SISTEM HVAC PADA INDUSTRI FARMASI
Oleh:
Mochamad Rafli Taufikurrohman 182211101095
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2018
PENDAHULUAN Bagunan besar, pastinya memiliki sistem Energy Management Control (EMC) yang digunakan untuk mengontrol sistem Pemanasan, Ventilasi dan Pendingin Udara (HVAC) dalam pengoperasian suatu bangunan. Dua fungsi penting sistem EMC adalah sebagai kontrol lokal dan sebagai kontrol pengawasan sistem HVAC. Kontrol lokal dirancang untuk menjaga stabilitas, dengan mempertimbangkan dinamika lingkungan proses lokal. Beberapa pengendali lokal semacam itu diawasi oleh pengawas. Fungsi pengawas ialah mengawasi dan untuk mengoptimalkan pengoperasian global sistem HVAC. Kebutuhan energi untuk sistem HVAC pada sebuah bangunan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah manusia yang ada di dalamnya. Untuk mewujudkan lingkungan yang nyaman secara termal dan mengoptimalkan pemakaian energi untuk pengondisian udara, maka diperlukan sistem cerdas untuk dapat mendeteksi keberadaan dan persebaran manusia di dalam ruangan. (Anderson,2007) Interaksi termal dinamis antara bangunan dan lingkungan sulit diperkirakan. Bangunan harus dianggap sebagai sistem dinamis terintegrasi, di mana setiap bagian dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi bagian lain secara termodinamika. Beberapa faktor, seperti konduktivitas cangkang bangunan, radiasi matahari melalui jendela, transmisi panas antara permukaan dan udara, aliran udara dari luar ke dalam ruangan dan antara ruang internal, dan berbagai aliran fluida dari peralatan elektromekanis, mempengaruhi lingkungan dalam ruangan bangunan melalui energi dan mengangkut proses massa. Selain itu, faktor-faktor di atas sangat bergantung pada waktu. (Zheng, 2000) Karena kompleksitas keputusan ekonomi, pengembangan dan penerapan teknik analisis yang canggih dan efisien untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi perlu. Desain dan konstruksi bangunan terkait langsung dengan pengambilan keputusan di tingkat ekonomi, karena bangunan merupakan investasi dengan intensitas modal. Namun, seperti dalam setiap masalah modern, keputusan harus diperiksa dengan mempertimbangkan semua parameter dan konsekuensi dari berbagai pilihan alternatif. Jadi, dalam hal desain bangunan, sangat penting, di luar biaya investasi awal, bahwa faktor-faktor lain juga harus dimasukkan, seperti biaya operasi dan pemeliharaan, konsumsi energi, kualitas udara dalam ruangan, kenyamanan termal, dampak lingkungan, dll. Tujuan-tujuan ini telah disangkal dan setiap solusi alternatif berbeda dari yang lain dalam banyak fitur. (Papadopoulos, 2011) HVAC berfungsi sangat penting dalam suatu bangunan, memiliki tujuan menjaga kondisi udara sekitar untuk melindungi alat-alat, dan kenyamanan personal dengan cara mengatur ventilasi dan pengkondisian udara. HVAC sendiri merupakan aplikasi dari
beberapa cabang ilmu Mechanical Engineering yaitu termodinamika, mekanika fluida, dan perpindahan panas. HVAC termasuk vital penggunaannya di beberapa industri, terutama di gedung-gedung, perkantoran yang dipenuhi peralatan komputer yang perlu dijaga kelembaban udaranya, serta industri-industri besar yang memerlukan sistem ventilasi yang baik seperti industri farmasi. Bagian-bagian tersebut berupa: 1. Ventilasi / blower Ventilation/blower berfungsi untuk mensirkulasikan udara di dalam suatu ruangan dengan udara luar, yang bertujuan untuk me-remove debu, kelembaban relatif (RH), bau-bauan yang tidak sedap, karbon dioksida, kontrol suhu/panas, bakteri di udara, serta meregenerasi oksigen di dalam ruangan. 2. Pendingin Pada pendingin ada satu media bernama liquid chiller yang digunakan. Udara yang tersirkulasi diserap panasnya melalui heat exchanger oleh liquid chiller di satu komponen bernama Air Handling Unit (AHU). Sedangkan panas dari liquid chiller diserap oleh refrigerant melalui heat exchanger yang lainnya. Jadi ada semacam proses pendinginan bertingkat di dalamnya. Karena udara yang bersirkulasi di dalam gedung bervolume besar, maka akan lebih jauh efisien jika menggunakan media liquid chiller sehingga energi yang dibutuhkan untuk operasional AC lebih rendah jika dibandingkan tanpa menggunakan liquid chiller. 3. Filter/penyaring Berfungsi mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Filter tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu pre filter (efisiensi 30-40%), medium filter (85-95%), HEPA filter (95-99,97%). 4. Dumper Memiliki peranan dalam mengatur jumlah debit udara yang dipindahkan ke dalam maupun yang keluar dari ruang produksi. 5. Ducting berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara yang menghubungkan blower dengan ruangan produksi. Ducting terdiri dari saluran udara yang masuk dan saluran udara yang keluar dari ruang produksi dan masuk lagi ke AHU.
