Hukum Gas Ideal Dan Konstanta

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hukum Gas Ideal Dan Konstanta as PDF for free.

More details

  • Words: 4,560
  • Pages: 28
1

HUKUM GAS IDEAL DAN KONSTANTA GAS

Tujuan: 1. Membuktikan penggunaan hukum gas ideal 2. Menentukan nilai konstanta gas

Dasar Teori: Dalam percobaan ini akan diselidiki secara eksperimental ketiga hukum gas, yairu Hukum Boyle, Hukum Charles dan Hukum Avogadro. Hukum Boyle: Pada suhu tetap, hasil kali tekanan dan volume dari sejumlah gas tetap adalah konstan. P V = konstanta

Hukum Charles: Pada tekanan tetap, volume sejumlah gas tetap adalah perbanding lurus dengan suhu absolutnya. V = konstanta T Hukum Avogadro: Pada suhu dan tekanan tertentu, jumlah volume gas sebanding dengan jumlah molnya V = konstanta n Pada masing-masing hukum diatas, identitas gas tidaklah penting. Secara intuitive hukum-hukum gas diatas adalah masalah yang khusus dari hukum dasar, yang disebut sebagai hukum gas ideal. PV=nRT Konstanta R disebut sebagai konstanta yang diselidiki secara eksperimen.

1

Konsentrasi molar C dari gas didefinisikan dengan C = n/V. dengan menggunakan definisi ini, hukum gas ideal dapat dituliskan kembali sebagai: P=RTC akibatnya tekanan gas perbanding lurus dengan konsentrasi molar dan suhu. Alat Dan Bahan: Alat: 1. Minimal PC Intel Pentium 233 MHz 2. Printer

Bahan: 1. Kertas HVS A4

Prosedur Percobaan: 1. Jalankan progam Chemlabs 2. Klik MENU, pilih Experiment atau tekan tombol E 3. Pada menu bar pilih category: Gas Lab Experiment 4. Pilih Ideal Gas Law And The Gas Constant 5. Tekan tombol OK 6. Kosongkan silinder uji dan pastikan tekanan (P) < 0,0001 dengan cara klik pompa dan pastikan suhunya 273,15 K 7. Tambahkan 0,1 mol gas N2 ke dalam silinder uji dengan cara klik silinder tabung N2. catat P, V, n dan T 8. Tambahkan anak timbangan diatas silinder uji dengan cara klik anak timbangan dan catat perubahan nilai P, V, n dan T 9. Tambahkan gas N2 ke dalam silinder jumlah mol gas N2 didalam silinder sama dengan 0,12 mol. Catat perubahan nilai P, V, n dan T 10. Tambahkan O2 sampai jumlah mol gas di dalam silinder menjadi 0,14 mol. Catat perubahan nilai P, V, n dan T 11. Turunkan suhu sampai 203,15 K. Catat perubahan nilai P, V, n dan T

2

12. Tambahkan CO sampai jumlah mol gas di dalam silinder menjadi 0,16 mol. Catat perubahan nilai P, V, n dan T 13. Naikkan suhu sampai 333,15 K. Catat perubahan nilai P, V, n dan T 14. Buatlah grafik antara PV terhadap nT yang merupakan garis lurus dengan gradien garis lurus adalah konstanta gas R Gunakan P dalam satuan Pascal (Pa) (1 atm = 101,3 kPa)

3

2

MENENTUKAN TETAPAN KALORIMETER

Tujuan: Menentukan tetapan kalorimeter dan perubahan sifat-sifat kalorimeter terhadap kalor

Dasar teori: Alat yang digunakan untuk mengukur perubahan panas disebut kalorimeter. Tetapi setiap kalorimeter mempunyai kemampuan yang sendiri-sendiri untuk mengukur panas. Hal ini dapat terjadi karena kalorimeter itu sendiri (baik gelas, polietilena atau logam) menyerap panas sehingga tidak semua panas terukur. Disamping itu tergantung oleh kemampuan bahan isolasi dalam menahan panas. Oleh karena itu kita perlu menentukan berapa banyak panas yang hilang diserap oleh kalorimeter beserta thermometer dan pengaduknya. Dalam percobaan ini kita menguji kalorimeter untuk mengetahui efisiensi dari bahan isolasi dan mendapatkan tetapan kalorimeter dengan kondisi air 100 cm3 sehunbungan dengan kuantitas energi yang diperlukan untuk menaikkan suhu dari 100 cm3 air, kalorimeter, thermometer dan pengaduk sebesar 1oC.

