Ica Tugas.docx

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ica Tugas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,469
  • Pages: 26
CHAPTER REPORT ANALISIS KONFLIK DAN AGENCY THEORY (4)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori Akutansi Dari Ibu Dr. Rini Indriani, SE., M.Si., CA

Oleh: MELLYSHA INDAH MUSTIKA (C2C018009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MAGISTER AKUTANSI FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BENGKULU BENGKULU 2018

BAB I PENDAHULUAN Teori permainan berusaha menyusun model dan memprediksikan payoff konflik antara dua individu yang rasional. Sehingga konsekuensi ekonomi dicirikan dengan konflik. Adalah versi teori permainan yang menyusun model proses terjadinya kontrak antara dua orang atau lebih. Oleh karena masing-masing pihak yang terlibat dalam kontak berusaha mendapatkan keuntungan sebesar mungkin untuk dirinya sendiri, maka teori keagenan juga melibatkan konflik. Teori permainan dapat membantu kita memahami bagaimana manajer, investor, dan pihak lain yang terkait dapat secara rasional menghadapi konsekuensi ekonomi dari laporan keuangan. Akibatnya teori permainan dari teori keagenan relevan dari akuntansi. Akhirnya peranan berbasis kontrak untuk laporan keuangan yang ditimbulkan oleh teori permainan membantu kita mengetahui bagaimana teori pasar yang tidak selalu konsisten dengan konsekuensi ekonomi. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflic to fInterest). Perusahaan menjalin banyakn kontrak. Ada dua kontrak yang penting yaitu kontrak kerja antara perusahaan dan manajernya serta kontrak pemberian pinjaman antara perusahaan dan kreditor. Kedua jenis kontrak tersebut seringkali tergantung pada laba bersih yang dilaporkan perusahaan. Kontrak kerja seringkali menghitung bonus manajer berdasarkan laba bersih, dan kontrak pemberian pinjaman seringkali memasukan proteksi bagi para pemberi pinjaman dalam bentuk ketentuan-ketentuan misalnya agar tidak membayar dividen jika modal kerja jatuh dibawah tingkat tertentu. Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat AI yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri, dengan adanya hal tersebut dalam praktik pelaporan keuangan sering menimbulkan ketidak transparanan yang dapat menimbulkan konflik principal dan agen. Akibat adanya perilaku manajemen yang tidak transparan dalam penyajian informasi ini akan menjadi penghalang adanya praktik GCG (Good Corporate Governance) pada perusahaanperusahaan karena salah satu prinsip dasar dari GCG adalah Transparency (keterbukaan).

1

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa dalam rangka menegakan prinsip GCG pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya prinsip transparasi dan akuntabilitas,penyajian informasi akuntasi yang berkualitas dan lengkap dalam laporan tahunan sangat diperlukan. Hal ini akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Untuk itu dalam uraian berikut ini akan dibahas tentang Agency Theory sebagai awal timbulnya isu tentang Good Corporate Governance (GCG), kemudian Good Corporate Governance beserta prinsip-prinsip yang melandasi dan peran akuntan dalam menegakkan prinsip GCG di Indonesia. Konsepsi CG dalam bahasan ini didasarkan sudut pandang organisasi perusahaan privat sebagai open system. Burrel dan Morgan (1979) menyatakan bahwa suatu organisasi mempunyai fungsi yang sama dengan organisme yang berhadapan dengan lingkungannya. Untuk dapat bertahan hidup,organisasi tersebut harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana organisasi tersebut berada (misal budaya masyarakat,pemerintah,aturan dan regulasi lainnya) BAB II RINGKASAN BAB Dalam mencapai tujuan umum organisasi, seringkali terdapat berbagai hambatan. Hambatan tersebut kadangkala diakibatkan oleh tidak sesuainya antara tujuan agent dan principal, baik antara shareholder dengan manajemen maupun antara superior dengan subordinate dalam suatu organisasi (Jensen dan Meckling 1976). Hal ini dapat dijelaskan melalui agency theory. Agency theory memberikan dasardasar teoretis dalam banyak penelitian di bidang ekonomi, manajemen, marketing, finance, accounting dan sistem informasi. Teori ini memiliki pengaruh paling besar yang mendasari penelitian di bidang corporate governance dan management control systems di dunia barat (Ekanayake 2004). Dalam budaya barat, agency theory telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam memandang masalah goal congruence (Jensen dan Meckling 1976; Eisenhardt 1989). Sayangnya, beberapa penelitian pada budaya Asia masih belum dapat dibuktikan secara konsisten mengeni perspektif agency theory (O’Connor 1997; Taylor 1995). Hal ini dikarenakan sifat dasar agent di antara berbagai budaya berbeda, baik dalam nilai dan norma (Hofstede 1980). Sampai saat ini masih belum terdapat kesimpulan umum di antara para peneliti mengenai perspektif agency theory jika melibatkan unsur budaya dalam memahami hubungan antara agent dan principal.

2

BAB III PEMBAHASAN

Teori agensi merupakan hubungan antaraprincipal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Dan di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat suatu kontrak dimana pihak principalmemberi wewenang kepada agent untuk mengelola usahanya dan membuat keputusan yang terbaik bagi principal.

3.1

Pengertian Theori Agency Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory

(teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of Interest). Dalam konsep Agency Theory, manajemen sebagai agen semestinya on behalf the best interest of the shareholders, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utililitas. Manajemen bisaa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya Asimmetric Information. Pertentangan dan tarik menarik kepentingan antara prinsipal dan agen dapat menimbulkan permasalahan yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi, kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri dan tingkat AI yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk memanipulasi kerja yang dilaporkan untuk kepentingan diri sendiri. Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan 3

sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal,sedangkan managemen sebagai agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak agar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan,return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997). Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai posisi daya tawar yang kuat. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusankeputusan tersebut tetap menjadi wewenang dari prinsipal selaku pemilik perusahaan. Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prisipal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak prinsipal selaku pemilik modal bertindak semaunya atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomik (homo economicsus) yang berperilaku ingin memaksimalkan kepentingannya masing-masing. Konsep Agency Theory menurut Scott (1997:305) adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent, dimana principal adalah pihak yang mempekerjakan agent agar melakukan tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang menjalankan kepentingan principal. 4

Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan adalah sebagai kontrak, dimana satu atau beberapa orang (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk melaksanakan sejumlah jasa dan mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada agen tersebut. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari teori agensi adalah hubungan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Dan di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat suatu kontrak dimana pihak principal memberi wewenang kepada agent untuk mengelola usahanya dan membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Menurut Eisenhard (1980), teori keagenan dilandasi oleh tiga buah asumsi, yaitu: 1.

Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan tidak menyukai resiko (risk aversion)

2.

Asumsi tentang keorganisasian Asumsi

keorganisasian

adalah

adanya

konflik

antar

anggota

organisasi,

efisien

sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information antara principal dan agent 3.

Asumsi tentang informasi Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang diperjual belikan.

Menurut Meisser, et al., (2006:7) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan, yaitu: a. Terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik, b. Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. 3.1.2 Agency Theory: An Employment Contract Between Firm Ownner and Manager a.

