Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
PENGEMBANGAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PANTAI BERPASIR UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Oleh : Oleh : Sri Hartono, Sukresno, S. Andy Cahyono, Eko Priyanto, Gunarti
Abstrak Lahan pantai berpasir merupakan lahan yang keberadaannya cukup luas dan belum termanfaatkan merupakan lahan tidur. Lahan ini mempunyai potensi untuk dikembangkan mengingat sinar matahari sangat melimpah, air tawar untuk irigasi mudah dikembangkan, apalagi makin merebaknya lahan pertanian yang diubah menjadi lahan non pertanian seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pemanfaatan lahan pasir untuk usaha tani memerlukan input yang tinggi dan paling tidak memerlukan teknologi tanggul angin, irigasi dan pemupukan. Teknologi tanaman tanggul angin disamping bermanfaat untuk memperbaiki iklim mikro juga dapat untuk mencegah erosi angin dan juga sebagai penyaring udara yang mengandung garam. Pencegahan erosi dimaksud juga akan menekan dampak kerusakan tanaman budidaya dan pemukiman dibelakangnya. Demplot yang dilakukan oleh BP2TPDAS-IBB yang berupa demplot budidaya tanaman semusim dan jalur tanaman tanggul angin dengan tanaman cemara laut, usaha tani pada lahan pantai berpasir ini dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani penggarap. Pendapatan petani dari usaha tani pada lahan ini rata-rata sebesar 14% pendapatan keluarga. Tanaman tanggul angin yang cocok dan mudah dikembanngkan adalah tanaman cemara laut Secara finansial usaha tani pada lahan pantai berpasir dapat menguntungkan petani penggarap.
Kata kunci: Pantai berpasir, erosi pasir, lahan telantar, tanaman tanggul angin, peningkatan, pendapatan petani.
I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk, khususnya Indonesia bertambah sejalan dengan bergulirnya waktu sehingga kebutuhan hidup juga meningkat, terutama kebutuhan pangan, disamping kebutuhan lain seperti kebutuhan lahan untuk : pemukiman, industri, perkantoran, sarana pendidikan dll, yang pada gilirannya akan mendesak lahan pertanian.
Berkurangnya lahan pertanian akan berakibat pada turunnya produksi
pangan. Guna memenuhi kebutuhan pangan khususnya, perlu adanya alternatif
23
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
pemecahannya, yakni antara lain dengan memanfaatan lahan marginal/lahan kurang potensial untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan lahan marginal yang kurang sesuai dengan kaidah konservasi tanah akan menyebabkan lahan makin kritis. Salah satu upaya untuk mengatasi lahan kritis adalah dengan rehabilitasi lahan dan koservasi tanah, sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 1961 yakni berupa Gerakan Penghijauan, namun tingkat keberhasilannya rendah. Karena teknologi RLKT yang diterapkan kurang sesuai dengan biofisik & sosial ekonomi setempat, sehingga sulit diterima petani (Agus, 1997b dan 1998b dalam Agus dan Adimiharja, 1998). Indonesia mempunyai wilayah pantai yang cukup luas, secara umum mempunyai bentuk lahan
(land form) berlumpur (muudy shores), berbatu andesit dan berpasir
(sandy shores) (Bloom, A.L., 1979). Pantai berpasir yang terletak di pantai selatan DIY dan Jawa Tengah tepatnya bagian selatan Kabupaten Bantul hingga Cilacap, keberadaannya cukup luas, belum termanfaatkan, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan budidaya pertanian karena energi matahari sangat tersedia dan air tawar mudah dikembangkan.
B. Tujuan Tujuan kegiatan pengembangan ini adalah untuk mengendalikan erosi pasir, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman pangan, sayuran dan buah-buahan yang ditanam dibelakang jalur tanaman tanggul angin (wind break) jalur tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan memanfaatan lahan terlantar.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beberapa Pengertian: !
Pantai, adalah hamparan lahan yang membentang di tepi laut.
!
Wilayah pantai atau pesisir, adalah daratan di tepi laut, yang meliputi pantai dan daratan di dekatnya yang masih terpengaruh oleh aktivitas marine.
24
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
!
