Id-ego-super Ego.docx

  • Uploaded by: Abimanyu Arminareka
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Id-ego-super Ego.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,025
  • Pages: 14
Penanganan masalah Psikologis Korban Bencana A. Bencana 1. Definisi Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Peraturan pemerintah no.21 th.2008). Bencana adalah segala kejadian yang menyebabkan kerugian, baik ekonomi, kerugian jiwa manuasia dan kerugian pelayanan kesehatan/jasa kesehatan dengan skala yang cukup besar sehingga memerlukan penanganan diluar penanganan normal yang memerlukan bantuan daerah Luar dari daerah dampak bencana.(WHO, 2008). Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu: a. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard). b. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari masyarakat. c. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka. 2.

Faktor-faktor penyebab bencana Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made dis aster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antaralain : a. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-madehazards) yang menurut United Nations International Strategy for DisasterReduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geologicalhazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi(biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunankualitas lingkungan (environmental degradation). b. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur sertaelemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana. c. Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat. Bencana terdiri dari berbagai bentuk. UU No. 24 tahun 2007 mengelompokan bencana ke dalam tiga kategori yaitu: a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention Commission (DPPC) mengelompokkan bencana berdasarkan jenis hazard, yang terdiri dari:

a.

b. 1)

2) 3)

Natural hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau sedikit memiliki kendali. Manusia dapat meminimalisir dampak hazard dengan mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah, prasyarat bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari beragam bentuk seperti dapat dilihat pada tabel berikut: Human made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Hazard ini mencakup: Technological hazard sebagai akibat kecelakaan industrial, prosedur yang berbahaya, dan kegagalan infrastruktur. Bentuk dari hazard ini adalah polusi air dan udara, paparan radioaktif, ledakan, dan sebagainya. Environmental degradation yang terjadi karena tindakan dan aktivitas manusia sehingga merusak sumber daya lingkungan dan keragaman hayati dan berakibat lebih jauh terganggunya ekosistem. Conflict adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada kelompok yang lain sehingga menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada komunitas yang lebih luas. 3.

Ancaman Bencana di Indonesia Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencanadari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang palingsering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari totalbencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen daritotal kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Meskipunfrekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi)hanya 6,4 persen, bencana ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yangbesar, terutama akibat gempa bumi yang diikuti tsunami di Provinsi NAD dan Sumuttanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi besar yang melanda Pulau Nias, Sumut pada tanggal 28 Maret 2005. 4.

Dampak Bencana Bencana mengakibatkan kerusakan di berbagai bidang.Menurut peraturan pemerintah no.21 th.2008 bencana dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dampak psikologis bencana secara umum pada masyarakat adalah kehilangan (loss), separation, stress, dan trauma yang mempengaruhi cara coping dan behavioral outcome. Ada kaitan yg sangat erat antara kejadian/event sosial dengan keadaan psikologis seseorang/kelompok dalam lingkup bencana, dimana bencana tidak saja berdampak pada 1 orang tapi juga seluruh komunitas (Viemilawati, 2009) B. Stress Pasca Trauma 1. Definisi Stress Stress adalah respon non-spesifik terhadap sesuatu yang menyenangkan atau berbahaya . Stress dapat timbul jika keinginan tidak terpenuhi. Lazarus (1976) mengungkapkan stres bisa terjadi pada individu terdapat tuntutan yang melampaui sumber daya yang dimiliki oleh individu untuk menyesuaikan diri. Hal ini berarti kondisi stres terjadi bila terdapat ketidakseimbangan atau kesenjangan antara tuntutan dan kemampuan. Sumber sress dapat berupa sesuatu yang kecil seperti yang biasa dialami atau dapat juga sesuatu yang besar seperti perceraian, pengalaman bencana dll.

Lazarus (1976) mengunkapkan stress tidak hanya tergantung pada kondisi eksternal tapi juga tergantung pada kerawanan konstitusional dari iindividu yang bersangkutan dan pada mekanisme pengolahan kognitif terhadap kondisi yang dihadapi . Stress akibat bencana tidak hanya dialami oleh individu yang mengalami bencana secara langsung , melainkan juga mereka yang berada di luar daerah bencana, khususnya mereka yang punya keluarga. 2. Respons reaksi psikologis Gejala adanya stress pasca trauma bisa terjadi bila seseorang : a. Mengalami kembali 1) Saat-saat ketika seseoranng tampak memainkan kembali peristiwa itu dalam benaknya 2) Gangguan-gangguan memori berulang atas peristiwa b. Mimpi buruk c. Pembangkitan 1) Perilaku tidak terarah dan tidak tenang 2) Marah atau berang 3) Gugup terhadap siapapun dan apapun yang berada di sekitarnya 4) Kaget dan cemas berlebihan bila mendengar suara yang keras d. Penghindaran 1) Menghindari pemikiran, perasaan atau tempat-tempat yang mengingatkan atas sebuah peristiwa 2) kaku e. Perilaku-perilaku lain : Sulit tidur, konsentrasi, menjauh, penarikan sosial. 3. Koping stress Dalam menghadapi stress tentu dibutuhkan koping, strategi, atau cara yang digunakan untuk berdamai dengan stresor (dalam Auerbach & Gramling, 1998). Koping harus segera dilakukan agar stress yang dialami tidak berkepanjangan tanpa penyelesaian. Folkman (dalam Resick, 2001) mengartikan koping sebagai perubahan pemikiran dan perilaku yang digunkaan oleh seseorang dalam menghadapi tekanan dari luar maupun dalam yang disebabkan oleh transaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang dinilai sebagai stresor. Koping ini nantinya akan terdiri dari upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi keberadaan stresor. Sheridan dan Radmacher (1992) telah mengklarifikasikan koping ke dalam dua jenis yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping adalah suatu penanganan stres dengan cara mengurangi atau memecahkan masalah yang menjadi sumber stres. Moos dan Billings (dalam Goldberger & Brezwitz, 1982) memberikan contoh problem-focused coping yaitu mencari info atau saran , berbicara dengan pasangan atau kerabat lainnya mengenai permasalahan yang dihadapi, atau dapat berupa permintaan jenis pertolongan yang spesifik seperti meminjam uang. Sedangkan emotion-focused coping adalah penanganan stres dengan mengendalikan respon emosi yang diakibatkan oleh stresor. Sebagai contoh adalah menunda untuk memikirkan masalah atau mencoba untuk tidak disulitkan dengan permasalahan. Emotion-focused coping mencoba menghilangkan perasaan yang tidak nyaman yang diakibatkan oleh stressor, bisa dengan cara melihat sisi positif dari satu hal, mencari hikmah dibalik kejadian atau bahkan tak jarang digunakan pengingkaran untuk menenangkan hati. Penghindaran

dan pengingkaran adalah cara yang umum digunakan dalam emotion-focused coping. Penghindaran mengacu pada pemindahan diri dari situasi yang menekan sedangkan pengingkaran meliputi melarikan diri dari stressor atau dapat juga penyangkalan bahwa hal tersebut tidak mungkin terjadi. Cara individu untuk menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik / energi, keyakinan, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial dan materi. Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting seperti keyakinan akan nasib yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan yang akan menurunkan kemampuan strategi koping individu. 4. Reaksi Psikologis Trauma setelah Benca Alam Gangguan psikologi dianggap masalah utama yang merupakan dampak peristiwa ekstrim seperti bencana sebagai kondisi yang abnormal yang mengakibatkan respon abnormal terhadap terjadinya bencana. Tanggapan manusia terhadap bencana alam berhubungan dengan cara orang berpikir, berperilaku dan berinteraksi dalam lingkungan (Guttman, 2000). Bencana yang tak terduga, terjadi tiba-tiba, dan kerusakan yang luas dipahami sebagai traumatis dan terkait dengan resiko tinggi gangguan psychological (Bolin, 1989; Thoits, 1983). Yang paling sering terjadi adalah kondisi kehidupan yang terganggu yang memerlukan periode panjang dalam pemulihan (Yates, 1992). Ada sedikit pertanyaan mengenai dampak potensial traumatis peristiwa bencana. Beberapa studi menunjukkan bahwa gejala stres pasca trauma dan tingkat PTSD meningkat pada kejadian bencana (Staab et al., 1999). Misalnya, orang yang menderita trauma akan mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan dalam bencana alam cenderung memiliki lebih banyak gejala Tergantung pada beratnya dampak bencana , tingkat PTSD telah ditemukan bervariasi dari sekitar 5 persen menjadi 22 persen (Green & Lindy, 1994) .Dalam beberapa tahun terakhir, meningkat kesadaran akan dampak psikologis peristiwa bencana, post trauma intervention telah menerima cukup perhatian. Model yang paling banyak digunakan intervensi ofpsychological adalah Mitchell Kritis Insiden Tekanan Debriefing (CSID) (Mitchell, 1983; Mitchell & Everly, 1996). Brifing digunakan sebagai intervensi pencegahan, dan memberikan asumsi bahwa memberikan dukungan dengan kesempatan untuk berbagi pengalaman mereka dalam lingkungan dan mendukung akan mengurangi perasaan kelainan, menormalkan perasaan distress dan perilaku, dan mengurangi morbiditas kronis dengan memfasilitasi coping responses lebih adaptif (Raphael & Wilson, 2000). Hal ini tidak berarti bahwa bencana tidak memiliki dampak psikososial yang signifikan. Hampir selalu menghasilkan aditif dan stressor interaktif yang dapat berkontribusi untuk gejala bahaya gangguan psychological yang muncul dalam beberapa minggu atau bulan setelah bencana. Namun, penting di sini untuk mengenal bahwa tekanan psikologis lebih sering mencerminkan kesulitan dan sulitnya selama pemulihan dan pembangunan kembali, daripada karakteristik dampak bencana. "Berurusan dengan badan-badan bantuan (terutama instansi pemerintah), kehilangan pekerjaan, status kehilangan di lingkungan, atau campuran sosiokultural berubah di masyarakat adalah semua pengalaman yang mungkin dapat terjadi setelah bencana dan benar-benar mungkin lebih signifikan, dari waktu ke waktu, dari paparan agen bencana sendiri "(Flynn, 1999: 111). Penelitian telah menunjukkan bahwa ketegangan yang terkait dengan memulihkan perumahan dan pola hidup berdampak pada kesejahteraan psikologis akut dan berpotensi menimbulkan peristiwa trauma penelitian Parker dari Darwin siklon menunjukkan tingkat awal disfungsi antara korban terkait