Misalkan sebuah perusahaan dimiliki oleh satu orang (principal) dan dikelola oleh seorang manajer (agent)

b.

Manajer memiliki dua pilihan yaitu: bekerja keras (work hard) dan melalaikan tugas (shirk)

c.

Apabila manajer bekerja keras maka hasil usaha (payoff), yang dalam hal ini adalah laba, akan lebih tinggi.

d.

Pemilik perusahaan tentunya menginnginkan agar manajer bekerja keras karena laba yang akan diperoleh lebih besar. Namun di sisi lain, manajer belum tentu akan begitu saja menuruti keinginan pemilik.

e.

Tindakan manajer untuk melakukan tugas sangat mungkin terjadi terutama apabila manajer adalah seseorang yang effort-overse 5

f.

Pemilik perusahaan tentunya harus mengendalikan moral hazard manajer

Pemilik hendaknya mempertimbangkan alternatif lain seperti: a. Tetap memperkerjakan manajer bersangkutan dan puas dengan laba yang tidak maksimal. Alternatif ini mungkin sebaiknya tidak dipilih karena masih ada alternatif lain yang lebih baik b. Pengawasan langsung. Apabila pemilik bisa mengawasi langsung tindakan manajer tanpa biaya yang besar, maka masalah akan dapat diselesaikan. Kontrak antara pemilik dan manajer dapat direvisi, misalnya manajer akan memperoleh gaji yang lebih rendah apabila pemilik mendapati manajer telah melalaikan tugas. Tipe kontrak seperti ini disebut dengan first-best contract. Namun dalam kenyataannya, first-best contract sering kali tidak diperoleh. Hal ini disebabkan karena sangat sulit bagi pemilik untuk mengawasi secara langsung pekerjaan manajer yang sangat kompleks c. Pengawasan tidak langsung. Karena pekerjaan manajer tidak dapat diawasi secara langsung, maka pekerjaan manajer dapat diatributkan dengan hal lain. Misalnya apabila laba perusahaan lebih rendah daripada yang diharapkan pemilik, maka pemilik dapat menganggap manajer telah melalaikan tugas, sehingga pemilik akan memberikan gaji yang lebih rendah kepada manajer. Dengan demikian manajer tentunya akan memilih untuk bekerja keras. Namun demikian, pengawasan tidak langsung tidak akan menghasilkan first-best contract, karena: 1) apabila perusahaan mengalami kerugian (laba negatif), maka tidak jelas apakah kerugian ini disebabkan oleh manajer yang lalai ataukah situasi yang buruk, 2) pemerintah mungkin menetapkan aturan mengenai gaji minimum yang harus diterima manajer d. Pemilik menyewakan perusahaan kepada manajer. Jika alternatif ini dipilih, maka pemilik akan meminta pembayaran hasil usaha (seperti sewa) dari manajer dalam jumlah yang tetap setiap periode. Dengan demikian pemilik tidak lagi memperdulikan tindakan apa yang akan dilakukan manajer karena risiko pengelolaan perusahaan akan dipikul oleh manajer. Tetapi karena manajer diminta untuk menaggung risiko, maka besarnya sewa yang bersedia dibayar manajer akan lebih rendah daripada manfaat yang harusnya diperoleh pemilik apabila first-best contract dapat terwujud. Selisih antara besarnya manfaat yang seharusnya diperoleh pemilik dan besarnya sewa yang ditetapkan disebut dengan agency cost e. Memberikan bagian laba kepada manajer. Dengan memberikan bagian laba kepada manajer, maka

manajer akan memiliki motivasi untuk bekerja keras. Aspek kontrak seperti ini disebut dengan incentive-compatibility karena manajer memiliki insentif untuk bekerja keras, sejalan dengan keinginan pemilik. Namun karena pemilik memberikan bagian laba kepada manajer maka manfaat yang diterima pemilik akan lebih rendah dibandingkan dengan first-best contract. Dengan demikian agency cost tetap ada meskipun jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan apabila pemilik menyewakan perusahaan kepada manajer. Kontrak yang memberikan manajer bagian laba dikenal dengan second-best contract. Pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal,sedangkan managemen sebagai agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak agar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan 6

agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan,return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997). Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu: a. Asumsi tentang sifat manusia Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai resiko (risk aversion). b. Asumsi tentang keorganisasian Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen. c. Asumsi tentang informasi. Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan. Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusankeputusan

tersebut

tetap

menjadi

wewenang

dari

prinsipal

selaku

pemilik

perusahaan.

Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prisipal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak prinsipal selaku pemilik modal bertindak semaunya 7

atau sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomik (homo economicsus) yang berperilaku ingin memaksimalkan kepentingannya masing-masing. Dalam konsep Agency Theory, manajemen sebagai agen semestinya on behalf the best interest of the shareholders, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utililitas. Manajemen bisaa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya Asimmetric Information. Asimmetric Information (AI), yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Dalam hal ini prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi tentang ukuran keberhasilanyang diperoleh oleh prinsipal tidak seluruhnya disajikan oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang sesungguhnya dalam mengelola kekayaan prinsipal yang dipercakan kepada agen. Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permsalahan yang disebabkan adanya kesulitan prisipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah : a.

Moral Hazard yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.

b.

Adverse Selection yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari : a.

The monitoring expenditures by the priciple Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor prilaku agen, termasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget restriction, compensation policies.

b. The bonding expeditures by the agent. 8

The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan. c.

The residual loss Merupakan penurunan tingkat kesjahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship.

Dari penambahan diatas, bila dibuatkan ringkasan tentang asumsi dan penerapan agency theory dalam organisasi akan tampak dalam Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Asumsi Dasar dalam Agency Theory Asumsi Manusia

Homo Economicus, yang memaksimalkan utilitasnya

Model Perilaku

Self serving behavior

Fakta Penerapannya

Prinsipal dan agen cenderung menerapkan tujuan secara kaku (rigid)

Akibat yang timbul

Conflict of Interest

Konsekuensi

Timbul agency cost dalam mengawasi kinerja manager / agen

Pemecahan

Sharing rule antara prinsipal dan agen perlu dibuat

Reward

Ekstrinsik, yaitu komoditi berwujud dan bisa dipertukarkan dan memiliki nilai pasar yang bisa diukur

Asumsi Informasi

Sebagai komoditi yang dapat diperjual belikan

3.1.3 Free Agent Free agent bertugas mengelola perusahaan (Wahidahwati, 2002). Salah satu kebijakan yang diambil free agent dalam menjalankan ttugasnya mengelola perusahaan adalah menurunkan penggunaan hutang. Menurut Husnan (2000) keputusan ini diambil karena beberapa : 1. Free agent merasa mempunyai tanggung jawab untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Free agent berfikiran dengan menurunkan tingkat penggunaan hutang maka resiko perusahaan terkendali 2. Free agent tetap menjaga profesionalisme kerja walupun tidak memiliki kepemilikan saham. Tindakan ini dilakukan free agent karena jika kinerja free agent buruk maka selain akanmerugikan perusahaan. Free agent juga dapat menerima resiko dikeluarkan dari perusahaan (dipecat). 3. Karena perusahaan yang dikelola free agent harus mampu meningkatan pendapatan perusahaan. Sehingga akan menarik investor untuk berinvestasi dan dapat menghindari penilaian negatif investor yang disebabkan karena buruknya kinerja perusahaan.

