Hyperbilirubin.docx

  • Uploaded by: YulinarSyam
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hyperbilirubin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,378
  • Pages: 23
LAPORAN PENDAHULUAN HYPERBILIRUBINEMIA NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO

Nama Mahasiswa

: Yulinar Syam

Nim

: R014172004

PRESEPTOR INSTITUSI

PRESEPTOR LAHAN

[Dr. Kadek Ayu Erika, S.Kep., Ns., M.Kes]

[

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019

]

BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Ikterus adalah gejala kuning pada sclera, kulit, dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan (Nurarif & Kusuma, 2016). Hyperbulirubinemia neonatus dikenal juga

sebagai ikterus neonatorum fenomena yang sering terjadi pada

neonatus, dimana kulit bayi akan menjadi kuning akibat dari peningkatan bilirubin (AlGhurabi & Aljazaen, 2015). Normalnya bilirubin serum kurang dari 9µmol/L (0,5mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat diatas 35µmol/L (2 mg%). Jaundice/icterus neonatorum yang lebih dikenal dengan bayi kuning merupakan suatu kondisi dimana terjdi warna kuning kulit dan sclera pada bayi baru lahir, akibat penumpukan bilirubin pada kulit dan membrane mukosa. Kejadian ini berhubungan dengan terjadinya peningkatan level bilirubin pada sirkulasi, atau kondisi yang dikenal dengan nama hyperbilirubinemia (Chlinikal Guideline, 2010). B. Klasifikasi Adapun klasifikasi dari ikterus pada neonatus yaitu : 1. Ikterus prehepatik Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi. 2. Ikterus hepatik Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan

akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi. 3. Ikterus kolestatik Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin. 4. Ikterus neonatus fisiologi Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin. 5. Ikterus neonatus patologis Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah. 6. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Ullah, Rahman, & Hedayati,( 2016) dalam review artikelnya mengemukakan ada beberapa jenis hyperbilirubinemia yaitu ikterus fisiologis, patologis, kuning karena kekurangan ASI, ikterus hemolitik, ketidakcocokan faktor RH, ketidakcocokan golongan darah ABO serta terkait dengan defisiensi dehidrogenase glucosa 6 fosfat (G6PD).

C. Etiologi Penyebab iketrus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Ikterus neonatorum dapat bersifat patologis karena disebabkan oleh ; 1. Inkompatibilitas golongan darah, inkompatibilitas rhesus. Keadaan ini terjadi apabila terjadi perbedaan antara golongan darah ibu dengan golongan darah atau rhesus bayi sehingga terjadi pengancuran dari sel darah merah bayi 2. Bentuk sel darah merah yang tidak normal sehingga mudah pecah atau hancur 3. Gangguan enzim di dalam sel dara merah, seperti G6PD 4. Lebam yang luas dikepala karena proses persalinan yang lama dengan menggunakan vacum 5. Infeksi berat 6. Sumbatan disaluran pencernaan. Penyebab lain yang dapat menyebabkan ikterus pada bayi yaitu : 1. Selain itu ikterus dapat pula disebabkan oleh kurangnya asupan ASI pada awal-awal proses menyusui karena produksi yang masih rendah sehingga terjadi peningkatan penyerapan bilirubin direk didalam usus. Herawat & Indriati, (2017) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pemberian ASI pada awal kelahiran dan sering pada bayi akan mengancurkan bilirubin yang menyebabkan ikterus dan dikeluarkan melalui urine, sehingga pemberian ASI sangat baik dan dianjurkan guna mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir. 2. Persalinan prematur Tingkat kemtangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat beradaptasi dengan keidupan diluar kandungan. Bilirubin merupakan salah satu asil

pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel merah. Pada bayi normal hati mampu mengeluarkan bilirubin dari tubuh namun pada bayi prematur hati belum bekerja dengan maksimal sehingga bilirubin tetap berada dalam sirkulasi darah dan mengendap didalam jaringan tubuh (Anggraini, 2014). Al ini diperkual oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratuain, Wahyuningsih, & Purnamaningrum, (2015). D. Menifestasi Klinis Tanda dan gejala pada ikterus neonatorum adalah : 1. Ikterus terjadi 24 jam pertama 2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam 3. Konsentrasi bilirubin sewakru 10% pada neonatus kurang bulan dan 12,5% pada neonatus cukup bulan 4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi G6PD dan sepsis) 5. Ikterus yang disertai dengan keadaan sebagai berikut : a. Berat badan lahir <2000 gram b. Masa gestasi <36 minggu c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan d. Infeksi e. Trauma lahir pada kepala f. Hipoglikemia, hiperkarbia g. Hiperosmoslitas darah