Alat: Kalorimeter Pengaduk Termometer Gelas ukur 50 mL Stopwatch Bunsen

4

Bahan: 1. Air (aquades) dingin 2. Air (aquades) panas 3. Korek api

Prosedur Percobaan: 1. Masukkan 50 mL air ke dalam kalorimeter. Catat suhu air sesudah air itu dimasukkan ke dalam kalorimeter, aduk dan catat suhu air setiap 30 detik hingga menit ke-4. 2. Tepat menit ke-4, masukkan air panas (minimum 35oC, tetapi tidak lebih dari 45oC) sebanyak 50 mL 3. Catat suhu air setiap 30 detik dengan tidak lupa mengaduknya, dan dengan cara demikian suhu air diamati sampai menit ke-8. 4. Buat grafik hubungan antara waktu dengan suhu untuk memperoleh suhu

suhu

maksimum yang tepat. Lihat gambar dibawah ini:

ΔT

menit ke5. Tentukan energi panas yang dilepaskan oleh air panas, yang diterima oleh air dingin, panas yang diserap kalorimeter, energi panas yang diserap kalorimeter untuk setiap kenaikan suhu 1oC (JoC) dan berapakah tetapan kalorimeter yang dipakai dalam percobaan. (Gunakan Azas Black, cair ( kapasitas panas air) lihat di literature)

5

3

PANAS JENIS

Tujuan : Menghitung panas spesifik dari sampel (Aluminium, Tembaga dan Timah)

Dasar Teori : Panas spesifik suatu material biasanya ditunjukkan dengan simbol c yaitu sejumlah panas yang dihasilkan 1 gram material pada temperatur 1oC. Dari definisi kalori dapat diperoleh panas spesifik air yaitu 1 cal/g0C. Jika sampel terbuat dari bahan yang mempunyai panas spesifik csub, panas ∆H, suhu yang dihasilkan ∆T maka : ∆H = (massa sampel). (csub.) ∆T. Di dalam percobaan ini saudara akan mengukur panas spesifik logam yang meliputi : Aluminium, Tembaga dan Timah.

Alat Dan Bahan : 1. kalorimeter 2. termometer 3. timbangan 4. benang 5. sampel (aluminium, tembaga dan timah) 6. air dingin 7. air panas

Prosedur : 1. Mengukur Mcal (massa calorimeter ) yang akan saudara gunakan dalam keadaan kosong dan kering. Catat hasilnya pada tabel 2.1.

6

2. Mengukur massa sampel (Aluminium, tembaga dan Timah). Catat massa sampel ini dalam tabel 2.1. gunakan notasi Msampel. 3. Kaitkan benang ke masing-masing sampel dan suspensi logam dalam air mendidih. Biarkan beberapa menit selama panas dari sampel melewatinya. 4. Isi kalorimeter kira-kira setengahnya dengan air dingin (gunakan secukupnya). 5. Mengukur Tcool (temperatur air dingin) dan catat hasilnya dalam tabel. 6. Ikuti segera pengukuran temperatur pindahkan sampel logam dari air panas, perlahan sampai kering, kemudian suspensinya dalam air dingin dalam kalorimeter. 7. Pindahkan air dengan termometer dan catat Tfinal (temperatur paling tinggi yang diperoleh dengan kesetimbangan termal dengan sampel logam). 8. Ukur dan catat Mtotal (massa total dari kalorimeter, air dan sampel logam). Untuk setiap percobaan, gunakan persamaan dibawah untuk menurunkan MH2O (massa air yang digunakan), ∆TH2O (perubahan temperatur air selama berinteraksi dengan setiap sampel logam dan ∆Tsampel (perubahan temperatur sampel logam ketika berinteraksi dengan air. Catat hasilnya pada tabel 2.1. MH2O = Mfinal – (Mcal + Msampel) ∆TH2O = Tfinal - Tcool ∆Tsampel = 1000C - Tfinal Dari hukum perubahan energi, panas yang hilang dari sampel logam sama dengan panas yang dihasilkan air. Panas yang hilang dari sampel = panas yang dihasilkan air. (Msampel) (csampel)( ∆Tsampel) = (MH2O) (cH2O)( ∆TH2O)

cH2O ( panas spesifik air ) = 1 cal/g0C gunakan persamaan diatas, dan kumpulkan data, sehingga dapat memperoleh panas spesifik dari Aluminium, Tembaga dan Timah.

