I03 Beny Dkk Waduk Sermo

  • Uploaded by: BENY
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View I03 Beny Dkk Waduk Sermo as PDF for free.

More details

  • Words: 5,929
  • Pages: 15
PENELITIAN PENDAHULUAN DALAM RANGKA MELIHAT KONDISI POTENSI LAHAN DI SUB DAS NGRANCAH, DAS SERANG BAGI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN DAS DI DTW. SERMO, KABUPATEN KULON PROGO Oleh : Beny Harjadi, Nurhadi Djaingsastro, Triwilaida Summary Penelitian pendahuluan di lokasi waduk Sermo, Sub DAS Ngrancah, DAS Serang yang meliputi dua desa Hargowilis dan Hargotirto dimaksudkan untuk melihat potensi kondisi lahan dan menganalisa permasalahan serta upaya pengelolaan dan pengembangan DAS secara terpadu dan penanganan intensif. Miniatur DAS pada daerah yang tidak terlalu luas dengan kapasitas genangan 25 juta m3 meliputi 8 Dusun Hargowilis dan 9 Dusun Hargotirto yang di sumbangkan dari 5 anak sungai yang menjari dengan pola aliran Dendritik, merupakan daerah yang memiliki nilai strategis dan ekonomis dalam bidang pengembangan Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam pengembangan penelitian di waduk Sermo dapat dilihat dari beberapa permasalahan yang mendominasi di lapangan dan memerlukan penanganan sesegera mungkin, antara lain : 1. Kawasan green belt sebagian besar milik petani belum dibebaskan untuk kawasan lindung bagi pengembangan tanaman keras permanen untuk mencegah timbulnya degradasi lahan. 2. Pada masing-masing daerah sekitar anak sungai berpotensi terjadi longsoran dengan tipe yang berbeda karena perbedaan tipe batuan, tanah dan kestabilan agregat tanah antara lain berupa : longsoran batuan (rockslide), gerakan tanah (earth movement), longsoran masa tanah (earthslide), longsoran masa tanah (debris slide), runtuhan batu/masa tanah (rock/debris fall) dan longsoran lumpur (slump). 3. Akibat longsoran yang terjadi besar-besaran akan berdampak pada kerusakan lahan, hancurnya badan jalan, pemampatan saluran pembuangan air, dan pendangkalan waduk secara drastis, sehingga tidak akan dapat dicapai umur perkiraan waduk sebelumnya (50 tahun). 4. Pengelolaan dan pengembangan DAS dalam bentuk penanganan konservasi tanah teknik sipil dan penanaman tanaman langka kehutanan (Arboretrum) untuk mendukung program Hutan Wisata dan lobaratorium penelitian bagi kampus terpadu. Potensi Sub DAS Ngrancah, DAS Serang yang terletak berbatasan dengan dusun Jatimulyo di daerah utara, sebelah timur berbatasan dusun Sendangsari, sebelah selatan dusun Hargorejo, dan sebelah barat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dapat dilihat dari kondisi biofisik lahan, iklim dan sosial ekonomi desa. Kondisi biofisik lahan dapat dianalisa dari data tanah, lereng, pH tanah, solum, daya infiltrasi, kandungan batuan, dan penggunaan lahan serta kelas kemampuan penggunaan lahan. Begitu juga parameter yang merupakan komponen perhitungan ambang batas tanah boleh tererosi yang dinyatakan dengan nilai T meliputi data nilai K, jenis tanah, kedalaman efektif perakaran, dan umur harapan hidup. Sedangkan nilai K atau kepekaan tanah terhadap erosi ditentukan oleh 4 faktor yaitu : tekstur, struktur, bahan organik, dan permeabilitas. Faktor utama iklim yang diperlukan berupa data curah hujan yang meliputi data jumlah hujan, rata-rata hujan, hujan maksimum dan minimum sepanjang tahun. Musim penghujan berlangsung selama 6 bulan dari bulan Oktober sampai dengan Maret, sedangkan sisa 6 bulan berikutnya merupakan musim kemarau. Jumlah curah hujan setahun di waduk Sermo 2788 mm tahun 1995 dan 1490 mm tahun 1996. Adapun data sosial ekonomi desa dapat diperoleh dari data profil desa yaitu dari 9 dusun di desa Hargowilis 8 dusun masuk di Sub DAS Ngrancah, sedangkan desa Hargotirto hanya 9 dusun yang terdapat didalamnya dari 14 dusun yang ada. Sebagian besar petani mengandalkan kehidupannya dari Perladangan dan Kebun campuran yang memiliki luas kepemilikan sekitar 0,1 sampai 10 hektar. Disamping itu juga ada usaha tambahan berupa pekerjaan sampingan dari industri kerajinan tangan sampai pedagang hasil bumi.

