Hukum Shaff Dalam Shalat

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hukum Shaff Dalam Shalat as PDF for free.

More details

  • Words: 2,325
  • Pages: 3
1. Menyusun shaf Hadits dari Abu Mas’ud, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam diriwayatkan bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

َ َ ُ ‫م الَّذين يلُونهم ث‬ ُ ُ ‫منْك‬ َّ ُ ‫حلم ِ وَالنُّهَى ث‬ ‫م‬ ْ َ ‫م أولُو اْل‬ ْ ُ‫ن يَلُوْنَه‬ ّ ْ َُْ َ َ ِْ ْ ِ ‫ي‬ َ ْ ‫م ال ّذِي‬ ْ ِ ‫ل ِيَل ِن‬

“Hendaklah yang ada di belakangku (shaf pertama bagian tengah belakang imam) adalah kalangan orang dewasa yang berilmu. Kemudian diikuti oleh mereka yang lebih rendah keilmuannya. Kemudian diikuti lagi oleh kalangan yang lebih rendah keilmuannya” [HR. Muslim no. 432]. Hadits ini mengandung faedah bahwa menyusun shaf sesuai dengan urutan keutamaan di belakang imam. Hendaknya di belakang imam adalah orang-orang yang lebih faqih di bidang agama dan lebih bagus hafalan/bacaannya dalam AlQur’an dibandingkan yang lain; sebagaimana imam dipilih berdasarkan yang demikian1. Hal tersebut mengandung hikmah bahwa bila sewaktu-waktu imam lupa/salah dalam bacaan Al-Qur’an, makmum dapat mengingatkannya. Atau sewaktu-waktu imam ada udzur syar’i (misal batal, sakit, dan lain-lain) sehingga imam tidak bisa meneruskan shalatnya, maka orang yang di belakangnyalah yang akan maju menggantikan dan meneruskan imam sebelumnya memimpin shalat berjama’ah. 2. Meluruskan dan merapatkan shaf 

Hadist An-Nu’man bin Basyir radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

َ َ َ َّ ُ ‫ه ث‬ ُ ْ‫سو‬ ‫ج‬ َ ‫م‬ َ ‫خَر‬ َ ‫ح‬ َ ‫سوِّيْ بِهَا الْقِدَا‬ َ ‫ُوفَنَا‬ َ ‫كَا‬ َ ُ ‫ما ي‬ َ ُ ‫ل الله صلى الله عليه وسلم ي‬ ُ ‫ن َر‬ ُ ْ ‫حتَّى َرأى أنَّا قَد ْ عَقَلْنَا عَن‬ َ َّ ‫حتَّى كَأن‬ ُ ْ‫سوِّي‬ ْ ‫صف‬ َ َ َ َ ً َ ً َ ُ َ َ ُْ ‫جوْهِك‬ ً َ َ َ َ َ َ َ ‫ك‬ ‫ف‬ ‫ُو‬ ‫ف‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ‫سو‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫الل‬ ‫د‬ ‫ا‬ ‫عب‬ ‫ل‬ ‫َا‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫ف‬ ‫ص‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ر‬ ‫د‬ ‫ص‬ ‫يا‬ ‫د‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫جل‬ ‫ر‬ ‫ى‬ ‫رأ‬ ‫ف‬ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫ا‬ ‫ك‬ ‫ى‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ه‬ ‫الل‬ ‫ن‬ ‫ف‬ َ ‫ل‬ ‫خا‬ ‫حت‬ ‫م‬ ‫َا‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫ما‬ ‫م‬ َ ِّ ّ ِ َ ُ َ ّ َ َ َ َ ِ ُ ُ َ َْ ُ ْ ُ ّ ُ َ ُ ِ َ ِ ُ َْ َ َ ُ ِّ ُ َ ّ ِ ُ ْ ْ ْ‫يَو‬

Adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam meluruskan shaf-shaf kami (para shahabat) seolah-olah beliau meluruskan ‘qadah’ 2 sehingga beliau yakin bahwa kami telah menyadari kewajiban kami (untuk meluruskan shaf). Suatu hari, ketika beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam sudah hendak takbir, tiba-tiba beliau melihat salah seorang diantara kami membusungkan dadanya ke depan melebihi shaf. Maka beliau bersabda : “Hendaknya kalian meluruskan shaf-shaf kalian, kalau tidak Allah akan menjadikan wajah-wajah kalian saling berselisih” [HR. Muslim no. 436]. 