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT), adalah usaha manusia untuk memperbaiki/memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan agar dapat berfungsi optimal, baik secara produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan.
B. Sosial Ekonomi Masyarakat. Masalah sosial ekonomi merupakan salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lahan kritis, hal ini merupakan konsekuensi dari perubahan cara pandang (paradikma) dalam pembangunan yang menitikberatkan kepada sendisendi kemanusiaan dan kelestarian lingkungan. Cara pandang demikian adalah menekankan pada pendekatan yang menyeluruh, mengakomodasi kepentingan lokal, pemberdayaan masyarakat serta berkelanjutan. Dengan demikian perlu: peran aktif masyarakat, pendekatan dari bawah ke atas, memperhatikan kondisi sosiokultur masyarakat, kelembagaan dan kearifan serta kesesuaian teknologi dengan biofisik setempat untuk mencapai keberhasilan.
Dengan pendekatan yang demikian
dimaksudkan akan terjadi perubahan perilaku masyarakat mengenai pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya dengan kata lain masyarakat mau mengadopsi suatu inovasi. Kecepatan adopsi dipengaruhi: 1.
sifat inovasi : mudah, murah sesuai dengan lingkungan setempat
2.
sifat sasaran : antaran lain dipengaruhi oleh pendidikan dan umur
3.
kelompok / individu : kelompok lebih sulit menerima inovasi
4.
saluran komunikasi yang dibangun : lewat media masa atau dari mulut ke mulut
5.
sumber informasi : petugas, tetangga dll
C. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi Lahan kritis merupakan lahan yang tidak mampu lagi berperan menjadi unsur produksi pertanian baik sebagai media pengatur tata air maupun sebagai perlindungan alam lingkungan (Dep. Kehutanan, 1989). Definisi rinci telah dirumuskan dalam simposium Pencegahan dan Pemulihan Lahan Kritis, yaitu lahan yang karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya telah mengalami atau dalam proses kerusakan
25
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
fisik, kimia dan biologi yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan social ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya (Kurnia, dkk., 1997) Pada tahap awal pengembangan rehabilitasi lahan pantai berpasir dilakukan pendekatan ke kelompok tani. Diskusi kelompok dengan anggota dan pengurus kelompok tani, dilakukan untuk sosialisasi dan mengetahui kebutuhan kelompok tani serta rencana pengembangan usaha tani, pembuatan peta pengembangan kelompok dan keperluan kelompok. Pendampingan pada petani dilakukan selama kajian. Persoalan yang ditemui selama pengembangan, dipecahkan bersama dengan petani. Selain itu, untuk mengetahui kondisi masyarakat dilokasi kajian dilakukan survei sosek masyarakat di sekitar lokasi kajian. D. Upaya Pengendalian Erosi Angin: Erosi angin dapat berlangsung karena dipengaruhi oleh erodibilitas tanah, kekasaran permukaan tanah, iklim, panjang permukaan tanah, dan penutupan tanah. Secara umum metode pengendalian erosi angin sebagai upaya RLKT pada lahan pantai berpasir adalah: menurunkan kecepatan angin dengan tanaman tanggul angin; melindungi tanah permukaan tanah
dengan mulsa dan tanaman; menurunkan erodibilitas
dengan ameliorat (pupuk kandang); menjaga lengas tanah dengan mulsa;
meningkatkan kekasaran tanah permukaan.
III. RANCANGAN PENGEMBANGAN Pengembangan teknik rehabilitasi lahan pantai berpasir dilakukan untuk mengendalikan erosi angin, memperbaiki kondisi iklim mikro, dan meningkatkan produktivitas tanaman. Rancangan pengembangan dalam bentuk demonstrasi plot (demplot) terdiri dari: 1. Penanaman C. equisetifolia sebagai tanaman tanggul angin permanen. 2. Tanaman tanggul angin sementara ditanam pada batas petak dengan jagung/sorgum.
26
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
3. Tanaman budidaya: bawang merah, terong, cabe merah, kacang panjang dan ketimun. 4. Dosis ameliorat pupuk kandang sebanyak 20 t/ha. 5. Dosis pupuk kimia per hektar: ZA, urea, KCl, dan TSP : 250, 250, 250, dan 500 kg. 6. Kelompok tani dan petani penggarap dilibatkan mulai perencanaan hingga panen.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani yang Terlibat Karakteristik merupakan ciri spesifik pada seseorang seperti umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan lain-lain. Karakteristik petani di lokasi pengembangan disajikan pada Tabel 1.