I. PENDAHULUAN Waduk Sermo yang diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada bulan November 1996 merupakan bendungan yang strategis untuk berbagai keperluan, misalnya untuk tujuan Pariboga (irigasi), Pritirta (tampungan air), Parimina (perikanan), Pariwisata (rekreasi) dan Olah Raga. Walaupun volume tangkapan tidak terlalu luas hanya 25 juta m3 dengan luas daerah genangan 1,57 km2 namun dapat mengairi beberapa daerah irigasi antara lain : Kalibawang, onomulyo, Penjalin, Papah, Pengasih, Pekik Jamal, Clereng dengan total luasan irigasi 8.099 hektar. Kegiatan bendungan Sermo merupakan keterpaduan program dari berbagai instansi yang terkait antara lain : Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Pertambangan, Dinas Perikanan, Dinas Pariwisata, Departemen Perhubungan, ABRI dan Kepolisian, Kecamatan Kokap, Desa Hargowilis, Biro KLH, Perguruan Tinggi serta Pemda tingkat II Kulon Progo. Namun dalam pelaksanaan di lapangan masih ditemui banyak kendala, antara lain : 1. Tanah di tepian genangan yang seharusnya sudah dibebaskan untuk daerah jalur hijau (green belt) sampai pada jarak 25 m dari puncak genangan (123 m dpl), ternyata sebagian besar masih merupakan lahan milik petani. Sehingga untuk mengembangkan kawasan green belt perlu diupayakan kerjasama antara instansi dengan para petani lewat penyuluhan dan bantuan (insentif) berupa bibit tanaman keras atau buah-buahan dan saprodi. 2. Tanah mudah sekali terjadi longsoran tersebar pada tepian bendungan dengan tipe longsoran : longsoran batuan (rockslide), gerakan tanah (earth movement), longsoran masa tanah (earthslide), longsoran masa tanah (debris slide), runtuhan batu/masa tanah (rock/debris fall) dan longsoran lumpur (slump). Tanah dengan kandungan liat 1 : 1 di dominasi warna tanah merah pada tanah Inceptisol merupakan tanah yang potensi terjadinya longsoran. Dengan adanya longsoran berakibat tersumbatnya saluran dan mudah rusaknya jalan serta dikhawatirkan akan mempercepat pendangkalan waduk yang diperkirakan bisa mencapai umur guna selama 50 tahun. 3. Dalam pengembangan Pariwisata ditemui beberapa kendala yaitu belum banyaknya investor yang tertarik untuk mengelola dan juga belum adanya pengembangan pola kemitraan antara pengusaha dengan para petani setempat antara lain berupa pengrajin industri kecil, warung makan dan tempat penginapan. Pariwisata di sekitar bendungan Sermo potensi untuk lokasi Pemancingan, lokasi Kemah wisata, Restauran terapung, dan Wisata air. 4. Mengingat luasan waduk Sermo pada DAS Ngrancah yang hanya meliputi dua desa (Hargowilis dan Hargotirto), maka sangat memungkinkan untuk miniatur lokasi penelitian yang intensif tentang pengelolaan DAS dan pengembangannya. Begitu juga dilihat dari pola aliran sungai Dendritik dengan lima anak sungai yang menjari (seperti jari tangan) dimungkinkan untuk dipasang 5 SPAS (Stasiun Pengamat Arus Sungai) pada masing-masing anak sungai. 5. Pada kawasan hutan untuk menunjang kemah wisata khususnya pada lokasi perkemahan direncanakan oleh Dinas Kehutanan Jogyakarta akan dikembangkan tanaman langka (Arboretrum), yang merupakan museum hidup tanaman kehutanan dan sekaligus melestarikan dan memperkenalkan tanaman hutan yang sudah jarang dikenal masyarakat.

Dengan melihat permasalahan tersebut diatas maka di waduk Sermo dimungkinkan dapat dilakukan pengembangan kegiatan pengelolaan DAS yang meliputi beberapa kegiatan : 1. Agroforestry dengan mengembangkan tanaman kehutanan dan tanaman buah-buahan atau tanaman perkebunan pada lahan yang labil dan berlereng curam. 2. Penanaman tanaman langka (Arboretrum) pada kawasan hutan. 3. Penyuluhan dan pengembangan kawasan green belt. 4. Bangunan penguat lereng tebing jalan dengan bronjong kawat, vegetatif, atau bangunan permanen. 5. Pengamatan erosi dan sedimentasi serta debit air untuk melihat kualitas, kwantitas, dan kontinuitas air. 6. Pengadaan ternak besar dalam rangka penyediaan pupuk kandang sebagai penstabil struktur tanah agar tidak mudah terjadi longsoran. Bertitik tolak dari beberapa hal dan upaya pemecahan masalah maka survey orientasi berikut bertujuan untuk melihat tingkat produktivitas lahan dan potensi terhadap erosi serta batas ambang erosi yang diperkenankan.

II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang diperlukan didalam survei orientasi potensi suatu wilayah DAS antara bahan untuk survei biofisik tanah dan pengumpulan data profil desa. Didalam survei biofisik tanah diperlukan beberapa bahan antara lain peta topografi lokasi, bahan kemikalia, dan blangko isian serta simbul inventarisasi. Sedangkan alat yang diperlukan berupa abnilevel untuk mengukur sudut lereng, buku munsel warna tanah, cangkul tanah, bor tanah, meteran, pisau lapang, kertas label, kantong plastik, ring sampel, alat-alat tulis, dan beberapa alat lainnya sebagai pendukung survai. B. Metode Metode yang dipakai adalah metode deskriptif secara acak untuk masing-masing lokasi mewakili dusun yang terdapat didalam catcment yang meliputi dua desa yaitu Hargowilis dan Hargotirto. Dari 9 Dusun di desa Hargowilis yang berdekatan dengan bendungan diambil 8 sampel yang mewakili masing-masing dusun yaitu : Tegalrejo, Soko, Kalibiru, Sidowayah, Sermo Lor, Sermo Tengah, Tegiri, Klepu. Sehingga sekitar 89 persen masuk pada DAS Ngrancah untuk memperhitungkan prosentase potensi profil desa. Sedangkan di Desa Hargotirto yang terletak di lereng atas sebagai batas DAS terdapat 9 Dusun yang masuk didalamnya dari 14 Dusun yang ada, atau sekitar 64,3 persen dari seluruh potensi profil desa. Jumlah sampel yang diambil berjumlah 16 yang mewakili 2 desa dan tersebar pada masing-masing Dusun, ditambah 4 sampel pada kawasan hutan Kayu Putih. Adapun parameter yang dikumpulkan dalam rangka mendukung potensi lahan dan potensi wilayah desa adalah : 1. Inventarisasi biofisik lahan, yaitu meliputi data : kelas kemampuan penggunaan lahan, great-grup tanah, kedalaman tanah, kelas lereng, keasaman tanah, kedalaman regolit, permeabilitas, infiltrasi, bobot jenis tanah, jenis batuan, tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik. 2. Nilai kepekaan tanah dan ambang batas erosi, dengan parameter yang diperlukan untuk nilai kepekaan tanah terhadap erosi antara lain : tekstur, struktur, bahan

organik, dan permeabilitas. Sedangkan data yang diperlukan untuk perhitungan ambang batas erosi adalah kedalaman efektif perakaran, tabel kedalaman minimum perakaran tanaman, tabel faktor kedalaman tanah untuk masing-masing sub order. Profil desa, yang diperoleh dari data potensi wilayah desa meliputi beberapa parameter yang dicatat antara lain potensi sumber daya lahan, sumber daya manusia, sumber daya air, dan fasilitas infrastruktur.