dengan 'stres kematian' takut terjadinya trauma atau kematian), ketidakmampuan menyesuaikan diri setelah 10 minggu dikaitkan dengan kehilangan seperti stres karena ditinggal dan harta benda yang hilang dan gangguan dukungan komunitas atau dukungan keluarga. Demikian pula, Lima et al. (1997) menemukan bahwa tingkat distress tujuh bulan setelah Armero gunung berapi in Colombia 1985 terkait kurang berdampak terjadinya kekhawatiran karena beberapa karakteristik berkaitan dengan hilang harta, terganggu pekerjaan, ketidakpuasan dengan kondisi hidup, dan perasaan tidak mempunyai apa-apa secara memadai disediakan atau difasilitasi oleh pemerintah sehingga tidak berdambak terjadinya stress pasca bencana. 5. Populasi Rentan Terkena Di antara yang paling rentan terhadap dampak terjadinya bencana alam adalah kelompok dengan ekonomi rendah dan daerah pinggiran . Pengalaman AS, daerah yang miskin secara ekonomi atau daerah yang kurang prioritas untuk bencana cenderung kehilangan lebih banyak selama proses pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana (Dash et al, 1997;. Phillips , 1993). Rumah tangga dengan berpenghasilan rendah umumnya resiko tinggi terjadinya kehilangan yang lebih besar . Dalam hal bencana, rumah tangga ini tidak hanya menimbulkan kerugian secara proporsional lebih tinggi, termasuk kerusakan perumahan, tetapi lambatnya proses pemulihan atau lambatnya dalam proses memperbaiki rumah (Bolin, 1993). Hal ini cenderung terjadi karena pendapatan yang lebih rendah, tabungan lebih sedikit, pengangguran yang lebih besar, dan kurang asuransi. Tidak seperti rumah tangga kelas atas dan menengah ke atas atas yang dapat keuntungan relokasi atau biaya konstruksi rumah, individu dengan pendapatan rendah mengalami waktu yang lebih lama untuk pemulihan rumah (Comerio, 1998). Pengamatan serupa telah dibuat untuk kelompok rentan lainnya. Sebagai contoh, orang tua memiliki proporsional lebih banyak kehilangan dari orang yang lebih muda, tetapi mungkin memiliki sumber daya sosial dan economi lebih sedikit dan lebih enggan untuk meminta bantuan formal (Butcher & Dunn, 1989). Perempuan juga mengalami tingkat yang lebih tinggi dari bahaya, tapi ini dikaitkan dengan pendidikan rendah, sumber daya pendapatan yang terbatas, dan masalah kesehatan yang sudah ada (Shore et al. 1996). Brown dan Harris (1993: 73) berpendapat bahwa perempuan kelas pekerja menjadi sangat rentan terhadap tekanan psikologis setelah krisis. Hal ini berhubungan dengan kualitas emotional relationships mereka, jumlah anakanak di rumah dan apakah wanita itu mempunyai pekerjaan luar rumah. 6. Mengenali tanda dan Gejala Trauma setelah bencana : Pengalaman yang mengungsi dan kehilangan cara hidup untuk bencana dapat traumatis bagi mereka yang juga harus berurusan dengan hilangnya keluarga dan teman-teman. Tingkat kerusakan dapat menangkap orang-orang tidak siap dan meninggalkan mereka pada kerugian tentang bagaimana untuk menangani dengan itu. Tanda-tanda dan gejala trauma dapat terus lama setelah bencana berakhir, ketika korban telah dimukimkan kembali ke tempat yang lebih aman. Secara garis besar, ada tiga tanda-tanda umum yang sering terlihat pada orang yang menderita trauma: a.

Mengalami ulang peristiwa traumatik. Korban trauma sering mengalami kesulitan berkonsentrasi, karena mereka terganggu oleh pikiran berulang atau gambar dari peristiwa traumatik. Mereka mungkin merasa dan bertindak gelisah atau tertekan bila terkena sesuatu yang mengingatkan

mereka tentang tragedi itu. Kadang-kadang, mereka berbicara tentang peristiwa masa lalu seolaholah itu masih terjadi di masa sekarang, seolah-olah mereka melihatnya dari dekat dan tepat di depan mata mereka. Pada anak-anak, reexperiencing mungkin datang dalam bentuk mimpi buruk persisten yang tidak dapat dijelaskan dan hari mengompol setelah acara telah terjadi, atau terus-menerus, keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan (seperti sakit perut, pusing, dan sakit kepala yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab fisik). b. Menghindari kenangan trauma di biaya apapun. Korban trauma sering mencoba untuk menutup bahkan pengingat paling terpencil insiden traumatis. Mereka mungkin menghindari pergi ke tempattempat atau melakukan kegiatan yang membawa kembali perasaan tertekan tentang acara tersebut. Mereka mungkin berusaha keras untuk menghindari berbicara tentang insiden itu, atau bahkan berpikir tentang hal itu. Banyak menjadi ditarik secara sosial. Secara fisik, mereka mungkin mulai merasa mati rasa atas sebagian atau seluruh tubuh mereka setiap kali kenangan dari peristiwa traumatis muncul kembali. Beberapa bahkan mungkin tidak mampu mengingat apa yang terjadi, atau mereka mungkin lupa bahwa mereka pergi melalui pengalaman sama sekali. c. Menjadi menerus cemas dan / atau mudah gelisah. Kondisi ini, juga dikenal sebagai hyper-arousal, menghasilkan orang yang mudah terkejut dan sering merespon dengan cara yang berlebihan (misalnya, tiba-tiba melarikan diri saat mendengar sesuatu yang mengingatkan mereka tentang trauma). Setelah peristiwa traumatik, orang mungkin tidak bisa tidur atau tetap tertidur. Mereka mungkin lebih mudah marah dibandingkan perubahan suasana hati biasa dan tampilan atau misbehaviors yang tidak khas. Anak-anak mungkin melekat pada orang tua mereka, menolak untuk pergi ke sekolah, dan menampilkan kekhawatiran terus-menerus berhubungan dengan bencana, seperti takut kehilangan orang tua mereka. 7. Assesment Aspek kesehatan mental perlu dipertimbangkan dalam langkah-langkah penanganan pasca bencana. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat tentang kondisi kesehatan mental masyarakat yang terkena bencana beserta faktor yang mempengaruhi gangguan psikologis pada masyarakat pasca bencana. Sehingga diperlukan : a. Rapid Assesment 1) Menentukan besarnya populasi yang memerlukan bantuan psikologis 2) Sebaran populasi yang memerlukan bantuan psikologis 3) Jenis dan tingkat permasalahan psikologis 4) Mengumpulkan informasi tentang kerusakan fisik di lingkungan 5) Mengumpulkan informasi tentang hunian sementara dan serta bagaimana kondisinya, bagaimana tingkat kenyamanannya 6) Mengumpulkan informasi tentang representasi mental korban yang dialaminya b. Menentukan intervensi berdasarkan data yang didapat untuk menangani atau menurunkan bahkan mencegah terjadinya gangguan psikologis pada korban bencana c. Melaksanakan intervensi yang sudah disusun terutama memperhatikan kebutuhan dasar korban bencana, mulai dari pemenuhan kebutuhan fisiologis, aman nyaman, merasa dicintai, harga diri dan aktualisasi diri

a. Initial assessment Langkah pertama untuk pengkajian pasien dengan masalah kesehatan mental adalah memfokuskan untuk mengidentifikasi dengan memerlukan immediate care pada pelayanan emergensi yang meliputi pengkajian : 1) Kesehatan mental di prehospital 2) Ide bunuh diri, adanya perilaku yang mengisyaratkan bunuh diri 3) Adanya ide pembunuhan 4) Berkurangnya perilaku dalam melakukan perawatan diri 5) Melukai diri sendiri 6) Penurunan kemampuan dalam mengontrol perilaku kekerasan 7) Adanya keganjilan pada perilaku 8) Penggunaan obat dan alcohol dengan gejala psikiatri b. Secondary assessment 1) Penampilan dan gerakan tubuh secara umum Apakah penampilan pasien berikut ini? (a) Berantakan, tidak bersih (b) Slumpedt, tegang, kaku (c) provokatif, mengancam (d) tidak tepat dalam berpakaian (misalnya, celana pendek di musim dingin) 2) Kemampuan untuk berpartisipasi dalam sebuah wawancara Menilai pasien sebagai berikut: (a) Tingkat kesadaran (b) Orientasi ke orang, tempat, dan waktu (c) Tingkat gangguan (d) Kemampuan untuk koperasi vs resistensi (e) Tingkat guardedness atau kecurigaan (f) Tingkat agitasi atau permusuhan 3) Speech (rate, nada, kefasihan) Apakah bicara pasien ditandai dengan salah satu dari berikut? (a) Sturred, gagap (b) Peningkatan, Ioud (c) Penurunan, lembut (d) Ditekan (e) Mood and Affect Apakah suasana hati pasien ditandai dengan salah satu dari berikut? (a) Tertekan (b) Euphoric (c) Manic (d) labil (e) Cemas (f) Membenci