Petani lanjut usia cenderung memiliki
kemampuan fisik lebih lemah, berusaha tani secara tradisional dan lebih teliti dalam bertindak pada usaha taninya. Sedangkan petani usia produktif lebih terbuka terhadap masuknya inovasi baru dan cenderung lebih berhasil dibandingkan dengan petani yang lebih tua usianya. Mata pencaharian utama petani di lahan pantai berpasir adalah petani, tetapi sebagian besar memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh tani, pedagang, peternak, tukang, dan sebagainya. Tabel 1. Karakteristik responden pengembangan No 1 2 3 4
Uraian Usia Lama Pendidikan Tanggungan Keluarga Pekerjaan Utama
Satuan Tahun Tahun Orang
Rata-rata 41,62 7,62 4,15 Petani
Maksimum 60 12 7
Minimum 24 6 2
Lahan pertanian merupakan faktor produksi yang penting dalam suatu kegiatan usaha tani selain tenaga kerja. Luas rata-rata lahan petani disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Luas rata-rata penguasaan lahan. No 1 2 3 4 5
Luas (m2) 336 611 590 1.260 818 3.615
Lahan Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan (non Irigasi) Pekarangan Ladang Lahan Pantai Berpasir Total
27
% 9 17 16 35 23
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
B. Tanaman Tanggul Angin Tanaman tanggul angin dimaksudkan untuk mematahkan kecepatan angin sehingga erosi angin dapat dihambat juga untuk menghindari kerusakan budidaya tanaman dari ancaman roboh, disamping itu juga berfungsi sebagai filter terhadap percikan air garam. Syarat hidup tanaman tanggul angin adalah harus tahan hidup pada media yang tidak subur, tahan kekeringan, tahan salinitas, tahan stres suhu, dan tahan hama dan penyakit. Tanaman tanggul angin yang dikembangkan yakni: cemara laut dan jagung. Dampak perlakuan tanggul angin dan kegiatan budidaya tanaman semusim yang dilakukan terhadap laju erosi dan deposisi pasir yang terjadi hasilnya memperlihatkan bahwa erosi-deposisi yang diamati di empat lokasi, sebagaimana tabel 3 berikut: Tabel 3. Tingkat erosi – deposisi pasir pada lokasi kajian pengembangan No 1 2 3 4
Lokasi Timur, selatan dan barat plot Plot tanggul angin permanent Plot tanaman semusim Utara plot tanaman semusim
Erosi (cm/bl) 10.7 2.7 5.3 0.6
1. Angin. Kecepatan angin dipantau pada 3 lokasi pengamatan, dengan model analisis varian memperlihatkan bahwa antar perlakuan menunjukkan perbedaan sangat signifikan (p = 0,038). Kecepatan angin rata-rata harian diareal plot sebesar 5,27 Mph, sedang diluar plot sebesar 6,06 Mph dan 6,33 Mph, masing-masing di tepi laut dan di puncak bukit pasir. 2.
Evaporasi Laju evaporasi diamati di 3 lokasi, yaitu 1) di
areal penghijauan
Acasia
auriliformis dan Gleriside, 2) di areal plot jalur tanggul angin dan budidaya tanaman semusim, dan 3) diluar plot (kontrol). Pengamatan evaporasi dilakukan bilamana pada hari itu tidak terjadi hujan.