III. RISALAH OBYEK PENELITIAN

A. Topografi Waduk Sermo terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ngrancah dibentuk oleh lereng perbukitan yang agak curam sampai curam pada elevasi antara 90 sampai 650 meter diatas permukaan laut. Puncak-puncak yang merupakan batas DAS tersebut dikelilingi beberapa gunung, antara lain : Gunung Cekel, Gunung Ijo, Gunung Disil, Gunung Siblekuk, Gunung Jatiwayang, Gunung Malaban, Gunung Supit, Gunung Dodok, Gunung Papon dan Gunung Kepol. Sungai ngrancah dan anak-anak sungainya yang menggenangi waduk Sermo sampai pada elevasi 132 meter dari permukaan laut merupakan pola aliran mendaun (dendritik). Kemiringan sungai agak terjal sedang tebing sungainya membentuk kemiringan curam sampai sangat curam bahkan dibeberapa tempat hampir tegak. Dengan kondisi semacam itu dan ditunjang oleh kandungan liat kaolinit serta batuan yang sudah melapuk, menyebabkan beberapa daerah terdapat berbagai macam longsoran. B. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di daerah waduk Sermo dan sekitarnya secara garis besar dapat dipisahkan menjadi lima macam, yaitu : (1) tanaman keras sejenis, (2) tanaman keras campuran, (3) daerah pertanian kering, (4) daerah semak belukar, dan (5) daerah persawahan. Di sekitar genangan waduk merupakan tanaman keras campuran yang didominasi kebun kelapa dan buahbuahan, sedangkan sisanya merupakan daerah persawahan. Kebanyakan daerah persawahan dekat dengan sungai, sebaliknya untuk tanaman keras campuran lebih banyak terletak didaerah pada elevasi yang lebih tinggi pada lereng perbukitan. Lereng bukit di daerah selatan merupakan daerah semak belukar, lahan kritis, sebagian lagi berupa ladang, sedangkan bukit di daerah utara merupakan lahan pertanian kering yang diusulkan sebagai ladang dan tegalan. C. Jenis Batuan Batuan yang dapat ditemui di daerah waduk Sermo dari yang paling tua sampai yang paling muda dapat dikelompokkan kedalam empat formasi, yaitu : (1) formasi Nanggulan, (2) formasi Andesit Tua (Bemmelen), (3) formasi Jonggrangan, (4) formasi Sentolo dan Alluvium (Wartono Rahardjo dkk, 1977).

Tabel 2. Keempat Formasi Batuan dan Alluvium dengan Kandungan Batuan dan Usia serta Tebal Formasi di Daerah Waduk Sermo. Formasi Kandungan Batuan Usia Formasi Tebal Formasi (m) 1. Nanggulan batu pasir dengan sisipan lignit, napal Eosen Tengah 300 pasiran, batu liat dengan konkresi sampai limonit, sisipan napal dan batu gamping, Oligosen Atas batu pasir dan tufa; kaya akan foraminifera dan moluska. 2. Andesit Tua breksi andesit, tufa, tufa lapili, aglomerat, Oligosen Atas 660 (Bemmelen) dan sisipan aliran lava andesit. sampai Miosen Bawah 3. Jonggrangan kongomerat yang ditindih oleh napal Miosen 250 tufaan dan batu pasir gampingan dengan Bawah dengan sisipan lignit. Batuan ini kearah atas berubah menjadi batu gamping berlapis dan koral. 4. Sentolo batu gamping atau batu pasir napalan. Miosen bawah 950 Batuan ini kearah atas berubah menjadi sampai batu gamping berlapis yang kaya Pliosen formainifera. 5. Alluvium kerakal, pasir, lanau, dan liat ditemukan antara formasi disepanjang sungai yang besar. Batuan Nanggulan terobosan yang ditemukan adalah dan Andesit Andesit (A. hiperstin dan A. augit Tua hornblende) dan Dasit.

D. Struktur Geologi Struktur geologi yang dapat diamati didaerah waduk sermo meliputi sesar, kekar dan potensi longsoran. Sesar yang dapat diamati berupa sesar normal yang dapat dikelompokkan berdasar arahnya, yaitu untuk sesar tangga (step fault) penyebarannya kurang lebih dari barat laut sampai tenggara, sedangkan sesar lainnya dari arah timur laut sampai barat daya. Struktur kekar dapat diamati terutama pada breksi volkanik yang tak lapuk, dan kadang sering membentuk pasangan kekar (joint set). Ukuran kekar bervariasi dari beberapa puluh sentimeter sampai beberapa meter kadang sampai puluh meter membentuk bidang kekar (master joint). Potensi longsoran yang terdapat di waduk Sermo meliputi beberapa jenis longsoran seperti longsoran masa tanah (debris slide), runtuhan batu/masa tanah (rock/debris fall) dan longsoran lumpur (slump).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. BIOFISIK LAHAN 1. Tanah Tanah di waduk Sermo didominasi jenis tanah Inceptisols dengan great group Ustropepts (itu) dan tropaquepts (iqt), sedang sisanya tanah Entisols dengan great group Tropaquents (eqt). Tanah Inceptisols merupakan tanah muda tapi relatif lebih berkembang dari pada Entisols. Diamana biasanya terdapat horison Kambik akibat tidak terpenuhinya syarat horison Argilik (endapan liat) maupun Spodik (endapan abu). Sehingga tanah Inceptisols relatif subur, karena baru mengalami pelapukan dari batuan dan memiliki ketebalan yang cukup. Adapun Ustropepts adalah inceptisols dengan regim kelembaban Ustik (setiap tahun kering antara 90 - 180 hari) dan regim temperatur tropik (suhu tanah rata-rata > 18o C). Inceptisols lainnya yaitu Tropaquents dicirikan adanya regim temperatur tropik dan regim kelembaban Aquik yaitu tanah sering jenuh oleh air sehingga terjadi reduksi. Tanah Entisols merupakan tanah yang masih sangat muda belum menunjukkan adanya perkembangan horison yang sempurna, karena masih belum merupakan tanah dengan tahun permulaan dalam pengembangannya. Pada tingkat great group yaitu Tropaquents adalah merupakan tanah Entisols dengam regim kelembaban Aquic dan regim temperatur Tropik. Dengan dominasi tanah Inceptisols maka dapat disimpulkan bahwa di Sermo tanah relatif subur, namun potensi terjadinya longsoran karena kurang mantapnya agregat struktur tanah. Untuk mencegah adanya erosi yang berakibat menurunkan kesuburan tanah dan juga berakibat terjadinya pendangkalan waduk maka sesegera mungkin dilakukan pencegahan erosi baik dengan cara vegetatif, mekanik, biologis, maupun secara ekonomis. 2. Kedalaman Tanah Rata-rata solum tanah didua desa Hargowilis dan Hargotirto adalah sedang yaitu memiliki kedalaman antara 50 - 90 cm. Hanya sedikit lahan dengan kedalaman tanah dangkal atau kurang dari 50 cm. Desa Hargotirto luasan tanah dengan solum sangat dalam (> 200 cm) dan dalam (100 - 200 cm) relatif lebih luas dibandingkan desa Hargowilis yang terletak dibawah. Hal tersebut karena sebagian lahan yang datar dengan solum dalam di desa Hargowilis telah habis tergenang oleh genangan waduk Sermo. Tanah yang masih cukup dalam di daerah atas desa Hargotirto menunjukkan bahwa lahan tersebut masih cukup unsur hara yang tersedia bagi tanaman dan kapasitas perkembangan volume perakaran masih memungkinkan untuk berkembang lebih luas lagi. Namun mengingat lahan di daerah atas relatif miring kondisi lerengnya maka hal tersebut akan berakibat banyak peluang tanah yang dapat tererosi. Erosi tersebut dapat berupa erosi permukaan untuk lahan miring dan kurang penutupan lahannya atau erosi longsoran pada lahan yang mengandung mineral liat tinggi tipe 1 : 1 Kaolinit atau Montmorilonit liat tipe 2 : 1 dengan kestabilan agregat tanah yang rendah. Erosi longsoran pada lahan dengan solum yang dalam akan berdampak kurang menguntungkan bagi tanah yang terkikis meupun yang tertimbun. Tanah yang terkikis akan mengalami penurunan ketersediaan unsur hara, sedangkan pada daerah yang tertimbun akan mengalami kerusakan lahan, jalan, saluran pembuangan air, sampai pada pendangkalan waduk yang drastis dibandingkan dengan masukan dari erosi permukaan.