berfungsi mengontrol suhu dan kelembapan relatif (RH) udara yang akan didistribusikan ke ruang produksi
Dalam clean room,terdapat dua jenis udara berupa : 1. Make up air yang berasal dari udara luar 2. Recirculating air (udara sirkulasi) yang terus menerus diputar di dalam clean room secara unidirectional/laminer ataupun multidirectional/turbulen. .Udara yang berasal dari luar akan masuk ke dalam sistem AHU yang terdiri dari beberapa bagian, yaitu pre filter, medium filter, cooling, dan fan. Kemudian udara tersebut dialirkan menuju ruangan dimana setiap ruangan telah memiliki HEPA filter. Keluaran udara dari HEPA filter merupakan udara yang bersih dan layak digunakan pada ruangan produksi dan ruangan kerja. Di dalam ruangan produksi terdapat beberapa jenis kelas dimana setiap kelasnya mempunyai ukuran filter yang berbeda-beda.
Gambar 1.Sirkulasi udara bersih
Sirkulasi Full Fresh Air (One trough HVAC) memiliki prinsip mengalirkan udara luar untuk di handling oleh unit AHU/HVAC, disuplai menuju ruangan yang diperlukan, lalu udara keluaran seluruhnya dibuang ke lingkungan melalui exshaust tanpa dikembalikan menuju unit HVAC untuk disirkulasikan kembali (ISPE, 2009). Tabel 1. Jumlah partikel sesuai kelasnya.
Tabel 2. Jumlah mikroba sesuai kelasnya.
Gambar 2. Tata letak ruang produksi steril dengan proses aseptis
Gambar 3. Tata letak dalam 2D
Gambar 3. Tata letak dalam 3D tampak dari atas
Gambar 3. Tata letak dalam 3D tampak dari samping
Keterangan Ruang Produksi Steril dengan Proses Aseptis: 1. Ruang personel Merupakan ruangan pertama yang dituju saat pertama kali, atau merupakan ruangan umum (D/E) berhubungan langsung dengan koridor luar. Tekanan pada ruangan ini sebesar 10 Pa, tekanan ini lebih kecil daripada tekanan udara di ruangan ganti pakaian (20 Pa), hal ini bertujuan agar debu atau kontaminan yang terbawa oleh pegawai dari luar pabrik tidak keluar atau mencemari ruangan ganti. 2. Ruang ganti pakaian (D) Ruangan setelah dari koridor luar yang memiliki tekanan 20 Pa lebih kecil dari koridor bersih. Ukuran ruangan yang cukup untuk kenyamanan berganti pakaian dan dilengkapi dengan cermin sehingga personil dapat memeriksa diri sendiri dan memastikan pengenakan pakaian yang sudah benar sebelum meninggalkan ruang ganti. Perpindahan melewati kaskade airlock (C/D) untuk mencegah debu masuk dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. 3. Pada koridor ruangan bersih (C),
Memiliki tekanan lebih tinggi yaitu 30 Pa. Hal ini sama dengan sebelumnya yaitu menghindari kontaminan atau debu masuk pada koridor ruangan bersih. 4. Pada ruang cuci alat (C) Memiliki tekanan 20 Pa dan digunakan untuk proses penncucian alat-alat seperti vial yang akan digunakan pada proses produksi. 5. Ruang produksi steril yang masuk ruang steril (B) Tekanan yang dimiliki lebih tinggi yaitu 50 Pa untuk menghindari masuknya kontaminan atau cemaran dari luar ruangan dan mencegah keluarnya partikel-partikel dari ruang produksi steril. Pada ruangan ini terdapat area kelas A yang berhubungan langsung dengan sterilisator berpintu ganda untuk mensterilkan peralatan dan bahan/barang. 