Dengan menggunakan analisis varian, maka baik antar
perlakuan utama dan kedua perlakuan tersebut menunjukkan perbedaan sangat signifikan (p = 0,000 dan p = 0,000). Perbedaan laju evaporasi rata-rata yang sangat signifikan dari bulan ke bulan secara jelas dipengaruhi oleh pola dan besar hujan serta pola dan laju
28
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
kecepatan anginnya. Dari hasil pengamatan evaporasi ini terlihat bahwa peranan hutan sebagai windbreak ternyata sangat berpengaruh dalam menekan laju evaporasi. 3. Suhu tanah. Suhu tanah harian rata-rata (oC) dipantau di 4 lokasi pengamatan, yaitu di: 1) areal kajian, 2) areal belakang jalur TA, 3) areal bukit pasir, dan 4) areal diluar plot pengembangan (kontrol). Dengan menggunakan analisis varian, maka pengaruh antar perlakuan terhadap suhu tanah (kedalam 5 cm) menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p = 0,000). Perbedaan antar perlakuan terlihat sangat nyata pada musim penghujan. Hal ini karena air hujan yang tertahan dan tersimpan dibawah tanaman baik pada tanaman TA maupun tanaman budidaya. Perbedaan yang sangat signifikan (p = 0,000) juga terlihat dari kondisi suhu tanah rata-rata harian yang diamati.
Dengan
demikian jalur tanggul angin dan lebih lagi bila diusahakan dengan budidaya tanaman akan menurunkan suhu tanah, masing-masing sebesar 8 dan 13 %. C. Budidaya Tanaman diantara Jalur Tanggul Angin. Usaha budidaya tanaman semusim dibelakang jalur tanggul angin permanen seperti: bawang merah, terong, jagung, cabe merah keriting, ketimun dan kacang panjang disamping untuk meningkatkan pendapatan petani juga untuk merehabilitasi lahan dan lingkungan. Pada pengembangan budidaya tanaman bawang merah pada areal seluas 10.000 m2, dari input bibit sebanyak 2500 kg dapat memberikan hasil 18.92 ton basah. Tanaman terong yang ditanam 2 minggu sebelum panen bawang merah menghasilkan 16.2 ton. Pengembangan penerapan beberapa jenis tanaman budidaya, dengan cara tumpang gilir, seperti: terong, bawang merah, jagung, cabe merah keriting dan kacang panjang yang ditanam dibelakang jalur tanggul angin ternyata dapat dilaksanakan dengan baik. Cara tumpang gilir ini juga berdampak positif pada penutupan lahan yang lebih lama.
29
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
D. Pendapatan - Pengeluaran Usaha Tani. Rata-rata pendapatan petani di lokasi penelitian sebesar Rp1.703.321/tahun. Pendapatan yang relatif rendah ini menunjukkan bahwa pembangunan selama ini kurang memperhatikan daerah pantai . Pendapatan tersebut disajikan pada Gambar 1. Kiriman 6%
Dagang 3%
Sawah Irigasi 15% Sawah non irigasi 18%
Ternak 37%
Pekarangan 4% Lahan Pantai 14%
Ladang 3%
Sawah Irigasi Sawah non irigasi Pekarangan Ladang Lahan Pantai Ternak Dagang Kiriman
Gambar 1. Komposisi sumber pendapatan petani Usaha ternak memberikan kontribusi relatif besar mencapai 37% dari pendapatan keluarga petani. Usaha ternak yang umum dilakukan adalah ternak kambing dan ayam. Ternak selain dapat meningkatkan pendapatan juga kotorannya bermanfaat untuk pupuk. Lahan pantai berpasir memberikan kontribusi yang tidak sedikit sekitar 14% dari pendapatan keluarga. Sumbangan pendapatan dari pantai berpasir akan semakin besar pada petani berlahan sempit yang hanya memiliki lahan di pantai. Mereka melakukan kegiatannya bila cuaca memungkinkan dan bila masih memiliki modal serta waktu luang. Petani miskin pada umumnya menjadi buruh tani pada petani lain dan bila kegiatan pertanian mulai reda maka mereka mengusahakan kegiatan usaha tani pada lahan pantai berpasir.
Usaha tani lahan pantai berpasir akan semakin meningkat
hasilnya bila diusahakan secara terus menerus dan intensif. Pendapatan yang diperoleh dari beragam kegiatan tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani. Komposisi pengeluaran keluarga petani pada lahan pantai berpasir di Pantai Samas disajikan pada Gambar 2.
30
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
Perb rumah PBB 6% 1% Sumbangan 8% Tabungan 11%
lainnya 3%
Makan minum 56%
Kesehatan 3% Uang sekolah Pakaian 5% 7%
Makan minum Pakaian Uang sekolah Kesehatan Tabungan Sumbangan Perb rumah PBB lainnya
Gambar 2. Komposisi pengeluaran petani Pengeluaran untuk kebutuhan makan minum mencapai 56%.