6. Pada pemeriksaan fisik ditemukan warna ikterik pada kulit seperti kulit lemon (ikterik sedang) disertai anemia, mengarah ke ikterik prahepatik serta ikterik dengan warna tua mengarah pada ikterik epatik atau pascahepatik. 7. Tampak ikterus pada sklera, kuku dan sebagian besar kulit sert membran mucosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4 serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice fisiologis. Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia, fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak mau menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2005). 8. Tabel 1. Rumus Kramer Daerah

Luas Ikterus

Kadar Bilirubin

1

Kepala dan leher

5 mg %

2

Daerah 1 + badan bagian atas

9 mg %

3

Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai

11 mg %

4

Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah lutut

12 mg%

5

Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki

16 g %

E. Patofisiologis

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah

dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004). Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004). Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008). Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika

konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et al,2009). F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium.  Test Coomb pada tali pusat BBL  Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-

A, anti-B dalam darah ibu.  Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif,

anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.  Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.  Bilirubin total.  Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang mungkin

dihubungkan dengan sepsis.  Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam

atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.

 Protein serum total  Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama

pada bayi praterm.  Hitung darah lengkap  Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.

 Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)

dengan hemolisis dan anemia berlebihan.  Glukosa  Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test

glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.  Daya ikat karbon dioksida  Penurunan kadar menunjukkan hemolisis .  Meter ikterik transkutan  Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.  Pemeriksaan bilirubin serum  Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari

setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.  Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7

hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis  Smear darah perifer  Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH

atau sperositis pada incompabilitas ABO  Test Betke-Kleihauer  Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.

b. Pemeriksaan radiology Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.

c. Ultrasonografi Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic. d. Biopsy hati Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma. G. Pemeriksaan Krammer Peningkatan kadar bilirubin disertai oleh perkembangan ikterus pada kulit secara cephalocaudal yang meluas mulai dari wajah, badan, kaki dan akhirnya ke telapak tangan dan telapak kaki. Kadar bilirubin darah dapat diperkirakan secara klinis dengan skala lima poin dari Kramer. Pemeriksaan Kramer dilakukan untuk menilai

kadar

bilirubin

didalam

darah

dan menentukan derajat ikterus pada bayi baru lahir. Manfaat 1. Menghilangkan/mengatasi penyebab. 2. Mencegah peningkatan kadar bilirubin lebih lanjut. 3. Menentukan asuhan keperawatan

yang akan diberikan pada

bayi dengan

ikterus neonatorum. 4. Merumuskan

diagnosa

keperawatan

dan

menentukan

prioritas

pada

masalah bayi dengan ikterus neonatorum. 5. Melaksanakan

dan

mengantisipasi

pada bayi dengan ikterus neonatorum.

masalah

potensial

/

diagnosa

lain

6. Mengambil

keputusan

tindakan

segera

/

kolaborasi

pada

bayi

dengan

ikterus neonatorum. 7. Menyusun rencana keperawatan pada bayi dengan ikterus neonatorum Metodologi Pemeriksaan fisik pembagian zona tubuh untuk menilai kadar bilirubin didalam darah dan menentukan derajat ikterus pada bayi baru lahir. Persiapan Pencahayaan

yang

cukup

(di

siang

hari

dengan

cahaya

matahari)

karena

ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang. Pelaksanaan 1. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit dan jaringan subkutan. 2. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua,

maka

memerlukan

digolongkan

terapi

sinar

sebagai

secepatnya.

