : Hasil Perhitungan

5.2.5.1. Metode Log Pearson Tipe III Perhitungan rata-rata nilai standar deviasi dan koefisien skew log dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel V.15 No.

Perhitungan Rata-rata nilai SD, dan g

Tahun R (mm/hari 1 1987 109 2 1988 126 3 1989 112 4 1990 99 5 1991 82 6 1992 111 7 1993 94 8 1994 95 9 1995 137 10 1996 97 11 1997 19 12 1998 46 13 1999 118 14 2000 123 15 2001 57 16 2002 22 17 2003 163 18 2004 138 19 2005 184 20 2006 111 Jumlah 2043 Rata-rata 102.15 SD 42.2 G

ri 2.0374 2.1004 2.0492 1.9956 1.9138 2.0453 1.9731 1.9777 2.1367 1.9868 1.2788 1.6628 2.0719 2.0899 1.7559 1.3424 2.2122 2.1399 2.2648 2.0453 39.0799 1.9540

Ri2 0.0070 0.0214 0.0091 0.0017 0.0016 0.0083 0.0004 0.0006 0.0334 0.0011 0.4560 0.0848 0.0139 0.0185 0.0393 0.3740 0.0667 0.0346 0.0966 0.0083 1.2771

Ri3 0.0006 0.0031 0.0009 0.0001 -0.0001 0.0008 0.0000 0.0000 0.0061 0.0000 -0.3079 -0.0247 0.0016 0.0025 -0.0078 -0.2287 0.0172 0.0064 0.0300 0.0008 -0.4990

0.2593

Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan : ri

= Log R

Ri 2

= (ri – Rata-rata ri)2

Ri 3

= (ri – Rata-rata ri)3

Contoh Perhitungan untuk PUH 2 Tahun untuk g = -1.675 ≈ -1.6, dari tabel 4.8 diperoleh harga K = 0.254 Dengan persamaan (3-27), didapat ; Log RT = 1.9540+((0.254)*(0.2593)) = 2.0199 RT = anti Log 2.0199 = 104.69

-1.675

Tabel V.16 Perhitungan Hujan Harian Maksimal Metode Log Pearson Type III PUH 2 5 10 25 50 100

K 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197

K.SD 0.0659 0.2118 0.2577 0.2894 0.3023 0.3104

Log RT 2.0199 2.1658 2.2117 2.2434 2.2563 2.2644

RT 104.69 146.49 162.82 175.15 180.43 183.82

Sumber : Hasil Perhitungan

5.2.5.2. Menggunakan Metode Iway Kadoya Untuk mencari nilai b, data HHM diurutkan mulai paling besar sampai paling kecil sebagaimana tabel berikut ini: Tabel V.17 Data Hujan Harian Maksimum Yang Diurutkan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun R (mm/hari) Tahun R (mm/hari) 1987 109 2005 184 1988 126 2003 163 1989 112 2004 138 1990 99 1995 137 1991 82 1988 126 1992 111 2000 123 1993 94 1987 118 1994 95 1999 112 1995 137 1989 111 1996 97 1992 111 1997 19 2006 109 1998 46 1990 99 1999 118 1996 97 2000 123 1994 95 2001 57 1993 94 2002 22 1991 82 2003 163 2001 57 2004 138 1998 46 2005 184 2002 22 2006 111 1997 19

Sumber : Hasil Perhitungan Dengan menggunakan persamaan (3-28), (3-29) dan (3-30), maka harga b dapat ditentukan. Langkah perhitungan dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel V.18. No 1 2

Xs 184 163

Penentuan Harga b Xt 19 22

Xs*Xt 3496 3586

Xs+Xt 203 185

(Xs*Xt)-(Xo2) -4594.85 -4504.85

2Xo – (Xs+Xt) bi -23.1 198.911255 -5.1 883.303922 Jumlah 1082.21518 b 541.11

Sumber : Hasil Perhitungan Tabel V.19. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Penentuan Harga Xo, xo, dan c

Tahun R (mm/hari) 2005 184 2003 163 2004 138 1995 137 1988 126 2000 123 1987 118 1999 112 1989 111 1992 111 2006 109 1990 99 1996 97 1994 95 1993 94 1991 82 2001 57 1998 46 2002 22 1997 19 Jumlah Log Xo Xo xo 'xo2 'x 2 1/c

Log( R) 2.265 2.212 2.140 2.137 2.100 2.090 2.072 2.049 2.045 2.045 2.037 1.996 1.987 1.978 1.973 1.914 1.756 1.663 1.342 1.279 39.080 1.954 89.949 2.808 7.882 7.883 0.030

(R+b) 725.11 704.11 679.11 678.11 667.11 664.11 659.11 653.11 652.11 652.11 650.11 640.11 638.11 636.11 635.11 623.11 598.11 587.11 563.11 560.11

Sumber : Hasil Perhitungan Harga Xo dapat dicari menggunakan persamaan (3-28) Log Xo

= 39.079934/20 = 1.953997

Xo

= antilog 1.953997

Harga xo dapat dicari menggunakan persamaan (3-32) xo

= 56.15/20

= 2.8075

xo2

= 2.80752

= 7.8820

Log (R+b) 2.860 2.848 2.832 2.831 2.824 2.822 2.819 2.815 2.814 2.814 2.813 2.806 2.805 2.804 2.803 2.795 2.777 2.769 2.751 2.748 56.150

Log (R+b)2 8.182 8.109 8.020 8.016 7.976 7.965 7.947 7.924 7.920 7.920 7.913 7.875 7.867 7.860 7.856 7.810 7.711 7.666 7.566 7.553 157.656

Harga 1/c dapat dicari menggunakan persamaan (3-33) dan (3-34) x2

= 157.66/20

1/c

= (((2.20)/(20-1))*(x2 – xo2)))0.5 = 0.04

= 7.8828

Tabel V.20. Perhitungan Hujan Harian Maksimum Dengan Menggunakan Iwai Kadoya ξ 1

(1/c)ξ (1/c)*1 2

0.5951 0.9062 1.2379 1.4522 1.6450

0.023804 0.036248 0.049516 0.058088 0.065800

PUH 2 5 10 25 50 100

Log (X+b) X+b HHM (mm/hari) Xo+(2) Antilog (3) (4)-b 3 4 5 2.8075 641.95 100.84 2.8313 678.11 137.00 2.8437 697.7502 156.64 2.8570 719.45 178.34 2.8656 733.84 192.73 2.8733 746.96 205.85

Sumber : Hasil Perhitungan 5.2.6. Uji Chi Kuadrat Tabel V.21. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Perhitungan Untuk Uji Chi Kuadrat Tahun R (mm/hari) Log( R) Log (R+b) 2005 184 2.264818 2.86 2003 163 2.212188 2.85 2004 138 2.139879 2.83 1995 137 2.136721 2.83 1988 126 2.100371 2.82 2000 123 2.089905 2.82 1987 118 2.071882 2.82 1999 112 2.049218 2.81 1989 111 2.045323 2.81 1992 111 2.045323 2.81 2006 109 2.037426 2.81 1990 99 1.995635 2.81 1996 97 1.986772 2.8 1994 95 1.977724 2.8 1993 94 1.973128 2.8 1991 82 1.913814 2.79 2001 57 1.755875 2.78 1998 46 1.662758 2.77 2002 22 1.342423 2.75 1997 19 1.278754 2.75 Jumlah 2043 39.08 56.15 Rata-rata 102.15 1.95 2.81 Sd 42.02 0.26 0.0288 X 102.15+42.02k1.95+0.26k2.81+0.0288k Peluang 0.2 0.2 0.2 K1 = -0.84 67 1.73 2.79 K2 = -0.25 92 1.89 2.8 K3 = 0.25 113 2.02 2.82 K4 =0.84 137 2.17 2.83

Sumber : Hasil Perhitungan Data pengamatan yang dipakai : 12. Metode Gumbel

: Xi

13. Metode Log Pearson Type III

: Log Xi

14. Metode Iwai Kadoya

: Log (Xi + b)

Ketiga metode dicari persamaan umumnya seperti pada persamaan (3-37) dengan mengambil interval peluang = 0.2, dari Tabel IV.7 maka dapat dicari harga k untuk menentukan range masing-masing sub group. Tabel V.22. Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Gumbel No Batas Sub GroupJumlah Data (Oi) 1 < 67 4 2 67-92 1 3 92-113 8 4 113-137 4 5 >137 3 Jumlah 20

Tabel V.23.

Ei 4 4 4 4 4

Oi – Ei 0 -3 4 0 -1

(Oi – Ei)2 (Oi – Ei)2/(Oi – Ei) 0 0 9 2.25 16 4 0 0 1 0.25 6.5

Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Log Pearson Type III

No Batas Sub GroupJumlah Data (Oi) 1 <1.73 3 2 1.73-1.89 1 3 1.89-2.02 6 4 2.02-2.17 8 5 >2.17 2 Jumlah

Ei 4 4 4 4 4

Oi – Ei -1 -3 2 4 -2

(Oi – Ei)2 (Oi – Ei)2/(Oi – Ei) 1 0.25 9 2.25 4 1 16 4 4 1 8.5

Sumber : Hasil Perhitungan Tabel V.24.

Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Iwai Kadoya

NoBatas Sub GroupJumlah Data (Oi 1 <2.79 4 2 2.79-2.8 1 3 2.8-2.82 8 4 2.82-2.83 5 5 >2.83 2 Jumlah

Sumber : Hasil Perhitungan

Ei 4 4 4 4 4

Oi – Ei 0 -3 4 1 -2

(Oi – Ei)2 (Oi – Ei)2/(Oi – Ei) 0 0 9 2.25 16 4 1 0.25 4 1 7.5

Dari Tabel V.18, V.19, dan V.20, χ2 hitung = 6.5, 8.5, dan 7.5, pada derjat kebebasan (dk) 5–2–1=2 Berdasarkan Tabel V.21, maka besarnya peluang untuk mencapai χ2 lebih dari 6.5, 8.5 dan 7.5 adalah lebih besar dari pada 5 %, berati semua metode yang dipakai dapat diterima, oleh karena itu di gunakan cara lain untuk menentukan distribusi frekuensi curah hujan maksimum (CHHM), yaitu dengan cara membandingkan ketiga metode dan di lihat metode mana yang menghasilkan CHHM paling besar. Tabel V.25 PUH 2 5 10 25 50 100

Perbandingan Tiga Metode Curah Hujan Maksimum Curah Hujan Harian Maksimum Gumbel Log Pearson Iwai Kadoya 95.22 ± 13.98 104.69 100.84 132.53 ± 24.5 146.49 137.00 157.23 ± 33.09 162.82 156.64 188.44 ± 44.47 175.15 178.34 211.6 ± 53.09 180.43 192.73 234.58 ± 61.73 183.82 205.85

Sumber : Hasil Perhitungan Dari Tabel IV.22 terlihat bahwa CHMM paling besar dihasilkan oleh Metode Gumbel, maka atas dasar ini CHMM dari metode gumbel akan digunakan pada prencanaan selanjutnya. Tabel V.26. PUH 2 5 10 25 50 100

CHHM Yang Digunakan Dalam Perencanaan Drainase Panjatan Curah Hujan Harian Maksimum (mm/hari) 95.22 132.53 157.23 188.44 211.6 234.58

Sumber : Hasil Perhitungan 5.2.7. Analisis Intensitas Hujan 5.2.7.1. Metode Van Breen Dari persamaan (3-38), maka dapat di hitung intensitas hujan menurut metode Van Breen

Tabel V.27.

Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Metode Van Breen

Durasi Intensitas Hujan Menurut Metode Van Breen (Menit) 2 5 10 25 50 100 95.22 132.53 157.23 188.44 211.6 234.58 5 148.97 155.31 158.01 160.49 161.89 163.02 10 130.13 140.11 144.56 148.76 151.18 174.23 20 103.85 117.17 123.53 129.79 133.52 136.65 40 73.97 88.27 95.69 103.41 108.23 112.4 60 57.44 70.81 78.09 85.95 90.99 95.46 80 46.95 59.11 65.96 73.53 78.5 82.96 120 34.39 44.43 50.32 57.04 61.58 65.74 240 19.08 25.46 29.41 34.11 37.4 40.52

Sumber : Hasil Perhitungan Berikut contoh perhitungan untuk PUH 2 tahun dengan durasi 60 menit IT

= ((54 RT + (0.007 RT )2)) / ((tc+(0.31* RT )) = ((54*95.22+ ((0.007*95.22)2) / ((60+(0.31*95.22)) = 57.44

5.2.7.2. MetodeBell Tanimoto Karena akan di perbandingkan dengan metode Van Breen, yang menyatakan besar dan lamanya durasi hujan harian di Indonesia (khususnya Pulau Jawa) terpusat selama 4 jam dengan hujan efektif 90 % dari hujan selama 24 jam, maka pada metode Bell dan Tanimoto ini juga hanya dihitung selama 4 jam pertama saja.

Tabel V.28 Perhitungan Intensitas Hujan Menggunakan Metode Bell Tanimoto PUH Tahun

2

5

10

25

50

100

Durasi (t) Menit 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240

X (mm/hari)

R (60,10)

95.22

32.21

132.53

44.83

157.23

53.18

188.44

63.74

211.6

71.57

234.58

79.34

R (t,T) 6.59 9.86 13.75 18.38 21.48 23.88 27.57 34.82 11.83 17.7 24.69 33 38.57 42.88 49.51 62.51 16.35 24.48 34.14 45.63 53.33 59.29 68.46 86.44 23.32 34.91 48.69 65.08 76.07 84.57 97.64 123.29 29.49 44.14 61.57 82.29 96.18 106.93 123.45 155.88 36.11 54.05 75.38 100.75 117.76 130.92 151.15 190.86

I (t,T) (mm/jam) 79.04 59.15 41.25 27.57 21.48 17.91 13.79 8.7 141.91 106.21 74.07 49.5 38.57 32.16 24.75 15.63 196.23 146.86 102.42 68.44 53.33 44.47 34.23 21.61 279.88 209.47 146.08 97.62 76.07 63.43 48.82 30.82 353.87 264.85 184.7 123.43 96.18 80.2 61.73 38.97 433.28 324.28 226.14 151.13 117.76 98.19 75.58 47.72

Sumber: Hasil Hitungan Contoh Perhitungan Dari persamaan (3.40), (3.41) dan (3.42), maka dapat dicari intensitas hujan menurut meode Bell-Tanimoto untuk PUH 50 R6010 = (211.6/170)*((87+28)/2) = 71.57

Untuk durasi hujan 40 menit R4050 = ((0.21(ln50))+0.52)*(0.54(400.25 )-0.50)*(71.57) = 82.29 I4050 = (60/40)*82.29 = 123.43 5.2.7.3. Metode Hasper dan Der Weduwen Dengan menggunakan persamaan (3-43) sampai (3-45), maka dapat dihitung intensitas hujan menurut Hasper dan Der Weduwen.

Tabel V.29

Perhitungan

Intensitas

Hujan

Menggunakan

Metode

Weduwen PUH Durasi (t) Durasi (t) X Ri R I Tahun Menit Jam (mm/hari) mm/jam 5 0.08 76.61 45.50 545.98 10 0.17 83.99 49.25 295.50 20 0.33 89.85 51.40 154.20 2 40 0.67 95.22 93.73 51.20 76.81 60 1 95.22 49.87 49.87 80 1.33 96.01 55.39 41.54 120 2 96.82 63.26 31.63 240 4 97.67 75.87 18.97 5 0.08 90.59 53.81 645.67 10 0.17 105.63 61.94 371.63 20 0.33 118.99 68.06 204.19 5 40 0.67 132.53 128.64 70.27 105.41 60 1.00 132.53 69.41 69.41 80 1.33 134.63 77.09 57.82 120 2.00 136.85 88.05 44.03 240 4.00 139.19 105.60 26.40 5 0.08 97.75 58.06 696.66 10 0.17 117.8 69.07 414.43 20 0.33 136.77 78.24 234.71 10 40 0.67 157.23 151.22 82.61 123.91 60 1.00 157.23 82.34 82.34 80 1.33 160.52 91.45 68.59 120 2.00 164.03 104.46 52.23 240 4.00 167.78 125.28 31.32 5 0.08 105.13 62.44 749.25 10 0.17 131.23 76.95 461.69 20 0.33 157.71 90.22 270.65 25 40 0.67 188.44 179.17 97.88 146.81 60 1.00 188.44 98.69 98.69 80 1.33 193.61 109.61 82.21 120 2.00 199.19 125.20 62.60 240 4.00 205.24 150.14 37.54 5 0.08 109.69 65.15 781.79 10 0.17 140.04 82.11 492.67 20 0.33 172.26 98.54 295.61 50 40 0.67 211.6 199.5 108.98 163.47 60 1.00 211.6 110.82 110.82 80 1.33 218.44 123.08 92.31 120 2.00 225.9 140.58 70.29 240 4.00 234.07 168.60 42.15 5 0.08 113.62 67.49 809.83 10 0.17 147.95 86.75 520.51 20 0.33 185.92 106.35 319.06 100 40 0.67 234.58 219.33 119.82 179.73 60 1.00 234.58 122.85 122.85 80 1.33 243.31 136.44 102.33 120 2.00 252.92 155.85 77.93 240 4.00 263.57 186.90 46.73

Sumber : Hasil Perhitungan

Hasper-

Contoh Perhitungan Untuk PUH 100 tahun dengan durasi selama 40 menit (0.67 jam), maka digunakan persamaan (3-46) untuk mendapatkan curah hujan menurut Hasper-Weduwen. Rt

= 234.58*(((1218*0.67)+54)/(((234.58+(1-0.67))+(1272*0.67))))=219.33

R

= ((11300/(0.67+3.12))^0.5)*(219.33/100) = 119.82

I

= 119.82/0.67 = 179.73

5.2.8. Penentuan Rumus Intensitas Hujan Untuk menentukan rumus intensitas hujan yang dipakai, maka ketiga metode penentuan intensitas hujan (Metode Van Breen, Bell, dan Hasper-Weduwen) disubsitusikan pada persamaan-pesamaan Talbot, Sherman dan Ishiguro. Kemudian dicari selisih kuadrat terkecil antara intensitas hujan masing-masing metode, dengan intensitas hujan hasil subsitusi pada persamaan-persamaan talbot, sherman, dan ishiguro. Semuanya diperbandingkan, dan dipilih yang mempunyai delta terkecil Tabel V.30.

Perbandingan Delta Tekecil

No. PUH

Hasper – Weduwen Van Breen Talbot Sherman Ishiguro Talbot Sherman Ishiguro 1 2 8.55 7.23 34.74 0 10.23 9.97 2 5 11.72 6.16 38.89 0.01 11.10 10.40 3 10 13.61 6.34 40.61 0 11.57 10.31 4 25 15.82 8.39 41.5 6.51 10.13 7.16 5 50 17.32 9.81 41.77 9.89 8.32 5.48 6 100 18.71 11.39 41.8 12.89 10.28 8.52 Jumlah 85.72 49.33 239.3 29.3 61.63 51.84

Bell Tanimoto Talbot Sherman Ishiguro 42.98 42.92 43.03 26.78 26.67 27.40 15.35 23.09 24.17 31.31 38.96 39.30 41.79 47.00 46.11 61.44 59.29 56.24 219.65 237.93 236.24

Sumber : Hasil Perhitungan Dari Tabel di atas, delta terkecil diperoleh dari data intensitas hujan menurut metode Van Breen dengan menggunakan persamaan Talbot. 5.2.8.1 Penggambaran Kurva Lengkung Intensitas Kurva frekuensi intensitas - lamanya menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan wilayah perencanaan yang dapat digunakan untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas curah hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang. Kurava lengkung intensitas kecamatan panjatan pada PUH 10 tahunan dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 10 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Gambar 5.14a Kurva Lengkung Intensitas PUH 10 Tahunan

5.3. Perencanan Teknis 5.3.1 Pertimbangan Usulan Perencanaan Lokasi Perencanaan difokuskan pada empat desa yaitu Desa Gotakan, Desa Panjatan, Desa Cereme, dan Desa Kanoman. Mengingat pada daerah tersebut merupakan daerah yang sangat potensial untuk banjir. Untuk pembagian blok perencanaan di bagi menjadi tiga blok, untuk jelasanya dapat dilihat pada gambar 5.14 dan 5.15. Sedangkan untuk peta jaringannya dapat dilihat pada gambar 5.16, 5.17 dan 5.18.

5.3.1.1 Kondisi Fisik Daerah Perencanaan Curah Hujan Secara iklim curah hujan di kecamatan panjatan bervariasi antara ±2000 mm/tahun hingga ±3000 mm/tahun. Oleh sebab itu potensial runoff yang ditimbulkan akan besar apabila di daerah tersebut banyak pengunaan lahan yang menyebabkan permukaan tanah kedap air.