6. Pada ruang formulasi produk tanpa filtrasi (B) Dilengkapi area kelas A yang memiliki LAF. Ruangan ini digunakan untuk memformulasikan sediaan steril yang akan di produksi. Pada ruang filling atau pengisian produk steril dilakukan diarea kelas A dengan latar belakang area kelas B sesuai ketentuan CPOB. Ruangan dengan tekanannya lebih tinggi yaitu 60 Pa, bertujuan agar debu atau partikel ruang filling yang tidak menyebar ke ruangan lain selain itu pada ruangan ini diharuskan tidak mengandung cemaran dari partikel lain dari luar sehingga tekanannya dibuat lebih tinggi daripada tekanan diluar. Proses filling pada ruangan ini dilakukan dalam kondisi aseptis. 7. Ruang capping dan crimpping (C) HEPA filter sebagai bantuan untuk menghindari adanya kontaminasi. Hasil proses filling sediaan steril dipindahkan ke area capping dan crimping dengan menggunakan Pass Box. Pada ruangan ini digunakan tekanan 30 Pa. 8. Ruang inspeksi visual (C) tekanannya sama dengan tekanan di area capping dan crimping (30 Pa). Pada ruangan ini dilakukan inspeksi visual pada semua hasil sediaan steril yang dilakukan oleh operator inspeksi visual sebagai seleksi terhadap produk hasil sebuah proses agar sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 9. Pada ruang pengemasan sekunder (E/F) Tekanan pada ruangan ini sebesar 20 Pa, untuk menghindari keluarnya kontaminan dari ruangan ini. 10. Ruang penyimpanan produk akhir (F)
Memiliki tekanan ruanf 20 Pa, untuk untuk mencegah masuknya kontaminan dari ruangan tersebut ke dalam ruangan persiapan komponen. 11. Ruang penerimaan material (E) Tekanan pada ruangan ini sebesar 10 Pa yaitu ruangan masuknya material dari luar seperti bahan aktif obat, bertekanan lebih rendah dari ruang penyimpanan material (20 Pa) untuk menghindari masuknya kontaminan ke ruangan penyimpanan material. 12. Ruang penyimpanan material (D) Ruang material airlock lebih tinggi tekanannya dikarenakan untuk mencegah masuknya kontaminan ke ruang tersebut. bertekanan 20 Pa dan pada material airlock bertekanan (40 Pa). 13. Ruangan persiapan komponen Memiliki tekanan sebesar 30 Pa, untuk menghindari keluarnya kontaminan dari ruangan ini ke ruangan steril.
Daftar Pustaka
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Sarana Penunjang Kritis Industri Farmasi. Jakarta : Badan POM RI. ISPE Good Practice Guide. 2009. Heating, Ventilating and Air Conditioning. Florida USA : ISPE Andersor, et al.2007.An experimental system for advanced heating, ventilating and air conditioning (HVAC) control. M. Zaheer-uddin, G.R. Zheng.2000. Optimal control of time-scheduled heating, ventilating and air conditioning processes in buildings. 41 (2000) 49-60 Avgelis,A and Papadopoulos,A. 2010. On the evaluation of heating, ventilating and air conditioning systems, Advances in Building Energy Research, 4:1, 23-44.