3. Tekstur Tanah Tekstur yang merupakan gambaran ketiga fraksi debu, pasir dan liat menunjukkan mudah tidaknya tanah menyediakan air dan unsur hara bagi tanaman. Pada tanah bertekstur halus akan banyak menyerap air dan unsur hara serta bahan organik, sebaliknya tekstur yang kasar semua air dan unsur hara mudah sekali larut. Kriteria tekstur di waduk Sermo dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sedang, agak halus, dan halus; dengan demikian unsur hara dan air relatif tidak tercuci (Tabel). Kategori tekstur sedang meliputi lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, dan debu. Semakin kasar tekstur maka luas permukaan untuk menyerap air dan unsur hara semakin berkurang. Hal tersebut berakibat pada tekstur tanah yang relatif kasar maka batas Titik Layu Permanen (TLP) dan Kapasitas Lapangan (KL) tidak semakin berkurang. Sebagai contoh tanah dengan tekstur paling halus (liat) memiliki kandungan air tersedia antara 20 sampai 27 %, sedangkan pada tekstur yang paling kasar (pasir) hanya mengandung 2 - 4 %. Untuk itu kandungan air di Sermo relatif baik dan banyak tersedia bagi tanaman. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan baik, khususnya kelapa dan tanaman keras lainnya (Tabel). 4. Struktur Tanah Struktur merupakan gumpalan gumpalan kecil dari tanah yang memebentuk agregatagregat tanah dalam berbagai bentuk, ukuran dan kemantapan yang berbeda. Di waduk sermo sebagian besar tekstur berbentuk granuler dari yang kecil sampai yang besar, dan sisanya dalam bentuk tiang atau kubus yang relatif kecil ukurannya. sednagkan kemantapan agregat rata-rata kurang mantap artinya mudah terpecah belah sampai pada ukuran yang paling kecil (Tabel). Struktur kurang mantap di sekitar waduk Sermo berakibat tanah mudah terjadi longsoran selain tanah yang labil pada ketujuh lokasi longsoran juga potensi dari batuan induk yang relatif mudah terjadi longsoran, karena sudah berumur tua dan sudah mengalami pelapukan lanjut. Perkembangan struktur yang relatif lemah tersebut disebabkan karena kandungan humus yang rendah dan juga curah hujan yang relatif banyak. pada daerahdaerah yang kering perkembangan struktur relatif mantap. Tanah dengan struktur yang baik yaitu untuk struktur granuler atau remah, karena aerasi didalam cukup terjadi sirkulasi dengan lancar dan nbersinggungan membulat antara satu struktur dengan struktur lainnya. Akibatnya pori-pori tanah banyak terbentuk tetapi jika struktur kurnag mantap maka pori-pori tersebut akan mudah tertutuoi oleh pecahnya agregatagregat tanah dan aerasi menjadi terhambat yang akan menyebabkan banjir, erosi, dan timbulnya longsoran. 5. Bahan Organik Bahan organik berfungsi sebagai pemantap agregat struktur tanah, kemampuan tanah menahan air dan unsur hara, serta energi bagi mikroorganisme baik dalam bentuk kasar maupun halus (humus). Di Sub DAS Ngrancah, Sermo tidak begitu banyak di lapangan yaitu hanya berkisar antara 0 sampai 1 % (sangat rendah). Tabel ... kandungan bahan organik yang rendah akan berakibat mudahnya tanah tererosi dalam bentuk longsoran, runtuhan atau membalik karena ketidakstabilan agregat pemantap tanah.