9

3.2

Teori Game Teori Game muncul akibat asimetri informasi antara lain : penyimpangan perilaku (moral hazard-

MH). Game Theory adalah teori permainan ekonomi - economic theory of games atau disingkat dengan game theory. Teori Game : a. Mendasari isu-isu dalam teori akuntansi keuangan. b. Memodelkan interaksi dua atau lebih pemain, interaksi sering terjadi dalam keadaan ketidakpastian dan asimetri informasi. c. Asumsi dari setiap pemain memaksimumkan utilitas harapannya lebih kompleks daripada teori keputusan dan teori investasi 3.2.1 Ada banyak tipe teory game, antara lain: a. Non-kooperatif : jika persetujuan tidak mungkin diberdayakan atas setiap anggota, Contoh : industri ologopolistik. b. Kooperatif : setiap pihak dapat masuk ke dalam persetujuan berikat (binding agreement), Contoh : Kartel. 3.2.1.a Non – cooperative game model of manager –investor conflict (teori game model non cooperative konflik antara manajer –investor ) a. Konflik antara constituencies (kelompok user laporan keuangan) dapat di modelkan dalam sebuah permainan,ketika keputusan dari masing – masing constituencies tidak dapat disatukan. Investor menginginkan informasi yang relevan dan reliable dalam laporan keuangan untul membantu menilai resiko dan expected value dari investasinya sedangkan manajer tidak ingin mengungkan semua informasi yang di inginkan investor.manager lebih suka tdak mengungkapkan kebijakan akuntansi.selain untuk manajer juga takut jika terlaly banyak informasi yang di keluarkan akan menguntungkan kompetitornya. b. Situasi seperti ini dimodelkan dalam non – cooperative game ,karena sulit untuk mencapai agreement antara manajer dan investor mengenai informasi spesifik seperti apa yang harus di sediakan. Agreement yang akan di capai akan membutuhkan banyak biaya karena keputusannya harus dinegosiasikan pada semua user yang memiliki kebutuhan yang berbeda terhadap informasi dalam laporan keuangan c. Situasi mayoritas professional accounting standard setting bodies menggunakan pendekatan decision usefulness yang diturunkan dari teorinya nya. manajer akan menggunakan kebijakan akuntansi yang disarankan standar stater (menggambarkan kepentingan investor ) dan full disclosure . d. Dalam asumsi positive accounting theory ,manajer adalah invidu rasional yang memicu timbulnya tindakan opportunistic terlihat jelas bahawa manajemen memiliki 10

kepentingan sendiri untuk memilih kebijakan akuntansi.sehingga juga dapat diasumsikan bahwa laporan keuangan disajikan dengan full disclosure dan tidak dapat diasumsikan bahwa kebijakan akuntansi di pilih berdasarkan kegunaannya terhadapop shareholder dan investor. e. Dari konflik yang terjadi, terlihat bahwa masalah pemilihan kebijakan akuntansi tergantung dari hasil yang dihasilkan.sehingga dewan accounting sebainya berfokus pada adanya hasil bagi kedua pihak ketika peraturan atau standard baru. 3.2.1.b Some models of cooperative game theory (beberapa model teori game cooperative) a. Agreement yang mengabarkan cooperative behavior disebut juga contract adalah interaksi dari dua atau lebih orang atau organisasi diarahkan menuju tujuan bersama yang saling menguntungkan. Sebuah tindakan atau contoh kerja atau bertindak bersamasama untuk tujuan yang sama atau manfaat, yaitu, aksi bersama..dua tipe kontrak adalah employment constract (antara perusahaan dan top manajer) dan lending contract (antara manajer perusahaan dan bondholder (pemilik obligasi) b. Agency theory merupakan cabang dari game theory yang mempelajari desain kontrak untuk memotivasi rational agent agar bertindak berdasarkan kepentingan principal ketika kepentingan agen bertentangan dengan principal c. Dalam employment contract,pemilik perusahaan sebagai principal dan top manajer sebagai agent yang direkrut untuk menjalankan perusahaan berdasarkan kepentingan pemilik.sedangkan dalam lending contract ,lender (pemilik dana )merupakan principal dan perusahaan sebagai agen. d. Asumsinya principal dan agen bertindak secara rasional agent merupakan risk –averse sedangkan principal risk –neutral.principal menginginkan agent untuk bekerja keras ,tetapi agen cenderung effort –averse. e. Perusahaan dimodelkan terdiri dari 2 individu yang rasional(investor dan manajer ) dengan kepentingan yang bertentangan .kondisi yang terjadi adalah principal tidak dapat mengamati usaha yang dilakukan oleh manajer (moral hazard),sehingga mendorong manajer untuk shirk on effort (tidak bekerja secara maksimal,bermalas- malasan) f. Manajer diutility of effort menggambarkan semakin besar effort yang dikeluarkan oleh manajer ,akan semakian besar disutility yang disarankan manajer. g. Owner diasumsikan rasional dan risk –neutral ingin memaksimalkan expected hasil bagi perusahaan .sedangkan manajer yang diasumsikan rasional risk avers and effort –averse ingin memaksimalkan expected utilitas kompensasi yang diterima .untuk menangani timbulnya sharking ,mengapa tidak memberikan manajemen bagian dari hasil?

11

h. Masalah yang timbul :hasil perusahaan tidak dapat diketahui sampai kontrak berakhir (dengan asumsi single period),sehingga manajer dibayar saat kontrak jatuh tempo. i. Dasar pemberian kompensasi manajer adalah pengukuran kinerja seperti net income yang tersedia saat akhir periode. j. Jadi untuk memotivasi usaha yang dilakukan manajer dapat diberi bagian dari net income perusahaan .komsep reservation utility jika manajer mau bekerja untuk owner dalam suatu periode .kompensasi yang ditawarkan harus cukup besar ,paling tidak termasuk opportunity cost manajer tersebut. 3.2.3

Beberapa Model Cooperative Game Theory Substansi dari cooperative games adalah adanya kesepakatan yang mengikat para pemain.

Kesepakatan tersebut sering kali di sebut kontrak a. Pricipal - Agent b. Agency theory merupakan cabang dari game theory yang mempelajari bentuk (desain) kontrak yang dapat memotivasi agent untuk bertindak demi kepentingan principal meskipun kepentingan agent bertentangan dengan kepentingan principal.