4) Cognition and thought control Evaluasi apakah pasien memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) Penurunan Intelectual (b) Berpikir teratur (c) Flight of ideas (d) Pelonggaran asosiasi (e) Pemikiran tangensial (f) Blocking (g) Delusi (h) Disorientasi (i) Halusinasi 5) Insight and judgment Apakah pasien memiliki salah satu dari berikut ini? (a) Pemahaman tentang masalah dan perlunya bantuan atau pengobatan (wawasan) (b) Kemampuan untuk membuat keputusan (penghakiman) 6) General Management Techniques (a) Identifikasi gejala umum dan tingkat keparahan Dengan cepat mengidentifikasi sifat umum dan tingkat keparahan masalah yang yang ditampilkan. Seringkali perawat emergensi harus bergantung pada keluarga pasien atau temanteman untuk informasi ini. Perawat emergensi harus mengajukan pertanyaan dengan beberapa kunci tertentu , yaitu : (1) Mengapa pasien datang untuk bantuan sekarang ? (2) Apakah pasien membahayakan dirinya sendiri atau orang lain ? (3) Apa kejadian yang mengarah ke kondisi ini ? (4) Apakah ada beberapa peristiwa atau hal yang memicunya ? (5) Siapa yang membawa pasien? (6) Apakah pasien harapkan dari kunjungan ini ? (7) Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien ? Selama wawancara pasien, lakukan hal berikut : (f) Tetapkan batas tegas (g) Tampil tenang dan tidak menghakimi (h) Dorong pasien untuk tetap focus (i) Pastikan bahwa bantuan sangat dibutuhkan dan pasien akan menjadi berbahaya secara fisik (j) Jangan biarkan pasien untuk datang antara perawat dan pintu (k) Cobalah untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien (l) Jangan berdebat dengan pasien atau mencoba untuk berbicara dari bagaimana perasaan mereka (m) Memberikan penjelasan yang jelas kepada pasien (n) Bersikaplah jujur tentang rencana terapi 7) Pendekatan secara umum pada pasien dengan gangguan mental Individu dengan psikiatri emergensi mungkin mengalami penurunan dalam mengontrol diri sendiri dan melakukan kontak dengan dunia luar secara realita. Perhatian yang paling utama pada pelayanan emergensi tidak spesifik pada penyebab atau penampilan luar tetapi lebih pada evaluasi

tingkat disfungsi dan hilangnya secara luas kontak dengan realita. Treatmen melibatkan terapi yang segera untuk mengurangi distres akut dan membantu pasien menciptakan kembali sebuah pikiran dalam mengontrol diri sendiri. Untuk mencapai keadaan ini, dapat dilakukan dengan pelayanan yang lebih ekstensif. Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pasien pasien yang mengalami gagguan mental, yaitu : a) Menciptakan hubungan yang baik b) Gunakan kontak mata. c) Rileks ketika berhadapan dengan pasien d) Biarkan pasien mengetahui tentang pelayanan yang diberikan kepada pasien sebagai perseorangan e) Mendengarkan dengan baik yang disampaikan pasien, tetapi dengan lemah lembut/perlahan mengalihkan perhatian percakapan pada fokus wawancara. f) Menciptakan chief complaint (1) Apakah pasien bertanya? (2) Mengapa pasien bertanya untuk waktu ini? (3) Apakah waktu pertemuan ini dipercepat? (4) Apakah waktu pertemuan yang akan dating dipercepat? (5) Apakah dibantu pada pertemuan yang akan datang? g) Bicara dengan jelas dan tanpa menggunakan bahasa khusus. h) Mengenali pasien yang mengalami kemunduran. Dorong kemandirian dan partisipasi dalam pengambilan keputusan kapanpun. i) Bersikap jujur j) Selalu menjaga perilaku dan jelas k) Antisipasi adanya perubahan emosional (seperti marah, menangis dan sedih) l) Menjelaskan prosedur kepada pasien m) Bersikap serius pada pasien n) Validasi perasaan pasien o) Jangan terhesa-gesa memberikan pertanyaan untuk membantu mengenali perasaan pasien p) Jangan takut mengakui ketidaktahuan q) Libatkan keluarga atau pasien atau yang lainnya secara signifikan. 8. Intervensi PTSD Terdapat 2 penyebab utama yang memicu PTSD yaitu dari aspek biologis dan psikososial. Ditinjau dari aspek biologis, PTSD terjadi karena terdapat gangguan di otak, khususnya bagian memori yang kejadian trumatisnya terus berulang-ulang. Memori tersebut bila dilahat secara anatomi terdapat hipokampus dan amigdala yang terjadi gangguan (Schiraldi, 2009). Selain itu pada penderita PTSD juga mengalami derajat hormon stress yang tidak normal. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan PTSD memiliki hormn kortisol yang rendah jika dibandingan dengan pasien yang normal dan hormn epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang lebih dari rata-rata. Ketiga hormon tersebut berperan penting dalam menciptakan respon “flight or fight terhadap situasi stres (PTSD support service, 2009). Penyebab yang kedua dar sspek psikosial yaitu pengalaman hidup yang dialami oleh seserang sepanjang hidupnya juga merupakan salah satu penyebab terjadinya PTSD.

Pengalaman hidup ini mencangkup pengalaman yang dialami dari masa kecil samapi dengan dewasa. Selain pengalaman hidup yang dialami, jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik yang dialami oleh individu tersebut juga memberikan pengaruh (Mayo Clinic, 2009). Smith dan Segal (2005) menyebutkan peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD termasuk perang, pemerkosaa, bencana alam, kecelakaan mobil, penculikan, penyerangan fisik, penyiksaan seksual/ fisik, prosedur medikal terutama pada anak-anak. Ada 3 kelompok tanda dan gejala PTSD berdasarkan APA (2000), yaitu : a. Merasakan kembali peristiwa traumatik tersebut (re-experiencing symptoms) Merasakan kembali kejadian traumatis dalam berbgai cara dan hal ini terjadi terus menerus dan menetap. Menurut yehuda (2002), bahwa tanda dan gejala pada kelompoj ini merupakan perwujudan dari kenangan tentang insiden yang tidak diinginkan, muncul dalam bentuk bayangan atau imajinasi yang mengganggu, mimpi buruk dan kilas balik. Tanda dan gejala yang timbul adalah: 1) Secara berkelanjutan memiliki pikiran atau ingatan yang tidak menyenangkan mengenai peristiwa traumatik. 2) Mengalami mimpi buruk yang terus menerus berulang. 3) Bertindak atau merasakan seakan-akan peristiwa traumatik tersebut akan berulang kembali (flasback). 4) Memiliki perasaan menderita yang kuat ketika teringat kembali peristiwa traumatik tersebut. 5) Terjadi respok fisikal, seperti jantung berdetang kencang atau berkeringat ketika teringat akan peristiwa traumatik. b. Menghindari (avoding symptoms) Tanda dan gejala PTSD menurut kelompk ini meliputi penurunan respon individu secara umum dan perilaku menghindar yang menetap terhadap segala hal yang mengingatkan klien terhadap trauma. Tanda dan gejala pada kelompok ini adalah: 1) Berusaha kerasa untuk menghindari pikiran, perasaan, atau pembicaraan mengenai peristiwa traumatik. 2) Berusaha menghindari tempat atau orang-orang yang dapat mengingatkan kembali akan peristiwa traumatik. 3) Sulit untuk mengingat kembli bagian penting dari peristiwa traumati. 4) Kehilangan ketertarikan atas aktifitas positif yang penting. 5) Merasakan seakan-akan hidup anda seperti terputus ditengah-tengah anda tidka berharap untuk dapat kembali mengalami hidup dengan normal, emnikah, dan memiliki akris c. Waspada (hyper-arousal symptoms). Individu yang menderita PTSD akan mengalami peningkatan pada mekanisme fisilgis tubuh, yang akan timbul pada saat tubuh sedang istirahat. Hal ini terjadi sebagai akibat dari reaksi yang berlebihan terhadapt stresor baik secara langsung atau tidak yang merupakan lanjutan atau sisa-sisa dari trauma yang dirasakan. Tanda dan gejala pada kelompok ini adalah: 1) Sulit untuk tidur atau tidur tapi dengan gelisah 2) Mudah/ lekas marah atau meledak=ledak 3) Memiliki kesulitan untuk berkonsentrais 4) Selalu merasa seperti diawasi atau merasa seakan-akan bahaya mengincar di setiap sudut. 5) Menjadi gelisah tidak tenang atau mudah terpicu/ sangat waspada.