Hadits Anas bin Malik, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam :

َّ ِ ‫ فَإ‬: ‫ظ‬ َّ ِ ‫م فَإ‬ َّ ‫مام ِ ال‬ َّ ‫ة ال‬ َّ ‫مةِ ال‬ ُّ ‫ة ال‬ ِّ ‫ص‬ َ َ ‫سوِي‬ َ َ ‫سوِي‬ ِ‫صلة‬ ِ ‫ف‬ ٍ ْ‫ي لَف‬ ِ ‫ف‬ ِ ْ‫صفُو‬ ْ َ‫ن ت‬ ْ َ‫ن ت‬ َ ) َ َ‫ن ت‬ َ ‫ن إِقَا‬ ْ ُ ‫صفُوْفَك‬ ُ ‫سوُّ ْوا‬ ْ ‫م‬ ْ ِ‫ )وَف‬.ِ‫صلة‬ ْ ‫م‬ “Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf-shaf termasuk menegakkan shalat (berjama’ah)”. Dan dalam lafadh lain : “…karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat (berjama’ah)” [HR. Bukhari no. 690 dan Muslim no. 433]. 

Hadits An-Nu’man bin Basyir radliyallaahu ‘anhu ia berkata :

َ َ ‫ل الله صلى الله عليه وسلم عَلَى النَاس بوجههِ فَقَا‬ َّ ‫م‬ َّ ‫خال ِ َف‬ ُ ْ‫سو‬ َ َ ‫أَقْب‬ ‫ن‬ َ ُ ‫م أَوْ لَي‬ ُ ‫ل َر‬ ُ ْ ‫ل أقِي‬ ُ ْ ‫م ث َلثا ً وَاللهِ لَتُقِي‬ ْ ُ ‫صفُوْفَك‬ ْ ُ ‫صفُوْفَك‬ ُ ‫موْا‬ ُ ‫ن‬ ِ ْ َ ِ ِ ّ َ َ ‫م قَا‬ َ ‫ج‬ ِ ‫صا‬ ِ ‫صا‬ ِ‫ه بِكَعْبِه‬ ُ ‫ت الَّر‬ ُ ‫الل‬ ْ ُ ‫ن قُلُوْبِك‬ َ ُ‫ل يُلْزِق‬ َ ِ‫ه ب‬ ُ َ ‫منْكِب‬ ُ ْ ‫ل فََرأي‬ ُ َ ‫حبِهِ وَُركْبَت‬ ُ َ ‫حبِهِ وَكَعْب‬ َ ‫ب‬ ِ ِ ‫منْك‬ َ ِ‫ه بُِركْبَة‬ َ ْ ‫ه بَي‬

Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam pernah menghadap ke arah jama’ah shalat dan bersabda : “Tegakkanlah shaf kalian, tegakkanlah shaf kalian, tegakkanlah shaf kalian. Demi Allah, bila kalian tidak menegakkan shaf kalian, maka Allah akan mencerai-beraikan hati kalian”. An-Nu’man berkata : “Aku saksikan sendiri, masing-masing diantara kami saling menempelkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut temannya, dan mata kakinya dengan mata kaki temannya” [HR. Abu Dawud no. 662 dengan sanad shahih] Hadits di atas mengandung faedah diantaranya : -

Disunnahkannya meluruskan shaf dalam shalat berjama’ah, bahkan banyak di antara ulama yang mengatakannya wajib. Hendaknya para jama’ah benar-benar memperhatikannya dengan memperhatikan kanan kirinya, mengatur diri, dan saling mengingatkan jama’ah lain, sehingga shaf dapat menjadi benar-benar lurus dari awal sampai akhir shalat.