3.3

Impikasi Teori Agensi terhadap Akuntansi 3.3.1 Model Egency Holmstrom Holmstrom mengansumsikan bahwa usaha dari agen tidak dapat diamati oleh principal tetapi payoff nya dapat diamati pada akhir periode tertentu di lain pihak feltham dan Xie (1994) menunjukan bahwa model holmstrom atas kasus payoff tidak dapat diamati ,jika sekumpulan manajer mungkin melakukan aksi konstan. Holmstrom menunujukan secara formal bahwa sebuah kontrak yang didasarkan pada sebuah perngukuran performa seperti net income kurang efisien daripada first best, sumber dari kerugian efisiensi adalah kebutuhan agen yang risk averse untuk mentoleransi risiko dalam rangka menghasilkan kecendrungan untuk menolak hal ini mengakibatkan menculnya sebuah pertanyaan apakah secondbest contract dapat dibuat lebih efisien dengan mendasarkannya pada pengukuran second performance dalam penambahannya pada net income, sebagai contoh harga saham juga merupakan informasi mengenai performa manajer. Holmstrom menyatakan bahwa menyediakan pengukuran yang ke dua (harga saham) juga dapat di observasi, dan memberikan beberapa informasi mengenai usaha manajer yang terkandung dalam pengukuran yang pertama .sebagai efeknya, net income dan harga saham bersama – sama akan memberikan refleksi yang lebih baik mengenai usaha manajer sekarang dari pada hanya salah satu saja. tentu saja harga saham cenderung tidak stabil dan dipengruhi oleh kejadian ekonomi secara luas,

namun analisa holmstrom menunjukan tidak peduli seberapa 12

mengganggunya variabel kedua,variabel tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dari second-best constract jika variabel tersebut mengandung paling sedikit beberapa tambahan informasi usaha. Pertanyaan yang kemudian muncul menjadi satu dari proporsi relative dari kompensasi yang di dasarkan pada net income, versus didasarkan pada harga saham, dalam compensation contarcts, sehingga, implikasi menarik dari model holmstrom adalah bahwa seiring dengan net income bersaing dengan sumber informasi lainnya untuk investor dalam teori pasar sekuritas efisien, net income juga bersaing dengan sumber informasi lainnya untuk memotivasi manajer dalam agency theory. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apa krateristik yang dimiliki sebuah pengukuran performa jika pengukuran tersebut digunakan untuk konstribusi pada afficient compensation contract.salah satu krakteristiknya adalah sensitivitasnya .sensitivitas adalah rate dimana nilai ekspektasi dari sebuah pengukuran performa meningkat seiring dengan manajer bekerja keras atau menurun jika terjadi sebaliknya .krateristik penting lainnya. Karakteristik yang diperlukan oleh net income jika digunakan untuk mengukur performa tidak sama jika digunakan sebagai input yang berguna dalam keputusan investasi .dapat disimpulkan bahwa tantangan untuk akuntan untuk matain dan meningkatkan peran dari net income sebagai pengukuran performa seorang manajer adalah menghasilkan angka net income yang mempresentasikan tradeoff terbaik yang mungkin antar sensitivitas dan keakuratan. 3.3.2 Rigidity of contracts Contract cenderung untuk rigid pada waktu di tandatangani.Alasan untuk regiditas ini memerlukan beberapa diskusi .di lain pihak ,kita mungkin bertanya jika konsekuensi ekonomi mempunyai tempat dalam contract yang di ikuti oleh manajer ,mengapa tidak menegosiasi ulang contract yang mengikuti perubahan dalam GAAP atau state realisasi lainnya. Kontrak yang tidak mengantisipasi semua state realisasi yang mungkin adalah tidak lengkap. Membangun sebuah provisi normal untuk negosiasi kembali constract dibawah tangan adalah mungkin ,namun jika negosiasi kembali tersebut adalah baik untuk manajer ,prospek dari negosiasi kembali tersebut mengurangi usaha einsentif manajer ,yang tidak termasuk dalam ketertarika investor. Dalam efeknya ,konsekuensi dari memasuki contracts hanya karena itu adalah contracts ,state realisasi yang tidak

kelihatan

sebelumnya

menyebabkan

biaya

atas

perusahaan

atau

manajer

tersebut.manajer yang unfavourably dipengaruhi oleh sebuah perubahan dari peraturan – peraturan akuntansi in midstream mungkin ditekan untuk menghilangkan ketidak sukaan mereka pada akuntans yang memperkenalkan perubahan perturan daripada pihak lainnya.

13

3.3.3 Reconciliation of efficient securities market theory Agency teory mendemonstrasikan kontrak kompensasi yang mungkin paling baik biasanya mensuport kompensasi manajer pada manajer pada satu atau lebih pengukuran performa .kemudian manajer memiliki motivasi untuk memaksimalkan performa mereka .sejak performa yang lebih tinggi membawa pada ekspektasi payoff yang lebih tinggi ,ini merupakan tujuan yang ingin dicapai shareholders. Aligment ini menjelaskan mengapa peraturan akuntansi mempunyai konsekuensi ekonomi ,di samping implikasi dari teori pasar sekuritas yang efisien .kadang itu merupakan rigiditas yang diproduksi oleh the signing of binding,contracts yang tidak lengkap yang menciptakan managers,concern dan yang membawa pada intervensi mereka dalam proses standard – setting .regiditas tersebut tidak dapat berbuat apa – apa dengan apakah perubahan peraturan akuntansi mempengaruhi arus kas. Sehingga ,konsekuensi ekonomi dan pasar sekuritas efisien tidak selalu tidak konsisten .kadang mereka dapat digabungkan dengan positive accounting theory, dengan dukungan normative dari agency teory yang menyarankan perusahaan memasuki employment dan debt contract yang bergantung pada informasi akuntansi. Kita sekarang melihat bagaimana perusahaan dapat menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang saham, secara konsisten dengan kontrak yang efisien. Teori agensi menunjukkan bahwa yang terbaik dapat dicapai kontrak kompensasi biasanya mendasarkan kompensasi manajer pada satu atau lebih tindakan kinerja. Kemudian, manajer mendapat insentif untuk memaksimalkan kinerja. Karena kinerja yang lebih tinggi mengarah pada hasil yang diharapkan lebih tinggi, ini juga merupakan tujuan yang diinginkan oleh investor. Penjajaran ini menjelaskan mengapa kebijakan akuntansi memiliki konsekuensi ekonomi, meskipun implikasi teori pasar sekuritas efisien. Di bawah sekuritas yang efisien teori pasar, hanya pilihan kebijakan akuntansi yang mempengaruhi arus kas yang diharapkan yang menciptakan ekonomi konsekuensi. Argumen berbasis kontrak yang kami berikan untuk konsekuensi ekonomi tidak tergantung pada pilihan kebijakan akuntansi yang memiliki efek arus kas langsung. Argumen ini sama apakah ada pengaruh arus kas langsung atau tidak. Sebaliknya, itu adalah kekakuan yang dihasilkan oleh penandatanganan kontrak yang mengikat dan tidak lengkap yang menciptakan kekhawatiran manajer, dan yang mengarah pada intervensi mereka dalam penetapan standar proses. Kekakuan ini tidak ada hubungannya dengan apakah perubahan kebijakan akuntansi mempengaruhi arus kas. Dengan demikian, konsekuensi ekonomi dan pasar efek yang efisien belum tentu tidak konsisten. Sebaliknya, mereka dapat direkonsiliasi oleh teori kontrak, dengan dukungan normatif dari teori agensi yang menyarankan mengapa perusahaan masuk ke dalam kontrak kerja dan hutang itu tergantung pada informasi akuntansi. Tidak ada dalam argumen di atas yang mengarah ke manajerial kekhawatiran tentang konflik kebijakan akuntansi dengan efisiensi pasar sekuritas. 14