Sehingga pada daerah-daerah yang labil tingkat kemantapan struktur yang rendah perlu ditambahkan bahan organik yang cukup baik yang berasal dari kotoran ternak kecil (ayam, itik, angsa), ternak sedang (kambing, babi, anjing) maupun ternak besar (sapi, kerbau). Disamping itu juga dapat ditambahkan pemantap agregat buatan misalnya bitumin atau pupuk hijau dari hijauan muda yang dapat menambah unsur N dan unsur-unsur lainnya, antara lain : orok-orok (Crotalaria sp), lamtoro, turi, Colopogonium, Sentrosoma, Mimosa. Disamping adanya keuntungan dengan penambahan bahan organik pada tanah, namun ada kerugiannya yaitu : kebutuhan dosis yang banyak menyulitkan transportasi dan pengangkutan selanjutnya, respon tanaman yang lambat dan mudahnya bahan organik terurai di daerah tropika serta sebagai inang bagi hama dan penyakit akar tanaman. 6. Batuan Induk Dari data batuan yang dikumpulkan di lapangan dan sebagian telah dipaparkan di depan dapat disajikan penyebaran batuan yang menampilkan ukuran, bentuk, lekukan, dan kekerasan. Ukuran batuan sebagian besar halus dan kecil serta hanya sedikit sekali yang berukuran medium atau besar (Tabel). Adapun bentuk yang dapat ditemui kebanyakan agak mulus atau berlekuk, serta sebagian kecil ada yang berbentuk mulus dan agak runcing. Batuan di daerah Sermo memiliki kekerasan antara 2,5 - 6, yaitu dengan kategori lemah sampai sedang. dengan kekerasan batuan yang lunak menunjukkan bahwa tanah telah mengalami pelapukan lebih lanjut yang ditunjukkan dari jenis batuan pada masa Pleistosen atau Eosen. Dengan demikian tanah di sermo relatif tebal begitu juga regolitnya. dengan tebal tanah yang cukup dari hasil pelapukan batuan maka keterseidaan unsur hara cukup bagi tanaman. hal tersebut dapat dilihat dari berbagai variasi tanaman pada kebun campuran yang mana hampir semua tanaman dapat tumbuh dengan baik. 7. Lereng Kebanyakan lahan di Sub DAS Ngrancah memiliki kemiringan lereng antara 25 - 35 % pada kategori lereng agak curam. Hanya sedikit sekali lahan yang datar baik dalam bentuk dataran atau dataran bukit (Summit area), begitu juga lahan yang terletak lebih miring pada kategori sangat curam pada kemiringan lereng 45 - 65 % juga tidak begitu banyak ditemui. Pada lahan yang sangat curam untuk pemilikan lahan yang luas biasa diusahakan untuk tanaman monokultur berupa Sengon atau Jati. Sebaliknya untuk pemilikan lahan yang sempit biasa dipakai untuk kebun campuran yang didominasi tanaman kelapa. Begitu juga pada lahan dari sangat miring sampai curam kalau tidak diperuntukkan bagi tanaman perkebunan (mete, mlinjo, kakao) yang dicampur dengan tanaman buah-buahan (manggis, sawo, durian) maka biasa diperutukkan sebagai tegalan dengan tanaman utama singkong, jagung atau kacang tanah. Pada tanaman kehutanan dengan berbagai jenis tanaman (sengon, mahoni, sungkai, albesia, kayu putih) sering dikombinasikan dengan tanaman bawah berupa empon-empon, antara lain berupa jahe, lengkuas, kunyit, kunci, kencur. 8. Permeabilitas, Infiltrasi, Drainase, Aerasi

Permeabilitas, Infiltrasi dan drainase merupakan istilah yang hampir sama yaitu berfungsi sebagai pembuangan air tetapi secara harfiah ketiga nya berbeda berlangsungnya proses kejadian tersebut. Infiltrasi merupakan perembesan air hujan dari udara masuk kedalam tanah melalui permukaan tanah. Proses infiltrasi dilanjutkan dengan permeabilitas yaitu dalam bentuk aliran air sepanjang profil tanah. Sedangkan drainase merupakan pembuangan air baik dalam bentuk aliran permukaan atau peresapan kedalam tanah. Selanjutnya aerasi adalah pembuangan air didalam tanah yang berganti secara terus menerus dengan udara untuk menciptakan sirkulasi kondisi an aerob menjadi aerob dan sebaliknya didalam tanah agar pertumbuhan mikroorganisme dan memberi kesempatan bernafas bagi perkaran tanaman. Permeabilitas di waduk Sermo berkisar antara cepat sampai lambat dan sebagian besar agak cepat (Tabel). Permeabilitas berkaitan dengan kandungan tekstur, struktur dan kandungan jenis batuan. Pada tekstur kasar permeabilitas cenderung cepat sebaliknya jika tekstur halus maka permeabilitas lambat. Sedangkan struktur tanah yang berbentuk kubus atau tiang dengan perkembangan mantap dan berukuran lebih besar maka permeabilitas lebih cepat dibandingkan struktur tanah yang kecil atau lempengan. Begitu juga banyak batuan yang belum melapuk dan merupakan daerah kedap air maka akan berakibat permeabilitas lambat. Infiltrasi di Sermo tidak berbeda jauh dengan kondisi permeabilitas yaitu rata-rata infiltrasi gak lambat yaitu berkisar antara agak cepat sampai lambat. Permukaan tanah yang kurang penutupan lahan , jarang diolah, struktur kecil, tekstur halus cenderung memiliki infiltrasi kearah lambat. Hal tersebut disebabkan karena kondisi pori-pori permukaan tanah rusak tertutup oleh percikan partikel tanah karena kekuatan energi kinetis air hujan. Drainase relatif baik, hampir tidak ada daerah yang tergenang atau lembab terus, kecuali pada daerah sekitar green belt, selain masalah tanah dangkal juga ada faktor penghambat tanah yaitu kelembabab tanah (w = wetness). Dengan demikian kondisi aerasi tanah cukup baik bagi pertumbuhan tanaman dan perkembangan mikroorganisme. B. POTENSI LAHAN 1. Tingkat Erosi Erosi di sekitar waduk Sermo selain erosi permukaan kebanyakan didominasi masalah erosi yang lebih serius dan lebih berat yaitu berupa erosi longsoran. Erosi longsoran tersebut dapat berupa erosi jatuhan (fall), erosi longsoran (landslide) dan erosi luncuran (slump). Erosi jatuhan yang terjadi pada daerah yang relatif terjal atau jurang dalam bentuk gerakan kebawah sangat cepat dari masa tanah atau batuan yang sebagian besar lewat udara dalam wujud terjun bebas. Sedangkan erosi yang banyak ditemui di sekitar Sub DAS Ngrancah adalah erosi longsoran yaitu merupakan beberapa tanah atau batuan yang bergeser secara cepat sejajar dengan permukaan bumi pada daerah yang kurnag mantap agregat struktur tanahnya. Hanya sedikit sekali erosi dalam bentuk luncuran yaitu berputar dari sebagian masa tanah yang terangkut kearah mundur karena pengaruh aliran air dan grafitasi bumi.