1) 2) 3) 4) 5)

Seorang dikatakan menderita PTSD jika memebuhi kriteria berikut ini dalam waktu minimal 1 bulan (NIMH, 2009, APA, 2000): Mengalami kejadian atau peristiwa traumatis Minimal memiliki 1 tanda re-experiencing symptoms Minimal memiliki 3 tanda avoding symptoms Minimal memiliki 2 tanda hyper-arousal smptoms. Tanda dan gejala yang menyebabkan individu kesulitan dalam menjalani kehidupan sehari-haru, sekolah atau bekerja, berinteraksi dengan teman, menyelesaikan tugas-tugas penting laiannya. Menurut APA (2000) dan Ross (1999) jenis-jenis PTSD terbagi atas tiga, yaitu: 1) PTSD akut, PTSD dikatakan akut tanda dan gejala PTSD berakhir dalam kurun waktu satu bulan, sangat mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam menjalankan fungsinya. Jadi rentang waktunya adalah 1-3 bulan dan jika dalam waktu lebih dari satu bulan, individu tersebut masih merasakan tanda dan gejala PTSD dalam skala berat, itu tandanya dia harus segera menghubungi pelayanan kesehatan terdekat. 2) PTSD kronik, PTSD kronik timbul jika tanda dan gejalanya berlangsung lebih dari 3 bulan. Jika sudah terdiagnosa dengan PTSD ada baiknya segera menghubungi pelayanan kesehatan, karena jika tidak ada treatment yang dilakukan makan tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. 3) PTSD With Delayed Onset, walaupun sebenarynya tanda dan gejala PTSD muncul pada saat setelah trauma, ada kalanya tanda dan gejalanya baru muncul minimal enam bulan bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa traumatic itu terjadi.

9. Penanganan untuk PTSD PTSD merupakan salah satu dari gangguan kecemasan, oleh karena itu tindakan untuk mengatasi PTSD hampir sama dengan cara untuk mengatasi kecemasan, yaitu: a. Tindakan medis Berdasarkan DSM-IV, PTSD masuk pada kelompok anxiety disorder, dengan daignose medis post-traumatic stress disorder (APA, 2000). Jenis pengobatan yang bisa digunakan pada pengobatan PTSD menurut Ross (1999): 1) SSRI antidepressant Ada lima SSRI yang bisa digunakan :Zoloft (sertraline), Paxil (paroxetine), prozac (fluoxetine), Luvox (fluvoxamine), Celexa (citalopram). 2) Antidepresan lain yang bisa digunakan jika SSRI antidepresan tidak efektif mengatasi PTSD atau menimbulkan efek samping, yaitu Serzone(nefazone), dan Effexor (venlafazine). 3) Antidepresant Trisiklik Antidepresant Trisiklik yang bisa digunakan yaitu imipramine, amitriptyline (Evavil). 4) Antiansietas Benzodiazepine adalah obat yang digunakan untuk mengurangi ansietas, biasanya digunakan untuk jangka pendek, yaitu valium (Diazepam), Xanax (alprazolam), klonopoin (Clonazepam), dan Ativan (Lorazepam). b. Tindakan Keperawatan 1) Pengkajian untuk klien dengan PTSD

a)

b)

c)

d)

Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empet aspek yang akan bereaksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu (Cook & Fontaine, 2005) : Pengkajian perilaku (behavioral assessment), yang dikaji adalah dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku agresif yang berlebihan, dalam keadaan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang dirasakan,bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau aktivitas yang akan mengingatkan klien terhadap trauma, seberapa sering klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan semenjak kejadian traumatis. Pengkajian afektif (affective assessment), berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan ketegangan dan perasaan ingin cepat marah, apakah klien pernah mengalami serangan panik, perasaan bersalah yang dialami yang berkaitan dengan trauma, tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan, apa saja sumber-sumber kesenangan dalam hidup klien, hubungan yang secara emosional terasa akrab dengan orang lain Pengkajian intelektual (intellectual assessment) yang dikaji adalah kesulitan dalam hal konsentrasi, kesulitan dalam hal memori, berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang berulang yang berkaitan dengan trauma , apakah klien bisa mengontrol pikiran-pikiran berulang tersebut , mimpi buruk yang dialami klien, apa yang disukai klien terhadap dirinya. Pengkajian sosiokultural (sociocultural assessment) yang dikaji adalah bagaimana cara keluarga dan teman klien menyampaikan tentang perilaku klien yang menjauh dari mereka ,pola komunikasi antara klien dengan keluarga dan teman, apa yang terjadi jika klien kehilangan keluarganya, dan apakah klien bercerai atau merasa terancam dengan situasi perceraian tersebut.

2) Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan secara generalis menurut Wilkinson (2007) tujuan umum pada masalah keperawatan PTSD adalah agar individu mampu mengatasi stresor yang ada dengan semua kemampuan yang dia memiliki. Tindakan yang bisa dilakukan adalah membantu klien mengurangi melakukan perasaan diri atau perilaku kekerasan diri sendiri, meningkatkan kemampuan klien untuk beradaptasi terhadap stresor, perubahan, atau ancaman yang akan ditemuinya dlam kehidupan, mebantu dalam hal fokus terhadap kebutuhan, membantu dalam hal fokus terhadap kebutuhan, masalah atau perasaa klien dan orang-orang terdekat untuk meningkatkan koping, problem solving dan hubungan interpersonal, dan hubungan interpersonal, membantu pasien memfasilitasi tingkah laku impulsif memalui aplikasi pemecahan masalah. c.

Terapi Psikososial Ada beberapa intervensi lanjut yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalag PTSD. Menurut pendapat para ahli, prakti intervensi lanjut untuk mengatsi PTSD diantaranya: exposure therapy, trauma-fokused cgnitive-behavioral therapy, EMDR (Eye movement desentisitation and reprcessingg), family therapy, couples therapy, anxiety management, cognitive behavioral tehapy, cognitive tehrapy, dan complementary adn alternative medicine (CAM)

Penyembuhan Trauma & Rasa Takut Paska Bencana Dengan TAT Disclaimer: Prosedur penyembuhan diri sendiri yang dijelaskan dalam tulisan ini adalah untuk mengurangi rasa stres, takut dan masalah mental emosional lainnya. Ini tidak ditujukan sebagai terapi penyakit tertentu, baik fisik maupun mental, atau sebagai pengganti terapi medis atau psikologis profesional. APA ITU TAT (TAPAS ACUPRESSURE TECHNIQUE)? TAT (Tapas Acupressure Technique) adalah proses yang mudah untuk mengakhiri stres, trauma, rasa takut (fobia), rasa menderita & untuk menciptakan rasa bahagia. TAT adalah teknik yang baru, sederhana dan efektif untuk menciptakan rasa damai, rileks, dan sehat dalam waktu yang singkat. TAT merupakan salah satu bentuk terapi dalam kelompok ilmu Energy Psychology yang sedang berkembang pesat. Teknik ini dilakukan dengan menyentuh ringan beberapa titik akupunktur di kepala(Posisi TAT), sambil mengarahkan perhatian Anda pada masalah yang ingin diatasi (7 Langkah Penyembuhan TAT). Menyentuh titik-titik ini dengan ringan akan memberikan efek pudarnya trauma, sehingga pikiran dan perasaan hati yang negatif pun berkurang, terutama setelah mengalami peristiwa yang traumatis. BAGAIMANA TAT BISA MEMBANTU SITUASI BENCANA? Ada banyak aspek tentang TAT yang menjadikannya ideal untuk membantu kondisi bencana alam. Pertama, TAT sangat mudah dipelajari, dan selalu menggunakan titik akupuntur yang sama di kepala. Dalam kondisi dimana sumber daya serta tenaga bantuan terbatas, proses penyembuhan bisa segera dimulai. Selain itu, TAT bisa digunakan untuk sekelompok orang, sehingga membantu pemulihan jauh lebih cepat dibanding proses penyembuhan yang dilakukan terhadap satu individu saja. Aspek penting lain juga adalah TAT tidak mengharuskan orang untuk mengalami kembali atau menjalani ulang peristiwa traumanya. Bahkan TAT tidak terlalu banyak menggunakan bahasa / percakapan dibanding dengan bentuk terapi lainnya, dan memungkinkan individu untuk memfokuskan perhatiannya pada masalah sesuai dengan persepsi mereka sendiri, tanpa harus menceritakannya atau mengungkapkannya dengan kata-kata. Dalam situasi seperti bencana, dimana seringkali kita merasa kehilangan kendali atas aspek hidup kita, TAT dapat sangat bermanfaat. Dengan TAT, seseorang bisa melakukan proses penyembuhannya sendiri, dan sekarang memiliki “perangkat” yang dapat digunakan kapan saja. Ini sangat membantu orang untuk menyadari bahwa mereka adalah pihak yang “selamat” dan bukan “korban”. TAT juga melepaskan dan menyembuhkan trauma masa lalu yang tersimpan di bawah sadar dan berkaitan dengan situasi krisis saat kini. Memori trauma punya kecenderungan untuk berkumpul dan terakumulasi, sehingga mempengaruhi individu maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. TAT juga efektif untuk mencegah terjadinya trauma sekunder pada para relawan/tenaga lapangan yang berinteraksi dengan para korban.