Proporsi
pengeluaran untuk makan minum yang besar menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan yang diperoleh masih dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi di lokasi penelitian masih termasuk miskin. E. Analisis Finansial Usaha Tani Lahan Pantai Berpasir. Usaha konservasi lahan akan berjalan baik apabila teknologi yang diterapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat ekonomis maupun manfaat non ekonomis. Namun demikian bagi masyarakat yang dalam kondisi miskin seringkali manfaat ekonomi lebih menjadi pertimbangan utama dibandingkan dengan manfaat non ekonomis. Analisa pendapatan usaha tani pada lahan pantai berpasir disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Analisa pendapatan usaha tani lahan pantai berpasir (x Rp 1000,-/ Ha) No 1. 2. 3. 3.
Tanaman Bw Merah Bw Merah, Terong, Timun Bw Merah, Cabe, Kc Panj, Timun Bw Merah, Cabe, Kc Panj
Penerimaan Biaya Pendapatan R/C 32.000 27.620 4.380 1,158 15.500 10.880 4.620 1,425 10.900 9.640 1.260 1,130 15.600 11.580 4.020 1,347
Dilihat dari sisi input, tingkat upah dilokasi penelitian berkisar antara Rp. 4000 sampai dengan Rp. 5000,- per orang per hari, pupuk kandang seharga Rp. 60.000 per colt. Namun harga pupuk kandang tergantung pada lokasi dimana pupuk tersebut akan
31
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
diturunkan. Semakin jauh pupuk diturunkan dari jalan maka harganya semakin mahal. Untuk biaya pengairan mencapai Rp300.000/ha/bulan. Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha pengembangan usaha tani lahan pantai berpasir secara ekonomi. Analisis dilakukan selama periode 20 tahun yang merupakan usia tanaman tanggul angin. Pada analisis tersebut dilakukan perhitungan nilai NPV, IRR, BCR, dan PP dengan tingkat suku bunga riil sebesar 12 % per tahun. Hasil analisis finansial usaha tani lahan pantai berpasir disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis finansial usaha tani lahan pantai berpasir No Tanaman NPV (Rp) IRR (%) 1. Bawang Merah 24.651.163 38 2. Bw Merah, Terong, Timun 26.443.830 40 3. Bw merah, Cabe, Kc Panj, Timun 1.346.499 2 4. Bw Merah, Cabe, Kc Panjang 21.962.163 34
BCR 1,1149 1,2960 1,0168 1,2323
PP (th) 2 2 7 3
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan usaha tani di pantai berpasir layak secara ekonomi untuk dikembangkan.
Hal tersebut diketahui dari nilai NPV yang
positif, IRR yang diatas tingkat suku bunga, BCR yang bernilai di atas 1 dan PP yang relatif rendah. Berdasarkan kriteria NPV, maka pengembangan usaha tani di lahan pantai berpasir dengan kombinasi tanaman bawang merah, terong dan ketimun paling besar nilai NPV-nya. Hasil yang sama ditunjukkan pada kriteria IRR yang menunjukkan bahwa kombinasi bawang merah, terong dan ketimun paling layak dibandingkan dengan usaha tani lainnya. Usaha tani di lahan pantai berpasir akan memiliki pengembalian modal atau payback period paling rendah pada usaha tani dengan tanaman bawang merah, terong, dan ketimun atau tanaman bawang merah secara monokultur. Usaha tani tersebut akan mampu mengembalikan modal pada tahun kedua. Usaha tani dengan pengembalian modal paling lama terjadi pada kombinasi tanaman bawang merah, cabe, kacang panjang, dan ketimun. Tingkat kelayakan yang menguntungkan tersebut telah mendorong petani untuk mengembangkan usaha tani pada lahan pantai berpasir. Selain itu mereka menjaga
32
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
tanaman tanggul angin karena kelangsungan usaha tani mereka tergantung pada kelangsungan tanaman tanggul angin. F. Adopsi dan Persepsi Terhadap Teknik Pengembangan Usaha Tani Lahan Pantai Berpasir. Dengan demplot diharapkan petani mengetahui dan membuktikan bahwa pada lahan pantai berpasir dapat dikembangkan suatu usaha tani. Pengetahuan petani akan demplot yang dikembangkan sebagai berikut, sebagian besar (62%) mengetahui akan adanya usaha penanaman cemara laut sebagai tanggul angin dan pengembangan usaha tani. Hanya 38% petani yang tidak mengetahui adanya demplot tersebut. Hal ini dikarenakan sosialisasi ke masyarakat pada saat pengembangan proyek tersebut kurang intensif.