Demikian pula, tidak ada dalam teori konflik pasar efek efisien dengan manajerial kekhawatiran tentang kebijakan akuntansi. Pertimbangan bersama dari kedua teori, bagaimanapun, membantu kami melihat bahwa manajer dapat melakukan intervensi dalam kebijakan akuntansi, meskipun mereka kebijakan akan meningkatkan kegunaan keputusan laporan keuangan bagi investor. Demikian, dalam analisis akhir, interaksi antara manajer dan investor adalah permainan. 3.4

Keunggulan Informasi Manajer 3.4.1 Manajemen Laba a. Laba bersih hanya dipandang sebagai angka penuh gangguan yang di-payoff-kan oleh sistem akuntansi. Manajer tidak dapat mengontrol atau merekayasa angka tersebut karena gangguan tersebut di-payoff-kan dari karakteristik-karakteristik sistem dan bukan dari apa yang dilakukan manajer. Bahkan tanpa adanya manajemen laba, para akuntan dapat meningkatkan efisiensi kontrak dengan mengurangi melalui ukuran-ukuran yang diperbaiki. b. Ada berbagai bentuk keunggulan informasi manajer. Salah satu kemungkinannya adalah manajer

tersebut

mungkin

memiliki

informasi

mengenai

payoff

sebelum

menandatangani kontrak namun sebelum memilih tindakan pre decision information. Kemungkinan lainnya adalah manajer menerima informasi setelah ia mengambil tindakan tertentu (post decision information). Dengan dipisahkannya kepemilikan dan kendali, tidak mungkin pemilik mampu mengamati bekerjanya akuntansi dan sistem pelaporan dengan terperinci. c. Meskipun manajer cenderung malas, penghindaran tersebut tidak akan lebih besar daripada yang akan terjadi tanpa adanya kontrak pengungkapan kebenaran tadi, dan manfaat yang diharapkan oleh pemilikpun akan sama. Manfaatnya adalah meningkatnya keyakinan investor bahwa laba bersih yang dilaporkan bebas dari penyimpangan dan bias manajer. d. Meskipun demikian, prinsip pengungkapan bukan ramuan ajaib yang dapat menyembuhkan segalanya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika prinsip tersebut diharapkan berlaku. Pertama, pemilik harus mampu berkomitmen bahwa kebenaran tidak akan digunakan untuk merugikan manajer. Kedua, tidak boleh ada pembatasan dalam bentuk kontrak. Ketiga, tidak ada pembatasan terhadap kemampuan manajer untuk menyampaikan informasinya. e. Dampak pembatasan ini adalah kita tidak dapat sepenuhnya mengandalkan prinsip pengungkapan untuk memberi jaminan kepada kita bahwa kontrak kompensasi paling efisien yang mungkin tercapai akan melibatkan pengungkapan kebenaran. Meskipun demikian, jika prinsip pengungkapan tidak berlaku, motivasi pelaporan yang jujur 15

mungkin memerlukan peningkatan kompensasi manajer, dan mengurangi manfaat pemilik yang diharapkan lebih rendah dari kontrak yang memungkinkan manajemen laba. 3.4.2 Mengontrol Manajemen Laba Cara untuk mengontrol manajemen laba adalah dengan membatasinya dengan menggunakan GAAP sampai pada titik dimana insentif manajer untuk bekerja keras kembali pulih. 3.4.3 Agency Cost (Biaya Agency) Dengan adanya masalah agensi yag disebabkan karena konflik kepentingan dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus menanggung biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan menjadi tiga, yaitu: 1. Monitoring Cost Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent. 2. Bonding Cost Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi

mekanisme

yang

menjamin

bahwa

agent

akan

bertindak

untuk

kepentingan principal. 3. Residual Loss Residual loss adalah nilai kerugian yang dialami principal akibat keputusan yang diambil oleh agent yang menyimpang dari keputusan yang dibuat olehprincipal. 3.5

Manager’s Information Advatage a. Ketika net income digunakan sebagai pengukuran kinerja, manager akan memiliki informasi yang lebih disbanding informasi yang dimiliki owner. Hal ini disebabkan manager mengendalikan system akuntansi perusahaan, sedangkan owner hanya dapat mengamati perusahaan berdasarkan net income yang dihasilkan oleh manager sehingga memicu terjadinya earnings management. b. Berdasarkan teori, kontrak kompensasi untuk manager bias saja didesign untuk memotivasi manager agar melaporkan earning sesungguhnya (mengeliminasi earnings management) tetapi tidak dilakukan dalam prakteknya karena biayanya sangat mahal. c. GAAP dapat digunakan untuk membatasi range sejauhmana earning dapat dimanage, accountants dapat memberikan incentive bagi manager untuk bekerja keras.

3.6

Rekonsiliasi Teori Pasar Modal yang Efisien Dengan Konsekuensi Ekonomi a. Agency theory mendemonstrasikan kontrak kompensasi yang mungkin paling baik biasanya mensuport kompensasi manejer pada satu atau lebih kepada pengukuran performa/kinerja. Kemudian, manajer memiliki motivasi untuk memaksimalkan performa mereka. Sejak 16

performa yang lebih tinggi membawa pada ekspektasi payoff yang lebih tinggi, ini juga merupakan goals yang diharapkan oleh shareholders. b. Alignment ini menjelaskan mengapa peraturan akuntansi mempunyai konsekuensi ekonomi, disamping implikasi dari teori pasar sekuritas yang efisien. Kadang, itu merupakan rigiditas yang diproduksi oleh the signing of binding, contracts yang tidak lengkap yang menciptakan managers’ concern, dan yang membawa pada intervensi mereka dalam proses standard setting. Rigiditas tersebut tidak dapat berbuat apa-apa dengan apakah perubahan peraturan akuntansi mempengaruhi arus kas. c. Sehingga,konsekuensi ekonomi dan pasar sekuritas efisien tidak selalu tidak konsisten. Kadang, mereka dapat di gabungkan dengan positive accountuing theory, dengan dukungan normative dari agency theory yang menyarankan mengapa perusahan memasuki employment and debt contracts yang bergantung pada informasi akuntansi. d. Agency teory mendemonstrasikan kontrak kompensasi yang mungkin paling baik biasanya mensuport kompensasi manajer pada manajer pada satu atau lebih pengukuran performa, kemudian manajer memiliki motivasi untuk memaksimalkan performa mereka . Sejak performa yang lebih tinggi membawa pada ekspektasi payoff yang lebih tinggi ,ini merupakan tujuan yang ingin dicapai shareholders. Aligment ini menjelaskan mengapa peraturan akuntansi mempunyai konsekuensi ekonomi, di samping implikasi dari teori pasar sekuritas yang efisien .kadang itu merupakan rigiditas yang diproduksi oleh the signing of binding, contracts yang tidak lengkap yang menciptakan managers, concern dan yang membawa pada intervensi mereka dalam proses standard – setting .regiditas tersebut tidak dapat berbuat apa – apa dengan apakah perubahan peraturan akuntansi mempengaruhi arus kas. Sehingga ,konsekuensi ekonomi dan pasar sekuritas efisien tidak selalu tidak konsisten .kadang mereka dapat digabungkan dengan positive accounting theory .dengan dukungan normative dari agency teory yang menyarankan perusahaan memasuki employment dan debt contract yang bergantung pada informasi akuntansi.