Geologi dan geohidrologi Kondisi geohidro sangat dipengaruhi oleh geologi kawasannya, dimana kawasan panjatan tipologi akuifer nya adalah sistem endapan alluvial pantai yang bergeologi batuan endapan dan sedimen berupa lempung, pasir dan krikil. Dengan demikian material cendrung mempunyai akuifer dengan produktivitas rendah, disebabkan pelapisan batuan pada batuan endapan berlapis-lapis dengan permeabilitas lambat. Sedangkan pada batuan sedimen air melalui patahan dan bidang lapis sehingga air cenderung hilang meresap. Kedalaman variasi 7 – 25 M. Kemiringan lereng ke arah selatan menyebabkan air secara umum mengalir kearah selatan, termasuk air tanah. Kecamatan Panjatan memiliki formasi geologis dimana daerah tersebut menempati kawasan yang sangat subur yaitu kawasan kipas alluvial dan dataran alluvial, yaitu fisiografi yang terbentuk dari proses pengendapan oleh aktifitas sungai (fluvial) dan laut (fluvio marine) dengan kemiringan 0 – 2 %.

Penggunaan lahan Dalam perencanaan ini kawasan panjatan dibagi menjadi 2 kawasan berdasarkan penggunaan lahannya, yaitu kawasan pemukiman dan kawasan pertanian. 5.3.1.2 Keadaan Eksisting dan Rencana di Daerah Perencanaan Saluran Alami Eksisting Daerah daerah perencanaan dilalui oleh saluran-saluran alami yang dapat dimanfaatkan sebagai badan air penerima dan penyalur debit limpasan. Saluran alami yang dijadikan sebagai penerima debit limpasan adalah anak sungai progo. Saluran irigasi non teknis yang terdapat di daerah perencanaan. Dengan memanfaatkan saluran alami ini sebagai penyalur debit limpasan, maka akan memberi keuntungan baik dari segi teknis maupun ekonomi. 9. Dari segi teknis akan menghemat pekerjaan

penggalian atau pengerukan untuk

pembuatan saluran. 10. Dari segi ekonomis, akan menghemat biaya pembebasan lahan.

Kemiringan Wilayah Menuju ke Badan Air Penerima Peta kontur secara garis besar menunjukan bahwa kemiringan lahan pemukiman dan pertanian mengarah ke selatan. Dari kemiringan lahan ini, maka anak sungai progo akan menerima debit limpasan dari lahan pemukiman dan pertanian sebelah utara. Arah pengaliran mengikuti garis ketinggian/kemiringan lahan yang ada, sehingga pengaliran dapat terjadi secara gravitasi. Pengaliran secara gravitasi ini adalah paling baik karena dapat mengurangi perlengkapan-perlengkapan ataupun bangunan-bangunan tambahan, sehingga baik dari segi ekonomis. 5.3.2. Usulan Perencanaan Sistem Drainase 5.3.2.1 Prinsip Pengaliran Saluran Pengaliran pada saluran drainase pada dasarnya secara alamiah mengikuti kondisi topografi yang ada, yaitu mengikuti kontur alami dari tanah. Pengaliran secara gravitasi tersebut dinilai sangat menguntungkan karena tidak adanya upaya penambahan lahan urugan atau pemotongan pada jalur tanah (cut and fill). Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam prinsip pengaliran saluran drainase adalah sebagai berikut: 1. Arah pengaliran sebisa mungkin mengikuti garis ketinggian permukaan tanah sehingga pengaliran yang terjadi adalah secara alami menuju pada badan air penerima terdekat. 2. Dasar permukaan saluran yang mempunyai kemiringan (slope) sangat kecil diperlukan penanganan dengan mempertimbangkan kecepatan minimum yang diijinkan. Diusahakan kemiringan dasar saluran tetap mengikuti kemiringan permukaan tanah sejauh kemiringan tanah tidak memberikan aliran balik (back water) menuju awal dimulai saluran. 3. Agar tidak terjadi penggerusan terhadap dinding saluran drainase maka perlu memperhatikan kecepatan saluran agar tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah sehingga tidak terjadi pendangkalan pada dasar saluran sehingga penampang efektif saluran untuk mengalirkan air hujan semakin keci dan kemungkinan besar akan meluap. Dengan perkecualian pendangkalan bisa diantisipasi dengan salah satu alternatifnya menangani permukaan tanah dengan menanam tumbuhan, sehingga koefisien limpasan kecil dan waktu konsentrasi semakin lama dan kecepatan penggerusan air di permukaan tanah semakin kecil. Sehingga tanah tidak ikut mengalir masuk ke dalam saluran drainase.

5.3.2.2 Upaya Mengurangi Beban Badan Air Upaya mengurangi beban badan air penerima merupakan bagian dari alternatif cara prncegahan banjir. Upaya tersebut ditujukan agar badan air penerima tidak kelebihan muatan sehingga luapan banjir yang ada dapat dihindari. Dari Perta Daerah Aliran Sungai yang dibuat dan terbagi menjadi beberapa sub DAS dan masing-masing inflow. Melihat bentuk fisik model dari DAS dan laju inflow, maka di peroleh Peta Lokasi untuk kolam penampungan. Penampungan sementara yang dapat dilakukan adalah pembangunan kolam penampungan hujan. Pembangunan kolam juga bertujuan untuk konservasi air, karena air mendapat kesempatan untuk meresap kedalam tanah. Fasilitas kolam retensi akan mengurangi debit limpasan ke badan air penerima sehingga memperkecil base flow. 5.3.2.3 Cara Penyaluran Sistem penyaluran yang digunakan adalah sistem terpisah dengan saluran air buangan, dengan pertimbangan sebagai berikut: g) Untuk menjaga kualitas air, yang dikaitkan dengan usaha konservasi air tanah, dimana air yang diresapkan adalah air yang belum mengalami pencemaran. h) Ketersediaan lahan memungkinkan untuk diterapkan sitem ini. Sedangkan sasaran pemilihan sistem ini adalah: 10. Segi keamanan bagi kesehatan masyarakat karena air buangan ditangani secara lebih khusus. 11. Kemudahan dalam konstruksi, operasi dan pemeliharaan. 12. Segi ekonomis dari dimensi saluran dan bangunan pengolahan air buangannya. 5.3.2.4 Bentuk dan Keadaan Saluran Saluran drainase direncanakan berbentuk trapesium dengan talud 1:2 Pemilihan bentuk trapesium ini dengan pertimbangan: m) Untuk mengatasi jika aliran kecil atau ketinggian air kecil, saluran berbentuk trapesium ini relatif lebih baik dibandingkan dengan saluran berbentuk segi empat. Hal ini karena dalam suatu ketinggian muka air yang sama, kecepatan aliran dalam saluran trapesium lebih besar daripada kecepatan aliran dalam salura. segi empat. Dengan keadaan tersebut dan dengan ditunjang oleh kemiringan saluran yang memadai, self cleansing velocity dapat lebih mudah dipertahankan.

n) Terdapat 3 jenis saluran, yaitu a. Berupa saluran tersier, saluran ini terdapat pada Daerah Pengaliran Sungai ≤ 5 Ha ataupun jalan-jalan kecil, dimana saluran tersebut menyalurkan air hujan menuju saluran yang lebih besar. Serta b. Saluran Sekunder, saluran ini terdapat pada Daerah Pengaliran Sungai 5 – 25 Ha. Atau saluran ini merupakan saluran lanjutan dari saluran tersier, dimana kuantitas air merupakan kumulatif dari saluran yang kecil, lalu disalurkan menuju saluran primer. c. Saluran Primer, saluran ini terdapat pada Daerah Pengaliran Sungai 25 - 50 Ha atau saluran ini yang menampung asir hujan dari beberapa daerah pengaliran lewat saluran sekunder. Saluran dirancang sesuai dengan pola penampang saluran hidrolis optimum dengan menggunakan pasangan batu kali pecah disetiap dinding dan dasar saluran dengan tujuan agar tidak terjadi longsor. Dimensi saluran yang direncanakan dapat dilihat pada tabel (V.31) s/d (V.33).

5.3.2.5 Bangunan Pelengkap yang Digunakan o) Gorong-gorong c Penampang gorong-gorong dibuat segi empat dari pasangan batu dengan pelat

beton bertulang sebagai penutup. c Alasan pemilihan adalah karena ideal untuk mengalirkan debit yang besar,

pembuatannya mudah, dan sangat kuat. c Penempatan gorong-gorong pada perlintasan saluran dengan jalan, sehingga

panjang gorong-gorong kurang lebih sama dengan lebar jalan. c Kecepatan yang dipakai dalam perencanaan gorong-gorong adalah 1.5m/dt.

Perhitungan dimensi gorong-gorong dapat dilihat pada tabel (V.34) s/d (V.36):.

5.3.3 Evaluasi Saluran Eksisting

Saluran yang sudah ada di kecamatan panjatan ini merupakan saluran sekunder dimana kuantitas air merupakan kumulatif dari saluran yang kecil, lalu disalurkan menuju saluran utama atau saluran primer. Diketahui :

b = 50 cm h = 70 cm A=bxh = 50 cm x 70 cm = 3500 cm2 = 0.35 m2

misal : v = 1 m/s hingga didapat Q = V / A = 1 m/s / 0.35 m2 = 2.85 m3/s bila dibandingkan dengan saluran yang akan direncanakan. Saluran eksisting ini masih layak untuk menyalurkan air hujan karena pada saluran ini dapat menampung debit air hingga 2.85 m3/s. Sementara pada saluran E-G4, debit air yang melalui saluran ini sebesar 0.421 m3/s. Apabila debit yang melalui saluran ini melebihi debit tampungannya (2.85 m3/s), sebaiknya ada perbesaran saluran agar dapat menyalurkan air hujan secara baik.

5.3.4 Rencana Anggaran Biaya Rencana Anggaran biaya dibuat untuk mengetahui besarnya biaya investasi (capital avestment) pembangunan sistem penyaluran air hujan kecamatan panjatan. Biaya inventasi tersebut dapat digunakan sebagai konsep dasar penyusunan anggaran pembangunan bagi pihak pengembang/developer. Perhitungan rencana anggaran biaya jalur terpilih didasarkan pada besarnya satuan jenis pekerjaan dan bahan yang digunakan. Dalam perhitungan biaya ini, pertama-tama dicari volume pekerjaan masing-masing jenis pekerjaan untuk saluran dan bangunan pelangkap, serta kolam retensi. Perhitungan volume pekerjaan dapat dilihat pada tabel (V.37) s/d (V.42).

Tabel Perhitungan Saluran BOQ Blok A Lda y Jalur No Jalur ID (m) (m) 1 53 B-G61 470 0.636 2 2 B-B' 530 0.378 3 4 B'A' 840 0.617 4 A' 5 5 C-G5 820 0.359 6 G5 7 6 G5-G3 360 0.760 8 7 D-G3 280 0.702 9 G3 10 8 G3-G4 510 0.609 11 12 E-G4 360 0.481 12 G4 13 10 G4-C' 410 0.944 14 17 H-G60 300 0.608 15 G60 16 9 G60-G2 350 0.763 17 1 A-G1 270 0.359 18 G1 19 26 G1-G2 350 0.359 20 G2 21 C' 22 11 G2-Out 800 0.858 23 Out 24 13 F-G6 250 0.837 25 G6 26 14 G6-D' 340 0.392 27 15 G-G7 80 0.267 28 G7 29 D' 30 16 D'-Out 530 0.494 31 Out 32 18 J-G9 300 0.317 33 19 K-G9 250 0.373 34 G9 35 20 G9-G8 810 0.570 36 G8 37 21 L-E' 370 0.330 38 E' 39 22 E'-G10 380 0.422 40 G10 41 27 G10-G11 410 0.371 42 24 M-G11 240 0.602 43 G11 44 25 G11-Out 220 0.573 45 Out 46 28 N-Out 870 0.595 47 Out Jumlah

b (m) 0.735 0.437 0.713

Fb 0.383 0.295 0.377

Batu Kali 69.641 46.750 120.273

Volume (m3) Galian Semen 597.242 4.353 280.604 2.922 1012.189 7.517

Pasir 13.058 8.766 22.551

0.415

0.287

68.459

398.341

4.279

12.836

0.878 0.811

0.418 0.402

63.830 46.037

622.049 422.276

3.989 2.877

11.968 8.632

0.703 0.555

0.374 0.332

72.291 40.459

601.109 284.179

4.518 2.529

13.555 7.586

1.091 0.703

0.466 0.374

90.151 42.711

1035.732 353.239

5.634 2.669

16.903 8.008

0.881 0.415

0.419 0.287

62.282 22.815

608.316 131.370

3.893 1.426

11.678 4.278

0.415

0.287

29.473

170.390

1.842

5.526

0.991

0.444

159.272

1708.004

9.955

29.864

0.966

0.439

48.987

511.005

3.062

9.185

0.452 0.309

0.300 0.248

31.205 5.306

190.833 24.387

1.950 0.332

5.851 0.995

0.571

0.337

61.014

438.341

3.813

11.440

0.366 0.431

0.270 0.293

22.335 21.995

118.813 129.785

1.396 1.375

4.188 4.124

0.658

0.362

107.167

852.279

6.698

20.094

0.381

0.275

28.588

156.485

1.787

5.360

0.488

0.312

37.509

241.368

2.344

7.033

0.429 0.695

0.292 0.372

35.588 33.910

210.510 277.486

2.224 2.119

6.673 6.358

0.662

0.363

29.666

234.180

1.854

5.562

0.687

0.370

120.070

984.511

7.504

22.513

1517.783

12595.024

94.861

284.584

Tabel Perhitungan BOQ Saluran Blok B Lda y No Jalur ID Jalur (m) (m) 1 30 B-G16 637.5 0.528 2 G16 3 31 G16-G15 162.5 0.289 4 29 A-G15 812.5 0.494 5 G15 6 32 G15-G63 312.5 0.588 7 34 C-G63 262.5 0.317 8 G63 9 35 G63-B' 625 0.388 10 36 D-G20 975 0.811 11 G20 12 B' 13 G20-G18 35 0.062 14 37 S'-G18 237.5 0.282 15 G18 16 48 G18-G68 925 0.507 17 33 G17-A' 312.5 0.690 18 38 A'-G19 337.5 0.528 19 39 F-G21 375 0.361 20 G21 21 40 E-E' 250 0.483 22 E' 23 41 E'-G19 150 0.186 24 G19 25 42 G19-C' 725 0.521 26 43 G-G22 400 0.323 27 G22 28 110 Y-D' 237.5 0.295 29 D' 30 45 D'-G23 775 0.463 31 G23 32 C' 33 46 C'-G25 275 0.288 34 G25 35 47 J-F' 837.5 0.397 36 F' 37 49 F'-G68 125 0.147 38 G68 39 50 G68-H' 162.5 0.310 40 51 K-G27 262.5 0.249 41 G27 42 52 G27-G31 312.5 0.434 43 G31 44 H' 45 54 H'-G26 62.5 0.194 46 G26 47 66 G26-J' 137.5 0.309

b (m) 0.610

Fb

Volume (m3) Galian Semen 589.010 4.890

0.348

Batu Kali 78.247

Pasir 14.671

0.334 0.570

0.258 0.337

11.237 93.165

55.786 670.406

0.702 5.823

2.107 17.468

0.680 0.366

0.368 0.270

43.023 19.595

347.632 104.029

2.689 1.225

8.067 3.674

0.448 0.937

0.299 0.432

56.429 183.331

344.655 1885.791

3.527 11.458

10.581 34.375

0.071 0.325

0.119 0.254

0.733 15.820

1.413 77.897

0.046 0.989

0.137 2.966

0.586 0.797 0.609 0.416

0.342 0.398 0.348 0.288

108.863 50.394 41.646 31.653

798.405 456.704 311.828 183.525

6.804 3.150 2.603 1.978

20.412 9.449 7.809 5.935

0.558

0.333

28.397

199.302

1.775

5.324

0.214

0.207

6.749

25.666

0.422

1.265

0.602 0.373

0.346 0.273

87.731 30.230

654.696 163.398

5.483 1.889

16.450 5.668

0.340

0.260

16.539

83.748

1.034

3.101

0.535

0.326

83.376

574.056

5.211

15.633

0.333

0.258

18.704

93.732

1.169

3.507

0.459

0.302

77.271

480.150

4.829

14.488

0.169

0.184

4.530

15.029

0.283

0.849

0.358 0.288

0.267 0.239

12.015 15.454

62.264 70.735

0.751 0.966

2.253 2.898

0.501

0.316

31.761

207.641

1.985

5.955

0.225

0.211

3.130

11.675

0.196

0.587

0.357

0.267

10.218

52.678

0.639

1.916

48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 96

67

68 77 69 70 71 72 75 74

76

57 58 59 60 3 27

64 100 65

73 56 55 61 62 63

R-G29 G29 J' J'-G30 G30 G30-G28 S-G28 G28 G28-G32 G32 G32-G33 T-G33 G33 G33-K' V-G34 G34 K' K'-G35 G35 Out L-G24 G24 M-L' L' L'-G13 N-G13 G13 G13-M' Z-G62 G62 M' M'-G14 X-G14 G14 G14-G12 G12 Out U-G37 Out K-G69 G69 G69-G36 P-G36 G36 Q-N' N' N'-G38 Out

625

0.634

0.732

0.382

92.096

789.225

5.756

17.268

162.5

0.408

0.472

0.306

15.774

97.925

0.986

2.958

225 325

0.754 0.688

0.871 0.794

0.416 0.398

39.802 52.221

383.473 472.363

2.488 3.264

7.463 9.792

150

0.606

0.701

0.373

21.567

175.982

1.348

4.044

187.5 225

0.582 0.770

0.672 0.889

1.139 0.421

26.053 40.659

351.312 398.016

1.628 2.541

4.885 7.624

287.5 737.5

0.939 0.879

1.084 1.015

0.465 0.450

63.059 150.412

718.951 1641.677

3.941 9.401

11.824 28.202

500

0.942

1.088

0.465

109.537

1257.969

6.846

20.538

275

0.325

0.376

0.273

21.059

113.799

1.316

3.949

187.5

0.287

0.331

0.257

12.798

63.423

0.800

2.400

700 412.5

0.390 0.453

0.450 0.523

0.299 0.323

63.480 43.605

389.329 294.372

3.968 2.725

11.903 8.176

100 625

0.411 1.160

0.475 1.340

0.308 0.517

9.945 168.311

61.125 2273.646

0.622 10.519

1.865 31.558

50 325

0.230 0.680

0.266 0.785

0.230 0.395

3.000 51.630

12.157 463.125

0.187 3.227

0.562 9.681

325

0.536

0.620

0.351

40.791

308.872

2.549

7.648

487.5

1.137

1.314

0.511

128.898

1712.247

8.056

24.168

312.5

0.472

0.545

0.329

34.524

238.968

2.158

6.473

225 850

0.528 0.482

0.609 0.557

1.085 0.333

28.231 95.092

359.811 673.012

1.764 5.943

5.293 17.830

437.5

0.326

0.377

0.274

33.382

181.837

2.086

6.259

1200

0.775

0.895

0.422

215.471

2143.902

13.467

40.401

2721.639

24098.372

170.102

510.307

Jumlah

Tabel Perhitungan BOQ Saluran Blok C Lda y Jalur No Jalur ID (m) (m) 1 81 C-G39 483.75 2.093 2 G39 3 80 A-A' 562.5 1.565 4 A' 5 82 A'-B 562.5 1.418 6 B(out) 7 83 E-G40 90 1.382 8 G40 9 84 G40-G41 360 1.849 10 85 F-G41 416.25 1.348 11 G41 12 78 G41-G42 360 2.056 13 G42 14 86 G42-G43 146.25 0.837 15 G43 16 87 G43-G44 438.75 3.462 17 90 G-G44 562.5 2.198 18 G44 19 88 G44-G45 78.75 0.704 20 G45 21 89 H-H' 573.75 3.468 22 H' 23 91 H'-G46 450 1.942 24 G46 25 92 G46-G64 337.5 1.288 26 G64 (Out) 27 111 N-G66 945 1.659 28 113 0-G66 393.75 2.340 29 G66 30 112 G66-G47 213.75 1.139 31 114 P – G47 405 0.837 32 G47 (Out) 33 115 Q-G48 202.5 1.139 34 G48 35 116 G48-G67 123.75 1.000 36 79 D-G57 37 G67 (Out) 38 95 J-G50 168.75 1.330 39 G50 40 94 G50-G49 222.75 1.278 41 G49 42 98 G49-G65 78.75 0.662 43 99 K-G65 337.5 2.023 44 G65 45 100 G65-G51 348.75 2.048 46 G51 47 44 G51-G52 168.75 1.307

b (m) 2.417

Fb

Volume (m3) Galian Semen 5121.499 14.696

0.694

Batu Kali 235.142

Pasir 44.089

1.808

0.600

204.405

3506.134

12.775

38.326

1.638

0.571

185.179

2932.294

11.574

34.721

1.596

0.564

29.672

448.890

1.854

5.563

2.136 1.558

0.652 0.557

154.948 130.585

3039.348 1983.013

9.684 8.162

29.053 24.485

2.374

0.688

172.197

3688.019

10.762

32.287

0.967

0.439

28.957

299.598

1.810

5.429

3.999 2.539

0.892 0.711

352.815 286.979

11810.485 6518.488

22.051 17.936

66.153 53.809

0.813

0.402

13.415

119.737

0.838

2.515

4.005

0.893

461.510

15489.226

28.844

86.533

2.243

0.668

203.114

4155.508

12.695

38.084

1.488

0.544

101.344

1481.773

6.334

19.002

1.916 2.702

0.618 0.734

363.146 214.188

6542.803 5117.457

22.697 13.387

68.090 40.160

1.316 0.967

0.512 0.439

57.071 78.970

753.444 827.901

3.567 4.936

10.701 14.807

1.315

0.512

54.094

713.448

3.381

10.143

1.155

0.480

29.343

346.563

1.834

5.502

1.536

0.553

52.757

784.717

3.297

9.892

1.476

0.542

66.625

963.490

4.164

12.492

0.765 2.337

0.390 0.682

12.632 158.959

107.760 3357.857

0.790 9.935

2.369 29.805

2.366

0.686

166.267

3549.725

10.392

31.175

1.509

0.548

51.846

760.449

3.240

9.721

48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67

102 104 110 96 97 106 105 93

107 108 109 101

L-G52 G52 G52-G53 G53 G53-D' L-G57 G57 G57-G56 M-G56 G56 G56-G58 G58 G58-G59 G59 D' G59-G55 G55 G55-G54 S-G54 R-G54

798.75

3.244

3.746

0.864

600.278

19030.788

37.517

112.552

315

1.541

1.780

0.595

113.164

1909.830

7.073

21.218

551.25 168.75

1.539 1.371

1.777 1.583

0.595 0.561

196.957 54.367

3331.636 828.519

12.310 3.398

36.929 10.194

270 427.5

2.286 1.226

2.640 1.417

0.725 0.531

143.919 121.982

3361.908 1718.116

8.995 7.624

26.985 22.872

483.75

2.699

3.118

0.788

303.185

8189.672

18.949

56.847

315

1.542

1.781

0.596

113.228

1911.764

7.077

21.230

258.75

1.548

1.788

0.597

93.554

1581.735

5.847

17.541

281.25 393.75 562.5 Jumlah

2.356 2.053 2.742

2.721 2.371 3.167

0.736 0.687 0.794

154.446 187.956 357.808 6307.005

3702.436 4023.168 9801.469 143810.667

9.653 11.747 22.363 394.188

28.959 35.242 67.089 1182.564

Tabel Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok A Lda Lebar No Jalur ID ID (m) Jalan (m) 1 2 3