Masyarakat hanya mengetahui adanya upaya penanaman tanaman tanggul
angin dalam rangka penghijauan di lahan pantai.
Pengembangan demplot yang
dipadukan dengan pengembangan usaha tani mampu menarik perhatian petani. Persentase petani yang tertarik dengan usaha tersebut adalah: sebanyak 85% responden tertarik dengan apa yang dikembangkan oleh Departemen Kehutanan. Alasan utama mereka tertarik dan berminat adalah untuk meningkatkan pendapatan, mendapatkan
tambahan
penghasilan
dan
lahan
garapan
mendorong
motivasi petani
mengembangkan usaha tani pada lahan pantai berpasir. Agar dapat berproduksi tinggi maka diterapkan teknik konservasi tanah air dalam melakukan usaha tani. Persentase petani yang menerapkan teknik konservasi pada lahan pantai berpasir adalah : sebanyak 54% petani menerapkan teknik konservasi antara lain tanggul angin dengan akasia, pandan, cemara laut, penggunaan pupuk kandang, pemberian mulsa, pembangunan sumur renteng dan lain sebagainya. Sebanyak 46% petani menyatakan tidak menggunakan teknik konservasi. Namun, apabila dicermati mereka sebagian memanfaatkan teknik konservasi hanya saja tidak mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan teknik konservasi dan pengembangan pantai berpasir. Kondisi ini disebabkan rendahnya sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan ke masyarakat.
33
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
Persepsi masyarakat terhadap teknik pengembangan lahan pantai berpasir adalah: sebanyak 54% petani tidak mengetahui apakah teknologi tersebut mudah atau tidak untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan mereka masih sangsi apakah mereka dapat menggunakan teknik tersebut.
Terdapat keraguan apakah dapat dilakukan
pengembangan usaha tani pada lahan pantai dan banyaknya faktor alam yang akan mengganggu usaha tani tersebut. Namun sebanyak 23% petani menyatakan bahwa teknik tersebut mudah untuk dilakukan. Pendapat ini terutama berasal dari mereka yang telah berhasil dalam berusaha tani di lahan pantai berpasir. Menurut petani, semangat, kerja keras, keuletan, dan kerajinan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan mereka. Persepsi
masyarakat
akan
untung
ruginya
secara
ekonomis
teknik
pengembangan pantai berpasir adalah sebagai berikut : menguntungkan sebanyak 46%, yang menyatakan akan mengalami kerugian sebanyak 23%, dan yang belum dapat memastikan apakah akan untung atau rugi sebanyak 31%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengembangan usaha tani pada lahan pantai akan memberikan keuntungan secara ekonomi kepada petani. Namun, resiko alam seperti angin barat, kandungan garam, masalah air, keterbatasan modal dan sebagainya sering membuat petani mengalami kerugian. Teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat harus mendapat prioritas dalam pengembangannya. Pendapat masyarakat akan teknologi pengembangan pantai berpasir dibutuhkan atau tidak adalah: sebanyak 70% petani membutuhkan, 15% merasa tidak membutuhkan dan 15% sisanya tidak tahu. Sosialisasi merupakan salah satu kunci dalam pengembangan suatu teknologi dan penyuluhan merupakan kegiatan yang mampu menjembataninya. Keikutsertaan petani dalam kegiatan penyuluhan adalah: sebanyak 62% petani menyatakan kadangkala mengikuti penyuluhan dan 38% petani lainnya bahkan tidak pernah ikut penyuluhan. Hal ini dikarenakan intensitas kehadiran penyuluh yang rendah dan petani berusaha sendiri untuk mengatasi masalah yang dihadapinya.