-

Termasuk kesempurnaan shaf shalat berjama’ah adalah dengan merapatkannya dengan tidak membiarkan ruangruang yang longgar/sela antar jama’ah. Caranya adalah dengan menempelkan bahu dengan bahu dan mata kaki dengan mata kaki antar jama’ah/makmum sebagaimana hadits Nu’man bin Basyir di atas. Jangan ada perasaan risih karena tertempelnya badan saudara kita dengan badan kita. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

َ ُ ‫خيارك‬ َّ ‫ب فِي ال‬ ِ‫صلة‬ َ ِ ‫منَاك‬ َ ‫م‬ ْ ُ ‫م ألْيَنُك‬ ْ ُ َ ِ

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempunyai bahu paling lembut di dalam shalat” [HR. Abu Dawud no. 623; shahih lighairihi]. Maksud hadits ini adalah bahwa salah satu katagori orang yang paling baik adalah orang yang ketika berada di dalam shaff, kemudian ada orang lain yang memegang bahunya untuk menyempurnakan (merapatkan dan

1

Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah bersabda :

”ً‫ فإن كانوا في الهجرة سواء‬،‫ فإن كانوا في السنة سواءً فأقدمهم هجرة‬،‫يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة‬ َّ ‫م‬ َ ‫ل الَّرج‬ ُ ‫ن الَّرج‬ ‫ ”يؤم القوم أقرؤهم لكتاب‬:‫ وفي لفظ‬.“‫مت ِه إل بإذنه‬ َ ِ‫ل في سلطانه ول يقعد في بيته على تكْر‬ ّ ‫ سنّا ً ول يؤ‬- ‫فأقدمهم سلما ً – وفي رواية‬ ً‫ فإن كانت قراءتهم سواء‬،‫الله وأقدمهم قراءة‬...“ ”Yang berhak mengimami shalat adalah orang yang paling bagus atau paling banyak hafalan Al-Qur’annya. Kalau dalam Al-Qur’an kemampuannya sama, dipilih yang paling mengerti tentang Sunnah. Kalau dalam Sunnah juga sama, maka dipilih yang lebih dahulu berhijrah. Kalau dalam berhijrah sama, dipilih yang lebih dahulu masuk Islam”. Dalam riwayat lain : ”.....yang paling tua usianya”. Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam wilayah kekuasannya, dan janganlah ia duduk di rumah orang lain di tempat duduk khusus/kehormatan untuk tuan rumah tersebut tanpa ijin darinya”. Dan dalam lafadh yang lain : ”Satu kaum diimami oleh orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an di antara mereka dan yang paling berpengalaman membacanya. Kalau bacaan mereka sama.... (sama seperti lafadh sebelumnya). [HR. Muslim no. 673]. 2

Kayu untuk anak panah ketika dipahat dan diasah menjadi anak panah.

Halaman 1 dari 3

meluruskan) shaff, ia akan tunduk dengan hati yang ikhlash lagi lapang tanpa ada pembangkangan [lihat selengkapnya dalam Badzlul-Majhud 4/338 dan Ma’alimus-Sunan 1/184]. -

Hendaknya imam memperhatikan keadaan para jama’ahnya dengan selalu mengingatkan agar shaf selalu lurus dan rapat. Menjadi satu “keharusan” bagi seorang imam sebelum memulai shalat untuk mengatuir shaff jama’ah. Tidak cukup bagi imam hanya mengatakan [sawwuu shufuufakum dst. “‫م‬ َُ ......]. Tapi harus diikuti ْ ُ ‫ُوفَك‬ ُ ‫سوُّوْا‬ ْ ‫صُف‬ dengan mengingatkan dan memeriksa keadaan shaf jama’ahnya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Imam bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya (yaitu jama’ah/makmum). Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

ُ ُ ٌ ‫سؤُو‬ ٌ ‫سؤُو‬ ِ ‫ن َر‬ ِ ‫ن َر‬ ِ‫عيَّتِه‬ ُ ‫ما‬ ْ ‫م‬ ْ ‫م‬ ْ ُ ‫كُل ّك‬ َ َ‫م َراٍع و‬ َ ِ ‫عيَّتِهِ اَْل‬ َ ‫م‬ ْ ُ ‫م َراٍع وَكُل ّك‬ ْ َ‫ل ع‬ ْ َ‫ل ع‬

“Setiap dari kamu adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Dan seorang imam adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya” [HR. Bukhari no. 853].

3.