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

B-G61 C-G5 G5 G5-G3 D-G3 G3 G3-G4 E-G4 H-G60 G60 G60-G2 A-G1 G1 G1-G2 F-G6 G-G7 J-G9 K-G9 G9 G9-G8 L-E' E'-G10 G10 G10-G11 M-G11

h

b

Volume (m3)

G61 G5

470 820

8 8

0.579 0.553

1.157 1.106

12.982 12.113

Batu Kali 14.287 13.959

G3

280

8

1.282

2.564

47.509

23.288

10.124

3.240

8.032

12.825

G4

360

8

1.416

2.832

56.430

25.005

10.982

3.497

8.662

13.826

G60

300

8

0.577

1.154

12.917

14.262

5.611

1.886

4.723

7.560

G62

350

8

0.927

1.853

27.501

18.742

7.851

2.558

6.365

10.173

G61

270

8

0.349

0.697

6.155

11.343

4.152

1.448

3.652

5.857

G62

350

8

0.459

0.917

9.143

12.750

4.855

1.659

4.168

6.677

G6 G7

250 80

8 8

0.653 0.210

1.306 0.420

15.655 3.097

15.236 9.565

6.098 3.263

2.032 1.181

5.080 3.001

8.128 4.820

G9

250

8

0.519

1.039

11.012

13.528

5.244

1.776

4.454

7.131

G8

810

8

1.113

2.227

37.360

21.131

9.045

2.916

7.241

11.566

G10

380

8

0.907

1.813

26.520

18.483

7.722

2.519

6.271

10.022

G11

240

8

1.126

2.253

38.099

21.297

9.128

2.941

7.302

11.663

316.495

232.875

95.158

31.385

78.294

125.204

Jumlah

(m)

(m)

Galian

Beton

Semen

Kerikil

Pasir

5.623 5.459

1.890 1.841

4.732 4.612

7.574 7.383

Tabel Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok B No Jalur ID ID Lda Lebar (m) Jalan (m) 1 B-G16 G16 637.5 8 2 G16 G15 812.5 8 G16-G15 A-G15 3 G15 G63 262.5 8 G15-G63 C-G63 4 D-G20 G20 975 8 5 G20 G18 237.5 8 G20-G18 S'-G18 6 G18-G68 G68 925 8 7 G17-A' G19 150 8 A'-G19 E-E' E'-G19 8 F-G21 G21 375 8 9 G-G22 G22 400 8 10 Y-D' G23 775 8 D'-G23 11 G19 G25 275 8 G19-C' C'-G25 12 J-F' G68 125 8 F'-G68 13 K-G27 G27 262.5 8 14 G27 G31 312.5 8 G27-G31 15 G68 G26 62.5 8 H'-G26

h (m) 0.743 1.030

b (m) 1.487 2.060

Volume (m3) Galian Batu Kali 19.227 16.396 32.774 20.063

Beton 6.678 8.511

Semen 2.206 2.756

Kerikil 5.505 6.850

Pasir 8.804 10.943

1.339

2.679

51.251

24.026

10.493

3.350

8.303

13.255

0.667 0.779

1.333 1.559

16.171 20.739

15.411 16.856

6.186 6.908

2.058 2.275

5.144 5.674

8.230 9.072

0.884 0.810

1.769 1.620

25.470 22.064

18.201 17.246

7.581 7.103

2.477 2.334

6.167 5.817

9.857 9.300

0.318 0.472 0.752

0.636 0.943 1.504

5.405 9.534 19.582

10.948 12.918 16.505

3.954 4.939 6.733

1.389 1.684 2.222

3.507 4.230 5.545

5.626 6.775 8.868

1.190

2.379

41.814

22.108

9.534

3.063

7.600

12.137

0.690

1.380

17.078

15.712

6.336

2.103

5.254

8.405

0.300 0.588

0.600 1.176

4.990 13.309

10.719 14.407

3.839 5.684

1.355 1.908

3.424 4.776

5.493 7.644

0.714

1.428

18.029

16.019

6.490

2.150

5.367

8.584

16 17

18

19 20

21 22

23 24

25 26

27 28 29 30 31 Jumlah

R-G29 G26 G26-J' J'-G30 G30 G30-G28 S-G28 G28-G32 G32 G32-G33 T-G33 V-G34 G33 G33-K' K'-G35 L-G24 M-L' L'-G13 N-G13 Z-G62 G13 G13-M' M'-G14 X-G14 G14 G14-G12 U-G37 K-G69 G69-G36 P-G36 Q-N' N'-G38

G29 G30

625 162.5

8 8

0.994 0.943

1.988 1.886

30.890 28.313

19.604 18.953

8.282 7.956

2.687 2.590

6.681 6.443

10.675 10.296

G28

325

8

1.333

2.667

50.842

23.946

10.453

3.339

8.274

13.209

G32 G33

150 225

8 8

0.483 0.907

0.966 1.814

9.877 26.535

13.063 18.487

5.011 7.724

1.706 2.520

4.283 6.272

6.860 10.024

G34 G35

737.5 500

8 8

0.775 1.527

1.549 3.054

20.540 64.397

16.796 26.428

6.878 11.694

2.266 3.711

5.652 9.184

9.038 14.657

G24 G13

275 412.5

8 8

0.481 0.998

0.962 1.995

9.811 31.075

13.035 19.649

4.998 8.305

1.702 2.694

4.273 6.698

6.844 10.702

G62 G14

625 325

8 8

1.200 1.288

2.401 2.575

42.451 47.874

22.244 23.361

9.602 10.160

3.083 3.251

7.650 8.059

12.216 12.867

G12

325

8

1.421

2.842

56.778

25.069

11.014

3.507

8.685

13.863

G37 G69 G36

487.5 312.5 850

8 8 8

1.138 0.566 0.944

2.276 1.132 1.889

38.766 12.542 28.366

21.445 14.122 18.966

9.203 5.541 7.963

2.963 1.865 2.592

7.357 4.671 6.448

11.750 7.478 10.304

G38

1200

8

1.217

2.435

43.484

22.462

9.711

3.116

7.729

12.343

859.980

565.165

235.462

76.921

191.520

306.120

Tabel Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok C Lda Lebar No Jalur ID ID (m) Jalan (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

C-G39 E-G40 G40 G40-G41 F-G41 G41 G41-G42 G42-G43 G43 G43-G44 G-G44 G44 G44-G45 H-H' H'-G46 G46 G46-G64 N-G66 0-G66 G66 G66-G47 P – G47 Q-G48 G48 G48-G67 J-G50

h

b

Volume (m3)

(m)

(m)

Galian

G39 G40

483.75 90

8 8

1.581 1.384

3.161 2.768

68.396 54.232

Batu Kali 27.111 24.595

G41

416.25

8

2.458

4.915

151.200

38.339

17.649

5.497

13.551

21.604

G42

360

8

2.967

5.933

213.904

44.852

20.906

6.474

15.939

25.404

G43

146.25

8

0.528

1.057

11.302

13.643

5.301

1.793

4.496

7.198

G44

562.5

8

3.334

6.668

265.877

49.555

23.258

7.180

17.664

28.147

G45

78.75

8

3.384

6.769

273.458

50.201

23.581

7.277

17.901

28.524

G46

450

8

3.039

6.079

223.749

45.783

21.372

6.614

16.281

25.947

G64

337.5

8

3.458

6.916

284.695

51.143

24.052

7.418

18.246

29.074

G66

393.75

8

2.466

4.932

152.155

38.447

17.704

5.514

13.591

21.667

G47

405

8

2.845

5.691

198.005

43.302

20.131

6.242

15.371

24.500

G48

202.5

8

1.038

2.076

33.215

20.168

8.564

2.772

6.888

11.005

G67

123.75

8

1.507

3.015

62.934

26.174

11.567

3.673

9.090

14.508

G50

168.75

8

1.124

2.247

37.945

21.262

9.111

2.936

7.289

11.643

Beton

Semen

Kerikil

Pasir

12.035 10.777

3.813 3.436

9.434 8.511

15.055 13.587

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

25

G50 G50-G49 G49 G49-G65 K-G65 G65 G65-G51 G51 G51-G52 L-G52 G52 G52-G53 L-G57 G57 G57-G56 M-G56 G56 G56-G58 G58 G58-G59 G59 G59-G55 G55 G55-G54 S-G54 R-G54

G49

222.75

8

1.500

3.000

62.391

26.078

11.519

3.658

9.055

14.452

G65

337.5

8

2.829

5.657

195.849

43.087

20.024

6.210

15.292

24.374

G51

348.75

8

3.283

6.566

258.359

48.905

22.933

7.082

17.425

27.768

G52

168.75

8

4.271

8.541

423.766

61.544

29.252

8.978

22.059

35.141

G53

315

8

4.540

9.080

475.893

64.989

30.975

9.495

23.323

37.150

G57

168.75

8

1.391

2.782

54.722

24.687

10.823

3.450

8.545

13.641

G56

427.5

8

2.843

5.686

197.674

43.269

20.115

6.237

15.359

24.480

G58

483.75

8

3.401

6.801

275.888

50.407

23.683

7.308

17.976

28.644

G59

315

8

3.540

7.080

297.508

52.195

24.577

7.576

18.631

29.687

G55

258.75

8

3.750

7.500

331.489

54.879

25.920

7.979

19.616

31.253

G54

562.5

8

5.955

11.910

799.522

83.103

40.031

12.212

29.964

47.717

5404.127

1047.719

485.860

150.825

371.497

592.169

Jumlah

Sedangkan untuk perhitungan akumulasi volume saluran dan akumulasi volume goronggorong dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel V.43 Akumulasi Volume Saluran No Blok Batu Kali (m3) 1 A 1517.783 2 B 2721.639 3 C 6307.005 Jumlah 10546.427

Galian (m3) 12595.024 24098.372 143810.667 180504.064

Tabel V.44 Akumulasi Volume Gorong-gorong Galian Batu Kali No Blok (m3) (m3) 1 A 316.495 232.875 2 B 859.980 565.165 3 C 5404.127 1047.719 Jumlah 6580.602 1845.759

Semen (m3) 94.861 170.102 394.188 659.152

Beton (m3) 95.158 235.462 485.860 816.480

Semen (m3) 31.385 76.921 150.825 259.131

Pasir (m3) 284.584 510.307 1182.564 1977.455

Kerikil (m3) 78.294 191.520 371.497 641.312

Volume pekerjaan dikalikan dengan harga satuannya, yang diperoleh dari Daftar SNI Harga Satuan Pekerjaan, Tahun Anggaran 2007 Rekapitulasi biaya pekerjaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Pasir (m3) 125.204 306.120 592.169 1023.493

Tabel V.45 Rekapitulasi RAB Kecamatan Panjatan No

Jenis Pekerjaan

Analisa

Volume

Satuan

Harga Satuan RP.

Jumlah Rp.

I 1 2 3

PEKERJAAN PERSIAPAN Uitzet dan Pasang Bouwplank Pembersihan Lokasi Administrasi dan Dokumentasi

Taksir Taksir Taksir

1.00 1.00 1.00

LS LS LS SUB JUMLAH

II 1 2 3 4 5

PEKERJAAN SALURAN Galian Tanah biasa Urugan Pasir Pasangan Batu Kali 1:3:10 Plesteran 1:3 Lis Sponengan

A.004 A.012 C.009 D.015 D.014

180504.064 1977.455 10546.427 92435.50 92435.50

m3 m3 m3 m2 m' SUB JUMLAH

19,821.00 11,925.00 269,290.00 17,327.00 2,859.50

3,577,771,049.48 23,581,151.77 2,840,047,345.45 1,601,629,908.50 264,319,312.25 8,307,348,767.46

III 1 2 3 4

PEKERJAAN GORONG-GORONG Galian Tanah Biasa Urugan Pasir Cor Beton Bertulang Pasangan Batu Kali 1:3:10

A.005 A.013 B.002 C.009

6580.602 1023.493 816.480 1845.759

m3 m3 m3 m3 SUB JUMLAH

19,821.00 11,925.00 445,070.00 521,615.00

130,434,112 12,205,154 363,390,622 269,290 506,299,177.54

500,000.00 495,000.00 490,000.00

REKAPITULASI I. PEKERJAAN PERSIAPAN II. PEKERJAAN SALURAN III. PEKERJAAN GORONG-GORONG JUMLAH PPN 10 % JUMLAH TOTAL DIBULATKAN Terbilang :Sembilan Milyar Enam Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Seratus Dua Ribu Rupiah

500,000.00 495,000.00 490,000.00 1,485,000.00

1,485,000.00 8,307,348,767.46 506,299,177.54 8,815,132,945.00 881,513,294.50 9,696,646,239.50 9,696,646,000.00

5.3.5 Spesifikasi teknis Umum Spesifikasi Teknik merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh pemborong untuk mengerjakan bangunan saluran air hujan kecamatan panjatan sektor perencanaan. Pada dasarnya pelaksanaan pekerjaan lapangan akan selalu dikondisikan dengan keadaan setempat sehingga ada kemungkinan adanya perubahan spesifikasi yang telah ditentukan. Tetapi spesifikasi harus dilaksanakan untuk menunjang fungsi bangunandan umur bangunan. Apabila menyimpng dari spesifikasi yang ditentukan kemungkinan besar bangunan tidak akan bertahan lama karena pengaruh kesalahan pembangunan. Adapun spesifikasi pelaksanaan pekerjaan meliputi uraian pekerjaan, material/bahan yang digunakan, dan jenis pekerjaan yang dilakukan.

Uraian Pekerjaan Uraian pekerjaan yang dilaksanakan di kecamatan Panjatan meliputi pembangunan saluran drainase untuk air hujan dan gorong-gorong.

Material/bahan yang digunakan Bahan untuk Pekerjaan Beton Bahan-bahan yang harus dipersiapkan dan dipergunakanpada pekerjaan beton adalah sebagai berikut: 1. Semen Semen yang dipakai adalah jenis pozzoland yang diproduksi sesuai dengan SNI 150302-1994 untuk tipe A 2. Agregat a. Agregat Halus (pasir) •

Butir-butir pasir yang digunakan tidak mengandung tanah, kadar lumpur tidak boleh melebihi 5%.



Butir-butir harus dapat melalui ayakan berlubang 3mm.

b. Agregat Kasar ( kerikil dan Batu Pecah) •

Harus terdiri dari butir-butir yang jeras, tidak berpori, bersifat kekal sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu.



Yang mengandung butir-butir pipih tidak melampaui 20% dari berat agregat seluruhnya, dapat digunakan.



Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering), harus dicuci jia mengandung lumpur lebih dari 1.



Tidak boleh mengandung sesuatu yang dapat merusak batu dan baja.



Susunan butirnya harus memenuhu syarat-syarat yang ditetapkan.



Besar butir maksimum tidak boleh lebih dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau ¾ dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.



Penyimpangan dari batuan tersebut dapat dilakukan dengan seijin tenaga ahli.

3. Batu kali •

Batu yang dipakai untuk pasangan tidak boleh berbentuk blondos melainkan harus pecah.



Batu harus cukup keras tidak mudah retak bahkan pecah.

4. Kapur Kapur yang digunakan adalah kapur yang tidak berbentuk bongkahan tetapi berbentuk serbuk dengan mutu tinggi. 5. Air Air yang digunakan tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam, dan bahan organis lainnya yang dapat merusak beton atau baja tulangan.

Pekerjaan Pekerjaan yang dimaksud dalam sub bab ini meliputi semua pekerjaan yang dilakukan pada seluruh pembangunan sistem penyaluran air hujan.

Pekerjaan Tanah 1. Galian Tanah •

Patok-patok profil harus dipasang sebelum penggalian dimulai



Dalam dan lebar galian tidak boleh melebihi/kurang dari ukuran yang telah ditentukan.



Galian yang melebihi profil yang telah ditentukan maka perbaikannya dilakukan mengikuti ketentuan-ketentuan cara pemadatan.



Dalam pekerjaan menggali termasuk juga membersihkan segala kotorankotoran sperti sampah dan sisa bangunan lainnya.



Penggalian dilakukan sedemikin rupa sehingga tidak merusak bangunan dan konstruksi lainya.



Galian tanah untuk tempat dudukan pondasi harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mudah longsor dan diusahakan agar lubang galian tersebut dalam keadaan kering.

2. Timbunan Tanah. •

Pada tanah yang baik, dasar tanah yang akan ditimbun harus terlebih dahulu digali/dicacah sedalam 10 cm sampai dengan 15 cm sesuai dengan luas penampang timbunan yang akan dibuat, agar tercapai homogenitas yang baik antar tanah dasar dengan timbunan yang baru.



Berhubung timbunan mengalami penyusutan, maka timbunan harsu dibuat lebih tinggi 1/10 T (dimana T = tinggi timbunan) dan lebih lebar 1/10 B (dimana B = lebar timbunan) dari ukura-ukuran yang sebenarnya sehingga bila terjadi penyusutan akan diperoleh ukuran yang sebenarnya.



Sebelum mulai pemasangan batu kali untuk dasar saluran terlebih dahulu ditimbun pasir dengan ketebalan 5 cm – 10 cm.

3. Pemadatan Tanah •

Untuk mendapatkan hasil yang baik timbunan dan pemdatanny dailakukan lapisan demi lapisan dimana tiap lapisan mempunyai tebal 10 cm – 15 cm.



Pemadatan dilakukan dengan menggunakan alat timbris yang terbuat dari besi/kayu yang beratnya 20 kg – 25 kg dengan tinggi jatuh antara 30 cm – 40 cm.

Pekerjaan Pasangan Batu •

Pekerjaan batu disusun rapi, seluruhnya terselimuti dengan mortel dan tidak adanya rongga-rongga.



Rule of thumb ketebalan pasangan batu kali bagian atas adalah 0.2 – 0.25 Hair dan bagian dasar adalah 0.4-0.5 Hair



Semua pasangan batu tampak dari luar terutama pada dinding saluran harus rata dan menggunakan batu muka. Ukuran batu ditetapkan lebar sisinya 12 – 15 cm dan tabalnya minimal 10 cm.



Campurkan spesi pasangan batu muka ditetapkan 1 pc: 4ps. Sedangkan untuk pekerjaan outfall adalah 1 pc: 3ps.



Bidang atas dari pasangan dengan lebar sesuai dalam gambar ditambah masuk kesamping yang akan terurug tanah sedalam minimum 5 cm.



Pertemuan pasangan (plesteran sudut) selebar 8-10 cm untuk bangunan kecil dan 15 cm untuk bangunan yang besar.



Dasar saluran dengan kemiringan menurun bertemu pada pertengahan saluran dengan tebal maksimum 2 cm.

Pekerjaan Plesteran •

Sebelum pekerjaan plesteran dilakukan maka bidang dasar harus dibuat kasar dan bersih.



Plesteran dibuat setebal 1.5 cm dan campuran spesinya adalah 1 pc:3 ps.

Pekerjaan Beton Sebagai pedoman pekerjaan untuk pelaksanaan pekerjaan ini adalah ‘Peraturan Beton Indonesia tahun 1971 (SNI PBI 1971) Mutu: •

Semua pekerjaan beton tidak bertulang ditetapkan dengan kualitas beton BOW dengan campuran 1pc : 2 ps : 3 kricak.