Yang lebih penting lagi, TAT tidak hanya berguna bagi korban langsung bencana saja, namun juga bisa digunakan bagi mereka yang bukan korban langsung, namun terpengaruh secara negatif akibat bencana itu. Para relawan yang turun ke lapangan, maupun masyarakat yang menyaksikan berbagai pemberitaan bencana, seringkali mengalami dampak negatif yang tidak diinginkan juga dari bencana tersebut. Berbagai ketakutan, kegelisahan, dan segala stres lainnya bisa sangat terbantu oleh TAT. Kami menyarankan agar setiap orang mempelajari teknik TAT sebelum mengalami bencana secara langsung. Meski kita tidak mengharapkan adanya bencana lebih lanjut, namun sangat baik bilamana kita sudah menguasai proses pemulihan psikologis jauh sebelumnya, sehingga tahu apa yang perlu dilakukan bila kebutuhan tersebut muncul. SIAPA YANG BISA DITOLONG DENGAN PROSES TAT? TAT dapat digunakan sebagai proses untuk (1) menolong diri sendiri , (2) menolong orang lain secara individu, dan (3) menolong orang lain secara berkelompok dengan seorang fasilitator TAT. Ketika individu tidak dapat menyentuh titik TATnya, mungkin karena cedera atau alasan lain, maka orang lain dapat menyentuh titik TAT untuk individu tersebut, dan hasilnya pun tetap bisa efektif. APAKAH TAT SUDAH BERMANFAAT UNTUK BENCANA DI NEGARA LAIN? Ya. Ignacio Jarero, pendiri dan presiden dari Asosiasi Terapi Krisis di Meksiko dan Amerika Latin, mengatakan bahwa begitu banyak anak kecil maupun orang dewasa yang mengalami pengurangan signifikan atas gejala stres paska trauma, di akhir proses TAT. TAT juga merupakan teknik favorit tim terapi lapangan untuk mengurangi stres karena sangat mudah untuk dilakukan dan diajarkan ke orang lain. TAT juga bahkan digunakan oleh anggota tim krisis untuk mengatasi stres dan ketegangan yang mereka alami akibat interaksi langsung dengan para korban. Asosiasi Terapi Krisis Meksiko juga telah memakai TAT untuk sekitar 1,652 anak-anak setelah bencana banjir di Meksiko, banjir dan longsor di Nikaragua, bencana gempa di Kolombia, dan banjir longsor di Venezuela. TAT juga digunakan waktu bencana Tsunami di Aceh maupun Sri Lanka. Green Cross, organisasi kemanusiaan yang bersifat serupa dengan Red Cross (Palang Merah), namun lebih fokus pada penyembuhan psikologis akibat trauma, telah berupaya untuk meningkatkan jumlah tenaga ahlinya yang terlatih dengan metode Energy Psychology. Energy Psychology juga semakin banyak digunakan oleh ahli konseling yang dikirim oleh Green Cross ke daerah-daerah bencana. Psikolog Charles Figley, Ph.D., pendiri Green Cross pada tahun 1995 dan juga tokoh ternama dalam bidang terapi trauma, mengatakan “Energy Psychology semakin terbukti sebagai salah satu intervensi psikologis yang terampuh bagi para tenaga ahli yang membantu korban bencana, maupun bagi tenaga ahli itu sendiri.” Di Indonesia sendiri, TAT digunakan secara intensif pertama kali saat bencana gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006. Selanjutnya TAT terus berkembang dan dipakai juga saat bencana Situ Gintung, serta pemulihan psikologis saat bom Marriott kedua.

TAT UNTUK STRES DAN MASALAH UMUM Bentuk penggunaan TAT yang paling mendasar dan sederhana, adalah cukup lakukan Posisi TAT dan amati masalah Anda. Sadari segala pikiran, perasaan, dan sensasi fisik yang datang dan pergi, dan izinkan diri Anda untuk mengamatinya dengan damai. Ketika Anda sudah selesai atau merasakan suatu perubahan, lepaskan tangan Anda dan sadari apa yang Anda rasakan setelah proses tersebut. Ulangi seperlunya hingga masalahnya tidak lagi mengganggu Anda, atau hingga Anda bisa rileks meskipun mengingat masalah tersebut. BAGAIMANA MELAKUKAN POSISI TAT Dengan salah satu tangan, sentuhkan dengan ringan ujung ibu jari Anda pada sudut dalam salah satu mata Anda. Dengan ujung jari manis dari tangan yang sama, sentuhkan dengan ringan pada sudut dalam mata yang lain. Titik tersebut ada di ujung dalam mata dan naik ke atas sekitar 3 mm dari ujung mata dalam tersebut. Sentuhkan dengan ringan dengan tangan yang sama, ujung jari tengah Anda di titik yang berada di antara kedua alis dan naik ke atas kurang lebih 1 cm.

Setiap Langkah TAT biasanya sekitar 1 menit atau hingga Anda merasa sudah selesai. Rasa sudah selesai bisa berupa (1) menghela nafas lega secara spontan, (2) rasa tidak lagi tercengkeram oleh masalah yang diatasi, (3) perhatian yang beralih ke hal lain, (4) sensasi energi yang lepas/bebas, atau (5) sekedar suatu rasa bahwa proses Anda selesai. Bagi anak-anak, ini bisa selesai dalam beberapa detik saja. Jarang sekali, perasaan hati Anda yang negatif menjadi lebih kuat ketika Anda melakukan TAT. Jika ini terjadi, tetaplah lakukan Posisi TAT dan bimbing perhatian Anda ke Langkah TAT terakhir yang baru saja Anda lakukan sebelumnya. Dengan mengikuti instruksi ini, perasaan hati tersebut biasanya berubah menjadi rasa damai dalam waktu kurang lebih 1 menit. Jika Anda tidak juga tentram setelah 1 menit, mintalah bantuan terapis kesehatan mental yang profesional. Anda boleh lepaskan & istirahatkan kedua lengan Anda kapan saja – baik di dalam Langkah TAT tertentu maupun diantara Langkah TAT. Mata boleh dipejamkan atau terbuka. Anda boleh menggunakan tangan yang manapun di depan kepala, atau bergantian antar Langkah TAT. Lakukan TAT dengan maksimal 45 menit setiap hari. 45 menit tersebut dihitung berdasarkan waktu dimana Anda berada dalam posisi TAT. Minumlah 6-8 gelas air putih dalam hari ketika Anda melakukan TAT. 7 LANGKAH TAT UNTUK PENYEMBUHAN DAMPAK BENCANA Gunakan 7 Langkah TAT berikut ini yang dirancang untuk penyembuhan dampak bencana. Jika ada Langkah yang tidak sesuai dengan apa yang Anda butuhkan, kami sarankan untuk tetap lakukan Posisi TAT sambil berdoa bagi mereka yang mungkin membutuhkan Langkah tersebut, agar mencapai hasil yang paling baik. LANGKAH 1: Berdoa / Berniat bahwa semua orang yang terkait dengan masalah ini dapat mencapai penyembuhan yang terbaik.

Sekarang letakkan tangan yang masih bebas di belakang kepala Anda, dengan telapak tangan menyentuh belakang kepala hingga ibu jari Anda di batas rambut belakang Anda. Telapak tangan ini menopang dasar tengkorak kepala Anda. Bila Anda menyentuh titik TAT untuk orang lain, lokasi tangan masih sama, namun jari kelingking Anda yang menyentuh batas rambut belakang. Kedua tangan disentuhkan dengan ringan, tidak ada tekanan sama sekali.



LANGKAH 2: Dalam hati Anda, berbicaralah dengan mereka yang telah meninggal dunia akibat bencana ini, seolah-olah seandainya Anda dapat melakukan percakapan dengan mereka pada saat ini.



Untuk anak dibawah usia 11 tahun, tangan yang di depan kepala diubah menjadi seluruh telapak diletakkan di kening depan dan menutup setengah mata bagian atas. Bagi bayi, orang yang parah kondisi penyakitnya, atau tidak nyaman disentuh, posisi TATnya sama hanya tangan dijarakkan sekitar 3 – 5 cm dari kepala pasien.

Lakukan Posisi TAT, dan dalam hati Anda berdoalah / berniatlah bagi semua orang yang membutuhkan penyembuhan dari situasi saat ini. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah kurang lebih 1 menit.

Lakukan Posisi TAT, dan dalam hati Anda bayangkan Anda melakukan percakapan dengan orang yang Anda kenal yang telah meninggal dunia akibat bencana ini. Sampaikan apapun yang perlu Anda sampaikan ke mereka, dan dengarkan apapun yang mereka sampaikan kepada Anda. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah kurang lebih 1-2 menit

LANGKAH 3: Dalam hati Anda, berbicaralah dengan Tuhan, seolah-olah Anda dapat bercakapcakap dengan Tuhan pada saat ini



Lakukan Posisi TAT, dan dalam hati Anda lakukan percakapan dengan Tuhan saat ini. Sampaikan apapun yang perlu Anda sampaikan kepada Tuhan, dan dengarkan apapun yang Tuhan sampaikan kepada Anda. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah kurang lebih 1-2 menit.