Sangat dianjurkan menyambung shaff dan mengisi shaff yang lowong. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

َ ُ ‫ن الله وملئ ِكَته ي‬ َّ ِ ‫إ‬ ُّ ‫ن ال‬ ‫ة‬ ً ‫ج‬ ً ‫ج‬ َ ْ‫صفُو‬ ِ َ‫ن ي‬ َ ْ‫صل ّو‬ َ ‫ه بِهَا دََر‬ َ ‫سد َّ فُْر‬ َ ْ‫صلُو‬ َ ‫ن‬ َ َ َ ُ ‫ه الل‬ ُ َ‫ة َرفَع‬ َ ‫ف َو‬ َ ُ ُ َ َ ْ ‫ن عَلَى ال ّذِي‬ ْ ‫م‬

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya selalu mendoakan orang-orang yang menyambung shaf-shaf dalam shalat. Siapa saja yang mengisi bagian shaff yang lowong, akan diangkat derajatnya oleh Allah satu tingkat” [HR. Ibnu Majah no. 995; shahih lighairihi]. 4. Shaff pertama adalah shaff yang paling baik Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

َ َ َ ِّ ‫ص‬ َّ ُ ‫ل ث‬ َّ ‫ما فِي النِّدَا ِء وَال‬ ‫موا‬ ْ ‫جدُوا إ ِ ّل أ‬ ْ َ‫ن ي‬ ْ ‫موا عَلَيْهِ َل‬ َ ‫س‬ ُ ‫ست َ َه‬ ُ ‫ست َ ِه‬ ِ َ‫م ي‬ ْ َ‫م ل‬ ُ َ ‫ لَوْ يَعْل‬... ُ ‫م النَّا‬ ِ َّ‫ف اْلو‬

“Seandainya manusia mengetahui pahala dari adzan dan shalat jama’ah di shaff pertama, dan itu hanya bisa mereka dapatkan dengan berundi, maka pasti mereka berundi” [HR. Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437].

َ َ‫خُرهَا و‬ َ َ‫ل أَوَّلُهَا و‬ ‫شُّرهَا أَوَّلُهَا‬ َ َ‫خُرهَا و‬ َ ِ ‫ساءِ آ‬ ِ ‫شُّرهَا آ‬ ِ ‫صفُو‬ َ ِ‫ف الّر‬ ِ ‫صفُو‬ َ ِّ ‫ف الن‬ ُ ‫خيُْر‬ ُ ‫خيُْر‬ ِ ‫جا‬

“Sebaik-baik shaff bagi laki-laki adalah yang paling depan, dan yang paling jelek adalah yang paling belakang. Adapun sebaik-baik shaff bagi wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling jelek adalah yang paling depan” [HR. Muslim no. 440] 3

5.

Berdirinya makmum sendirian di belakang shaff dapat menyebabkan shalatnya (si makmum tersebut) tidak sah. Dari Hadits Ali bin Syaiban radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah melihat seorang laki-laki shalat bermakmum di belakang shaf, maka beliau berhenti sampai laki-laki itu selesai shalat. Selanjutnya beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

َ َ ‫صلت‬ َّ ‫ف ال‬ ْ ِ ‫ستَقْب‬ ‫ف‬ َ ٍ‫ل فَْرد‬ ِّ ‫ص‬ َ ْ ‫خل‬ ُ ‫صلةَ لَِر‬ ْ ‫ا‬ َ ‫ك فَل‬ َ ‫ل‬ ٍ ‫ج‬ “Ulangi kembali shalatmu. Tidak sah shalat seorang yang yang bermakmum sendirian di belakang shaf” [HR. Ahmad 4/23 no. 16340 dan Ibnu Majah no. 1003; dengan sanad shahih]. Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan ini. Namun yang rajih, insya allah, adalah pendapat yang mengatakan : “shalat tersebut tidak sah tanpa adanya udzur syar’i”. Maksudnya : Bila shaff di depannya masih longgar atau tidak rapat sehingga masih memungkinkan baginya masuk mengisi di shaff tersebut; namun dia malah memilih berdiri sendirian di belakang shaf tersebut, maka shalatnya tidak sah. Namun bila shaf di depannya telah penuh dan rapat sehingga tidak mungkin dia masuk mengisi di antara shaf-shaf tersebut, maka shalatnya tetap sah. Wallaahu a’lam 4. 6. Menghindari tiang atau sesuatu lain dalam shaf (yang akan memutus kebersambungan shaf). Dari Qurrah bin Iyas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :

َ َّ ‫ص‬ ً‫ل اللهِ صلى الله عليه وسلم وَنُطَْرد ُ عَن ْ َها طَْردا‬ ْ ‫كُنَّا نُنْهَى أ‬ ُ َ‫ن ن‬ ِ ْ‫سوارِيْ عَلَى عَهْدِ َرسو‬ َ َّ ‫ن ال‬ َ ْ ‫ف بَي‬