3.7

Konflik Kepentingan (Conflict Of Interest) Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan.

Terjadinya

konflik

kepentingan

antara

principal

(pemilik)

dan agent (manajer)

karena

kemungkinan agent bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal. Teori agensi mampu menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingannya terhadap perusahaan (Ibrahim, 2007). Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun demikian manajer juga menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. 17

3.8

Manager’s Information Advantage a. Ketika net income digunakan sebagai pengukuran kinerja, manager akan memiliki informasi yang

lebih

disbanding informasi yang dimilikiowner. Hal ini disebabkan manager

mengendalikan system akuntansi perusahaan, sedangkan owner hanya dapat mengamati perusahaan berdasarkan net income yang dihasilkan oleh manager sehingga memicu terjadinya earnings management. b. Berdasarkan teori, kontrak kompensasi untuk manager bias saja didesign untuk memotivasi manager agar melaporkan earning sesungguhnya (mengeliminasi earnings management) tetapi tidak dilakukan dalam prakteknya karena biayanya sangat mahal. c. GAAP dapat digunakan untuk membatasi range sejauh mana earning dapat dimanage, accountants dapat memberikan incentive bagi manager untuk bekerja keras.

3.9

Implications Of Agency Theory For Accounting 3.9.1 Model Agency Holmstrom Holmstrom mengasumsikan bahwa usaha dari agen tidak dapat diamati oleh principal tetapi payoff nya dapat diamati pada akhir periode tertentu. Di lain pihak, Feltham dan Xi (1994) menunjukan bahwa model Holmstrom atas kasuspayoff tidak dapat diamati, jika sekumpulan manejer mungkin melakukan aksi yang konstan. Holmstrom menunjukan secara formal bahwa sebuah kontrak yang didasarkan pada sebuah pengukuran

performa

seperti net

incomekurang efisien daripada first-best, sumber dari

kerugian efisiensi adalah kebutuhan agen yang risk averse untuk mentoleransi risiko dalam rangka menghasilkan kecenderungan untuk menolak. Hal

ini

mengakibatkan

munculnya

sebuah

pertanyaan

apakah second-best

contract dapat dibuat lebih efisien dengan mendasarkan nya pada pengukuran second performance dalam penambahan nya pada net income. Sebagai contoh, harga saham juga merupakan informasi mengenai performa manajer. Holmstrom menyatakan bahwa menyediakan pengukuran yang kedua (harga saham)

juga

dapat diobservasi dan memberikan beberapa informasi mengenai usaha manejer yan terkandung dalam pengukuran yang pertama. Sebagai efeknya,net income dan harga saham bersama-sama akan memberikan refleksi yang lebih baik mengenai usaha manajer sekaran daripada hanya salah satu saja. Tentu saja, harga saham cenderung tidak stabil, dan dipengaruhi oleh kejadian ekonomi secara luas. Namun, analisa Holmstrom menunjukan bahwa tidak peduli seberapa mengganggunya variable kedua, variable tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dari second best contract jika variabletersebutmengandungpaling sedikit beberapa tambahan informasi usaha. Pertanyaan yang kemudian muncul menjadi satu dari proporsi relative dari kompensasi yang 18

didasarkan pada net income, versus didasarkan pada harga saham, dalam compensation contracts. Sehingga, implikasi yang menarik dari model Holmstrom adalah bahwa seiring dengan net income bersaing dengan sumber informasi lainnya untuk investor dalam teori pasar modal yang efisien, net income juga bersaing dengan sumber informasi lainnya untuk memotivasi manajer dalam agency theory. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apa karakteristik yang harus dimiliki sebuah pengukuran performa jika pengukuran tersebut digunakan untuk kontribusi pada efficient compensation contracts. Salah satu dari karakteristik penting adalah sensitivitas. Sensitivitas adalah rate dimana nilai ekspektasi dari sebuah pengukuran performa meningkat seiring dengan kerja keras manajer, atau menurun jika yang terjadi sebaliknya. Karakteristik penting lainnya adalah keakuratan dalam memprediksi payoff dari usaha manajer sekarang. Karakteristik yang diperlukan oleh net income jika digunakan untuk mengukur performa tidak sama dengan jika digunakan sebagai input yang berguna dalam keputusan investasi. Dapat disimpulkan

bahwa

tantangan

untuk

akuntan

adalah

untuk

memelihara/maintain dan

meningkatkan peran dari net incomesebagai pengukuran performa seorang manajer adalah menghasilkan angka net income yang merepresentasikan tradeoff terbaik yang mungkin antara sensitivitas dan keakuratan Holmstrom mengansumsikan bahwa usaha dari agen tidak dapat diamati oleh principal tetapi payoff nya dapat diamati pada akhir periode tertentu. di lain pihak feltham dan Xie (1994) menunjukan bahwa model holmstrom atas kasus payoff tidak dapat diamati ,jika sekumpulan manajer mungkin melakukan aksi konstan. Holmstrom menunjukkan secara formal bahwa sebuah kontrak yang didasarkan pada sebuah perngukuran performa seperti net income kurang efisien daripada first best. Sumber dari kerugian efisiensi adalah kebutuhan agen yang risk averse untuk mentoleransi risiko dalam rangka menghasilkan kecendrungan untuk menolak hal ini mengakibatkan menculnya sebuah pertanyaan apakah secondbest contract dapat dibuat lebih efisien dengan mendasarkannya pada pengukuran second performance dalam penambahannya pada net income, sebagai contoh harga saham juga merupakan informasi mengenai performa manajer. Holmstrom menyatakan bahwa menyediakan pengukuran yang ke dua (harga saham) juga dapat di observasi, dan memberikan beberapa informasi mengenai usaha manajer yang terkandung dalam pengukuran yang pertama .sebagai efeknya ,net income dan harga saham bersama – sama akan memberikan refleksi yang lebih baik mengenai usaha manajer sekarang dari pada hanya salah satu saja .tentu saja harga saham cenderung tidak stabil dan dipengruhi oleh kejadian ekonomi secara luas . namun analisa holmstrom menunjukan tidak peduli seberapa mengganggunya variabel kedua,variabel tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dari second-best constract jika variabel tersebut mengandung paling sedikit beberapa tambahan informasi usaha. 19