Langkah 1: “Saya sebenarnya bisa melakukan sesuatu untuk mencegah hal ini” Langkah 2: “Tidak benar bahwa saya bisa mencegah hal ini” Setelah seluruh proses selesai, mohon berbagilah apa yang Anda alami dalam proses ini kepada orang lain.

LANGKAH 4: Ini sudah Terjadi, sudah Berlalu, saya Selamat, dan sekarang saya boleh Rileks



Lakukan Posisi TAT, dan katakan pernyataan diatas dalam hati Anda, lalu amati pikiran, perasaan hati dan tubuh Anda. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah 1-2 menit.

TAT adalah pengalaman yang lembut penuh kasih sayang, yang membawa hasil yang dalam, bermakna dan permanen. TAT adalah salah satu alat ideal yang dapat dimanfaatkan pada situasi saat ini karena cepat, praktis, efektif dan sederhana. INFORMASI & DUKUNGAN LEBIH LANJUT

LANGKAH 5: Semua Tempat dalam Hidup saya, Pikiran saya, Hati Saya dan Tubuh Saya, yang terkait dengan masalah ini sekarang disembuhkan



Lakukan Posisi TAT, dan katakan pernyataan diatas dalam hati Anda, lalu amati pikiran, perasaan hati dan tubuh Anda. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah kurang lebih 1-2 menit. Anda tidak harus tahu persis dimana saja tempat yang perlu penyembuhan, cukup dengan niat saja sudah cukup untuk penyembuhan ini.

LANGKAH 6: Saya maafkan semua yang saya salahkan atas peristiwa ini, termasuk diri sendiri maupun Tuhan



Terkadang kita tidak menyadari mungkin kita telah menyalahkan orang lain, diri sendiri dan bahkan terkadang Tuhan atas peristiwa yang terjadi. Lakukan Posisi TAT, dan katakan pernyataan diatas dalam hati Anda, lalu amati pikiran, perasaan hati dan tubuh Anda. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah kurang lebih 1-2 menit.

LANGKAH 7: Visualisasikan diri Anda bersama-sama mereka yang masih hidup bersama Anda, menyatukan rasa & hati, bersyukur atas kehidupan.



Lakukan Posisi TAT, dan katakan pernyataan diatas dalam hati Anda, lalu amati pikiran, perasaan hati dan tubuh Anda. Betapapun sulitnya situasi saat ini, sadari diri Anda dalam kebersamaan dengan orang-orang yang dekat dan masih bersama di hidup Anda. Luangkan sejenak untuk berdoa dan bersyukur kepada Tuhan atas penyembuhan yang telah Anda alami. Lepaskan tangan Anda ketika sudah merasa selesai, atau setelah kurang lebih 1-2 menit.

Jika Anda merasa kurang nyaman, baik diantara Langkah TAT atau setelah seluruh Langkah dilakukan, maka lakukan Posisi TAT sambil memperhatikan pikiran, perasaan atau sensasi fisik apapun yang kurang nyaman bagi Anda, hingga Anda merasa lebih nyaman dan lega, lalu lanjutkan Langkah TAT bila belum selesai. Langkah TAT tambahan yang juga bisa dilakukan bila perlu: Langkah 1: “Ini adalah kesalahan saya” Langkah 2: “Ini bukan kesalahan saya”

Anda boleh membagikan tulisan ini secara gratis kepada mereka yang membutuhkan. Anda dapat meminta dokumen ini atau mengajukan pertanyaan tentang cara melakukan proses ini via email ke [email protected]. Kami juga melakukan Pelatihan Sehari untuk mereka yang ingin memanfaatkan proses ini langsung di lapangan / daerah bencana. Marilah satukan hati, doa dan upaya kita untuk membantu sesama untuk bangkit dan hidup dalam damai. Tapas Fleming, adalah pencipta teknik TAT, dia adalah seorang pelopor dalam bidang Energy Psychology yang saat ini berkembang pesat. Hingga saat ini, Tapas mengajarkan TAT di berbagai negara, dan juga melakukan praktek klinis di California Selatan. Latar belakangnya mencakup berbagai studi dan meditasi yang terfokus pada aspek emosi dan spiritual dalam seni penyembuhan. Dia juga secara formal mempelajari TCM / Pengobatan Tradisional Cina, dan memegang izin praktek akupunktur. Website TATLife yang dimilikinya memberikan instruksi gratis tentang bagaimana melakukan TAT. Website: www.tatlife.com Reza Gunawan adalah Praktisi Penyembuhan Holistik di Jakarta, Indonesia. Pesan utamanya adalah “Kita adalah Penyembuh Terbaik bagi Diri Sendiri” sebagaimana terlihat dalam upayanya dalam membantu orang lain menyembuhkan diri mereka sendiri, baik dalam praktek klinis maupun berbagai pelatihan penyembuhan yang dilakukannya. Energy Psychology adalah salah satu komponen penyembuhan utama yang dipeloporinya, termasuk TAT (Tapas Acupressure Technique), EFT (Emotional Freedom Technique) dan BIT (Bodymind Integration Therapies). Website: www.truenaturehealing.net

Terapi Bermain Anak Usia 6-12 tahun I. KONSEP TEORI BERMAIN A. Pengertian Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000). Bermain adalah kegiatan yang dilakukan sesaui dengan keinginanya sendiri dan memperoleh kesenangan (Foster, 1989). Bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadarinya (Miller dan Keong, 1983). Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser, 2005). B.

Fungsi 1. Perkembangan Sensori a. Memperbaiki keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi b. Meningkatkan perkembangan semua indra c. Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia d. Memberikan pelampiasan kelebihan energi

a. b. c. d. e. f.

a. b. c. d. e.

2. Perkembangan yang intelektual Memberikan sumber – sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran, tekstur, warna. Pengalaman dengan angka, hubungan yang renggang, konsep abstrak Kesempatan untuk mempraktikan dan memperluas keterampilan berbahasa Memberikan kesempatan untuk melatih masa lalu dalam upaya mengasimilasinya kedalam persepsi dan hubungan baru Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan realita. 3. Perkembangan sosialisasi dan moral Mengajarkan peran orang dewasa, termasuk perilaku peran seks. Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan. Mengembangkan keterampilan sosial Mendorong interaksi dan perkembangan sikap positif terhadap orang lain. Menguatkan pola perilaku yang telah disetujui standar moral.

4. Kreativitas a. Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat kreatif b. Memungkinkan fantasi dan imajinasi c. Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus 5. Kesadaran diri a. Memudahkan perkembangan identitas diri b. Mendorong pengaturan perilaku sendiri c. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri (keahlian sendiri)

d. Memberikan perbandingan antara kemampuasn sendiri dan kemampuan orang lain. e. Memungkinkan kesempatan untuk belajar bagaimana perilaku sendiri dapat mempengaruhi orang lain 6. Nilai Teraupetik a. Memberikan pelepasan stress dan ketegangan b. Memungkinkan ekspresi emosi dan pelepasan impuls yang tidak dapat diterima dalam bentuk yang secara sosial dapat diterima c. Mendorong percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan cara yang aman. d. Memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan, rasa takut, dan keinginan. C. Tujuan 1. Untuk melanjutkan tumbuh kembang yg normal pada saat sakit. Pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. 2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya. Permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengsekspresikan berbagai perasaan yang tidak menyenangkan. 3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah. Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, dan fantasinya untuk mencipakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. 4. Dapat beradaptasi secara efektif thp stres karena sakit dan di rawat di RS. D. Prinsip – prinsip Bermain Menurut Soetjiningsih (1995) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktifitas bermain bisa menjadi stimulus yang efektif : 1. Perlu ekstra energi Bermain memerlukan energi yang cukup sehingga anak memerlukan nutrisi yang memadai. Asupan atau intake yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak yang sehat memerlukan aktifitas bermain yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain pasif.Pada anak yang sakit keinginan untuk bermain umumnya menurun karena energi yang ada dugunakan untuk mengatasi penyakitnya. 2. Waktu yang cukup Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu, anak akan mempunyai kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainannya. 3. Alat permainan Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar dan mempunyai unsur edukatif bagi anak. 4. Ruang untuk bermain Aktifitas bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, di halaman, bahkan di ruang tidur. Diperlukan suatu ruangan atau tempat khusus untuk bermain bila memungkinkan, di mana ruangan tersebut sekaligus juga dapat menjadi tempat untuk menyimpan permainannya. 5. Pengetahuan cara bermain Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya, atau diberitahu oleh orang tuanya. Cara yang terahkir adalah yang terbaik karena anak lebih terarah dan berkembang pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan tersebut. Orang tua yang tidak pernah mengetahui cara bermain dari alat permainan yang diberikan, umumnya membuat hubungannya dengan anak cenderung menjadi kurang hangat. 6. Teman bermain

Dalam bermain, anak memerlukan teman, bisa teman sebaya, saudara, atau orang tuanya. Ada saatsaat tertentu di mana anak bermain sendiri agar dapat menemukan kebutuhannya sendiri. Bermain yang dilakukan bersama orang tuanya akan mengakrabkan hubungan dan sekaligus memberikan kesempatan kepada orang tua untuk mengetahui setiap kelainan yang dialami oleh anaknya. Teman diperlukan untuk mengembangkan sosislisasi anak dan membantu anak dalam memahami perbedaan. E. 1.