Semua pekerjaan beton bertulang harus ditetapkan dengan mutu K.125 ndengan campuran 1pc : 2 ps : 3 kricak.



Tulangan beton dipasang dengan baik dan benar sehingga sebelum dan selama pengecoran tidak berubah bentuknya.



Sesudah pengecoran beton selesai maka selama 2 minggu beton harus selalu dibasahi terus menerus.

Pekerjaan Bekisting/Cetakan Bekisting harus cukup kokoh dan cukup rapat sehingga dapat menghasilkan bentuk cetakan beton sesuai dengan gambar rencana.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 6.1 Kesimpulan

1. Luas wilayah potensi banjir di Kecamatan Panjatan Sebesar 570, 8631 Ha meliputi Desa Gotakan, Desa Kanoman, Desa Panjatan, Desa Cerme, Desa Kanoman, Desa Depok dan Desa Buge. 2. Dari tujuh desa tersebut yang terparah dilihat dari visualisasi model adalah Desa Gotakan, Desa Cerme, Desa Panjatan, Dan Desa Kanoman. 3. Dari Peta Rekomendasi Lokasi Kolam Penahan Air Hujan diperoleh tiga lokasi penahan air hujan, yang bertujuan untuk mengurangi debit limpasan sehingga memperkecil Volume sebesar

1571993,57 M3; 2362223.53 M3; dan

794518.23 M3. 4. Stasiun utama daerah perencanaan adalah stasiun Panjatan 5. Pada uji Chi Kuadrat dalam analisis frekuensi curah hujan, semua metoda dapat diterima. Dengan mempertimbangkan faktor keamanan, akhirnya dipilih curah hujan tertinggi, yaitu curah hujan dari metode Gumbel. 6. dari hasil analisis terhadap badan air penerima dari ruang lingkup mikro, perencanaan sistem drainase Kecamatan Panjatan ini dapat menangani seluruh limpasan permukaaan dengan baik. 7. Dana yang diperlukan untuk pembangunan sistem ini standar, tapi inilah perencanaan yang optimal untuk menghindari biaya dan bahaya yang lebih besar. 6.1 Saran

1. Diperlukan kajian yang optimum mendalam terkait masalah perencanaan, dan GIS merupakan metode optimum yang bisa digunakan sebagai alternatif kajian. 2. Perlunya data pendukung awal yang lebih baik sebagai input untuk hal-hal terkait masalah keruangan, terkait masalah ketelitian, kevalidan, dan akurasi dari output.

3. Adanya penelitian lanjutan yang terfokus terkait struktur dari kolam penahan air hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrysiak, Peter B and Maidment, David, 2000, Visual Floodplain Modeling with Geographic Information Systems (GIS), Center for Research in Water Resources, Bureau of Engineering Research, The University of Texas at Austin, USA. www.crwr.utexas.edu/reports/pdf/2000/rpt00-4.pdf diambil 23 Januari 2007, pukul 21.00. Brontowiyono, W.,14 Desember 2006, Mengelola Air Jalanan, Kedaulatan Rakyat Newspaper, Yogyakarta. Chow, Ven Te, Nensi Rosalina, 1992, Hidrolika Saluran Terbuka. Erlangga. Jakarta. Hastad and Dustan, 2003, Stormwater Conveyance Modeling And Desaign, 37 Brookside Rd, Waterbury, USA. Kompas, 26 Maret 2007, Puluhan Hektar Sawah Terendam – Banjir Kulonprogo Belum Ditangani Pemerintah, Kompas,The Indonesiannewspaper Gramedia, Indonesia. Husein, R., 2006, Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System), Komunitas eLearning Ilmu Komputer.com http://ilmukomputer.com/2006/12/22/konsep-dasar-sig diambil 24 Juni 2007 pukul 19.40. Marfai, Muh. Aris, 2003, GIS Modelling of River and Tidal Flood Hazards in a Waterfront City, M.Sc Thesis, ITC Enschede, The Netherland. www.itc.nl/library/papers_2003/msc/ereg/marfai.pdf diambil 14 Januari 2007, pukul : 09.30 Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Usage (US Army Corps of Engineer), 2006, HEC-HMS, Hydrologic Modeling System, User Manual's Version 3.1.0, Hydrologic Engineering Center, Davis, CA, USA. http://www.hec.usace.army.mil/software/hec-hms/documentation/HECHMS_Users_Manual_3.1.0.pdf, diambil 14 Januari 2006, pukul 10.00 Usage (US Army Corps of Engineer), 2006, HEC-RAS, River Analysis System, User Manual's Version 4.0 Beta, Hydrologic Engineering Center, Davis, CA, USA. ftp://ftp.usace.army.mil/pub/iwr-hec-web/software/ras/documentation/ HEC-RAS_v4.0_Users_Manual.pdf, diambil 14 Januari 2006, pukul 10.00 Yuliana, Ade., 2002, Perencanaan Sisitem Drainase Dengan Sumur Resapan dan Kolam Retensi Dalam Rangka Konservasi Air Di Perumahan Katumiri Cihanjun, Laporan Tugas Akhir, Fakuktas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung.

LAMPIRAN

1. Penentuan Stasiun Utama

Penentuan stasiun utama menggunakan poligon thiessen dengan terlebih dahulu mencari titik lokasi stasiun. Dari hasil pencarian data menggunakan GPS di peroleh 5 stasiun untuk menghitung besarnya curah hujan daerah penelitian yaitu : 12. Stasiun Panjatan

(110.1617 , -7.8964)

13. Stasiun Temon

(110.0819 , -7.8865)

14. Stsiun Pengasih

(110.1693 , -7.8391)

15. Stasiun Sentolo

(110.2205 , -7.8319 )

16. Stasiun Galur

(110.2330 , -7.9402 )

Dari data diatas lokasi daerah penelitian berada tepat di dalam poligon yang di pengaruhi stasiun Panjatan, sehingga dengan ini maka stasiun Panjatan terpilih sebagai stasiun utama. 2. Melengkapi Data Curah Hujan

Dari data curah hujan yang ada perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan (3-3), (3-4), (3-5) sebagai berikut : Dikarenakan tidak terdapatnya data pada stasiun Panjatan, stasiun Pengasih dan stasiun Temon dari tahun 1985 -1996 di karenakan stasiun-stasiun tersebut baru berdiri tahun 1996, maka pencarian data curah hujan di pisah dengan menggunakan 2 stasiun yang lengkap data curah hujannya yaitu stasiun Galur dan stasiun Sentolo. R

= (163.91+193.27+135. 2+208.4+242) / 5 = 188.56

S

=(((163.91-188.56)2+(193.27-188.56)2+(135.2-188.56)2+(208.4-188.56)2

(242-

188.56)2/4)0.5 = 41.01 Perbedaan curah hujan harian normal, Δ = (41.01/188.56)*100 % = 21 % Karena lebih dari 10 % maka mencari data curah hujan yang hilang menggunakan persamaan (3-2)

Contoh perhitungan :

Tahun 1985 12 Stasiun B Tahun 1985 1 ⎛ 160 393 ⎞ = + ⎜ ⎟ 132 3 − 1 ⎝ 193 164 ⎠ Tahun 1985 = 1,613 132 Tahun 1985 = 212,916 = 213

Melengkapi Data Curah Hujan Yang Hilang Satsiun A Stasiun B Stasiun C No Tahun Galur Panjatan Pengasih 1 1985 160 213 336 2 1986 181 166 261 3 1987 153 128 201 4 1988 183 148 233 5 1989 190 132 208 6 1990 151 117 184 7 1991 106 97 154 8 1992 170 130 205 9 1993 145 110 173 10 1994 192 112 176 11 1995 234 161 254 12 1996 183 114 180 13 1997 94 22 78 14 1998 282 115 258 15 1999 252 295 73 16 2000 310 158 234 17 2001 253 79 866 18 2002 193 87 92 19 2003 173 163 165 20 2004 229 138 113 21 2005 258 184 107 22 2006 160 111 98 Jumlah 4252 2980 4649 R Rata 193.27 135.45 211.32

Stasiun D Sentolo 393 258 187 212 167 162 152 178 150 114 202 129 71 177 118 173 175 115 165 99 109 100 3606 163.91

Stasiun E TeMon 384 299 230 267 238 211 176 234 198 201 291 206 85 419 309 333 228 114 132 225 380 195 5355 243.41

3. Tes Konsistensi

Untuk setiap stasiun pembanding akan dicari harga rata-rata dari stasiun dasar. Kemudian di cari akumulasi rata-rata dari bawah baik untuk stasiun utam maupun stasiun dasar. Contoh perhitungan :

Untuk tahun 2004, maka : Rerata stasiun dasar dari bawah = (229+113+99+225)/4 = 166.5 Akumulasi rerata untuk stasiun dasar dari bawah : 15. Stasiun dasar

= 138.25+213.5 +166.5 = 518.25

16. Stasiun utama

= 111+184+138 = 433

Data akumulasi tersebut diplot sebagai grafik dengan akumulasi rerata stasiun dasar pada sumbu Y, dan akumulasi stasiun utama sebagai sumbu X, sehingga di peroleh pola/tren garis lurus.

Tabel Perhitungan Tes Konsistensi No.

Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Stasiun Utama 213 166 128 148 132 117 97 130 110 112 161 114 22 115 295 158 79 87 163 138 184 111 Σ=2980

CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM (mm/hari) Stasiun Dasar Galur Pengasih Sentolo 160 336 393 181 261 258 153 201 187 183 233 212 190 208 167 151 184 162 106 154 152 170 205 178 145 173 150 192 176 114 234 254 202 183 180 129 94 78 71 282 258 177 252 73 118 310 234 173 253 866 175 193 92 115 173 165 165 229 113 99 258 107 109 160 98 100

Temon 384 299 230 267 238 211 176 234 198 201 291 206 85 419 309 333 228 114 132 225 380 195

Rerata Stasiun Dasar 318.25 249.75 192.75 223.75 200.75 177 147 196.75 166.5 170.75 245.25 174.5 82 284 188 262.5 380.5 128.5 158.75 166.5 213.5 138.25 Σ=4465.5

Akumulasi Rerata Dari Bawah Stasiun Stasiun Dasar Utama 4465.5 2980 4147.25 2767 3897.5 2601 3704.75 2473 3481 2325 3280.25 2193 3103.25 2076 2956.25 1979 2759.5 1849 2593 1739 2422.25 1627 2177 1466 2002.5 1352 1920.5 1330 1636.5 1215 1448.5 920 1186 762 805.5 683 677 596 518.25 433 351.75 295 138.25 111

Dari grafik kurva massa ganda (gambar 5.13), perubahan pola terjadi pada tahun 2002 (2001-2002), 2001(2000-2001), 2000 (1999-2000), 1999 (1997-1999), dan tahun 1997 (1985-1997). tan α0 = 0.45 Pada perubahan pola/tren pertama tan α = 1.8 Pada perubahan pola/tren kedua tan α2 = 0.625 Pada perubahan pola/tren ketiga tan α3 = 0.571 Pada perubahan pola/tren keempat tan α4 = 1.125 Pada perubahan pola/tren kelima tan α5 = 0.53 Dengan persaman (3-7), fk =

tan α tan α ο

Dimana : Fk

= faktor koreksi

tan α

= slope sebelum perubahan

tan α0 = slope setelah perubahan diperoleh faktor koreksi fk1 = 0.45/1.8 = 0.25 fk2 = 0.45/0.625 = 0.72 fk3 = 0.45/0.571 = 0.78 fk4 = 0.45/1.125 = 0.4 fk5 = 0.45/0.53 = 0.85

Kurva Massa Ganda Stasiun Panjatan 4500

Kumulatif Rerata Stasiun Dasar (mm/hari)

4250 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 250 0 0

500

1000

1500

2000

Kumulatif Rerata Stasiun Utama (mm/hari)

2500

3000

Selanjutnya pada tahun 2002 (2001-2002), 2001(2000-2001), 2000 (1999-2000), 1999 (1997-1999), dan tahun 1997 (1985-1997) harus dikoreksi dengan fk. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Xi 213 166 128 148 132 117 97 130 110 112 161 114 22 115 295 158 79 87 163 138 184 111

Faktor Koreksi 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.85 0.4 0.4 0.78 0.72 0.25 1 1 1 1

Xi*FK 181.05 141.10 108.80 125.80 112.20 99.45 82.45 110.50 93.50 95.20 136.85 96.90 18.70 46.00 118.00 123.24 56.88 21.75 163 138 184 111

R (mm/hari) 181 141 109 126 112 99 82 111 94 95 137 97 19 46 118 123 57 22 163 138 184 111

4. Tes Homogenitas Trial 1 Tabel Data Curah HHM 20 Tahun Terakhir No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jumlah Rata-rata SD

Dengan persamaan (3-18) Rt = R + (0.78Yt − 0.45)σ R Dimana :

Yt = Reduce variate σR = Standar deviasi data hujan Rt = Curah hujan tahunan

maka persamaan Gumbel modifikasinya adalah : Rt

= R + (0.78 Yt -0.45) σR =102.15 + (0.78 Yt -0.45) 42.2 = 83.16 + 32.91Yt

R (mm/hari) 109 126 112 99 82 111 94 95 137 97 19 46 118 123 57 22 163 138 184 111 2043 102.15 42.2

Tr ⎞ ⎛ Untuk T = 10 tahun dan dari persamaan (3.13) Yt = − ln⎜ ln ⎟ ⎝ Tr − 1 ⎠ Dimana:

Tr = Periode ulang hujan Yt = Reduce variate

maka : Y10

= -ln(ln(Tr/(Tr-1))) = -ln(ln(10/(10-1))) = 2.2504

R10

= 83.16+32.91 (2.2504) = 157.22

Untuk Rt = 102.15 Yt = (102.15 – 83.16) / 32.91 = 0.5770 0.5770= -ln(ln(Tr/(Tr-1))) ; Tr = 2.33

Dengan persamaan (3-8), Tr = Dimana:

Rt Tr R

Tr = Periode ulang hujan Rt = Curah hujan tahunan

maka : TR

= (R10 / R) Tr = (157.22/102.51)2.33 = 3.57

Titik (20, 3.57) homogen

5. Analisis Frekuensi Curah Hujan A. Dengan Menggunakan Metode Gumbel Modifikasi

13. Jumlah data

= (N) = 20

14. Rata-rata

=R

15. Standar deviasi

= SD = 42.2

16. Keyakinan

=a

17. Fungsi a

= t(a) = 1.640

= 102.15 = 90 %

Contoh perhitungan (untuk PUH 2 Tahun)

Tr ⎞ ⎛ Dengan mengunakan persamaan (3-13), Yt = − ln⎜ ln ⎟, ⎝ Tr − 1 ⎠ Dimana:

Tr = Periode ulang hujan Yt = Reduce variate

maka : Tr = -ln (ln(2/(2-1))) = 0.37 Dengan persamaan : (3-23) K = (0.78Yt − 0.45) , (3-22) b =

(3-21) Se = Dimana :

K

(1 + 1.3K + 1.1K ) ,dan 2

b.σ R N

= Skew curve factor, dihitung dengan menggunakan tabel (III.1)

berdasarkan koefisien skew (g) dan periode ulang hujan (T) Yt

= Reduce variate

Se

= Probability error (deviasi)

maka diperoleh harga K, b, dan Se, sebagai berikut : K

= (0.78*0.37)-0.45 = -0.16

b

= ((1+(1.3*(-0.16))+(1.1*(-0.162)))0.5 =0.90

Se

= 0.90 *42.2/( 200.5 ) = 8.53

Dengan persamaan Gumbel modifikasi (3-18), Rt = R + (0.78Yt − 0.45)σ R , diperoleh : R

= 102.15 + ((0.78*0.37)-0.45)*42.2 = 95.22

Keyakinan 90 % = 1.64 *8.53 = 13.98 Sehingga diperoleh rentang Hujan Harian Makimum = 95.22 ± 13.98 Tabel Perhitungan HHM Metode Gumbel Modifikasi PUH 2 5 10 25 50 100

YT 0.37 1.50 2.25 3.20 3.90 4.60

K -0.16 0.72 1.31 2.04 2.59 3.14

b 0.90 1.58 2.14 2.87 3.43 3.99

SD 42.2 42.2 42.2 42.2 42.2 42.2

Se 8.53 14.94 20.17 27.12 32.37 37.64

t(a)Se 13.98 24.50 33.09 44.47 53.09 61.73

Hujan Harian Maksimum 95.22 132.53 157.23 188.44 211.60 234.58

Tabel CHHM Menurut Metoda Gumbel Modifikasi PUH 2 5 10 25 50 100

Rentang Keyakinan 90 % 95.22± 13.98 132.53 ± 24.5 157.23 ± 33.09 188.44 ± 44.47 211.6 ± 53.09 234.58 ± 61.73

B. Dengan Menggunakan Log Pearson Type III Tabel Perhitungan Jumlah Rata-rata, SD, g No. 1 2 3 4 5 6 7 8 ‘9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Jumlah Rata-rata SD G

R (mm/hari) 109 126 112 99 82 111 94 95 137 97 19 46 118 123 57 22 163 138 184 111 2043 102.15 42.2

Keterangan : ri

= Log R 2

= (ri – Rata-rata ri)2

Ri 3

= (ri – Rata-rata ri)3

Ri

Ri 2.0374 2.1004 2.0492 1.9956 1.9138 2.0453 1.9731 1.9777 2.1367 1.9868 1.2788 1.6628 2.0719 2.0899 1.7559 1.3424 2.2122 2.1399 2.2648 2.0453 39.0799 1.9540

Ri2 0.0070 0.0214 0.0091 0.0017 0.0016 0.0083 0.0004 0.0006 0.0334 0.0011 0.4560 0.0848 0.0139 0.0185 0.0393 0.3740 0.0667 0.0346 0.0966 0.0083 1.2771

Ri3 0.0006 0.0031 0.0009 0.0001 -0.0001 0.0008 0.0000 0.0000 0.0061 0.0000 -0.3079 -0.0247 0.0016 0.0025 -0.0078 -0.2287 0.0172 0.0064 0.0300 0.0008 -0.4990

0.2593 -1.675

Contoh Perhitungan untuk PUH 2 Tahun

untuk g = -1.675 ≈ -1.6, dari tabel (III.1) diperoleh harga K = 0.254 Dengan persamaan (3-27) log Rt = r + K .σ R Dimana:

Rt

= Curah hujan tahunan

r

= rata – rata

σR

= Standar deviasi log

K

= Skew curve factor, dihitung dengan menggunakan tabel (III.1) berdasarkan koefisien skew (g) dan periode ulang hujan (T)

didapat ; Log RT = 1.9540+((0.254)*(0.2593)) = 2.0199 RT = anti Log 2.0199 = 104.69

Tabel Perhitungan HHM Metoda Log Pearson Type III PUH 2 5 10 25 50 100

K 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197

K.SD 0.0659 0.2118 0.2577 0.2894 0.3023 0.3104

Log RT 2.0199 2.1658 2.2117 2.2434 2.2563 2.2644

RT 104.69 146.49 162.82 175.15 180.43 183.82

C. Dengan Metode Iwai Kadoya

Untuk mencari nilai b, data HHM diurutkan mulai paling besar sampai paling kecil Tabel Data HHM yang diurutkan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Dengan menggunakan persamaan;

Dimana :

R (mm/hari) 109 126 112 99 82 111 94 95 137 97 19 46 118 123 57 22 163 138 184 111

Tahun 2005 2003 2004 1995 1988 2000 1987 1999 1989 1992 2006 1990 1996 1994 1993 1991 2001 1998 2002 1997

R (mm/hari) 184 163 138 137 126 123 118 112 111 111 109 99 97 95 94 82 57 46 22 19

(3-29) b =

1 ∑ bi m

(3-30) m =

n dan 10

(3-31) bi =

( Xs. Xt ) − Xo 2 2 Xo − ( Xs + Xt )

Xs

= harga dengan no. pengamatan m dari yang terbesar

Xt

= harga dengan no. pengamatan m dari yang teerkecil

n

= banyaknya data

maka harga b dapat ditentukan. Langkah perhitungan dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel Penentuan Harga b No 1 2

Xs 184 163

Xt 19 22

Xs*Xt 3496 3586

Xs+Xt 203 185 Jumlah B

(Xs*Xt)-(Xo2) -4594.85 -4504.85

2Xo – (Xs+Xt) -23.1 -5.1

bi 198.911255 883.303922 1082.21518 541.11

Tabel Penentuan harga Xo, xo dan c No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun R (mm/hari) 2005 184 2003 163 2004 138 1995 137 1988 126 2000 123 1987 118 1999 112 1989 111 1992 111 2006 109 1990 99 1996 97 1994 95 1993 94 1991 82 2001 57 1998 46 2002 22 1997 19 Jumlah Log Xo Xo xo 'xo2 'x2 1/c

Log( R) 2.26 2.21 2.14 2.14 2.10 2.09 2.07 2.05 2.05 2.05 2.04 2.00 1.99 1.98 1.97 1.91 1.76 1.66 1.34 1.28 39.0799 1.9540 89.9491 2.8075 7.8820 7.8828 0.0300

(R+b) 725.11 704.11 679.11 678.11 667.11 664.11 659.11 653.11 652.11 652.11 650.11 640.11 638.11 636.11 635.11 623.11 598.11 587.11 563.11 560.11