Pertanyaan yang kemudian muncul menjadi satu dari proporsi relative dari kompensasi yang di dasarkan pada net income ,versus didasarkan pada harga saham ,dalam compensation contarcts ,sehingga ,implikasi menarik dari model holmstrom adalah bahwa seiring dengan net income bersaing dengan sumber informasi lainnya untuk investor dalam teori pasar sekuritas efisien, net income juga bersaing dengan sumber informasi lainnya untuk memotivasi manajer dalam agency theory. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apa krateristik yang dimiliki sebuah pengukuran performa jika pengukuran tersebut digunakan untuk konstribusi pada afficient compensation contract.salah satu krakteristiknya adalah sensitivitasnya . Sensitivitas adalah rate dimana nilai ekspektasi dari sebuah pengukuran performa meningkat seiring dengan manajer bekerja keras atau menurun jika terjadi sebaliknya .krateristik penting lainnya. Karakteristik yang diperlukan oleh net income jika digunakan untuk mengukur performa tidak sama jika digunakan sebagai input yang berguna dalam keputusan investasi .dapat disimpulkan bahwa tantangan untuk akuntan untuk matain dan meningkatkan peran dari net income sebagai pengukuran performa seorang manajer adalah menghasilkan angka net income yang mempresentasikan tradeoff terbaik yang mungkin antar sensitivitas dan keakuratan. 3.9.1 Rigidity of Contracts Contract cenderung untuk “rigid” (kaku) pada waktu ditandatangani. Alasan untuk kekakuan ini perlu didiskusikan. Dilain pihak, kita mungkin bertanya, jika konsekuensi ekonomi mempunyai tempat dalam contract yang diikuti oleh manejer, mengapa tidak menegosiasi ulang contracts yang mengikuti perubahan dalam GAAP atau keadaan tidak terduga lainnya. Kontak yang tidak mengantisipasi semua kemungkinan realisasi keadaan, adalah tidak lengkap. Membangun sebuah komitmen formal untuk menenegosiasikan kembali contract dibawah tangan adalah mungkin, namun jika negosiasi kembali tersebut adalah baik untuk manejer, prospek dari negosiasi kembali tersebut mengurangi usaha insentif manejer, yang tidak termasuk dalam ketertarikan investor. Akibatnya, konsekuensi dari memasuki contracts hanya karena itu adalah sebuah contracts. Keadaan yang tidak terduga sebelumnya menyebabkan biaya untuk perusahan dan/atau manejer tersebut. Manejer yang kurang beruntungdipengaruhi oleh sebuah perubahan dari peraturanperaturan

akuntansi

dipertengahan

jalan yang mungkin

ditekan

untuk

menghilangkan

ketidaksukaan mereka pada akuntan-akuntan yang memperkenalkan perubahan peraturan daripada pihak lainnya. Teori keagenan mengasumsikan bahwa pengadilan memiliki wewenang untuk menegakkan ketentuan kontrak tanpa biaya dan mengadili perselisihan. Sementara para pihak dalam suatu kontrak bisa sepakat di antara mereka sendiri untuk mengubah ketentuan kontrak setelah realisasi keadaan alam yang tidak terduga, ini bisa jadi sangat sulit. 20

Alasan kekakuan ini perlu dibahas. Kalau tidak, kita mungkin bertanya, apakah ekonomi konsekuensinya berakar pada kontrak yang dibuat manajer, mengapa tidak hanya dinegosiasikan ulang kontrak mengikuti perubahan GAAP, atau realisasi negara lain yang tidak terduga? Karena umumnya tidak mungkin untuk mengantisipasi semua kemungkinan ketika memasuki kontrak, akan sulit untuk memprediksi perubahan GAAP yang dapat mempengaruhi kontrak (kecuali kontrak berdurasi sangat singkat). Contoh kemampuan perusahaan untuk menghindaripelanggaran perjanjian utang akan berkurang jika, katakanlah, standar akuntansi baru diperlukan adil menilai hutang jangka panjang. Standar seperti itu akan memengaruhi level dan volatilitas rasio utangekuitas. Akibatnya, kemungkinan pelanggaran perjanjian dipengaruhi. Ini tidak mungkin bahwa kontrak dapat mengantisipasi perubahan GAAP tersebut Kontrak yang tidak mengantisipasi semua kemungkinan realisasi negara disebut tidak lengkap. Jika realisasi negara yang tidak terduga terjadi, bangun komitmen formal untuk negosiasi ulang ke dalam kontrak sebelumnya adalah mungkin, tetapi jika negosiasi ulang itu murah hati ke arah manajer (mis., mungkin membiarkan manajer "lolos" mengikuti musibah realisasi negara), prospek negosiasi ulang tersebut mengurangi insentif upaya manajer, yang tidak akan menjadi kepentingan terbaik pemilik. 17 Akibatnya, konsekuensi masuk dalam kontrak hanya itu — itu kontrak, dan karenanya cenderung ke arah kekakuan. Demikian, Realisasi negara bagian yang tidak terduga membebankan biaya pada perusahaan dan / atau manajer. Manajer yang dipengaruhi oleh perubahan aturan akuntansi di midstream mungkin tidak menguntungkan dipaksa untuk menghilangkan ketidaksukaannya pada akuntan yang memperkenalkan perubahan peraturan bukan pada pihak lain dalam kontrak. Contract cenderung untuk rigid pada waktu di tandatangani. Alasan untuk regiditas ini memerlukan beberapa diskusi di lain pihak , kita mungkin bertanya jika konsekuensi ekonomi mempunyai tempat dalam contract yang diikuti oleh manajer ,mengapa tidak menegosiasi ulang contract yang mengikuti perubahan dalam GAAP atau state realisasi lainnya. Kontrak yangtidak mengantisipasi semua state realisasi yang mungkin adalah tidak lengkap.Membangun sebuah provisi normal untuk negosiasi kembali constract dibawah tangan adalah mungkin ,namun jika negosiasi kembali tersebut adalah baik untuk manajer ,prospek dari negosiasi kembali tersebut mengurangi usaha einsentif manajer ,yang tidak termasuk dalam ketertarikan investor. Dalam efeknya ,konsekuensi dari memasuki contracts hanya karena itu adalah contracts ,state realisasi yang tidak kelihatan sebelumnya menyebabkan biaya atas perusahaan atau manajer tersebut.manajer yang unfavourably dipengaruhi oleh sebuah perubahan dari peraturan – peraturan akuntansi in mindstream mungkin ditekan untuk menghilangkan ketidaksukaan mereka pada akuntans yang memperkenalkan perubahan peraturan daripada pihak lainnya.