2.

3.

4.

5.

F.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Faktor yang Mempengaruhi Bermain Tahap perkembangan anak Aktivitas bermain yang tepat harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua dan Perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Status kesehatan anak Aktivitas bermain memerlukan energi maka Perawat harus mengetahui kondisi anak pada saat sakit dan jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di RS. Jenis kelamin Pada dasarnya dalam melakukan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan namun ada pendapat yang diyakini bahwa permainan adalah salah satu alat mengenal identitas dirinya. Hal ini dilatarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki – laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan. Lingkungan yang mendukung Lingkungan yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang untuk bermain. Alat dan jenis permainan yg cocok Pilih alat bermain sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Alat permainan harus aman bagi anak. Alat Permainan Edukatif Alat permainan edukatif adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangannya. Contoh alat permainan pada balita dan perkembangan yang distimuli : Pertumbuhan fisik dan motorik kasar Contoh : Sepeda roda tiga/dua, bola, mainan yang ditarik dan didorong, tali, dll. Motorik halus Contoh : Gunting, pensil, bola, balok, lilin, dll. Kecerdasan/ kognitif Contoh : Buku gambar, buku cerita, puzzle, boneka, pensil, warna, dll. Bahasa Contoh : Buku bergambar, Buku cerita, majalah, radio, tape, TV, dll. Menolong diri sendiri Contoh : Gelas/ piring plastic, sendok, baju, sepatu, kaos kaki, dll. Tingkah laku sosial Contoh : Alat permainan yang dapat dipakai bersama missal congklak, kotak pasir, bola, tali, dll.

G. Klasifikasi Bermain 1. Menurut isi permainan a. Sosial affective play

b. c.

d.

e.

f.

2. a.

b.

c.

d.

e.

3. · · · · · · · ·

Inti permainan ini adalah hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan orang lain (contoh: ciluk-baa, berbicara sambil tersenyum dan tertawa). Sense of pleasure play Permainan ini sifatnya memberikan kesenangan pada anak (contoh: main air dan pasir). Skiil play Permainan yang sifatnya meningkatkan keterampilan pada anak, khususnya motorik kasar dan halus (misal: naik sepeda, memindahkan benda). Dramatik Role play Pada permainan ini, anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainanny. (misal: dokter dan perawat). Games Permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan / skor (Contoh : ular tangga, congklak). Un occupied behaviour Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, tapi situasi atau objek yang ada disekelilingnya, yang digunakan sebagai alat permainan (Contoh: jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja dsb). Menurut karakter sosial Onlooker play Anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisifasi dalam permainan (Contoh: Congklak/Dakon). Solitary play Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan temannya dan tidak ada kerja sama. Parallel play Anak menggunakan alat permaianan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan lainya tidak ada sosialisasi. Biasanya dilakukan anak usia toddler. Associative play Permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin dan tujuan permaianan tidak jelas (Contoh: bermain boneka, masak-masak). Cooperative play Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, dan punya tujuan serta pemimpin (Contoh: main sepak bola).

Menurut usia a. Umur 1 bulan (sense of pleasure play). Visual : dapat melihat dgn jarak dekat Audio : berbicara dgn bayi Taktil : memeluk, menggendong Kinetik : naik kereta, jalan-jalan. b. Umur 2-3 bln Visual : memberi objek terang, membawa bayi keruang yang berbeda Audio : berbicara dengan bayi,memyanyi Taktil : membelai waktu mandi, menyisir rambut. c. Umur 4-6 bln Visual : meletakkan bayi didepan kaca, memebawa bayi nonton TV.

· · · d. · · · · e. · · · · f. · · · g. · · · h. · · · · · · i. · · j. · ·

Audio : mengajar bayi berbicara, memanggil namanya, memeras kertas. Kinetik : bantu bayi tengkurap, mendirikan bayi pada paha ortunya. Taktil : memberikan bayi bermain air. Umur 7-9 bln Visual : memainkan kaca dan membiarkan main dengan kaca serta berbicara sendiri. Audio : memanggil nama anak, mngulangi kata-kata yang diucapkan seperti mama, papa. Taktil : membiarkan main pada air mengalir. Kinetik : latih berdiri, merangkap, latih meloncat. Umur 10-12 bln Visual : memperlihatkan gambar terang dalam buku. Audio : membunyikan suara binatang tiruang, menunjukkan tubuh dan menyebutnya. Taktil : membiarkan anak merasakan dingin dan hangat, membiarkan anak merasakan angin. Kinetik : memberikan anak mainan besar yang dapat ditarik atau didorong, seperti sepeda atau kereta. Umur 2-3 tahun Paralel play dan sollatary play Anak bermain secara spontan, bebas, berhenti bila capek, koordinasi kurang (sering merusak mainan) Jenis mainan: boneka,alat masak,buku cerita dan buku bergambar. Preschool 3-5 thn Associative play , dramatik play dan skill play. Sudah dapat bermain kelompok Jenis mainan: roda tiga, balok besar dengan macam-macam ukuran. Usia sekolah Cooperative play Kumpul prangko, orang lain. Bermain dengan kelompok dan sama dengan jenis kelamin Dapat belajar dengan aturan kelompok Laki-laki : Mechanical Perempuan : Mother Role Mainan untuk Usia Sekolah : 6-8 tahun : Kartu, boneka, robot, buku, alat olah raga, alat untuk melukis, mencatat, sepeda. 8-12 tahun : Buku, mengumpulkan perangko, uang logam, pekerjaan tangan, kartu, olah raga bersama, sepeda, sepatu roda. Masa remaja Anak lebih dekat dengan kelompok Orang lain, musik,komputer, dan bermain drama.

1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4.

II. TERAPI BERMAIN ULAR TANGGA EDUKATIF UNTUK USIA 6 – 12 TAHUN A. Deskripsi Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak lain. Dalam permainan ular tangga edukatif ini, kelompok memodifikasi papan ular tangga menjadi kotak – kotak yang berisi gambar – gambar edukatif untuk membantu pengembangan intelektual anak. Setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama (biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu. Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain pertama yang mencapai kotak terakhir. Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka mendapat giliran sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya. B.

Jenis Permainan Jenis permainan ini adalah Games. Games adalah permainan yang menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan / skor.

C. Tujuan 1. Umum : Setelah dilakukan tindakan program bermain pada anak usia sekolah (6 -12 tahun) selama kurang lebih 30 menit diharapkan anak dapat bermain sambil belajar mengenal tanda umum anak bergizi baik. 2.

H. Bermain di Rumah Sakit Perawatan di Rumah Sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak maupun orang tua. Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengeskpresikan perasaan tersebut dan mampu bekerja sama degan petugas kesehatan selama dalam masa perawatan. Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di RS akan memberikan keuntungan sebagai berikut : 1. Meningkatkan hubungan klien dan perawat 2. Aktivitas beramain yang terpogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. 3. Permainan di RS membantu anak mengekspresikan perasaannya. 4. Permainan yang terapeutik akan membentuk tingkah laku yang positif. Prinsip – prinsip bermain di rumah sakit :

Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana. Relatif aman dan terhindar dari infeksi silang. Sesuai dengan kelompok usia. Peramainan tidak boleh bertentangan dengan terapi yang sedang dijalankan. Perlu partisipasi orang tua dan keluarga. Tekhnik Bermain di Rumah Sakit : Berikan alat permainan untuk merangsang anak bermain sesuai dengan umur perkembangannya Berikan cukup waktu dalam bermain dan menghindari interupsi Berikan permainan yang bersifat mengurangi sifat emosi anak Tentukan kapan anak boleh keluar atau turun dari tempat tidur sesuai dengan kondisi anak

§ § § § § § §

§

Khusus : Bagi anak: Dapat mengatur strategi dan kecermatan. Dapat mengenal tanda – tanda anak bergizi baik Dapat mengembangkan imajinasi dan mengingat peraturan permainan Dapat berlatih bersosialisasi Dapat berlatih bersikap sportif Dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan pada anak Dapat belajar pramatematika yaitu saat menghitung langkah pada permainan ular tangga dan menghitung titik – titik yang terdapat pada dadu. Bagi perawat: Membangun trust antara pasien anak dan perawat

§ Mampu mengaplikasikan teori terapi bermain pada anak usia 6-12 tahun § Mampu mengenal karakter tiap anak usia 6-12 tahun D. Sasaran 1. 2. 3. 4.

Kriteria Klien Anak yang berumur usia sekolah ( 6-12tahun ) Anak kooperatif Anak dengan komunikasi verbal baik Anak yang tidak ada kontra indikasi untuk bermain

E.