sebagian besar tingkat erosi di desa Hargotirto adalah erosi sedang yaitu hanya sebagian tanah yang tererosi dan masih meninggalkan solum tanah yang masih cukup dalam. sedangkan di desa Hargowilis yang relatif datar pada daerah dekat genangan waduk sebagian besar tidak ada erosi permukaan, hanya pada daerah tertentu khususnya yang dekat dengan waduk atau pada kawasan green belt merupakan erosi berat, karena sudah banyak tanah yang hilang dan sudah nampak regolit atau bahan induknya. 2. Kepekaan Tanah Tererosi Erodibilitas tanah atau kepekaan tanah terhadap erosi (nilai K) adalah merupakan kemudahan tanah tererosi akibat adanya curah hujan, lahan gundul, dan kemiringan serta panjang lereng tertentu. Nilai K tersebut dipengaruhi oleh perbedaan kandungan tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur, daya infiltrasi dan laju permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik. Tabel....Nilai K berkisar kurang dari 0,1 (sangat rendah) sampai > 0,56 (sangat tinggi). Semakin tinggi nilai K maka semakin mudah pula tanah tererosi, seperti halnya nilai kepekaan tanah tererosi di sermo berkisar antara 0,11 (rendah) sampai 0,64 (tinggi). Nilai K yang rendah kemungkinan hanya potensi untuk terjadinya erosi permukaan yaitu pada daerah bertekstur tanah kasar, struktur mantap, daya infiltrasi dan laju permeabilitas cepat, dan cukup kandungan bahan organik. Sebaliknya nilai K yang tinggi dengan kondisi tanah mudah tererosi berat dengan jenis erosi jurang atau erosi longsoran kemungkinan akibat kandungan tekstur halus, struktur lemah, permeabilitas lambat, dan kandungan bahan organik rendah. Tabel... menunjukkan bahwa rata-rata kepekaan tanah terhadap erosi di daerah Sermo dan sekitarnya pada kategori agak tinggi (0,34), sehingga permasalahan di lokasi tidak sekedar erosi permukaan saja tapi ada erosi yang jauh lebih berat yaitu erosi alur, erosi jurang, dan erosi longsoran. Adapun upaya penanggulangan untuk menurunkan erosi tersebut selain membuat kondisi sifat fisik tanah semakin baik juga dilakukan upaya konservasi tanah antara lain : pembuatan teras, pembuatan saluran pembuangan air, penanaman rumput tampingan. Begitu juga jika dimungkinkan kombinasi antara tanaman permanen dengan bronjong kawat atau bangunan permanen pada tebing jalan yang berpotensi terjadinya erosi longsoran. 3. Batas Toleransi Erosi Nilai T atau batas erosi yang diperbolehkan pada sebidang tanah tergantung dari kedalaman tanah efektif, unsur harapan hidup, dan juga kepekaan tanah terhadap erosi. walaupun nilai K cukup tinggi di Sermo artinya tanah mudah tererosi, namun nilai T nya juga tinggi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa tanah boleh tererosi jauh lebih banyak dari yang sekedar diperhitungkan hanya erosi permukaan. Misalnya dari ketiga metode yang dikemukakan Hammer (1981), Axhlil (1982) dan Wood dan dent (1983) menunjukkan kecenderungan yang sama untuk lokasi yang sama, perbedaan hanya pada angka batas ambang. pada perhitungan dengan Achlil nilai T jauh lebih tinggi yaitu berkisar antara 12,27 sampai 34,25 mm/th. Sehingga kalau diambil rata-rata per bulan pada 6 bulan waktu musim penghujan erosi yang diperbolehkan per tahunnya berkisar antara 2 - 6 mm/bulan atau 24 ton/bl/th sampai 72 ton/bl/th.

Sumbangan erosi yang terbesar dalam bentuk erosi longsoran pada semua daerah sekitar waduk yang ditunjukkan di peta lokasi longsoran dengan berbagai macam jenis batuan yang dikandungnya. Walaupun longsoran cukup banyak masa tanah yang berpindah tetapi lahan yang tererosi masih subur karena batas ambang yang dpat di tolerir cukup tinggi. Namun yang jadi masalah dengan semakin banyaknya lahan yang longsor maka lahan semakin rusak dan dampaknya terjadi pada jalan-jalan yang rusak, saluran air, dan pendangkalan waduk. Sehingga umur waduk kemungkinan besar akan berkurang dari perkiraan umur sebenarnya yaitu 50 tahun. 4. Keasaman Tanah Keasaman tanah yang ditunjukkan dari nilai pH merupakan nilai H+ (ion hidrogen) didalam tanah yang menentukan sifat tanah masam (pH rendah) atau alkalin (pH tinggi). Di daerah waduk Sermo dan sekitarnya memiliki pH berkisar antara 5 sampai 7 yaitu pada ktegori tanah masam sampai netral. Kemasaman tanah disamping menunjukkan kandunhgan ion H+ (ion hidrogen) dan OH- (hidroksida) juga menentukan ketersediaan unsur hara didalam tanah serta kemungkinan adanya unsur beracun. Pada tanah dengan pH kearah netral hampir semua unsur hara dapat tersedia secara optimal dan hampir tidak ada unsur yang beracun atau menjerap antara satu unsur dengan unsur lainnya. Misalnya pada tanah yang cenderung masam unsur P (Posfor) sebagian besar tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al (Almunium). Pada pH lebih dari 5 seprti di Sermo maka bakteri dapat berkembang dengan baik, sebaliknya jika kurang dari 5 maka perkembangan sangat terhambat. Dalam hal ini pH mempengaruhi perkembangan mikro organisme yang menciptakan kondisi sehat dan aerasi baik pada tanah. Begitu juga jamur dapat berkembang pada segala pH tanah, hanya pada pH > 5 maka jamur bersaing dengan bakteri. Bakteri pengikat N dari udara dan bakteri nitrifikasi hanya dapat berkembang pada pH diatas 5. pH tanah berbanding lurus dengan kejenuhan basa yaitu kandungan basa-basa yang terdapat dalam komplek jerapan. Semakin tinggi pH tanah maka semakin tinggi pula kejenuhan basanya, yaitu pada pH sekitar 5 sampai 7 seperti di Sermo akan memiliki kejenuhan basa berkisar antara 25 % sampai 100 %. 5. Kesuburan Tanah Sebagian besar lahan di desa Hargotirto relatif subur dan paling banyak pada kategori sedang untuk tingkat kesuburan tanah. sebaliknya di desa Hargowilis sangat banyak daerah yang tidak subur atau kritis dengan luasan sekitar 1431, 4 hektar. Ketidak suburan tersebut dalam keadaan lahan yang selalu tergenang pada tanah Aquents atau Aquepts. Tanah yang relatif dangkal dan belum mengalami perkembangan horison pada tanah Entisols atau tanah yang cukup solumnya pada jenis tanah Inceptisols tapi sebagian besar belum tersedia bagi tanaman karena terjerap oleh kandungan liat yang tinggi. Begitu juga pada lahan yang ketersediaannya sir rendah atau daerah yang relatif masam kurang menyediakan unsur hara bagi tanaman.