21

3.10

Kesimpulan Pada Analisa Konflik Berbagai teori berbasis konflik yang dijelaskan dalam bab ini memiliki implikasi penting untuk

teori akuntansi keuangan. Ini dapat diringkas sebagai berikut: a. Teori konflik memungkinkan rekonsiliasi pasar sekuritas dan ekonomi yang efisien konsekuensi. Penerapan awal teori pasar yang efisien untuk akuntansi keuangan menyarankan itu akuntan berkonsentrasi pada pengungkapan penuh informasi yang berguna untuk keputusan investor kebutuhan. Bentuk pengungkapan dan kebijakan akuntansi tertentu yang digunakan tidak masalah, karena pasar akan melihat ini ke implikasi arus kas utama mereka. Tentu saja, akuntan, termasuk pembuat standar, telah mengadopsi keputusan tersebut pendekatan kegunaan dan implikasi pengungkapan penuh, dan ada empiris yang luas bukti bahwa pasar merespons informasi akuntansi sebanyak teorinya memprediksi. Manajemen melakukan intervensi dalam proses pengaturan standar. Ini tidak diprediksi oleh pasar sekuritas yang efisien teori, karena di bawah teori itu nilai pasar sekuritas perusahaan seharusnya independen dari kebijakan akuntingnya, kecuali jika arus kas terpengaruh. Kenapa harus Manajemen peduli dengan kebijakan akuntansi jika ini tidak mempengaruhi biaya modalnya? Jawabannya adalah bahwa perubahan kebijakan akuntansi dapat memengaruhi ketentuan dalam kontrak bahwa manajer perusahaan telah masuk ke dalam, sehingga mempengaruhi utilitas yang diharapkan dan kesejahteraan perusahaan. Alasan mengapa kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi kesejahteraan manajer dan perusahaan dipertimbangkan dengan cermat. Masalah dasar adalah salah satu asimetri informasi. Dalam sebuah konteks pemilik-manajer, manajer mengetahui upayanya sendiri dalam menjalankan perusahaan atas nama pemilik, tetapi biasanya pemilik tidak dapat mengamati upaya ini. Penuh arti ini, manajer menghadapi godaan untuk mengelak, sehingga mengurangi kesejahteraan pemegang saham. Dengan demikian, ada masalah moral hazard antara pemilik dan manajer. Kontrol moral hazard, pemilik dapat menawarkan kepada manajer bagian dari laba bersih yang dilaporkan. Ini bagi hasil memotivasi manajer untuk bekerja lebih keras. Namun, itu juga berarti itu manajer memiliki kepentingan pribadi dalam bagaimana laba bersih diukur. Ketika manajer masuk ke dalam kontrak pinjaman dengan pemberi

pinjaman, implikasi serupa untuk manajer dan

pemberi pinjaman kesejahteraan terjadi. Kontrak pinjaman biasanya berisi perjanjian yang membatasi pembayaran dividen tergantung pada nilai berbasis laporan keuangan tertentu rasio, seperti cakupan bunga. Karena pelanggaran perjanjian bisa memakan banyak biaya perusahaan, baik manajer dan perusahaan akan memiliki kepentingan pribadi dalam akuntansi perubahan kebijakan yang mempengaruhi kemungkinan pelanggaran perjanjian, khususnya jika mereka bagian dalam laba perusahaan. Dengan demikian, konsekuensi ekonomi dapat dilihat sebagai hasil rasional dari kekakuan diperkenalkan dengan menandatangani kontrak yang mengikat dan tidak lengkap. Situasi 22

konflik antara manajer, yang mungkin keberatan dengan kebijakan akuntansi yang memiliki ekonomi yang buruk konsekuensi bagi mereka dan perusahaan mereka, dan investor, yang menginginkan pengungkapan penuh, adalah aplikasi teori permainan. b. Implikasi dari teori agensi adalah bahwa laba bersih berperan dalam memotivasi dan memantau kinerja manajer. Boleh dibilang, peran ini sama pentingnya dalam masyarakat sebagai memfasilitasi operasi pasar modal yang tepat dengan memberikan informasi yang bermanfaat kepada investor. Karakteristik yang diperlukan untuk memenuhi laba bersih adalah penting peran dalam kontrak efisien berbeda dari yang diperlukan untuk memberikan informasi yang bermanfaat bagiinvestor. Kemampuan laba bersih untuk memenuhi peran peningkatan kinerja manajer tergantung pada kepekaan dan presisi sebagai ukuran imbalan dari manajer saat ini upaya, sementara kegunaannya bagi investor tergantung pada kemampuannya untuk menyediakan secara andal informasi yang relevan tentang kinerja perusahaan di masa depan. c. Penghasilan bersih bersaing dengan ukuran kinerja lainnya, seperti harga saham. Jika akuntan dapat meningkatkan presisi dan sensitivitas tradeoff yang dibutuhkan untuk kebaikan ukuran kinerja, mereka mungkin berharap untuk melihat peningkatan peran laba bersih dalam rencana kompensasi manajer. d.

Jika dibawa ke ekstrem, manajemen laba memungkinkan manajer lalai, dengan hasil hadiah rendah untuk pemilik. Penghapusan lengkap manajemen laba bukanlah biaya efektif. Namun, dengan mengendalikan manajemen laba melalui GAAP, akuntan dapat mengembalikan insentif manajer untuk bekerja keras, sehingga meningkatkan imbalan bagi pemilik. Karena berbagai alasan ini, teori permainan adalah komponen penting dari keuangan teori akuntansi.

23

BAB IV KESIMPULAN

Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam Agency Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prisipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanat oleh prinsipal kepadanya. Inti dari Agency Theory ( Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan. Inti dari Game Theory itu sendiri lebih kepaada 2 hal yaitu Cooperative & Non – Coperative. Implikasi dari Teori Agensi terhadap Akuntansi (1) Model Egency Holmstrom, (2) Rigidity of contracts, (3) Reconciliation of efficient securities market theory. Agency theory merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Dalam Agency Theory mengenal adanya Asymmetric Information (AI) yaitu informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prisipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanat oleh prinsipal kepadanya. Inti dari Agency Theory (Teori Keagenan) adalah pendesainan kotrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan. Agency Theory memiliki 3 landasan asumsi : a. Asumsi tentang sifat manusia b. Asumsi tentang keorganisasian c. Asumsi tentang informasi 24

DAFTAR PUSTAKA Anthony, Robert and Vijay Govindarajan. 2003. Management Control System. 11th Edition: Irwin McGraw Hill. Ekanayake, Samson. 2004. Agency Theory, National Culture and Management Control Systems. Journal of American Academy of Business. Vol. 4. Pp: 49-54. Govindarajan, V and Fisher J. 1990. Strategy, Control Systems and Resource. Sharing: Effects on Bussiness Unit Performance. Academy of Management Journal. Vol. 33 Issue 3. Pp 259-285. Jensen dan Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol: 3. Pp: 305-360. O’Connor N.G. 1997. Patterns of Cultural and Budgetary Controls in International Joint Ventures in South Korea, Asian Review of Accounting. Pp. 1-20. Salter, Stephen B. dan David J. Sharp. 1997. Agency Effects and Escalation of www. wikipedia.co.id ‘ Agency Theory ‘ Soegiharto. (2005). ‘ Peran Akuntan Dalam Menegakkan Good Corporate Governance’ Auditor. Edisi 18. Hal. 38 – 41

25

Related Documents

Ica
May 2020 30
Minciuna Ica
November 2019 33
Ica Tugas.docx
November 2019 24
Chec Ica
November 2019 32
Ica-synopsis.docx
June 2020 17
53 Ica
May 2020 18