ikterus Tidak

sangat perlu

berat

dan

menunggu

hasil

pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar. 3. Membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian. 4. Kemudian dengan

penilaian angka

kadar

bilirubin

rata-rata

sesuai

dari

tiap-tiap

gambar

di

nomor bawah

disesuaikan ini

:

Keterangan

:

Kramer 1 : Wajah dan leher saja (Bilirubin total ± 5 – 7 mg). Kramer 2 : Dada dan punggung (Bilirubin total ± 7 – 10 mg%) Kramer 3 : Perut bawah, umbilical sampai lutut (Bilirubin total ± 10 –13 mg) Kramer 4 : Lengan dan kaki dibawah lutut (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%) Kramer 5 : Tangan dan kaki (Bilirubin total >17 mg%).

H. Komplikasi 1. Retardasi mental : kerusakan neurologist 2. Gangguan pendengaran dan penglihatan 3. Kematian. 4. Kernikterus. I. Penatalaksanaan

Tindakan umum meliputi : 1. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi. 2.

Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.

3.

Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat. Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan hiperbilirubinemia

diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2.

Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi

3.

Meningkatkan Badan Serum Albumin

4.

Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi

Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

1. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin

tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada bayi resiko

Lovely Kitchen.lnk

tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

2. Tranfusi Pengganti / Tukar Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. b.

Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

c.

Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.

d.

Tes Coombs Positif.

e.

Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.

f.

Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.

g.

Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.

h.

Bayi dengan Hidrops saat lahir.

i.

Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

3. Transfusi Pengganti digunakan untuk : a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. b.

Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)

c.

Menghilangkan Serum Bilirubin

d.

Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang

dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Pengkajian a. Anamnesa 1) Identitas Klien Meliputi nama bayi atau nama Ibu, jenis kelamin, umur, alamat, agama, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus hiperbilirubin yaitu ditemukan ikterus pada sclera, kuku dan kulit. 3) Riwayat Kehamilan Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus, seperti: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus. 4) Riwayat Persalinan Pembantu persalinan (dukun, bidan, dokter). Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan. 5) Riwayat Post natal Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning. 6) Riwayat Kesehatan Keluarga Seperti ketidakcocokan darah ibu dan anak, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )

7) Pengetahuan Keluarga Pemahaman orangtua pada bayi yang ikterus 2. Kebutuhan sehari-hari a. Nutrisi Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah) sehingga BB bayi mengalami penurunan. b. Eliminasi Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja berwarna pucat. c. Istirahat Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun. d. Aktifitas Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah terusik. e. Personal hygiene Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu. f. Pemeriksaan Fisik g. Keadaan umum: Diharapkan dalam keadaan compos mentis, namun biasanya keadaan umum bayi lemah. Pengukuran antropometri antara lain lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan TB dan BB.

3. Pemeriksaan Fisik (head to toe) a. Kepala Tidak ada gangguan yaitu, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. b. Muka Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak edema. c. Mata Sklera mata kuning (ikterik) kadang-kadang terjadi kerusakan retina d. Hidung Tidak/ada pernafasan cuping hidung. e. Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. f. Mulut dan Faring Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan. g. Leher Tidak ada penonjolan, reflek menelan ada namun menurun. h. Sistem Integumen Kulit berwarna kuning sampai jingga dan mengelupas. i. Thoraks Bentuk dada umumnya tidak mengalami gangguan (simetris), jenis pernapasan biasanya abdomen dan perhatikan ada atau tidak retraksi dinding dada

B. Diagnosa keperawatan 1. Ikterik neonatus b/d bayi mengalami kesulitan transisi kehidupan intrauterine (domain2, kelas 4) 2. Kekurangan volume cairan b/d kegagalan mekanisme regulasi (domain 2, kelas 5) 3. Kerusakan integritas kulit b/d gangguan metabolisme (domain 11 kelas 2) 4. Ketidakefektifan termoregulasi b/d fluktuasi suhu lingkungan (domain 11, kelas 6)

C. Rencana intervensi keperawatan No 1

Diagnose Tujuan/kriteria Hasil Ikterik neonatus b/d bayi Adaptasi bayi baru lahir mengalami kesulitan transisi a. Kadar bilirubin dlam batas normal kehidupan intrauterine b. Reflex mengisap baik c. Warna kulit normal