“Kami dilarang untuk berbaris di antara tiang-tiang di jaman Rasulullah dan kami menyingkir darinya” (HR. Ibnu Majah no. 1002, Ibnu Khuzaimah no. 1567, dan Ibnu Hibban no. 2219; dengan sanad shahih). Dari Abdul Hamid bin Mahmud berkata :

َ َ َ َ ‫خرنَا فَقَا‬ َ َّ ‫معَةِ فَدُفِعْنَا إِلَى ال‬ ِ‫ل الله‬ ُ ْ ‫م ال‬ ِ ِ ‫مال‬ َ ْ‫ك يَو‬ ْ َّ ‫سوَارِيْ فَت َ َقد‬ ْ ‫ج‬ َ ‫ن‬ َ ‫ت‬ ُ ْ ‫صل ّي‬ َ ِ ْ‫ل أنَس كُنَّا نَتَّقِي هَذ َا عَلَى عَهْدِ َرسو‬ ْ َّ ‫منَا وَتَأ‬ ِ َ ‫معَ أن‬ ِ ْ‫س ب‬ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫الله‬ ‫صلى‬ Merapatkan antar “Aku shalat bersama Anas bin Malik, dan kami terdesak (berbaris) pada tiangtiang masjid. Sebagian di antara kami ada yang maju dan ada pula yang mundur. Maka Anas berkata : ‘Kami menghindari ini di jaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam” (HR. Abu Dawud no. 673, Ibnu Khuzaimah no. 1568, Ibnu Hibban no. 2218, dan lain-lain; dengan sanad shahih). Hadits di atas menunjukkan bahwa shaff sebaiknya menghindari jalur yang ada tiangnya, karena hal itu dapat memutuskan shaf. Hal ini dilakukan apabila memungkinkan, yaitu masjidnya luas. Namun apabila sempit, maka tidak mengapa insya Allah. Marilah kita membiasakan diri dan ‘memakmurkan’ sunnah-sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Terakhir, kami hanya bisa berkata sebagaimana dikatakan Nabi Hud dalam Al-Qur’an : Merapatkan antar mata

3

ُ ُ ‫إ‬ ‫ب‬ ُ ‫ت وَإِلَيْهِ أن ِي‬ َ َ ‫صل‬ ْ ِ ْ ‫ما ا‬ ُ ْ ‫ي إِل ّ بِاللّهِ عَلَيْهِ تَوَكّل‬ َ َ‫ت و‬ ُ ْ‫ستَطَع‬ َ ‫ح‬ ْ ِ ‫ن أ ِريد ُ إِل ّ ال‬ َ ِ‫ما تَوْفِيق‬

GAMBAR ILUSTRASI RAPATNYA Shaff paling baik bagi wanita adalah yang paling belakang ini berlaku ketika jama’ah bercampur antara laki-laki dan SHAF DALAM SHALAT perempuan. Namun jika jama’ah hanya terdiri dari kaum wanita saja, maka shaff yang paling baik adalah yang terdepan sebagaimana BERJAMA’AH keumuman hadits sebelumnya. Wallaahu a’lam.

4

Sebagai rujukan untuk muraja’ah, dapat dilihat kitab-kitab sebagai berikut : Al-Mughni (Ibnu Qudamah) 3/49, Nailul-Authar (Asy-Syaukani) 2/429, Subulus-Salam (Ash-Shan’ani) 3/101-111, dan Syarhul-Mumti’ (Al-‘Utsaimin).

Halaman 2 dari 3

“Aku tidak bermaksud (kecuali) mendatangkan perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali” (QS. Huud : 88). Semoga bermanfaat. Abu ‘Aisyah ---- Muharram 1429 H.

Hadirilah Kajian Ilmiah di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, KPP IPB Barangsiang IV Bogor Baru, setiap Ahad jam 10.00 – selesai; dengan materi bahasan kitab Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah karya Syaikh Ibnu Mani’ dan Bulughul-Maram min Adillatil-Ahkaam karya Al-Hafidh Ibnu Hajar, dengan pengajar Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdil-Qadir Jawwas (murid Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah – seorang ulama besar dari Saudi Arabia). CP : Abu ‘Aisyah (08156981207) dan Abul-

Halaman 3 dari 3

Related Documents