Desa Hargotirto tingkat kesuburan tanah relatif baik pada kategori sedang atau subur. Namun demikina mengingat lahan di desa Hargotirto kebanyakan memiliki kemiringan lereng yang miring atau terjal, maka perlu dilakukan pencegahan untuk menjaga pengawetan tanah. Konservasi tanah yang sudah dilakukan di lapangan berupan pembuatan teras bangku atau gulud, sedangkan yang masih harus dikembangkan adalah penanaman rumput pada tampingan teras dan pemantap struktur tanah dengan bahan organik. Untuk kegiatan tersebut perlu didatangkan tarnak besar sebagai suplay bahan organik bagi tanah dan ketersediaan hara mikro bagi tanaman serta memperbaiki aerasi tanah. 6. Penggunaan Lahan Penyebaran penggunaan lahan di desa Hargotirto populasinya lebih banyak dibandingkan dengan di desa Hargowilis yang sebagian besar sudah tergenang sebagai lokasi genangan waduk sermo. Dari data profil desa dapat dilihat bahwa populasi tanaman berurutan dari yang terluas arealnya adalah : kelapa, kakao, cengkeh, hutan rakyat, kopi, dan hutan lindung. Sebagian besar kelapa selain diambil buah kelapanya juga dideres untuk pembuatan gula aren (gula jawa) yang mudah sekali pemasarannya baik di tingkat kecamatan maupun di kabupaten Wates, Kulon Progo. Penderesan dilakukan dua kali sehari pagidan sore, jika terlambat maka manggarnya tidak bisa dideres lagi. Lahan milik petani sebagian besar dalam bentuk pekarangan atau kebun campuran, dan hanya sedikit sekali yang diusahakan untuk tanaman monokultur atau agroforestry. Begitu juga lahan petani pada daerah green belt masih diusahakan untuk tanaman campuran disamping ada juga mengusahakan untuk tegalan maupun persawahan. Seharusnya 25 m lebar green belt dibebaskan untuk penanaman tanaman keras atau tanaman buah-buahan yang tanpa menebangi pohonnya dan dapat berfungsi untuk mempertahankan perakaran tanaman dan penutup tajuk. sehingga dapat dicegah terjadinya erosi, abrasi atau longsoran tanah pada tepian waduk. Hutan lindung yang tidak seberapa luas di desa Hargowilis (2,6 ha) oleh Dinas Kehutanan direncanakan untuk pengembangan wisata dengan penanaman berbagai jenis tanaman langka kehutanan (Arboretrum). Sedangkan hutan rakyat biasanya ditanam pada lahan-lahan miring dan tanah kurang stabil tetapi kedalaman tanahnya masih cukup dalam. 7. Kemampuan Penggunaan Lahan Kelas kemampuan penggunaan lahan di waduk Sermo relatif kurang baik untuk budidaya pertanian yaitu antara kelas VI sampai VII. Dimana pada kelas tersebut hanya layak untuk diusahkan tanaman keras atau tanaman kehutanan dalam bentuk kebun campuran atau agroforestry. Hal tersebut dilakukan mengingat lahan relatif curam perlu diupayakan pengawetan tanah dengan cara meningkatkan canopy penutupan tanah oleh tajuk tanaman untuk mengurangi energi kinetik air hujan yang jatuh supaya tidak langsung mengenai tanah. walaupuun jika dilihat dari solum masih memungkinkan untuk tanaman budidaya pertanian (semusim) tapi kalau dilihat tingkat kemantapan struktur yang rendah dan lahan yang miring maka akan berakibat seius dimasa mendatang jika banyak tanah yang tererosi atau terjadi longsoran. Sehingga dari sub Kelas KPL dapat dilihat bahwa sebagian besar yang menjadi faktor penghambat adalah erosi dan gradien lahan.