2

Kekurangan volume cairan b/d Hidrasi kegagalan mekanisme regulasi a. Intake cairan tercukupi b. Turgor kulit baik (domain 2, kelas 5)

3

Kerusakan integritas kulit b/d Integritas jaringan kulit dan membrane mucosa a. Suhu kulit dalam batas normal gangguan metabolisme b. Integritas kulit baik

Intervensi Fototerapi neonatus 1. Kaji riwayat maternal dan bayi mengenai resiko terjadinya hyperbilirubin 2. Observasi tanda-tanda kuning pada bayi 3. Periksa kadar serum bilirubin sesuai kebutuhan 4. Laporkan hasil laboratorium 5. Edukasi keluarga mengenai prosedur dan perawatan fototerapi 6. Tutupi kedua mata bayi, hindari penekanan yang berlebuhan 7. Buka penutup mata setiap 4 jam atau ketika lampu dimataikan 8. Monitor tanda vital 9. Ubah posisi bayi setiap 4 jam 10. Timbang BB setiap hari Manajemen cairan 1. Kaji status hidrasi 2. Monitor tanda vital 3. Timbang BB tiap hari 4. Jaga intake/asupan yang akura 5. Catat output 6. Berikan cairan dengan tepat

Pengecekan kulit 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau adanya edema

2. Monitor warna dan suhu kulit 3. Monitor adanya infeksi 4. Ajarkan kepada orang tua mengenai tanda-tanda kesrusakan kulit 5. Lakukan perawatan kulit dengan lembut 6. Monitor sumber tekanan dan gesekan 4

Ketidakefektifan termoregulasi Tanda-tanda vital a. Suhu tubu dalam batas normal b/d fluktuasi suhu lingkungan

Monitor tanda vital 1. Monitor suhu, nadi serta pernapasan 2. Monitor warna kulit, sushu dan kelembaban 3. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital

PENYIMPANGAN KDM Hemoglobin

Globin

Hemo

Feco

Biliverdin

Peningkatan dekstrusi eritrosit (gangguan konjungsi bilirubin/gangguan transport bilirubin/peningkatan siklus enteropetik) HB dan eritrosit abnormal

Ikterik neonatus

Peningkatan bilirubin unjongned dalam darah mengakibatkan pengeluaran meconium terlambat/obstruksi usus tinja berwarna pucat

Ikterus pada sclera leher dan badan, peningkatan bilirubin indirect >12 mg/dl

Kerusakan integritas kulit

Gangguan suhu tubuh

Ketidakefektifan termoregulasi

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Kurangnya volume cairan tubuh

Pemecahan bilirubin berlebih

Suplai bilirubin melebihi tamping hepar

Hepar tidk mampu melakukan konjunggasi

Sebagian masuk kembali kesiklus emerohepatik

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghurabi, M. E., & Aljazaen, S. A. (2015). Estimation the level of creatinine of neonatal hyperbilirubinemia . World Journal Of Pharmaceutikal Research, vol 4 , 270-278. Anggraini, Y. (2014). Hubungan antara persalinan prematur dengan hyperbilirubin pada neonatus . Jurnal Kesehatan, vol V , 109-112. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing intervention classifikation . Indonesia : Elsevier . Herawat, Y., & Indriati, M. (2017). Pengaruh pemberian SI awal terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir 0-7 hari. Midwife Journal , 67-72. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosisi Keperawatan definisi dan klasifikasi . Jakarta: EGC. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes classification . Indonesia : Elsevier . Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan keperawatan praktis jilid 1. Jogja: Mediaaction . Ratuain, M. O., Wahyuningsih, H. P., & Purnamaningrum, Y. E. (2015). Hubungan antara usia gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum . Kesehatan Ibu dan Anak, vol 7 , 51-54. Ullah, S., Rahman, K., & Hedayati, M. (2016). Hyperbilirubinemia in neonates : types, causes, clinikal examinations, preventif measure and treatments : a narative review article . Iran J Public Health , 558-568.

More Documents from "YulinarSyam"