Setting Ruangan

F. 1. · · · 2. · · · 3. · ·

Uraian Tugas Kelompok Leader : Nugroho Punto Aji Bertugas untuk menjelaskan aturan permainan Memulai dan memimpin permainan Mengatur jalannya permainan Fasilitator: Anna Prabandari dan Wilda Maria Noviyanty Bertugas mendampingi anak selama permainan Membantu anak apabila mengalami kesulitan saat bermain Membantu leader dalam penyediaan fasilitas permainan Obsever: Monica Widha Candra Bertugas untuk mengamati jalannya dan respon anak selama permainan berlangsung. Melakukan evaluasi proses dan hasil permainan

G. Perilaku Anak yang diharapkan 1. Anak dapat mengatur strategi dan kecermatan. 2. Anak dapat mengenal tanda – tanda anak bergizi baik 3. Anak dapat mengembangkan imajinasi dan mengingat peraturan permainan 4. Anak dapat berlatih bersosialisasi dengan teman – temannya 5. Anak dapat berlatih bersikap sportif 6. Anak dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan 7. Anak dapat belajar pramatematika yaitu saat menghitung langkah pada permainan ular tangga dan menghitung titik – titik yang terdapat pada dadu. H. Analisa Kondisi Anak 1. Anak sehat 2. Anak sekolah berusia 6-12 tahun 3. Anak kooperatif 4. Anak antusias I. 1. 2. 3. 4.

Analisa Situasi Tempat Menyesuaikan dengan jadwal laboratorium. Waktu Program terapi ini dilakukan sesuai jadwal laboratorium. Jumlah peserta Jumlah peserta terapi bermain ini direncanakan sejumlah 3 anak. Jumlah perawat

5. a. b. J. 1.

2. 3. -

Jumlah perawat yang memberikan terapi ini adalah 4 orang. Peralatan Alas duduk Alat permainan ular tangga Rencana Pelaksanaan Persiapan (5 menit) Eksplorasi perasaan perawat Mengingat kembali konsep permainan Persiapan anak, alat dan tempat oleh fasilitator Pelaksanaan (20 menit) Perkenalan anggota terapis dan salam oleh Leader Kontrak waktu permainan oleh Leader Penjelasan permainan oleh Leader Fasilitator menyiapkan permainan Permainan dimulai oleh Leader Observer mengamati jalannya permainan Fasilitator mendampingi anak dalam bermain Evaluasi (5 menit) Evaluasi proses dan jalannya permainan oleh observer Memberikan reinforcement Permainan diakhiri dan ditutup oleh Leader

4. Antisipasi Masalah a. Bertengkar dengan anak yang lain ü Lerai anak dari perselisihan. Libatkan fasilitator dalam melerai perselisihan ü Menanyakan alasan mengapa bertengkar dan memberikan pengertian pada anak bahwa bertengkar itu tidak baik. ü Biarkan anak tenang dahulu, jangan memaksa anak untuk melanjutkan permainan ü Jika anak sudah tenang, bujuk anak untuk saling memaafkan dan melanjutkan permainan b. Menangis ü Tanyakan pada anak alasan ia menangis ü Lakukan pendekatan yang baik untuk menenangkan anak ü Setelah anak tenang, motivasi untuk melanjutkan permainan c. Ingin BAK/BAB ü Sebelum permainan dimulai, anak dipersilahkan untuk BAK/BAB ü Jika saat permainan berlangsung, anak ingin BAK/BAB maka ditemani oleh fasilitator d. Anak tiba – tiba tidak mau bermain ü Tanyakan pada anak mengapa ia tidak mau bermain ü Jika memungkinkan, bujuk anak untuk bermain lagi ü Jika anak mengatakan capai atau lelah, anjurkan anak untuk istirahat dan bermain dapat dilakukan lain waktu e. Bosan ü Berikan permainan selingan, seperti ice breaking dan relaksasi ringan ü Terapis membuat situasi yang menyenangkan dan meningkatkan motivasi

TEKNIK-TEKNIK TRAUMA HEALING



 

Teknik ini dipakai untuk merilekskan indera keseimbangan, rileksasi tubuh dan wajah, menghilangkan ketakutan, kecemasan, kegelisahan serta kebingungan. Anak yang sulit tidur, suka bermimpi, suka mengigau, suka mengompol, keras kepala, kurang mendengarkan, dapat dibantu dengan teknik ini. Pemijatan ini dapat pula dilakukan dengan menggunakan minyak kayu putih, minyak gandapura, minyak telon, baby oli, atau VCO.Jangan gunakan jenis balsem. Caranya dengan menarik daun telinga dengan lembut, dari bawah ke sampai atas. lakukan sebanyak 3 kali. Ulangi 3x3 kalau perlu. Beri jeda antar paket penjeweran. Percakapkan setelah melakukannya. Teknik ini diadaptasi dari senam otak.

c.

Pemijatan Daerah Sekitar Indera Keseimbangan





Banyak orang tidak mengerti bahwa kita memiliki indera ke enam, yakni indera keseimbangan. Indera ini terletak di bagian kening. Zona ini ini bukan hanya merupakan keseimbangan fisik melainkan juga psikologis. Pemijatan dapat dilakukan dengan menggunakan minyak kayu putih, minyak gandapura, minyak telon, baby oil, VCO. Jangan gunakan sejenis balsem, Cara memijatnya adalah dengan membuat lingkaran berlawanan arah jarum jam di sekitar indera keseimbangan Anda. Terus gerakkan kedua tangan Anda untuk membuat lingkaranlingkaran kecil di sekitar indera keseimbangan Anda, dengan arah berlawanan dengan jarum jam. Pemijatan ini dapat pula dilakukan dengan menggunakan minyak kayu putih, minyak gandapura, minyak telon, baby oli, atau VCO.Jangan gunakan jenis balsem. Percakapkan setelah melakukannya.

d.

Teknik Titik Pusat-Positif



Teknik ini dipakai untuk membuat rileks, mengatasi ketegangan, kecemasan, perasaan takut, panik, dan kurang bersemangat. Teknik ini dapat dilakukan secara stand alone, misalnya kita minta orang yang kita dampingi melakukan di rumah sendiri atau menjadi bagian dari proses pendampingan kita. Pemijatan dapat dilakukan oleh orang itu sendiri atau orang lain. Pemijatan ini dimulai dari dahi, di antara ke dua mata, kemudian naik ke atas, ke kepala, bagian ubun-ubun, terus ke kepala bagian belakang, ke bagian leher belakang, ke pundak, terus ke tangan. Tangan kiri untuk memijat tangan kanan. Dan sebaliknya, tangan kanan untuk memijat tangan kiri. Kemudian, akhirnya remas-remas kedua tangan Anda. Ulangi yang tersebut 3 kali

Materi 1: Teknik Kursi Kosong

     

Teknik ini tidak dapat dilakukan secara stand alone (berdiri sendiri) Teknik ini harus menjadi bagaian dari proses perjumpaan pendampingan dan konseling. Teknik ini hanya cocok bagi orang yang dapat berfantasi. Teknik ini membutuhkan waktu sama dengan sebuah sesi konseling 45-60 menit. Namun, penggunaan kursi kosong sendiri hanya membutuhkan paling lama 10 menit. Teknik ini berasal dari Model pendampingan dan Konseling Gestalt. Kursi kosong ini dipakai untuk mengeluarkan atau mencurahkan segala uneg-uneg (katarsis) yang ada dalam batin orang yang didampingi. Banyak orang yang merendam perasaannya (unfinished business). Kursi kosong ini merupakan media kita untuk mengekspresikan baik perasaan positif (rindu, cinta, maupun negative(menyesal, berdosa, marah). Lakukan itu selama 5-10 menit. Biarkan orang yang kita dampingi mengeluarkan perasaan kuat yang ada.

 

 Materi 2: Teknik Pernafasan dan Pemijatan

 a.

Pernafasan Perut



Teknik ini dipakai untik rileksasi dan menurunkan ketegangan dan menghilangkan perasaan cemas dan gelisah. Teknik ini dapat dilakukan secara stand alone, misalnya kita m inta orang yang kita dampingi untuk melakukannya di rumah sendiri, sebagai pekerjaan rumah atau menjadi bagian dari proses pendampingan kita. Ajak klien untuk berdiri secara rileks. Arahkan mata lurus ke depan. Tarik nafas melalui hidung. Dan lepaskan melalui mulut. Letakkan kedua tangan secara bersilangan di perut. Tangan harus mengikuti gerak perut. Ulangi 3 kali. Apabiula dipandang perlu, dapat melakukan satu set (3 kali). Antar set harus ada jeda. Lakukan paling banyak sembilan kali. Teknik ini diadaptasi dari senam otak. Setelah melakukannya, mintalah dia untuk menceritakan pengalamannya. Melakukan hal yang sama. Namun memakai variasi. Mulailan dengan sikap istirahat. Tangan secara bersilangan di bagian bawah puinggung kita. Ketika menarik nafas melalui hidung, rapatkan kaki, dan pindahkan tangan ke bagian perut secara bersilangan. Tahan nafas, 1 sampai bilangan 3, kemudian lepaskan nafas melalui mulut. Sambil melepaskan nafas, kembalikan tangan ke belakang tubuh dan kaki merenggang kembali dalam posisi istirahat. Lakukan 3 kali. Apabila diperlukan dapat melakukannya 3 kali. Antar paket harus ada jeda. Percakapkan setelah melakukannya.

 

 

 





  

 Pemijatan Telinga



Teknik dapat dilakukan secara stand alone, misalnya kita minta orang yang kita dampingi melakukan di rumah sendiri atau menjadi bagian dari proses pendampingan kita.

More Documents from "Abimanyu Arminareka"

Psikosomatis.docx
December 2019 11
Id-ego-super Ego.docx
December 2019 19
Cover.docx
May 2020 14
Makalah.docx
November 2019 21