Log (R+b) 2.86 2.85 2.83 2.83 2.82 2.82 2.82 2.81 2.81 2.81 2.81 2.81 2.80 2.80 2.80 2.79 2.78 2.77 2.75 2.75 56.1498

Harga Xo dapat dicari menggunakan persamaan (3-28) log Xo =

Log (R+b)2 8.18 8.11 8.02 8.02 7.98 7.97 7.95 7.92 7.92 7.92 7.91 7.88 7.87 7.86 7.86 7.81 7.71 7.67 7.57 7.55 157.6556

1 ∑ log Xi n

Log X = 39.079934/20 = 1.953997 Xo

= antilog 1.953997 = 89.9491

Harga xo dapat dicari menggunakan persamaan (3-32) xo = xo

= 56.15/20

= 2.8075

xo2

= 2.80752

= 7.8820

1 ∑ log( Xi + b) n

1

2 1 ⎡⎛ 2n ⎞ 2 2 ⎤ Harga 1/c dapat dicari menggunakan persamaan (3-33) = ⎢⎜ ⎟ x − xo ⎥ c ⎣⎝ n − 1 ⎠ ⎦

(

x2

= 157.66/20

1/c

= (((2.20)/(20-1))*(x2 – xo2)))0.5 = 0.04

)

= 7.8828

Perhitungan Hujan Harian Maksimum Dengan Menggunakan Iwai Kadoya Tabel Perhitungan HHM Dengan Metode Iway Kadoya PUH 2 5 10 25 50 100

1

(1/c)ξ 1/c*(1) 2

0.5951 0.9062 1.2379 1.4522 1.6450

0.023804 0.036248 0.049516 0.058088 0.065800

ξ

Log (X+b) Xo+(2) 3 2.8075 2.8313 2.8437 2.8570 2.8656 2.8733

X+b Antilog (3) 4 641.95 678.11 697.75 719.45 733.84 746.96

HHM (mm/hari) (4)-b 5 100.84 137.00 156.64 178.34 192.73 205.85

6. Uji Chi Kuadrat Tabel Perhitungan Untuk Uji Chi Kuadrat No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Tahun 2005 2003 2004 1995 1988 2000 1987 1999 1989 1992 2006 1990 1996 1994 1993 1991 2001 1998 2002 1997 Jumlah Rata-rata Sd X Peluang K1 = -0.84 K2 = -0.25 K3 = 0.25 K4 =0.84

R (mm/hari) 184 163 138 137 126 123 118 112 111 111 109 99 97 95 94 82 57 46 22 19 2043.00 102.15 42.02 102.15+42.02k 0.2 67 92 113 137

Log( R) 2.2648 2.2122 2.1399 2.1367 2.1004 2.0899 2.0719 2.0492 2.0453 2.0453 2.0374 1.9956 1.9868 1.9777 1.9731 1.9138 1.7559 1.6628 1.3424 1.2788 39.08 1.95 0.26 1.95+0.26k 0.2 1.73 1.89 2.02 2.17

Log (R+b) 2.8604 2.8476 2.8319 2.8313 2.8242 2.8222 2.8190 2.8150 2.8143 2.8143 2.8130 2.8063 2.8049 2.8035 2.8028 2.7946 2.7768 2.7687 2.7506 2.7483 56.15 2.81 0.03 2.81+0.0288k 0.2 2.79 2.8 2.82 2.83

Data pengamatan yang dipakai : 11. Metode Gumbel

: Xi

12. Metode Log Pearson Type III

: Log Xi

13. Metode Iwai Kadoya

: Log (Xi + b)

Ketiga metode dicari persamaan umumnya seperti pada persamaan (3-36) T = Dimana :

T

N +1 m

= Periode ulang dari kejadian sesuai dengan sifat kumpulan nilai

yang diharapkan N

= Jumlah pengamatan dari variat X

m

= Nomor urut kejadian

dengan mengambil interval peluang = 0.2, dari Tabel, maka dapat dicari harga k untuk menentukan range masing-masing sub group.

Tabel Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Gumbel No 1 2 3 4 5

Batas Sub Group < 67 67-92 92-113 113-137 >137 Jumlah

Jumlah Data (Oi) 4 1 8 4 3 20

Ei 4 4 4 4 4

Oi – Ei 0 -3 4 0 -1

(Oi – Ei)2 0 9 16 0 1

(Oi – Ei)2/(Oi – Ei) 0 2.25 4 0 0.25 6.5

Tabel Uji Chi Kuadrat Untuk Metode Log Pearson Type III No 1 2 3 4 5

Batas Sub Group <1.73 1.73-1.89 1.89-2.02 2.02-2.17 >2.17 Jumlah

Jumlah Data (Oi) 3 1 6 8 2 20

Ei 4 4 4 4 4

Oi – Ei -1 -3 2 4 -2

(Oi – Ei)2 1 9 4 16 4

(Oi – Ei)2/(Oi – Ei) 0.25 2.25 1 4 1 8.5

Tabel Uji Chi Kuadrast Untuk Metode Iway Kadoya No 1 2 3 4 5

Batas Sub Group <2.79 2.79-2.8 2.8-2.82 2.82-2.83 >2.83 Jumlah

Jumlah Data (Oi) 4 1 8 5 2 20

Ei 4 4 4 4 4

Oi – Ei 0 -3 4 1 -2

(Oi – Ei)2 0 9 16 1 4

(Oi – Ei)2/(Oi – Ei) 0 2.25 4 0.25 1 7.5

Dari Tabel tersebut , χ2 hitung = 6.5, 8.5, dan 7.5, pada derjat kebebasan (dk) 5 – 2 – 1 = 2 Berdasarkan Tabel , maka besarnya peluang untuk mencapai χ2 lebih dari 6.5, 8.5 dan 7.5 adalah lebh besar dari pada 5 %, berati semua metode yang dipakai dapat diterima, oleh karena itu d gunakan cara lain untuk menentukan distribusi frekuensi curah hujan maksimum (CHHM), yaitu dengan cara membandingkan ketiga metode dan di lihat metode mana yang menghasilkan CHHM paling besar Tabel Curah HHM 3 Metode PUH 2 5 10 25 50 100

Curah Hujan Harian Maksimum Gumbel Log Pearson Iwai Kadoya 95.22 ± 13.98 104.69 100.84 132.53 ± 24.5 146.49 137.00 157.23 ± 33.09 162.82 156.64 188.44 ± 44.47 175.15 178.34 211.6 ± 53.09 180.43 192.73 234.58 ± 61.73 183.82 205.85

Dari Tabel tersebut terlihat bahwa CHMM paling besar dihasilkan oleh Metode Gumbel, maka atas dasar ini CHMM dari metode gumbel akan digunakan pada perencanaan selanjutnya.

PUH 2 5 10 25 50 100

Curah Hujan Harian Maksimum (mm/hari) 95.22 132.53 157.23 188.44 211.6 234.58

7. Analisis Intensitas Hujan A. Metode Van Breen

Dari persamaan T =

N +1 , maka dapat di hitung intensitas hujan menurut metode Van m

Breen Tabel Perhitungan Intensitas Hujan Menurut Metode Van Breen Durasi 2 95.22 148.97 130.13 103.85 73.97 57.44 46.95 34.39 19.08

(Menit) 5 10 20 40 60 80 120 240

Intensitas Hujan Menurut Metode Van Breen 5 10 25 50 132.53 157.23 188.44 211.6 155.31 158.01 160.49 161.89 140.11 144.56 148.76 151.18 117.17 123.53 129.79 133.52 88.27 95.69 103.41 108.23 70.81 78.09 85.95 90.99 59.11 65.96 73.53 78.50 44.43 50.32 57.04 61.58 25.46 29.41 34.11 37.40

100 234.58 163.02 174.23 136.65 112.40 95.46 82.96 65.74 40.52

Berikut contoh perhitungan untuk PUH 5 tahun dengan durasi 60 menit 54 RT + 0.007 RT Dengan persamaan I T = tc + 0.31RT Dimana:

2

IT

= Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH T pada waktu konsentrasi tc

tc

= Waktu konsentrasi (menit)

RT

= Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam)

maka : I5

= ((54 RT + (0.007 RT )2)) / ((tc+(0.31* RT )) = ((54*95.22+ ((0.007*95.22)2) / ((60+(0.31*95.22)) = 57.44

A. MetodeBell Tanimoto

Karena akan di perbandingkan dengan metode Van Breen, yang menyatakan besar dan lamanya durasi hujan harian di Indonesia (khususnya Pulau Jawa) terpusat selama 4 jam dengan hujan efektif 90 % dari hujan selama 24 jam, maka pada metode Bell dan Tanimoto ini juga hanya dihitung selama 4 jam pertama saja.

Tabel Pehitungan Intensitas Hujan Menurut Metode Bell Tanomoto PUH Tahun

2

5

10

25

50

100

Durasi (t) Menit 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240

X (mm/hari)

R (60,10)

95.22

32.21

132.53

44.83

157.23

53.18

188.44

63.74

211.6

71.57

234.58

79.34

R (t,T) 6.59 9.86 13.75 18.38 21.48 23.88 27.57 34.82 11.83 17.70 24.69 33.00 38.57 42.88 49.51 62.51 16.35 24.48 34.14 45.63 53.33 59.29 68.46 86.44 23.32 34.91 48.69 65.08 76.07 84.57 97.64 123.29 29.49 44.14 61.57 82.29 96.18 106.93 123.45 155.88 36.11 54.05 75.38 100.75 117.76 130.92 151.15 190.86

I (t,T) (mm/jam) 79.04 59.15 41.25 27.57 21.48 17.91 13.79 8.70 141.91 106.21 74.07 49.50 38.57 32.16 24.75 15.63 196.23 146.86 102.42 68.44 53.33 44.47 34.23 21.61 279.88 209.47 146.08 97.62 76.07 63.43 48.82 30.82 353.87 264.85 184.70 123.43 96.18 80.20 61.73 38.97 433.28 324.28 226.14 151.13 117.76 98.19 75.58 47.72

Contoh Perhitungan

Dari persamaan (3-37) X = Xr + k .SD , (3-38) I =

90%.R 24 dan 4

(3-39) I T =

54 RT + 0.007 RT , tc + 0.31RT

2

maka dapat dicari intensitas hujan menurut meode Bell-Tanimoto untuk PUH 50 Dengan persamaan (3-41) RTt = Dimana : R

X T ⎛ R1 + R 2 ⎞ ⎜ ⎟ Xt ⎝ 2 ⎠

= Curah hujan (mm)

T

= Periode ulang (tahun)

t

= durasi hujan (menit)

R1 = besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 1 menurut tanimoto R2 = besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 2 menurut tanimoto R6010 = (211.6/170)*((87+28)/2) = 71.57 Untuk durasi hujan 40 menit menggunakan persamaan

(

)

RTt = (0.21ln T + 0.52 ) 0.54t 0.25 − 0.50 RTt I Tt =

dan

60 t RT t

maka : R4050 = ((0.21(ln50))+0.52)*(0.54(400.25 )-0.50)*(71.57) = 82.29 I4050 = (60/40)*82.29 = 123.43

C. Metode Hasper dan Der Weduwen

Dengan menggunakan persamaan (5-41) sampai (5-44), maka dapat dihitung intensitas hujan menurut Hasper dan Der Weduwen

Tabel Perhitungan Intensitas Hujan Metode Hasper dan Der Weduwen PUH Tahun

2

5

10

25

50

100

Durasi (t) Menit 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240 5 10 20 40 60 80 120 240

Durasi (t) Jam 0.08 0.17 0.33 0.67 1 1.33 2 4 0.08 0.17 0.33 0.67 1 1.33 2 4 0.08 0.17 0.33 0.67 1 1.33 2 4 0.08 0.17 0.33 0.67 1 1.33 2 4 0.08 0.17 0.33 0.67 1 1.33 2 4 0.08 0.17 0.33 0.67 1 1.33 2 4

X (mm/hari)

95.22

132.53

157.23

188.44

211.6

234.58

Ri

R

76.61 83.99 89.85 93.73 95.22 96.01 96.82 97.67 90.59 105.63 118.99 128.64 132.53 134.63 136.85 139.19 97.75 117.80 136.77 151.22 157.23 160.52 164.03 167.78 105.13 131.23 157.71 179.17 188.44 193.61 199.19 205.24 109.69 140.04 172.26 199.50 211.60 218.44 225.90 234.07 113.62 147.95 185.92 219.33 234.58 243.31 252.92 263.57

45.50 49.25 51.40 51.20 49.87 55.39 63.26 75.87 53.81 61.94 68.06 70.27 69.41 77.09 88.05 105.60 58.06 69.07 78.24 82.61 82.34 91.45 104.46 125.28 62.44 76.95 90.22 97.88 98.69 109.61 125.20 150.14 65.15 82.11 98.54 108.98 110.82 123.08 140.58 168.60 67.49 86.75 106.35 119.82 122.85 136.44 155.85 186.90

I mm/jam 545.98 295.50 154.20 76.81 49.87 41.54 31.63 18.97 645.67 371.63 204.19 105.41 69.41 57.82 44.03 26.40 696.66 414.43 234.71 123.91 82.34 68.59 52.23 31.32 749.25 461.69 270.65 146.81 98.69 82.21 62.60 37.54 781.79 492.67 295.61 163.47 110.82 92.31 70.29 42.15 809.83 520.51 319.06 179.73 122.85 102.33 77.93 46.73

Contoh Perhitungan

Untuk PUH 100 tahun dengan durasi selama 40 menit (0.67 jam), maka digunakan persamaan (3-45) Rt = Xi (3-43) R =

11300.t ⎡ X 1 ⎤ t + 3.12 ⎢⎣100 ⎥⎦

(3-44) R =

11300 ⎡ R1 ⎤ t + 3.12 ⎢⎣100 ⎥⎦

(3-46) I = Dimana :

1218.t + 54 Xt (1 − t ) + 1272.t

t

→ 1< t ≤ 24

→ 0< t ≤ 1

R t = durasi hujan (menit)

R, R1 = Curah hujan menurut Hasper-Weduwen X1

= CHHM yang terpilih (mm/24jam)

I

= Intensitas hujan (mm/jam)

R

= Curah hujan

untuk mendapatkan curah hujan menurut Hasper-Weduwen. Rt

=234.58*(((1218*0.67)+54)/(((234.58+(1-0.67))+(1272*0.67))))=219.33

R

=((11300/(0.67+3.12))^0.5)*(219.33/100) = 119.82

I

= 119.82/0.67 = 179.73

8. Penentuan Rumus Intensitas Hujan

Untuk menentukan rumus intensitas hujan yang dipakai, maka ketiga metode penentuan intensitas hujan (Metode Van Breen, Bell, dan Hasper-Weduwen) disubsitusikan pada persamaan-pesamaan Talbot, Sherman dan Ishiguro. Kemudian dicari selisih kuadrat terkecil antara intensitas hujan masing-masing metode, dengan intensitas hujan hasil subsitusi pada persamaan-persamaan talbot, sherman, dan ishiguro. Semuanya diperbandingkan, dan dipilih yang mempunyai delta

Uji kecocokan intensitas hujan metode Hasper – Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 2 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Hasper dengan PUH 2 Tahun t

l

Lt

I

2

I2 t

Log t

1

5

545.98

2729.92

298098.40

1490491.98

0.70

2

10

295.50

2955.01

87320.83

873208.27

1.00

3

20

154.20

3083.90

23776.11

475522.27

1.30

4

40

76.81

3072.23

5899.12

235964.86

5

60

49.87

2992.06

2486.78

149206.87

No

Log t * Log l

(log t)2

2.74

1.91

2.47

2.47

2.19

2.85

1.60

1.89

1.78

1.70

Log l

(t)0.5

(l)*(t0.5)

(I2)*(t0.5)

0.48856

2.24

1220.86

666568.28

1

3.16

934.46

276132.70

1.69268

4.47

689.58

106330.01

3.02

2.5666

6.32

485.76

37309.32

3.02

3.16182

7.75

386.27

19262.52

6

80

41.54

3323.12

1725.48

138038.69

1.90

1.62

3.08

3.62175

8.94

371.54

15433.20

7

120

31.63

3795.76

1000.54

120064.91

2.08

1.50

3.12

4.32299

10.95

346.50

10960.38

8

240

Jumlah

18.97

4552.07

359.75

86338.81

2.38

1.28

3.04

5.66541

15.49

293.83

5573.15

1214.49

26504.06

420667.01

3568836.67

12.74

15.38

22.51

22.5198

59.33

4728.80

1137569.55

Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 2 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 3605.189106 1.924636878

Sherman 2187.76

Ishiguro 321.4667429 -1.776110874

0.89 I = 3605.19/(t+1.92)

I =2187.76/(t0.89)

I = 321.47/(t0.5-1.78)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper – Weduwen PUH 2 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper PUH 2 Tahun Dengan Tetapan Talbot, Sherman dan Ishiguro No 1 2 3 4 5

t 5 10 20 40 60

l 545.98 295.50 154.20 76.81 49.87

Talbot 520.98 302.45 164.47 86.00 58.22

Selisih 1 25.00 6.95 10.28 9.20 8.36

Sherman 522.30 281.84 152.08 82.07 57.21

Selisih 2 23.69 13.66 2.11 5.26 7.34

Ishiguro 704.87 232.57 119.41 70.74 53.88

Selisih 3 158.89 62.94 34.78 6.07 4.02

6 80 7 120 8 240 Jumlah Rata-rata

41.54 31.63 18.97 1214.49 151.81

44.01 29.57 14.90 1220.61 152.58

2.47 2.06 4.06 68.37 8.55

44.28 30.87 16.66 1187.30 148.41

2.75 0.76 2.31 57.88 7.23

44.87 35.04 23.44 1284.83 160.60

3.33 3.41 4.48 277.91 34.74

Contoh Perhitungan menggunakan Metode Hasper-Weduwen, PUH 2 Tahun

Tetapan dengan mengunakan PUH 2 Tahun Tetapan jenis I (Talbot) dengan persamaan I = a/(t+b)

(∑ I .t ).(∑ I ) − (∑ I t ).(∑ I ) n(∑ I ) − (∑ I ) 2

a

=

2

2

2

= (26504.06 × 420667.01) − (3568836.267 × 1214.49)

(

8(420667.01) − 1214.49

)

= 3605.189106

(∑ I )(∑ I .t ) − n(I .t ) n(∑ I ) − (∑ I ) 2

b

=

2

2

.67 ) = (1214.49 × 26504.06) − n(3568836 2

(

8(420667.01) − 1214.49

)

= 1.924636878 Sehingga persamaannya adalah; I = 3605.19/(t+1.92) Tetapan jenis Sherman, dengan persamaannya I = a/tn Log a =

=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − (log .t. log I )(log .t ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

(15.38 × 22.52) − (22.51 × 12.74) 2 8[22.52] − (12.74)

= 3.3406815 a

= anti log 3.3406815 = 2187.76

n

=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − 8(log .t. log I ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

=

(15.38 × 22.52) − 8(22.51) 2 8[22.52] − (12.74)

= 0.89 Sehingga persamaannya adalah; I = 2187.76/(t0.89)

Tetapan jenis Ishiguro, dengan persamaannya I = a/(t0.5+b)

(I .t )(I ) − (I .t )(I ) = n(I ) − (I ) 0.5

a

2

2

=

2

0.5

2

(4728.80 × 420667.01) − (1137569.55 × 1214.49) 2 8(420667.01) − (1214.49)

= 321.4667429 b

=

=

(I )(I .t 0.5 ) − n(I 2 .t 0.5 ) 2 n(I 2 ) − (I ) (1214.49 × 4728.80) − b(1137569.55) 2 8(420667.01) − (1214.49)

= -1.776110874 Sehingga persamaannya adalah; I = 321.47/(t0.5-1.78)

Uji kecocokan intensitas hujan metode Hasper – Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 5 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Hasper dengan PUH 5 Tahun No t 1 5 2 10 3 20 4 40 5 60 6 80 7 120 8 240 Jumlah

l 645.67 371.63 204.19 105.41 69.41 57.82 44.03 26.40 1524.55

Lt 3228.34 3716.28 4083.89 4216.41 4164.43 4625.21 5283.05 6335.70 35653.32

I2 416887.88 138107.61 41695.33 11111.34 4817.37 3342.59 1938.24 696.89 618597.24

Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 5 tahun. Variabel a b n Persamaan

I2t 2084439.42 1381076.11 833906.53 444453.50 289041.95 267407.07 232588.44 167254.61 5700167.63

Log t 0.70 1.00 1.30 1.60 1.78 1.90 2.08 2.38 12.74

Log l 2.81 2.57 2.31 2.02 1.84 1.76 1.64 1.42 16.38

Talbot 5092.287326 3.335399977 I = 5092.29/(t+3.34)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

Log t * Log l 1.96 2.57 3.01 3.24 3.27 3.35 3.42 3.38 24.21

Sherman 2499.769702

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 1443.76 1175.19 913.18 666.67 537.63 517.11 482.27 408.97 6144.79