Masalah yang dihadapi petani
dalam pengembangan usaha tani di lahan pantai berpasir antara lain angin, hama
34
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
penyakit, masalah air, tidak adanya jalan ke lahan, tanggul angin yang belum sempurna, modal, kurangnya pengetahuan, pemasaran, harga yang rendah, dan sebagainya. Salah satu kendala yang cukup besar adalah ketersediaan modal. Pengembangan usaha tani lahan pantai berpasir sebagai upaya rehabilitasi pantai dapat dilakukan dengan dana bergulir.
Kesediaan petani dalam menerima bantuan pengembangan pantai
berpasir dengan dana bergulir adalah: sebanyak 62% responden tidak bersedia dengan dana bergulir. Alasannya, dana bergulir harus mengembalikan padahal mereka dalam kondisi sulit karena miskin. Pengembangan usaha tani pada lahan pantai berpasir minimal membutuhkan 3 teknologi utama, yaitu tanggul angin, irigasi, dan pemupukan. Pengetahuan petani terhadap tanggul angin adalah: sebagian besar (92%) petani mengetahui arti dan manfaat tanggul angin. Menurut petani manfaat adanya tanggul angin antara lain menghambat angin laut, menyaring garam yang di bawa oleh angin laut, menyuburkan tanah, membuat iklim lebih sejuk, mengurangi kecepatan angin, pelindung tanaman, dan pembatas kapling tanah. Sisanya (8%) tidak tahu. Pengembangan usaha tani lahan pantai berpasir yang dilakukan berada pada tanah yang secara hukum berstatus Sultan Ground (tanah sultan). Pendapat masyarakat tentang status lahan terhadap pengembangan lahan pantai berpasir adalah: sebanyak 85% petani menyatakan bahwa status lahan akan mempengaruhi pengembangan dan pemanfaatan lahan tersebut. Para petani merasa khawatir nasib mereka apabila mereka digusur.
Perasaan khawatir digusur dan ketidakpastian status tanah ini sangat
mempengaruhi pola perilaku dalam berusaha tani.
Petani cenderung enggan
menginvestasikan modal karena khawatir modal tersebut tidak kembali apabila mereka digusur dari lahan tersebut karena
lahan tersebut bukan milik mereka dan 15 %
menyatakan tidak tahu.
35
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya yang dikembangkan sangat nyata dapat mengendalikan erosi pasir dan memperbaiki iklim mikro setempat. 2. Masyarakat di lahan pantai berpasir umumnya berusia produktif, berpendidikan rendah, memiliki luas lahan sempit, pekerjaan utama sebagai petani. Kondisi petani sebagian besar
tergolong
kategori
miskin,
dengan
pendapatan
rata-rata
sebesar
Rp.1.703.321/tahun. Lahan pantai mampu berkontribusi sebesar 14% dari pendapatan rumah tangganya. 3. Pengembangan tanaman Casuarina equisetifolia sangat sesuai sebagai tanaman tanggul. 4. Tanaman budidaya yang ditanam diantara jalur tanggul yang dikembangkan secara nyata dapat memperlihatkan pertumbuhan dan produksin yang baik. 5. Perlakuan model pertanaman bawang merah yang ditumpanggilirkan dengan cabe merah keriting dan kacang panjang atau model pertanaman terong oleh petani telah diterima dengan baik, sehingga dapat untuk pengembangan selanjutnya karena memberikan prospek dampak yang positip baik pada aspek ekonomi maupun lingkungan. 6. Petani telah mengadopsi teknologi lahan pantai berpasir. Mereka telah tahu, tertarik, merasakan manfaatnya, menerapkan, dan. 7. Secara finansial, usaha tani pada lahan pantai berpasir layak untuk diusahakan berdasarkan kriteria NPV, IRR, BCR, PP. Usaha tani di lahan pantai yang paling layak dikembangkan adalah kombinasi bawang merah, terong dan timun.