Pengembangan pengelolaan lahan yang baik perlu memeperhatikan kelas KPL jika lahan memiliki kelas kurang dari IV maka dimungkinkan untuk tanaman pertanian, sedangkan jika sudah lebih dari IV maka sebaiknya untuk tanaman keras atau permanen. Selanjutnya untuk kelas VIII hanya untuk daerah lindung baik di daerah yang terjal diatas maupun diderah bawah green belt. Disamping faktor penghambat juga diperhatikan untuk mengupayakan pencegahan sedini mungkin daerah-daerah yang berpotensi timbulnya erosi, banjir, atau tanah yang kurang subur. C. IKLIM (Curah Hujan) Hujan merupakan satu-satunya input air yang masuk pada suatu DAS yang selkanjutnya air tersebut disimpan, dialirkan, atau diuapkan dalambentuk evaporasi dan transpirasi. Pengukuran curah hujan dilakukan dengan penakar hujan manual (Ombrometer) atau/dan otomatis (Automatic Rainfall Recorder). Penakar hujan otomatis selain mencatat data hujan harian juga intensitasnya. Pengamatan hujan manual dilakukan oleh BTPDAS Solo, sedangkan data otomatis dikerjakan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Data Hujan yang telah tersedia dari bulan Januari 1995 sampai Februari 1997 disajikan pada Tabel.... Tabel... menunjukkan bahwa hujan dimulai pada bulan Oktober dicapai puncak hujan pada bulan November dan diikuti puncak kedua pada bulan Februari yang lebih rendah. Untuk lebih jelasnya dapt dilihat juga pada grafik.... yang menunjukkan fluktuasi hujan pada musim hujan dari bulan Oktober sampai April. Puncak hujan tertinggi dicapai pada ketinggian 159 mm yaitu terjadi pada tanggal 2 desember 1995, sedangkan untuk tahun 1996 puncak hujan terjadi pada tanggal 11 Desember dengan puncak ketinggian 79,9 mm. Total hujan setahun pada tahun 1996 1490 mm, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 1788 mm. Sedangkan jumlah hari hujan lebih sering yaitu 126 hari hujan dari pada tahun 1995 yang hanya 111 hari hujan, sehingga rata-rata hujan harian tahun 1996 jauh lebih rendah (11,8 mm) dari tahun 1995 setinggi 25,1 mm. Dari data hujan harian yang terkumpul pada setiap bulanan untuk dua tahun pengamatan dapat diambil kesimpulan yang sama, bahwa musim hujan berlangsung selama 6 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai bulan Maret, sebaliknya berlaku sebagai musim kemarau. Curah hujan harian maksimum sama-sama terkjadi pada bulan Desember, sehingga dsapat diduga bahwa di daerah waduk Sermo dan sekitarnya memiliki curah hujan yang tinggi selama 6 bulan dan berpotensi menimbulkan erosi. Khususnya pada erosi longsoran karena didukung oleh kondisi lahan yang kurang menguntungkan yaitu tekstru liat, struktur kurang mantap, bahan organik rendah, dan ketebalan tanah yang cukup. D. SOSIAL EKONOMI DESA (Pemilikan Lahan) Pemilikan lahan petani berkisar antara 0,1 hektar sampai 6 hektar, yang sebagian besar memiliki ladang antara 0,6 sampai 1,0 hektar pada kategori sedang. desa Hargotirto pada luas pemilikan lahan tersebut berjumlah 839 orang, sementara untuk desa Hargowilis lebihn sedikit yaitu sebanyak 429 orang. Pemilikan lahan berlebih antara 6 - 8 hektar ada 3 orang di desa Hargotirto, sedangkan di Hargowilis tidak ada.

Pada pemilikan lahan yang sempit petani mengusahkan seintensif mungkin dan bervariasi jenis tanaman (diversifikasi) dalam bentuk kebun campuran atau kalau tidak ditanami tanaman semusim yang dapat dipetik setahun dua kali. sedangkan petani dengan ldanag yang relatif luas biasa mengusahakan untuk tanaman perkebunan berupa cengkeh, kakao, atau mete; sedangkan tanaman pekaranagan berupa kelapa, mlinjo, dan tanaman kehutanan berupa gamal, sengon dan sungkai.

V. KESIMPULAN

1. Tanah di waduk Sermo peka terhadap erosi yang ditunjukkan dari nilai K tinggi, disamping itu juga batas tanah yang boleh tererosi juga tingggi, sehingga besarnya erosi belum dianggap serius bagi pemerosotan tingkat kesuburan tanah. 2. Masalah menonjol di Sermo adalah erosi longsoran pada semua kawasan sekitar waduk, yang merupakan masalah serius yang perlu segera ditangani, karena dampaknya terhadap pendangkalan waduk behitu cepat dan drastis, kerusakan badan jalan, kerusakan lahan pertanian, dan penyumbatan saluran air. 3. Penanganan permasalahan longsoran dapat dilakukan dengan, antara lain ; • memantapkan agregat tanah dengan penambahan bahan organik dari pupuk kandang. • penanaman tanaman penguat tebing jalan, tampingan dengan tanaman keras permanen atau rumput-rumputan • pemasangan bronjong kawat pada daerah yang tidak memungkinkan untuk ditanamai karena solum tanah yang terlalu dangkal atau tidak ada tanah sama sekali • pemasangan bangunan permanen dari batu dan semen. 4. Permasalahan kawasan green belt yang sebagian tanah belum dibebaskan dan masih merupakan milik petani sebaiknya segera diberikan penyuluhan dan pengertian untuk mengusahakan tanaman permanen berupa tanaman kehutanan atau buah-buahan. 5. Waduk Sermo yang relatif di daerah cekungan bawah dengan pandangan yang luas dan bebas serta DAS yang tidak terlalu luas dengan 5 anak sungai cabang dengan pola aliran Dendritik dengan permasalahan yang berbeda pada masing-masing cabang sungai merupakan daerah yang strategis untuk pengembangan miniatur DAS sebagai lokasi penelitian dan wisata bagi pengelolaan dan pengembangan DAS secara intensif. DAFTAR PUSTAKA Desa Hargowilis, 1996. Potensi Desa dalam Bentuk Profil Desa Hargowilis, Gambaran Kondisi

Biofisik dan Sosial Ekonomi Desa serta Fasilitas Infrastruktur. Desa Hargowilis, Kec. Kokap, Kab. Kulonporgo, Wates, DIY. Desa Hargotirto, 1996. Potensi Desa dalam Bentuk Profil Desa Hargotirto, Gambaran Kondisi Biofisik dan Sosial Ekonomi Desa serta Fasilitas Infrastruktur. Desa Hargotirto, Kec. Kokap, Kab. Kulonporgo, Wates, DIY.

Sir M. Macdonald and Partuers Limited, 1980. Sermo and Sambiroto Dames Fesibility Study, Kali Progo Irigation Project. Proyek Induk Irigasi dengan Bantuan Bank Dunia, Rpublic of Indonesia, Ministry of Publics Works, Directorate General of Watesa Resources Development.

Related Documents

I03 Beny Dkk Waduk Sermo
April 2020 24
Waduk
August 2019 36
Beny
October 2019 13
Dkk Tsm_ktsp.docx
April 2020 5
Dasar-dasar Waduk
July 2020 20

More Documents from "junia ningsih"