Ishiguro 446.3457194 -1.688385996

0.8477 I = 2499.77/(t0.8477)

I = 446.35/(t0.5-1.69)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper – Weduwen PUH 5 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper PUH 5 Tahun Dengan Tetapan Talbot, Sherman dan Ishiguro No t 1 5 2 10 3 20 4 40 5 60 6 80 7 120 8 240 Jumlah

l 645.67 371.63 204.19 105.41 69.41 57.82 44.03 26.40 1524.55

Talbot 610.59 381.73 218.18 117.50 80.40 61.10 41.29 20.93 1531.70

Selisih 1 35.08 10.10 13.98 12.09 10.99 3.29 2.74 5.47 93.74

Sherman 638.83 354.98 197.25 109.61 77.73 60.90 43.19 24.00 1506.48

Selisih 2 6.84 16.65 6.94 4.20 8.32 3.09 0.84 2.40 49.28

Ishiguro 817.39 303.17 160.43 96.31 73.70 61.53 48.18 32.34 1593.05

Selisih 3 171.72 68.46 43.76 9.10 4.30 3.71 4.15 5.94 311.15

Rata-rata

190.57

191.46

11.72

188.31

6.16

199.13

38.89

(I2)*(t0.5) 932189.65 436734.61 186467.17 70274.27 37315.15 29897.02 21232.32 10796.24 1724906.43

Uji kecocokan intensitas hujan metode Hasper – Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 10 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Hasper dengan PUH 10 Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8

t 5 10 20 40 60 80 120

l 696.66 414.43 234.71 123.91 82.34 68.59 52.23

lt 3483.32 4144.34 4694.15 4956.50 4940.57 5487.22 6267.67

I2 485341.62 171755.56 55087.52 15354.29 6780.35 4704.63 2728.03

I2t 2426708.09 1717555.63 1101750.35 614171.80 406820.95 376370.28 327363.73

Log t 0.70 1.00 1.30 1.60 1.78 1.90 2.08

Log l 2.84 2.62 2.37 2.09 1.92 1.84 1.72

Log t * Log l 1.99 2.62 3.08 3.35 3.41 3.49 3.57

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95

(l)*(t0.5) 1557.79 1310.56 1049.64 783.69 637.83 613.49 572.16

(I2)*(t0.5) 1085256.85 543138.78 246358.87 97109.09 52520.36 42079.48 29884.08

240 Jumlah

31.32 1704.20

7516.50 41490.27

980.87 742732.87

235407.63 7206148.45

2.38 12.74

1.50 16.89

3.56 25.08

5.66541 22.5198

15.49 59.33

485.19 7010.34

15195.50 2111543.00

Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 10 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 6102.085942 4.299031451 I = 6102.09/(t+4.3)

Sherman 2635.11759 0.8222 I = 2635.12/(t^0.8222)

Ishiguro 529.4759964 -1.628054419 I = 529.48/(t0.5-1.63)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper – Weduwen PUH 10 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper PUH 10 Tahun Dengan Tetapan Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 696.66 656.14 40.53 701.63 4.96 873.63 176.97 2 10 414.43 426.72 12.29 396.83 17.61 345.55 68.88 3 20 234.71 251.11 16.41 224.44 10.27 186.30 48.41 4 40 123.91 137.74 13.83 126.94 3.02 112.79 11.13 5 60 82.34 94.90 12.56 90.95 8.61 86.57 4.23 6 80 68.59 72.39 3.80 71.79 3.20 72.39 3.80 7 120 52.23 49.09 3.14 51.44 0.79 56.78 4.55 8 240 Jumlah Rata-rata

31.32 1704.20 213.03

24.98 1713.07 214.13

6.34 108.88 13.61

29.09 1693.10 211.64

2.23 50.69 6.34

38.20 1772.21 221.53

6.88 324.85 40.61

Uji kecocokan intensitas hujan metode Hasper – Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 25 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Hasper dengan PUH 25 Tahun No t L lt I2 I2t Log t 1 5 749.25 3746.27 561380.83 2806904.14 0.70 2 10 461.69 4616.93 213160.40 2131604.02 1.00 3 20 270.65 5412.95 73250.18 1465003.67 1.30 4 40 146.81 5872.51 21553.96 862158.46 1.60 5 60 98.69 5921.27 9739.29 584357.56 1.78 6 80 82.21 6576.43 6757.73 540618.22 1.90 7 120 62.60 7511.79 3918.54 470225.23 2.08 8 240 37.54 9008.52 1408.91 338139.49 2.38 Jumlah 1909.43 48666.68 891169.85 9199010.78 12.74 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 25 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 7408.054417 5.550209662 I = 7408.05/(t+5.55)

Log l 2.87 2.66 2.43 2.17 1.99 1.91 1.80 1.57 17.42

Log t * Log l 2.01 2.66 3.16 3.47 3.55 3.64 3.74 3.75 25.98

Sherman 2752.960626 0.7926 I =2752.96/(t0.7926)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 1675.38 1460.00 1210.37 928.52 764.43 735.27 685.73 581.50 8041.21

Ishiguro 635.3544731 -1.549345711 I = 635.35/(t0.5-1.55)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper – Weduwen PUH 25 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper PUH 25 Tahun Dengan Tetapan Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 749.25 702.18 47.07 768.77 19.52 926.07 176.82 2 10 461.69 476.40 14.71 443.81 17.88 394.07 67.62 3 20 270.65 289.94 19.30 256.21 14.43 217.43 53.22 4 40 146.81 162.64 15.82 147.91 1.10 133.07 13.74 5 60 98.69 113.01 14.33 107.26 8.57 102.54 3.85 6 80 82.21 86.59 4.39 85.39 3.19 85.92 3.72 7 120 62.60 59.00 3.59 61.92 0.68 67.56 4.96 8 240 37.54 30.17 7.37 35.75 1.79 45.57 8.04 1909.43 1919.95 126.57 1907.03 67.15 1972.24 331.98 Jumlah 238.68 239.99 15.82 238.38 8.39 246.53 41.50 Rata-rata

(I2)*(t0.5) 1255285.69 674072.38 327584.78 136319.22 75440.24 60442.95 42925.49 21826.81 2593897.56

Uji kecocokan intensitas hujan metode Hasper – Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 50 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Hasper dengan PUH 50 Tahun No t L lt I2 I2t Log t 1 5 781.79 3908.97 611202.22 3056011.09 0.70 2 10 492.67 4926.71 242724.44 2427244.45 1.00 3 20 295.61 5912.14 87383.63 1747672.53 1.30 4 40 163.47 6538.84 26722.75 1068910.01 1.60 5 60 110.82 6649.02 12280.40 736824.07 1.78 6 80 92.31 7384.70 8520.91 681672.57 1.90 7 120 70.29 8435.02 4940.94 592913.12 2.08 8 240 42.15 10115.70 1776.52 426364.49 2.38 Jumlah 2049.11 53871.10 995551.81 10737612.33 12.74 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 50 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 8399.518732 6.502846857 I = 8399.52/(t+6.5)

Log l 2.89 2.69 2.47 2.21 2.04 1.97 1.85 1.62 17.75

Log t * Log l 2.02 2.69 3.21 3.55 3.64 3.74 3.84 3.87 26.56

Sherman 2812.418849 0.7723 I =2812.42/(t0.7723)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 1748.15 1557.96 1322.00 1033.88 858.38 825.63 770.01 652.97 8768.98

Ishiguro 714.6790147 -1.489205421 I = 714.68/(t0.5-1.49)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper – Weduwen PUH 50 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper PUH 50 Tahun Dengan Tetapan Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 781.79 730.39 51.40 811.46 29.66 957.93 176.13 2 10 492.67 509.06 16.39 475.09 17.58 427.37 65.30 3 20 295.61 316.96 21.36 278.16 17.45 239.65 55.95 4 40 163.47 180.63 17.16 162.86 0.61 147.83 15.64 5 60 110.82 126.31 15.49 119.07 8.26 114.24 3.42 6 80 92.31 97.10 4.80 95.35 3.04 95.88 3.57 7 120 70.29 66.40 3.89 69.72 0.58 75.51 5.22 8 240 42.15 34.08 8.07 40.82 1.33 51.04 8.89 2049.11 2060.94 138.57 2052.53 78.51 2109.45 334.14 Jumlah 256.14 257.62 17.32 256.57 9.81 263.68 41.77 Rata-rata

(I2)*(t0.5) 1366689.71 767562.09 390791.46 169009.51 95123.58 76213.31 54125.31 27521.71 2947036.68

Uji kecocokan intensitas hujan metode Hasper – Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 100 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Hasper dengan PUH 100 Tahun No t L lt I2 I 2t Log t 1 5 809.83 4049.14 655821.74 3279108.68 0.70 2 10 520.51 5205.07 270927.94 2709279.40 1.00 3 20 319.06 6381.20 101799.40 2035988.04 1.30 4 40 179.73 7189.01 32301.18 1292047.03 1.60 5 60 122.85 7371.11 15092.57 905554.18 1.78 6 80 102.33 8186.69 10472.16 837773.18 1.90 7 120 77.93 9351.07 6072.40 728688.13 2.08 8 240 46.73 11214.28 2183.34 524000.46 2.38 Jumlah 2178.96 58947.58 1094670.72 12312439.10 12.74 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 100 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 9402.628319 7.468451853 I = 9402.63/(t+7.47)

Log l 2.91 2.72 2.50 2.25 2.09 2.01 1.89 1.67 18.04

Log t * Log l 2.03 2.72 3.26 3.61 3.72 3.83 3.93 3.97 27.07

Sherman 2884.031503 0.7534 I =2884.03/(t0.7534)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 1810.83 1645.99 1426.88 1136.68 951.61 915.30 853.63 723.88 9464.80

Ishiguro 794.1250725 -1.428113134 I = 794.13/(t0.5-1.43)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper – Weduwen PUH 100 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Hasper PUH 50 Tahun Dengan Tetapan Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 809.83 754.02 55.81 857.82 47.99 985.19 175.36 2 10 520.51 538.22 17.71 508.86 11.65 458.43 62.08 3 20 319.06 342.29 23.23 301.86 17.20 261.04 58.02 4 40 179.73 198.08 18.35 179.06 0.66 162.25 17.48 5 60 122.85 139.36 16.51 131.93 9.08 125.73 2.88 6 80 102.33 107.50 5.16 106.22 3.89 105.68 3.35 7 120 77.93 73.76 4.16 78.26 0.34 83.38 5.45 8 240 46.73 38.00 8.73 46.42 0.30 56.47 9.75 2178.96 2191.21 149.66 2210.44 91.10 2238.18 334.36 Jumlah 272.37 273.90 18.71 276.30 11.39 279.77 41.80 Rata-rata

(I2)*(t0.5) 1466461.98 856749.37 455260.77 204290.57 116906.54 93665.89 66519.82 33824.08 3293679.03

Uji kecocokan intensitas hujan metode Van Breen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 2 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Metode Van Breen dengan Rumus Talbot, Sherman, dan Ishiguro dengan PUH 2 Tahun No t L lt I2 I 2t Log t Log l Log t * Log l (log t)2 1 5 148.97 744.87 22193.34 110966.69 0.70 2.17 1.52 0.49 2 10 130.13 1301.25 16932.64 169326.37 1.00 2.11 2.11 1.00 3 20 103.85 2076.94 10784.23 215684.64 1.30 2.02 2.62 1.69 4 40 73.97 2958.84 5471.70 218867.80 1.60 1.87 2.99 2.57 5 60 57.44 3446.67 3299.87 197991.93 1.78 1.76 3.13 3.16 6 80 46.95 3756.32 2204.68 176374.71 1.90 1.67 3.18 3.62 7 120 34.39 4127.12 1182.85 141942.37 2.08 1.54 3.19 4.32 8 240 19.08 4579.13 364.03 87368.32 2.38 1.28 3.05 5.67 Jumlah 614.79 22991.14 62433.34 1318522.83 12.74 14.42 21.80 22.52 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 2 tahun. Variabel A B N Persamaan

Talbot 5142.324276 29.5182 I =5142.32/(t+29.52)

Sherman 426.58 0.52498 I =426.58/(t0.52)

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 333.12 411.49 464.42 467.83 444.96 419.97 376.75 295.58 3214.13

Ishiguro 387.1832704 -0.189758663 I = 387.18/(t0.5+0.19)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 2 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 2 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 148.97 148.97 0.01 183.25 34.28 159.59 10.62 2 10 130.13 130.12 0.01 127.36 2.77 115.50 14.63 3 20 103.85 103.84 0.00 88.51 15.34 83.05 20.80 4 40 73.97 73.97 0.00 61.51 12.46 59.43 14.54 5 60 57.44 57.44 0.00 49.72 7.73 48.79 8.66 6 80 46.95 46.95 0.00 42.75 4.21 42.39 4.57 7 120 34.39 34.39 0.00 34.55 0.16 34.74 0.35 8 240 19.08 19.08 0.00 24.01 4.93 24.69 5.61 Jumlah 614.79 614.77 0.02 611.66 81.87 568.18 79.76 Rata-rata 76.85 76.85 0.00 76.46 10.23 71.02 9.97

(I2)*(t0.5) 49625.81 53545.70 48228.55 34606.04 25560.65 19719.29 12957.51 5639.60 249883.15

Uji kecocokan ntensitas hujan metode Van Breen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 5 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Metode Van Breen dengan Rumus Talbot, Sherman, dan Ishiguro dengan PUH 5 Tahun No t L lt I2 I2t Log t Log l Log t * Log l (log t)2 1 5 155.3128 776.56 24122.06 120610.29 0.70 2.19 1.53 0.48856 2 10 140.1112 1401.11 19631.14 196311.38 1.00 2.15 2.15 1 3 20 117.1738 2343.48 13729.70 274594.07 1.30 2.07 2.69 1.69268 4 40 88.27209 3530.88 7791.96 311678.48 1.60 1.95 3.12 2.5666 5 60 70.80705 4248.42 5013.64 300818.26 1.78 1.85 3.29 3.16182 6 80 59.11155 4728.92 3494.18 279534.03 1.90 1.77 3.37 3.62175 7 120 44.43314 5331.98 1974.30 236916.43 2.08 1.65 3.43 4.32299 8 240 25.46382 6111.32 648.41 155617.50 2.38 1.41 3.35 5.66541 Jumlah 700.69 28472.68 76405.39 1876080.44 12.74 15.03 22.92 22.5198 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 5 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 7157.480646 41.0843

Sherman 404.2034

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 347.29 443.07 524.02 558.28 548.47 528.71 486.74 394.48 3831.06

Ishiguro 520.1605105 0.471283607

0.4571 I =7157.48/(t+41.08)

I =404.2034/(t0.4571)

I =520.16/(t0.5-0.47)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 5 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 5 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 155.31 155.33 0.01 193.70 38.39 192.22 36.91 2 10 140.11 140.12 0.01 141.10 0.99 143.20 3.09 3 20 117.17 117.18 0.01 102.78 14.39 105.25 11.92 4 5 6 7 8

40 60 80 120 240 Jumlah Rata-rata

88.27 70.81 59.11 44.43 25.46 700.69 87.59

88.28 70.81 59.11 44.43 25.46 700.73 87.59

0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.05 0.01

74.87 62.21 54.54 45.31 33.01 707.53 88.44

13.40 8.60 4.57 0.88 7.55 88.76 11.10

76.56 63.31 55.25 45.53 32.59 713.91 89.24

11.72 7.50 3.86 1.10 7.12 83.22 10.40

(I2)*(t0.5) 53938.56 62079.11 61401.10 49280.69 38835.47 31252.85 21627.41 10045.07 328460.27

Uji kecocokan intensitas hujan metode Van Breen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 10 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Metode Van Breen dengan Rumus Talbot, Sherman, dan Ishiguro dengan PUH 10 Tahun No t L lt I2 I2t Log t Log l Log t * Log l (log t)2 1 5 158.0094 790.05 24966.98 124834.88 0.70 2.20 1.54 0.48856 2 10 144.5598 1445.60 20897.54 208975.40 1.00 2.16 2.16 1 3 20 123.5303 2470.61 15259.73 305194.55 1.30 2.09 2.72 1.69268 4 40 95.68973 3827.59 9156.53 366261.00 1.60 1.98 3.17 2.5666 5 60 78.09021 4685.41 6098.08 365884.89 1.78 1.89 3.37 3.16182 6 80 65.95888 5276.71 4350.57 348045.86 1.90 1.82 3.46 3.62175 7 120 50.32337 6038.80 2532.44 303893.02 2.08 1.70 3.54 4.32299 8 240 29.40913 7058.19 864.90 207575.31 2.38 1.47 3.50 5.66541 Jumlah 745.57 31592.96 84126.76 2230664.90 12.74 15.31 23.45 22.5198 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 10 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot

Sherman

Ishiguro

8491.631342 48.7413

386.3670

605.5966385 0.905304074

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 353.32 457.14 552.44 605.20 604.88 589.95 551.26 455.60 4169.80

0.4224 I =8491.63/(t+48.74)

I = 386.3670/(t^0.4224)

I =605.6/(t0.5+0.91)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 10 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 10 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 158.009414 158.01 0.00 195.77 37.76 192.49 34.48 2 10 144.559813 144.56 0.00 146.08 1.52 148.71 4.15 3 20 123.53027 123.53 0.00 109.00 14.53 112.52 11.01 4 40 95.6897334 95.69 0.00 81.34 14.35 83.71 11.98 5 60 78.0902136 78.09 0.00 68.53 9.56 69.96 8.13 6 80 65.9588752 65.96 0.00 60.69 5.27 61.46 4.50 7 120 50.3233728 50.32 0.00 51.14 0.82 51.04 0.72 8 240 29.4091332 29.41 0.00 38.16 8.75 36.92 7.51 Jumlah 745.57 745.58 0.01 750.72 92.55 756.82 82.49 Rata-rata 93.20 93.20 0.00 93.84 11.57 94.60 10.31

(I2)*(t0.5) 55827.85 66083.82 68243.58 57910.95 47235.54 38912.71 27741.51 13398.93 375354.89

Uji kecocokan intensitas hujan metode Van Breen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 25 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Metode Van Breen dengan Rumus Talbot, Sherman, dan Ishiguro dengan PUH 25 Tahun No t L lt I2 I2t Log t Log l Log t * Log l (log t)2 1 5 188.44 942.20 35509.63 177548.17 0.70 2.28 1.59 0.48856 2 10 160.4869 1604.87 25756.04 257560.38 1.00 2.21 2.21 1 3 20 148.7582 2975.16 22129.00 442579.99 1.30 2.17 2.83 1.69268 4 40 129.7879 5191.52 16844.90 673795.97 1.60 2.11 3.39 2.5666 5 60 103.4126 6204.76 10694.17 641650.48 1.78 2.01 3.58 3.16182 6 80 85.94671 6875.74 7386.84 590946.95 1.90 1.93 3.68 3.62175 7 120 73.52814 8823.38 5406.39 648766.43 2.08 1.87 3.88 4.32299 8 240 57.04352 13690.45 3253.96 780951.24 2.38 1.76 4.18 5.66541 Jumlah 947.404 46308.07 126980.93 4213799.60 12.74 16.34 25.33 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 421.36 507.50 665.27 820.85 801.03 768.73 805.46 883.71 5673.92

Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 25 tahun. Variabel

Talbot

Sherman

Ishiguro

a

15963.64689

345.0640

1086.095197

b

85.92016799

n Persamaan

I =15963.65/(t-85.92)

3.182210371 0.3112 I =345.060/(t0.3112)

I =1086.1/(t0.5+3.18)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 25 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 25 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 188.44 175.58 12.86 209.11 20.67 200.53 12.09 2 10 160.49 166.43 5.94 168.54 8.05 171.25 10.76 3 20 148.76 150.71 1.96 135.84 12.92 141.93 6.82 4 40 129.79 126.78 3.01 109.48 20.31 114.27 15.52 5 60 103.41 109.40 5.99 96.50 6.91 99.41 4.01 6 80 85.95 96.21 10.27 88.24 2.29 89.58 3.63 7 120 73.53 77.52 4.00 77.78 4.25 76.84 3.31 8 240 57.04 48.98 8.06 62.69 5.64 58.17 1.12 Jumlah 947.40 951.61 52.08 948.18 81.05 951.98 57.27 Rata-rata 118.43 118.95 6.51 118.52 10.13 119.00 7.16

(I2)*(t0.5) 79401.95 81447.74 98963.90 106536.50 82836.72 66069.88 59224.00 50410.19 624890.87

Uji kecocokan intensitas hujan metode Van Breen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 50 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Metode Van Breen dengan Rumus Talbot, Sherman, dan Ishiguro dengan PUH 50 Tahun No t L lt I2 I2t Log t Log l Log t * Log l (log t)2 1 5 211.6 1058.00 44774.56 223872.80 0.70 2.33 1.63 0.48856 2 10 161.8873 1618.87 26207.49 262074.89 1.00 2.21 2.21 1 3 20 151.1799 3023.60 22855.36 457107.10 1.30 2.18 2.84 1.69268 4 40 133.5179 5340.71 17827.02 713080.66 1.60 2.13 3.41 2.5666 5 60 108.2294 6493.77 11713.61 702816.46 1.78 2.03 3.62 3.16182 6 80 90.99489 7279.59 8280.07 662405.57 1.90 1.96 3.73 3.62175 7 120 78.49525 9419.43 6161.50 739380.45 2.08 1.89 3.94 4.32299 8 240 61.5778 14778.67 3791.83 910038.20 2.38 1.79 4.26 5.66541 Jumlah 997.4824 49012.64 141611.43 4670776.14 12.74 16.52 25.62 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 473.15 511.93 676.10 844.44 838.34 813.88 859.87 953.96 5971.68

Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 50 tahun. Variabel

Talbot

Sherman

Ishiguro

a

16543.84813

361.99

1148.539657

b n

83.54848706

Persamaan

3.224757465 0.3102

I =16543.85/(t+83.55)

I =361.99/(t0.3102)

I =1148.54/(t0.5+3.22)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 50 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 50 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 211.60 186.83 24.77 219.72 8.12 210.51 1.09 2 10 161.89 176.85 14.96 177.21 15.33 179.96 18.07 3 20 151.18 159.77 8.59 142.93 8.25 149.31 1.87 4 40 133.52 133.90 0.39 115.28 18.24 120.33 13.18 5 60 108.23 115.25 7.02 101.65 6.58 104.74 3.49 6 80 90.99 101.15 10.16 92.97 1.98 94.42 3.42 7 120 78.50 81.28 2.78 81.99 3.49 81.03 2.53 8 240 61.58 51.13 10.45 66.12 4.55 61.38 0.20 Jumlah 997.48 1006.16 79.11 997.87 66.54 1001.68 43.86 Rata-rata 124.69 125.77 9.89 124.73 8.32 125.21 5.48

(I2)*(t0.5) 100118.96 82875.36 102212.26 112747.95 90733.21 74059.19 67495.89 58742.71 688985.54

Uji kecocokan intensitas hujan metode Van Breen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 100 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Metode Van Breen dengan Rumus Talbot, Sherman, dan Ishiguro dengan PUH 100 Tahun No t l lt I2 I2t Log t Log l Log t * Log l (log t)2 1 5 234.58 1172.90 55027.78 275138.88 0.70 2.37 1.66 0.48856 2 10 163.0217 1630.22 26576.08 265760.85 1.00 2.21 2.21 1 3 20 174.2306 3484.61 30356.31 607126.23 1.30 2.24 2.92 1.69268 4 40 136.6484 5465.94 18672.80 746911.89 1.60 2.14 3.42 2.5666 5 60 112.4028 6744.17 12634.38 758062.80 1.78 2.05 3.65 3.16182 6 80 95.4644 7637.15 9113.45 729076.17 1.90 1.98 3.77 3.62175 7 120 82.9625 9955.50 6882.78 825933.16 2.08 1.92 3.99 4.32299 8 240 65.7432 15778.37 4322.17 1037320.40 2.38 1.82 4.33 5.66541 Jumlah 1065.054 51868.85 163585.75 5245330.37 12.74 16.73 25.94 22.5198 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 100 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 16624.61776 76.17277118 I =16624.62/(t-76.17)

Sherman 398.1 0.3175 I =398.1/(t0.3175)

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 524.54 515.52 779.18 864.24 870.67 853.86 908.81 1018.49 6335.31

Ishiguro 1163.049839 2.787740006 I =1163.05/(t0.5+2.79)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 100 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Van Breen PUH 100 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 234.58 204.81 29.77 238.82 4.24 231.40 3.18 2 10 163.021731 192.93 29.91 191.64 28.62 195.40 32.37 3 20 174.230627 172.87 1.36 153.79 20.45 160.15 14.08 4 40 136.648444 143.11 6.46 123.41 13.24 127.60 9.04 5 60 112.402758 122.09 9.68 108.50 3.90 110.39 2.01 6 80 95.4644022 106.45 10.99 99.03 3.56 99.12 3.65 7 120 82.9624997 84.75 1.78 87.07 4.10 84.62 1.66 8 240 65.7432 52.58 13.16 69.87 4.12 63.62 2.13 Jumlah 1065.05 1079.58 103.11 1072.12 82.24 1072.30 68.12 Rata-rata 133.131708 134.94751 12.8890974 134.014567 10.2803664 134.037099 8.51521167

(I2)*(t0.5) 123045.85 84040.96 135757.55 118097.14 97865.49 81513.19 75397.04 66958.74 782675.96

Uji kecocokan intensitas hujan metode Bell Tanimoto dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 2 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Bell Tanimoto dengan PUH 2 Tahun No t l lt I2 I2t Log t Log l 1 5 79.03551 395.18 6246.61 31233.06 0.70 1.90 2 10 59.15305 591.53 3499.08 34990.83 1.00 1.77 3 20 41.25174 825.03 1701.71 34034.12 1.30 1.62 4 40 27.56799 1102.72 759.99 30399.77 1.60 1.44 5 60 21.48188 1288.91 461.47 27688.26 1.78 1.33 6 80 17.91181 1432.94 320.83 25666.63 1.90 1.25 7 120 13.78639 1654.37 190.06 22807.74 2.08 1.14 8 240 8.704029 2088.97 75.76 18182.43 2.38 0.94 Jumlah 268.89 9379.65 13255.52 225002.84 12.74 11.39 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 2 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 1891.779464 21.40106063 I =1891.78/(t+21.4)

Sherman 217.58 0.57373 I =217.58/(t0.57373)

Log t * Log l 1.33 1.77 2.10 2.31 2.37 2.38 2.37 2.24 16.87

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 176.73 187.06 184.48 174.36 166.40 160.21 151.02 134.84 1335.10

Ishiguro 148.7566766 -0.539408861 I =148.76/(t0.5-0.54)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 2 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 2 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 148.97 71.66 77.32 86.42 62.55 87.71 61.27 2 10 130.13 60.25 69.88 58.07 72.06 56.73 73.40 3 20 103.85 45.70 58.15 39.01 64.83 37.83 66.02 4 40 73.97 30.81 43.16 26.21 47.76 25.72 48.25 5 60 57.44 23.24 34.20 20.77 36.67 20.64 36.80 6 80 46.95 18.66 28.30 17.61 29.34 17.70 29.25 7 120 34.39 13.38 21.01 13.96 20.44 14.28 20.11 8 240 19.08 7.24 11.84 9.38 9.70 9.95 9.13 Jumlah 614.78866 270.925203 343.863456 271.433194 343.355466 270.564408 344.224251 Rata-rata 76.8485825 33.8656504 42.9829321 33.9291492 42.9194332 33.820551 43.0280314

(I2)*(t0.5) 13967.85 11065.07 7610.26 4806.63 3574.54 2869.62 2082.05 1173.67 47149.69

Uji kecocokan ntensitas hujan metode Bell Tanimoto dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 5 tahun Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Bell Tanimoto dengan PUH 5 Tahun No t l lt I2 I2t Log t Log l 1 5 141.9108 709.55 20138.66 100693.31 0.70 2.15 2 10 106.2112 1062.11 11280.81 112808.11 1.00 2.03 3 20 74.0688 1481.38 5486.19 109723.73 1.30 1.87 4 40 49.4992 1979.97 2450.17 98006.83 1.60 1.69 5 60 38.57139 2314.28 1487.75 89265.12 1.78 1.59 6 80 32.16122 2572.90 1034.34 82747.50 1.90 1.51 7 120 24.75389 2970.47 612.76 73530.64 2.08 1.39 8 240 15.62836 3750.81 244.25 58618.94 2.38 1.19 Jumlah 482.80 16841.46 42734.93 725394.18 12.74 13.42 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 5 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 3396.749681 21.40106063 I = 3396.75/(t+21.4)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

Log t * Log l 1.50 2.03 2.43 2.71 2.82 2.87 2.90 2.84 20.11

Sherman 390.6609 0.5737 I =390.6609/(t0.5737)

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 317.32 335.87 331.25 313.06 298.77 287.66 271.17 242.11 2397.21

Ishiguro 267.0973035 -0.539408861 I =267.1/(t0.5-0.54)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 5 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 5 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 155.31 128.66 26.65 155.17 0.15 157.48 2.17 2 10 140.11 108.18 31.93 104.26 35.86 101.86 38.25 3 20 117.17 82.05 35.13 70.05 47.13 67.93 49.25 4 40 88.27 55.32 32.95 47.07 41.21 46.17 42.10 5 6 7 8

60 80 120 240 Jumlah Rata-rata

70.81 59.11 44.43 25.46 700.69 87.59

41.73 33.50 24.02 12.99 486.45 60.81

29.08 25.61 20.41 12.47 214.23 26.78

37.30 31.62 25.06 16.84 487.35 60.92

33.51 27.49 19.37 8.63 213.33 26.67

37.07 31.78 25.65 17.86 485.80 60.73

33.74 27.33 18.79 7.60 219.22 27.40

(I2)*(t0.5) 45031.42 35673.06 24534.97 15496.24 11524.08 9251.45 6712.40 3783.84 152007.45

Uji kecocokan intensitas hujan metode Bell Tanimoto dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 10 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Bell Tanimoto dengan PUH 10 Tahun No t l lt I2 I 2t Log t Log l 1 5 196.2268 981.13 38504.94 192524.71 0.70 2.29 2 10 146.8632 1468.63 21568.81 215688.09 1.00 2.17 3 20 102.4185 2048.37 10489.54 209790.79 1.30 2.01 4 40 68.4449 2737.80 4684.70 187388.18 1.60 1.84 5 60 53.3345 3200.07 2844.57 170674.11 1.78 1.73 6 80 44.47085 3557.67 1977.66 158212.48 1.90 1.65 7 120 34.22839 4107.41 1171.58 140589.92 2.08 1.53 8 240 21.61008 5186.42 467.00 112078.90 2.38 1.33 Jumlah 667.60 23287.49 81708.80 1386947.18 12.74 14.55 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 10 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 4696.84761 21.40106063 I =4696.85/(t+21.4)

Log t * Log l 1.60 2.17 2.62 2.94 3.07 3.14 3.19 3.18 21.90

Sherman 540.2565 0.5737 I =540.2565/(t^0.5737)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 438.78 464.42 458.03 432.88 413.13 397.76 374.95 334.78 3314.73

Ishiguro 369.3281664 -0.539408861 I =369.33/(t0.5-0.54)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 10 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 10 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 158.009414 177.91 19.90 214.59 56.58 217.76 59.75 2 10 144.559813 149.58 5.02 144.18 0.38 140.84 3.72 3 20 123.53027 113.45 10.08 96.87 26.66 93.93 29.60 4 40 95.6897334 76.50 19.19 65.09 30.60 63.85 31.84 5 60 78.0902136 57.70 20.39 51.58 26.51 51.25 26.84 6 80 65.9588752 46.32 19.64 43.73 22.23 43.95 22.01 7 120 50.3233728 33.22 17.11 34.66 15.67 35.46 14.86 8 240 29.4091332 17.97 11.44 23.28 6.12 24.70 4.71 Jumlah 745.57 672.64 122.77 673.98 184.75 671.74 193.33 Rata-rata 93.1963532 84.080538 15.3465571 84.2469133 23.0935276 83.9670887 24.1660615

(I2)*(t0.5) 86099.67 68206.56 46910.65 29628.67 22033.93 17688.69 12834.04 7234.66 290636.88

Uji kecocokan ntensitas hujan metode Bell Tanimoto dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 25 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Bell Tanimoto dengan PUH 25 Tahun No t l lt I2 I2t Log t Log l 1 5 279.8781 1399.39 78331.75 391658.76 0.70 2.45 2 10 209.4709 2094.71 43878.07 438780.73 1.00 2.32 3 20 146.0794 2921.59 21339.18 426783.66 1.30 2.16 4 40 97.62292 3904.92 9530.23 381209.38 1.60 1.99 5 60 76.07096 4564.26 5786.79 347207.43 1.78 1.88 6 80 63.42874 5074.30 4023.20 321856.38 1.90 1.80 7 120 48.81993 5858.39 2383.39 286006.27 2.08 1.69 8 240 30.82244 7397.39 950.02 228005.45 2.38 1.49 Jumlah 952.1934 33214.94 166222.65 2821508.06 12.74 15.78 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 25 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 6699.110743 21.40106063 I =6699.11/(t-21.4)

Sherman 770.5485 0.5737 I =770.5485/(t0.5737)

Log t * Log l 1.71 2.32 2.82 3.19 3.35 3.43 3.51 3.54 23.86

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 625.83 662.41 653.29 617.42 589.24 567.32 534.80 477.50 4727.80

Ishiguro 526.7725276 -0.539408861 I =526.77/(t0.5-0.54)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 25 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 25 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro Selisih 3 1 5 188.44 253.75 65.31 306.06 117.62 310.58 122.14 2 10 160.486877 213.35 52.86 205.64 45.15 200.88 40.40 3 4 5 6 7 8

20 40 60 80 120 240 Jumlah Rata-rata

148.758192 129.787901 103.412642 85.9467098 73.5281366 57.0435227 947.40 118.43

161.81 109.11 82.30 66.07 47.38 25.63 959.39 119.92

13.06 20.68 21.11 19.88 26.15 31.42 250.47 31.31

138.17 92.83 73.57 62.37 49.43 33.21 961.27 120.16

10.59 36.96 29.85 23.57 24.10 23.83 311.67 38.96

133.97 91.06 73.10 62.68 50.58 35.23 958.09 119.76

14.79 38.72 30.31 23.27 22.95 21.81 314.39 39.30

(I2)*(t0.5) 175155.12 138754.65 95431.73 60274.50 44824.29 35984.64 26108.68 14717.69 591251.29

Uji kecocokan ntensitas hujan metode Bell Tanimoto dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 50 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Bell Tanimoto dengan PUH 50 Tahun No t l lt I2 I2t Log t Log l 1 5 353.8716 1769.36 125225.11 626125.57 0.70 2.55 2 10 264.8504 2648.50 70145.71 701457.13 1.00 2.42 3 20 184.6995 3693.99 34113.90 682278.02 1.30 2.27 4 40 123.4322 4937.29 15235.52 609420.65 1.60 2.09 5 60 96.18241 5770.94 9251.06 555063.42 1.78 1.98 6 80 80.19788 6415.83 6431.70 514535.94 1.90 1.90 7 120 61.72683 7407.22 3810.20 457224.13 2.08 1.79 8 240 38.9712 9353.09 1518.75 364501.08 2.38 1.59 Jumlah 1203.932 41996.22 265731.95 4510605.92 12.74 16.60 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 50 tahun. Variabel a b n Persamaan

Talbot 8470.2056 21.40106063 I =8470.21/(t+21.4)

Log t * Log l 1.78 2.42 2.95 3.35 3.53 3.62 3.72 3.79 25.16

Sherman 974.18 0.5737 I =974.18/(t0.5737)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 791.28 837.53 826.00 780.65 745.03 717.31 676.18 603.74 5977.73

Ishiguro 666.039387 -0.539408861 I =666.04/(t0.5-0.54)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandngan Metode Bell Tanimoto PUH 50 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 50 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No 1 2 3 4

t 5 10 20 40

l 211.6 161.887273 151.179877 133.517851

Talbot 320.84 269.75 204.59 137.95

Selisih 1 109.24 107.86 53.41 4.43

Sherman 386.94 259.98 174.68 117.36

Selisih 2 175.34 98.09 23.50 16.15

Ishiguro 392.70 253.99 169.38 115.14

Selisih 3 181.10 92.11 18.20 18.38

5 60 6 80 7 120 8 240 Jumlah Rata-rata

108.229421 90.994888 78.4952468 61.5778032 997.48 124.69

104.06 83.53 59.90 32.40 1213.03 151.63

4.17 7.46 18.59 29.17 334.36 41.79

93.01 78.86 62.49 41.99 1215.30 151.91

15.22 12.14 16.00 19.59 376.04 47.00

92.43 79.25 63.95 44.55 1211.39 151.42

15.80 11.74 14.54 17.03 368.90 46.11

(I2)*(t0.5) 280011.87 221820.22 152562.00 96357.87 71658.38 57526.87 41738.66 23528.44 945204.30

Uji kecocokan ntensitas hujan metode Bell Tanimoto dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH 100 tahun. Tabel Perhitungan Harga Tetapan Untuk Metode Bell Tanimoto dengan PUH 100 Tahun I2t Log t Log l No t l lt I2 1 5 433.2752 2166.38 187727.38 938636.91 0.70 2.64 2 10 324.2789 3242.79 105156.79 1051567.91 1.00 2.51 3 20 226.1433 4522.87 51140.81 1022816.13 1.30 2.35 4 40 151.1286 6045.14 22839.86 913594.25 1.60 2.18 5 60 117.7643 7065.86 13868.44 832106.27 1.78 2.07 6 80 98.1931 7855.45 9641.88 771350.75 1.90 1.99 7 120 75.57742 9069.29 5711.95 685433.51 2.08 1.88 8 240 47.71576 11451.78 2276.79 546430.59 2.38 1.68 Jumlah 1474.077 51419.56 398363.90 6761936.34 12.74 17.30 Persamaan Intensitas Hujan untuk PUH 100 tahun. Variabel a b n Persamaan

Log t * Log l 1.84 2.51 3.06 3.49 3.68 3.79 3.91 4.00 26.28

Talbot 10370.79497 21.40106063

Sherman 1202.264435

I =10370.79/(t+21.4)

I =398.1/(t0.5737)

(log t)2 0.48856 1 1.69268 2.5666 3.16182 3.62175 4.32299 5.66541 22.5198

(t)0.5 2.24 3.16 4.47 6.32 7.75 8.94 10.95 15.49 59.33

(l)*(t0.5) 968.83 1025.46 1011.34 955.82 912.20 878.27 827.91 739.21 7319.04

Ishiguro 815.4888143 -0.54

0.5737 I =1163.05/(t0.5+2.79)

Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 100 Tahun dengan Tetapan Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Tabel Perhitungan Selisih Terkecil Perbandingan Metode Bell Tanimoto PUH 100 Tahun dengan Pola Talbot, Sherman dan Ishiguro No t l Talbot Selisih 1 Sherman Selisih 2 Ishiguro 1 5 234.58 392.83 158.25 477.53 242.95 480.81 2 10 163.021731 330.28 167.26 320.85 157.83 310.99 3 20 174.230627 250.50 76.27 215.57 41.34 207.39 4 40 136.648444 168.91 32.26 144.84 8.19 140.98 5 60 112.402758 127.41 15.00 114.78 2.38 113.17 6 80 95.4644022 102.28 6.81 97.32 1.85 97.03 7 120 82.9624997 73.34 9.62 77.12 5.84 78.30 8 240 65.7432 39.67 26.07 51.82 13.93 54.54 Jumlah 1065.05 1485.22 491.54 1499.83 474.31 1483.21 Rata-rata

133.131708

(I2)*(t0.5) 419771.19 332534.97 228708.64 144451.93 107424.46 86239.64 62571.23 35271.94 1416974.00

185.652427

61.4427295

187.478899

59.2891719

185.40146

Selisih 3 246.23 147.96 33.16 4.33 0.77 1.57 4.66 11.20 449.88 4

Mencari Delta Terkecil No.

PUH

1 2 3 4 5 6

2 5 10 25 50 100 Jumlah

Talbot 8.55 11.72 13.61 15.82 17.32 18.71 85.72

Hasper – Weduwen Sherman Ishiguro 7.23 34.74 6.16 38.89 6.34 40.61 8.39 41.50 9.81 41.77 11.39 41.80 49.33 239.30

Talbot 0.00 0.01 0.00 6.51 9.89 12.89 29.30

Van Breen Sherman 10.23 11.10 11.57 10.13 8.32 10.28 61.63

Ishiguro 9.97 10.40 10.31 7.16 5.48 8.52 51.84

Talbot 42.98 26.78 15.35 31.31 41.79 61.44 219.65

Bell Tanimoto Sherman Ishiguro 42.92 43.03 26.67 27.40 23.09 24.17 38.96 39.30 47.00 46.11 59.29 56.24 237.93 236.24

Dari Tabel di atas, delta terkecil diperoleh dari data intensitas hujan menurut metode Van Breen dengan menggunakan persamaan talbot.