36
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
DAFTAR PUSTAKA Bloom, A. L. 1979. Geomorphology: A Systematic Analysis of Late Cenozoic Landforms. Prentice-Hall of India, ND 110001. Dirkonservasi tanah . 1992. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan (RTL) Daerah Pantai. Ditjen RRL, Dephut. Jakarta. Kartawinata, K. 1979. The Classification and Utilization of Forests in Indonesia. Dalam Capenter, R. A. (ed). Assessing Tropical Forest Lands: Their Suitability for Sustainable Uses. Tycooly Int. Pub. Ltd., Dublin, Ireland. Sukresno. 1998. Kajian Konservasi Tanah dan Air pada Kawasan Pantai Berpasir dan Berlumpur di Jawa Tengah dan DIY, Proyek P2TPDAS KBI, BTPDAS, Badan Litbang Kehutanan, Surakarta. Sukresno. 1998. Pemanfaatan Lahan Terlantar di Pantai Berpasir Samas-Bantul DIY dengan Budidaya Semangka. Prosiding Seminar Nasional dan Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, HITI Komda Jawa Timur, Malang. Sukresno. 1999. Model Pemanfaatan Lahan Tidur Berkelanjutan Melalui Pengembangan Beberapa Tanaman Konservasi Dan Tanaman Budidaya di Lahan Berpasir Pantai Selatan DIY. Prosiding Seminar Sehari Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional VII: Teknologi Pengembangan Lahan dan Air untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian. HATTA dan FOPI, Puspitek Serpong, Serpong. Sukresno. 1999. Kajian Konservasi Tanah dan Air pada Kawasan Pantai Berpasir di DIY, Proyek P2TPDAS KBI, BTPDAS, Badan Litbang Kehutanan, Surakarta. Sukresno. 2000. Kajian Konservasi Tanah dan Air pada Kawasan Pantai Berpasir di Pantai Selatan DIY, Proyek P2TPDAS KBI, BTPDAS, Badan Litbang Kehutanan, Surakarta. Sutikno, S. Padmowiyoto, dan Sukresno. 1998. Model Konservasi Terpadu dan Pemanfaatan Mikoriza sebagai Upaya Pengamanan dan Peningkatan Produktivitas Lahan Berpasir di Wilayah Pantai Selatan DIY. Laporan Riset, Riset Unggulan Terpadu (RUT) III, Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan (1994-1997). Kantor Menristek, DRN, Serpong. Tim UGM. 1992. Rencana Pengembangan Wilayah Pantai Jawa Tengah. F. Geografi UGM Yogyakarta-BRLKT Wilayah V, Ditjen RRL, Dephut, Semarang.
37
Prosiding Ekspose BP2TPDAS-IBB Surakarta Kebumen, 3 Agustus 2004
DISKUSI 1. Haryono (Bappeda Banjarnegara). Bagaimana implementasinya mengingat masyarakat di dekat panatai miskin, sementara input yang diperlukan besar, tenaga kerja juga banyak ?. bagaimana juga kebijakannya ? dan fisibelkah pengembangan dimaksud? Jawab. Implementasinya harus terintegrasi antar instansi terkait misal Dinas Sarpras membuat jaringan jalan, jaringan irigasi, Dinas Pernanian melakukan penyuluhan, Bank memberi pinjaman, Dinas pariwisata memfasilitasi hingga menjadi kawasan agrowisata dan seterusnya. Tenaga kerja memang cukup banyak untuk melakukan penyiraman khususnya. Usaha tani dimaksud fisibel sebagaimana perhitungan yang telah dikemukakan.
2. Tri H (Kebumen) Berapa jarak minimal dari pantai untuk dapat diusahakan? Dihitungkah tenaga kerja yang terlibat. Analisisnya bagaimana?. Komoditasnya hanya jagung dan timun ? layak gak sih? Jawab. Jarak minimal dari garis pasang naik sejauh 100 m (sempadan pantai) tenaga kerja juga dianalisis finansial. Analisisnya sebagaimana telah dikemukakan di depan. Layak. 3. Kristanto (Sub Din Prop Jateng). Bagaimana jika dibandingkan dengan budidaya ternak atau perikanan? Mana yang menguntungkan? Kami tidak melakukan uji tersebut, Namun memang bahwa pendapatan petani dari sektor peternakan cukup besar yakni 37% dari total pendapatan keluarga petani. Sedang dari usaha tani lahan pantai berpasir ini hanya sebesar 14% saja.
38