Contoh Perhitungan menggunakan Metode Van Breen dengan PUH 2 Tahun

Tetapan dengan mengunakan PUH 2 Tahun Tetapan jenis I (Talbot) dengan persamaan I = a/(t+b)

(∑ I .t ).(∑ I ) − (∑ I t ).(∑ I ) n(∑ I ) − (∑ I ) 2

a

=

2

2

2

= (22991.14 × 62433.34) − (13185222.83 × 614.79)

(

8(62433.34) − 614.79

)

= 5142.324276

(∑ I )(∑ I .t ) − n(I .t ) n(∑ I ) − (∑ I ) 2

b

=

2

2

.83) = (614.79 × 22991.14) − 8(1318522 2

(

8(62433.34 ) − 614.79

)

= 29.5182 Sehingga persamaannya adalah; I = 5142.32/(t+29.52) Tetapan jenis Sherman, dengan persamaannya I = a/tn Log a =

=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − (log .t. log I )(log .t ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

(14.42 × 22.52) − (21.80 × 12.74) 2 8[22.52] − (12.74)

= 2.6388120 a

= anti log 2.6388120 = 426.58

n

=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − n(log .t. log I ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

=

(14.42 × 22.52) − 821.80 2 8[22.52] − (12.74)

= 0.52498 Sehingga persamaannya adalah; I = 426.58/(t0.52)

Tetapan jenis Ishiguro, dengan persamaannya I = a/(t0.5+b) =

(I .t )(I ) − (I .t )(I ) n(I ) − (I )

=

(3214.13 × 62433.34) − (249883.15 × 614.79) 2 8(62433.34) − (614.79)

0.5

a

2

2

2

0.5

2

= 387.1832704 b

=

=

(I )(I .t 0.5 ) − n(I 2 .t 0.5 ) 2 n(I 2 ) − (I ) (614.79 × 62433.34) − 8(249883.15) 2 8(62433.34) − (614.79)

= -1.776110874 Sehingga persamaannya adalah; I = 387.18/(t0.5-1.78)

Contoh Perhitungan menggunakan Metode Bell Tanimoto dengan PUH 2 Tahun

Tetapan dengan mengunakan PUH 2 Tahun Tetapan jenis I (Talbot) dengan persamaan I = a/(t+b)

(∑ I .t ).(∑ I ) − (∑ I t ).(∑ I ) n(∑ I ) − (∑ I ) 2

a

=

2

2

2

× 268.89 ) = (9379.65 ×13255.52) − (225002.84 2

(

8(13255.52 ) − 268.89

)

= 1891.779464

(∑ I )(∑ I .t ) − n(I .t ) n(∑ I ) − (∑ I ) 2

b

=

2

2

.84 ) = (268.89 ×13255.52) − 8(225002 2

(

8(13255.52 ) − 268.89

)

= 21.40106063 Sehingga persamaannya adalah; I = 1891.78/(t+21.40) Tetapan jenis Sherman, dengan persamaannya I = a/tn Log a =

=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − (log .t. log I )(log .t ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

(11.39 × 22.52) − (16.87 × 12.74) 2 8[22.52] − (12.74)

= 2.3376193 a

= anti log 2.3376193 = 217.58

n

=

(log .I ).[(Log.t )2 ] − n(log .t. log I ) 2 2 n[(log .t ) ] − (log t )

=

(11.39 × 22.52) − 8(16.87 ) 2 8[22.52] − (12.74)

= 0.57373 Sehingga persamaannya adalah; I = 217.58/(t0.57)

Tetapan jenis Ishiguro, dengan persamaannya I = a/(t0.5+b) =

(I .t )(I ) − (I .t )(I ) n(I ) − (I )

=

(1335.10 × 13255.52) − (47149.69 × 268.89) 2 8(13255.52) − (268.89)

0.5

a

2

2

2

0.5

2

= 148.7566766 b

=

=

(I )(I .t 0.5 ) − n(I 2 .t 0.5 ) 2 n(I 2 ) − (I ) (268.89 × 13255.52) − 8(47149.69) 2 8(13255.52 ) − (268.89)

= -0.539408861 Sehingga persamaannya adalah; I = 148.76/(t0.5-0.54)

Contoh Perhitungan Blok A - ID 53, Jalur B-G61



Tipe Daerah Aliran : Pemukiman dengan Luas = 8.4712 Ha Sehingga Luas Total = 8.4712 Ha



Menghitung C Gabungan dengan menggunakan persamaan (.....),

C=

C1 . A1 + C 2 . A2 + .... + Cn. An A1 + A2 + .... + An

Dimana :

C = Koefisien Pengaliran

→ C = 0.40 Daerah Pemukiman → C = 0.55 Daerah Persawahan

A = Luas DPS (Ha) Maka didapat ;

(0.40 × 8.4712) + (0.55 × 0) 8.4712 + 0 = 0.40

C=



Jenis Saluran dan PUH Didapat dari tabel (....) periode ulang hujan desain, dengan mencocokkan luas DPS. Didapat ; jalur B-G61 dengan luas DPS 8.4712 Ha, sehingga mempunyai jenis saluran sekunder, dengan PUH 10 tahun, dan R = 157.23



R = Tinggi hujan (mm/hari) Yang digunakan adalah R Metode Gumbel, dimana CHHM terbesar dihasilkan dari perhitungan dengan metode tersebut. Digunakan ; R = 157.23



Lda, Sd, Lo & So didapat dari pengukuran di Peta Dimana : Lda = Panjang saluran yang ditinjau (m)



→ Lda = 470 m

Sd = Slope saluran (m/m)

→ Sd = 0.0021 m/m

Lo = Panjang limpasan (m)

→ Lo = 300 m

So = Slope limpasan (m/m)

→ So = 0.0233

n = kekasaran permukaan, didapat dari tabel (....) n = 0.015 (permukaan diperkeras)



to = Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir pada permukaan tanah menuju saluran (menit) to =

6.33(n.Lo) 0.6 (C.Ie) 0.4 .So 0.3



untuk panjang aliran ± 300 m



untuk panjang aliran ± 1000 m

1

to =

108.n.Lo 3 So

1 5

1

didapat ;



to =

108 × 0.015 × 300 3 1 5

0.0233 = 22.995 menit

V asumsi Mengasumsikan kecepatan sebesar 1 m/s



td = Waktu pengaliran dalam saluran menuju titik tinjauan (menit) Lda 60.V 470 = 60 × 1 = 7.833 menit

td =



tc = Waktu konsentrasi (dari titik terjauh dalam DPS menuju suatu titik tinjauan) (menit)

tc = to + td = 22.995 + 7.833 = 30.828menit •

I = Intensitas Hujan I yang digunakan adalah Hasil perhitungan dengan metode Van Breen persamaan talbot PUH 10. a t +b 8491.631342 = = 106.720 mm / jam 30.828 + 48.7413

I=



Q = Debit puncak limpasan banjir (m3/det) Q=

100 × C .I . A 36



untuk daerah dengan luas ≤ 80 Ha

Q=

100 × Cs.C.I . A 36



untuk daerah dengan luas ≥ 80 Ha

Luas daerah 8.4712 Ha ≤ 80 Ha





Bentuk Saluran Trapesium Mencari nilai b, dimana: R = R=

y 1 ,Z = 2 3

A P

(b + zy ) y y = 2 b + (2 y 1 + z 2 ) 1 (b + y) y y 3 = 2 2 ⎛ 1 ⎞⎟ ⎜ b + 2 y 1+ ⎜ 3 ⎟⎠ ⎝ y by + 0.577 y 2 = 2 b + 2.309 y by + 2.309 y 2 = 2by + (2 × 0.577 y 2 ) by + 2.309 y 2 = 2by + 1.154 y 2 by − 2by = 1.154 y 2 − 2.309 y 2 − by = − 1.155 y 2 b = 1.155 y

Mencari nilai luas penampang: A = (b + zy ) y = (1.155 y +

1

y) y 3 = 1.155 y 2 + 0.577 y 2 = 1.732 y 2

⎛ 100 ⎞ × 0.4 × 106.720 × 8.4712 ⎟ ⎜ 36 ⎠ Q=⎝ 1000 = 1.004 m3 / det

Mencari nilai y atau h (kedalaman saluran): 2

1 ⎛ by + 0.577 y 2 ⎞ 3 2 ⎟⎟ .S .1.732 y 2 Q = ⎜⎜ n ⎝ b + 2.309 y ⎠ 1

1 ⎛ 1.155 y + 0.577 y = ⎜⎜ n ⎝ 1.155 y + 2.309 y 2

2

2 3

⎞ 12 ⎟⎟ .S .1.732 y 2 ⎠

2

1 ⎛ 1.732 y 2 ⎞ 3 12 ⎟ .S .1.732 y 2 = ⎜⎜ n ⎝ 3.464 y 2 ⎟⎠ 2

= = = =

1

1 0.5 y 3 .S 2 .1.732 y 2 n 2 2 1 1 0.5 3 y 3 .S 2 .1.732 y 2 n 8 1 1 3 0.630. y .S 2 .1.732 n 2 1 3 12 y S .1.091 n

3

⎛ ⎞8 ⎜ ⎟ Q ⎜ ⎟ y= 1 ⎜1 ⎟ ⎜ × S 2 × 1.091 ⎟ ⎝n ⎠

3

⎞8 ⎛ ⎟ ⎜ 1.141 ⎟ ⎜ = 1 ⎟ ⎜1 ⎜ × 0.0021 2 × 1.091 ⎟ ⎠ ⎝n = 0.636 m

Mencari nilai b, T (lebar permukaan), P (keliling penampang basah), R (jari-jari hidrolis):

b = 1.155 y = 1.155 × 0.636 = 0.735m T = 2y 1+ z2 ⎛ 1 ⎞ = 2 × 0.636 1 + ⎜⎜ ⎟⎟ ⎝ 3⎠ = 1.469m

2

P = b + 2y 1+ z2 = b +T = 0.735 + 1.469 = 2.204 m A = (b + zy ) y 1

= (0.735 +

× 0.636)0.636

3

= 0.701m 2 y 0.701 R= = = 0.318 2 2 Kecepatan Saluran: 2

1

1 3 2 .R .S n 2 1 1 3 = × 0.318 × 0.0021 2 0.015 = 1.433m 2 / det V = Q/ A Vkontrol =

= 1.004 / 0.701 = 1.433m 2 / det





Koefisien Ambang Bebas C = 0.14



(Q ≤ 0.6 m3/det)

C = 0.23



(0.6 < Q ≤ 8 m3/det)

Fb = Ambang bebas

fb = c. y = 0.23 × 0.636 = 0.383



Hf

Hf = Lda × Sd = 470 × 0.0021 = 1.9



Elevasi Dasar Saluran awal = E.muka tnh awal − h − fb = 53 − 0.636 − 0.383 = 51.981 Elevasi Dasar Saluran akhir = E.muka tnh akhir − h − fb = 52 − 0.636 − 0.383 = 50.981



Kedalaman awal = E.tnh awal − E.dasar sal awal = 53 − 51.981 = 1.019 Kedalaman akhir = E.tnh akhir − E.dasar sal akhir = 52 − 50.981 = 1.019



Elevasi Muka Air awal = E.dasar sal awal − h = 51.981 − 0.636 = 51.345 Elevasi Muka Air awal = E.dasar sal akhir − h = 50.981 − 0.636 = 50.345

Contoh Perhitungan : Untuk Gorong –gorong ID G61, Jalur ID B-G61



V sal

= 1.433 m/s

Slope Sal

= 0.0021 m

Q Sal

= 1.004 m3/s

V gor

= 1.5 m/s

Panjang Gor

=8 m

Menghitung Dimensi Gorong – gorong A = =

Q Vgorong 2 1.004m3 / s 1.5m / s

= 0.670 m 2 A = 2 h2 h2 = =

A 2 A = 2

0.670m 2 2

= 0.579 m

b = 2 h = 2 * 0.579 m = 1.157m •

Menghitung Kehilangan Energi Kehilangan Energi terdiri dari : Hf in

= 0.25 *

(Vsal − Vgrg ) 2 2* g

(1.433m / s − 1.5m / s) 2 = 0.25 * 2 * 9.81 = 0.0001 m

Hf out

= 0.5 *

(Vsal − Vgrg ) 2 2* g

(1.433m / s − 1.5m / s) 2 = 0.5 * 2 * 9.81 = 0.0203 m

Hf gesek

= Slope * Pjg gorong2 = 0.0021 * 8 = 0.0170 m

Hf Total

= Hf in

+ Hf out + Hf gesek

= 0.0001 m + 0.0203 m + 0.0170 m = 0.0374 m

Contoh Perhitungan BOQ Saluran Blok A Jalur ID 53, Jalur B-G61



Dasar-dasar perencanan Bill of quantity (BOQ) pada perencanaan ini meliputi pekerjaan penggalian dan

pembangunan saluran (konstruksi), perhitungan volume penggalian, volume bahan pembangunan baik saluran maupun bangunan pelengkap. SALURAN (Trapesium)

Diketahui:



Lda

= 470 m

Y

= 0.636 m

b

= 0.735 m

fb

= 0.383 m

Volume Galian Rumusan yang digunakan : -

Volume saluran trapesium : = (0.5(b + B)).( y + fb).Lda = (0.5(b + b + 2 zy )).( y + fb).Lda = (0.5(2b + 2 Zy )).( y + fb).Lda = (0.5(2.1,155 y + 2.0.577 y )).( y + fb).Lda = (1.732 y ).( y + fb).Lda

-

Volume Galian Saluran = V .batu kali + ((1.732 y ).( y + fb).Lda ) = 69.641m3 + ((1,732 × 0,636).(0,636 + 0,383).470) = 597,242 m3



Volume Batu Kali = 0,16 + (0,4.( y + fb)) + ((0,2.b).Lda ) = 0,16 + (0,4.(0,636 + 0,383)) + ((0,2.0,735).470) = 69.641 m3



Volume Semen = (0,25.(0,25.V .batu kali) = (0,25.(0,25 × 69,641) = 4,353 m3



Volume Pasir ⎛3 ⎞ = ⎜ .25%.V .batu kali ⎟ ⎝4 ⎠ ⎛3 ⎞ = ⎜ .25% × 69,641⎟ ⎝4 ⎠ = 13,058 m3

Contoh Perhitungan BOQ Gorong-gorong Blok A Jalur B-G61, ID G61 GORONG – GORONG (Persegi)

Pada perencanaan ini digunakan gorong-gorong yang terdiri dari campuran semen dan beton dikarenakan beban lalu lintas yang padat sehingga akan memberikan daya tekan yang besar kepada saluran drainase yang terletak dibawah jalan raya konstruksi. Diketahui :



Lebar jalan

=8m

h gorong

= 0.579 m

b gorong

= 1.157 m

Volume Galian Gorong-gorong -

Volume Galian Gorong-gorong = ((0.3 + 0.5 + b).(0.4 + h + 0.2 + 0.4 + 0.3).lebar jalan = (1 + b).(1,3.h).lebar jalan = (1 + 1,157).(1,3 × 0,579).8 = 12,982 m3



Volume Pasangan Batu Kali = (2.( A1 + A3 ). A3 ).lebar jalan ⎧ ⎛ ⎛ 0.3 + 0.5 ⎞ ⎫ ⎞ = ⎨2.⎜⎜ ⎜ ⎟.(h + 0,2) ⎟⎟ + (0,5 + 0,7) + (0,4 + h)⎬.lebar jalan 2 ⎠ ⎠ ⎩ ⎝⎝ ⎭ = ((0,8.h) + 0,86 + (0,4.b)).lebar jalan = ((0,8 × 0,579) + 0,86 + (0,4 × 1,157)).8 = 14,287 m3



Volume Beton

= (0,3 + 0,3 + b).0,4.lebar jalan = (0,6 + b).0,4.lebar jalan = (0,6 + 1,157).0,4 × 8 = 5,623 m3



Perbandingan Volume Bahan Yang Digunakan -

Rumusan untuk menghitung perbandingan spasi Semen : kerikil : pasir 1

-

:

2

: 3

Rumusan untuk menghitung Pasangan Batu Batu : Spesi Pasangan 6 : 4

-

Rumusan untuk menghitung perbandingan spasi pasangan Semen : kerikil : pasir 1



:

2

: 3

Volume Semen 1⎞ ⎛1 ⎛ ⎞ = ⎜ 0,6.V . pasangan batu kali. ⎟ + ⎜ .V .beton ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ 1⎞ ⎛1 ⎛ ⎞ = ⎜ 0,6 × 14,287 × ⎟ + ⎜ . × 5,623 ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ = 1,890 m3



Volume Kerikil 3⎞ ⎛ 2 ⎛ ⎞ = ⎜ ker ikil pasangan batu. ⎟ + ⎜ .V .beton ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ 3⎞ ⎛ 2 ⎛ ⎞ = ⎜ 0,6.V . pasangan batu . ⎟ + ⎜ .V .beton ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ 3⎞ ⎛ 2 ⎛ ⎞ = ⎜ 0,6 × 14,287 × ⎟ + ⎜ × 5,623 ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ = 4.732 m3



Volume Pasir = pasir pasangan batu-pasir beton 5⎞ ⎛ 3 ⎛ ⎞ = ⎜ 0,6.V . pasangan batu ⎟ + ⎜ .V .beton ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ 5⎞ ⎛ 3 ⎛ ⎞ = ⎜ 0,6. × 14,287 × ⎟ + ⎜ × 5,623 ⎟ 9⎠ ⎝6 ⎝ ⎠ = 7,574 m3

Contoh Rekapitulasi RAB I. PEKERJAAN PERSIAPAN 1. Uitzet dan Pasang Bouwplank Diketahui : Analisa = Taksir Volume =1 LS Harga Satuan = Rp. 500.000 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 1 x 500.000 2. Pembersihan Lokasi Diketahui : Analisa = Taksir Volume =1 LS Harga Satuan = Rp. 495.000 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 1 x 495.000 3. Administrasi dan Dokumentasi Diketahui : Analisa = Taksir Volume =1 LS Harga Satuan = Rp. 490.000 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 1 x 490.000 SUB JUMLAH

= Rp.

500.000,00

= Rp.

495.000,00

= Rp. = Rp.

490.000,00 + 1.485.000,00

II. PEKERJAAN SALURAN 1. Galian Tanah biasa Diketahui : Analisa = A.004 Volume =180504.064 m3 Harga Satuan = Rp. 19.821,00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 180504.064 x 19.821,00

= Rp.

3.577.771.049,48

2. Urugan Pasir Diketahui : Analisa = A.012 Volume =1977.455 m3 Harga Satuan = Rp. 11.925,00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 1977.455 x 11,925.00

= Rp.

23.581.151,77

3. Pasangan Batu Kali 1:3:10 Diketahui : Analisa = C.009 Volume =10546.427 m3 Harga Satuan = Rp. 269,290.00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 10546.427 x 269,290.00

= Rp.

2.840.047.345,45

4. Plesteran 1:3 Diketahui : Analisa = D.015 Volume = 92435.50m3 Harga Satuan = Rp. 17,327.00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 92435.50 x 17,327.00

= Rp.

5. Lis Sponengan Diketahui : Analisa = D.014 Volume = 92435.50m3 Harga Satuan = Rp. 2,859.50 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 92435.50 x 2,859.50 SUB JUMLAH

= Rp. 264.319.312,25 + = Rp. 8.307.348.767,46

1.601.629.908,50

III. PEKERJAAN GORONG-GORONG 1. Galian Tanah Biasa Diketahui : Analisa = A.005 Volume = 6580.602 m3 Harga Satuan = Rp. 19,821.00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 6580.602 x 19,821.00

= Rp.

130.434.112,00

2. Urugan Pasir Diketahui : Analisa = D.015 Volume = 1023.493m3 Harga Satuan = Rp. 11,925.00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 1023.493 x 11,925.00

= Rp.

12.205.154,00

3. Cor Beton Bertulang Diketahui : Analisa = B.002 Volume = 816.480 m3 Harga Satuan = Rp. 445,070.00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 816.480 x 445,070.00

= Rp.

363.390.622,00

4. Pasangan Batu Kali 1:3:10 Diketahui : Analisa = C.009 Volume = 1845.759m3 Harga Satuan = Rp. 521,615.00 Jumlah = Volume x Harga Satuan = 1845.759 x 521,615.00 SUB JUMLAH

= Rp. = Rp.

269.290,00 + 506.299.177,54

REKAPITULASI I. Pekerjaan Persiapan = II. Pekerjaan Saluran = III. Pekerjaaan Gorong-Gorong = Jumlah = PPN 10% = Jumlah Total = Dibulatkan =

1,485,000.00 8,307,348,767.46 506,299,177.54 + 8,815,132,945.00 881,513,294.50 9,696,646,239.50 9,696,646,000.00

Terbilang : Sembilan Milyar Enam Ratus Sembilan Puluh Enam Juta Seratus Dua Ribu Rupiah

Lengkung Intensitas Metode Hasper Weduwen

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Hasper Weduwen PUH 2 Tahunan 750.00 600.00 450.00 300.00 150.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Hasper Weduwen PUH 5 Tahunan 900.00 750.00 600.00 450.00 300.00 150.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

4.000

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Hasper Weduwen PUH 10 Tahunan 900.00 750.00 600.00 450.00 300.00 150.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Hasper Weduwen PUH 25 Tahunan 900.00 750.00 600.00 450.00 300.00 150.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

4.000

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Hasper Weduwen PUH 50 Tahunan 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 0.083 0.167 0.333

0.667 1.000

1.333 2.000 4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Hasper Weduwen PUH 100 Tahunan 1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 0.083 0.167 0.333

0.667 1.000

1.333 2.000 4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Lengkung Intensitas Metode Van Breen

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 2 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 5 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

4.000

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 10 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

4.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 25 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

4.000

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 50 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

4.000

Distribusi Hujan (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Lengkung Intensitas (mm/jam)

Lengkung Intensitas Van Breen PUH 100 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0.083

0.167

0.333

0.667

1.000

1.333

2.000

Distribusi Hujan (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

4.000

Lengkung Intensitas Metode Bell Tanimoto

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Bell Tanimoto PUH 2 Tahunan 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Bell Tanimoto PUH 5 Tahunan 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 1

2

3

4

5

6

7

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

8

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Bell Tanimoto PUH 10 Tahunan 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Bell Tanimoto PUH 25 Tahunan 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 1

2

3

4

5

6

7

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

8

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Bell Tanimoto PUH 50 Tahunan 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam)

Lengkung Intensitas Bell Tanimoto PUH 100 Tahunan 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00 1

2

3

4

5

6

7

Waktu Distribusi (jam) Talbot

Sherman

Ishiguro

8

Saluran Eksisting

Related Documents


More Documents from "Mahar Diansyah"