7

Data dan Penghitungan : Parameter Aluminium

Tembaga

Timah

Mcal(g) Msampel(g) Tcool(0C) Tfinal (0C) Mtotal (g) MH2O ∆TH2O c (cal/gm0C)

Pertanyaan : 1. Bagaimana hubungan panas spesifik sampel dengan panas spesifik air. 2. Diskusikan panas yang hilang dan panas yang diperoleh kembali yang memungkinkan menghasilkan hasil yang efektif

8

4

PANAS PELARUTAN

Tujuan: Menentukan panas pelarutan integral dan diferensial garam-garam dalam pelarut air. Dasar teori: Panas pelarutan ialah banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepaskan pada proses pelarutan. Jika pada proses pelarutan itu dilepaskan panas, maka pelarutan itu bersifat eksotermis, sebaliknya jika diperlukan panas disebut endotermis. Panas pelarutan integral adalah panas pelarutan pada 1 mol solut dalam sejumlah solven sehingga terjadi larutan dengan molalitas tertentu. Apabila ΔHi adalah panas pelarutan integral, maka dari definisi diatas didapatkan bahwa panas pelarutan adalah: q = m × ΔH i

(1)

sekarang kita membuat larutan lain, yaitu (n + dn) mol solut dilarutkan dalam 1000 grma solven. Larutan ini mempunyai molalitas (m + dm) dan panas pelarutan (q +dq). Dibandingkan dengan larutan pertama, larutan kedua mempunyai kelebihan panas pelarutan dq karena kelebihan dm solut. Selisih molalitas ini dapat diabaikan karena kecilnya sehingga molalitas kedua sama dengan molalitas pertama. Sekarang kita membuat definisi panas pelarutan diferensial sebagai berikut: bertambahnya panas pelarutan karena bertambahnya 1 mol solut sedemikian rupa sehingga molalitas larutan dalam dianggap tetap. Jika Hd adalah panas pelarutan diferensial, maka: ΔH d =

dq d (m × ΔH i ) = dm dm

= ΔH i + m

dΔH i dm

(2)

untuk m → 0 (larutan sangat encer) akan memenuhi ΔHd > ΔHi. Dari fakta percobaan diperoleh bahwa Hi tergantung pada molalitas m, sehingga ΔHd tergantung pula pada

9

m. untuk mengukur ΔHd larutan dipanaskan ke dalam kalorimeter. Berdasarkan Azas Black:



G ΔH i = w × (T2 − T1 ) + A × C p × (T2 − T1 ) BM

(3)

dimana: BM

: berat molekul solut

G

: berat solut

w

: harga air kalorimeter

T2 – T1 : ΔT didapatkan dari grafik Cp

: panas jenis air sama dengan 1 kal/mol

A

: berat larutan

Telah diketahui ΔHi KNO3 adalah 8459 kal/mol, maka dari percobaan dengan solut KNO3 diperoleh harga air kalorimeter. Untuk mendapatkan ΔHd dibuat grafik ΔHi terhadap m, kemudian kemiringan (slope) grafik adalah

dΔH i dimasukkan ke rumus dm

(2)

Alat: Gelas dewar Kalorimeter Termometer Pengaduk Beker gelas 400 mL

Bahan:

Aquades KNO3 CuSO4 hidrat dan nonhidrat

Prosedur percobaan: 1. Ambil air sebanyak 300 mL, masukkan ke dalam gelas dewar kemudian aduk hingga suhu konstan.

10

2. Timbang dengan teliti 8 gram KNO3, masukkan ke dalam kalorimeter sambil diaduk terus dan catat suhu tiap 30 detik sampai suhunya konstan. 3. Selanjutnya dengan mengganti air dalam jumlah yang sama kemudian berikan CuSO4.

11

5

PANAS REAKSI ION

Tujuan: Menentukan perubahan entalpi reaksi ion Dasar Teori: Suatu reaksi isotermis dari A dan B menghasilkan C dan D dapat dinyatakan dengan persamaan reakdi sebagai berikut:

A(T0 ) + B(T0 ) ⎯ ⎯→ C(T0 ) + D(T0 )

ΔH = C p × ΔT

[ = [(C

]

= C p ( produk ) − C p (reak tan ) × ΔT p (C )

) (

(1)

)]

+ C p ( D ) − C p ( A ) + C p ( B ) × (298 − T0 )

(2)

Kenyataannya kita tidak melakukan perubahan keadaan reaksi (reaksi kimia) secara isotermal, karena suatu reaksi kimia dapat bersifat endoterm/eksoterm. Ini berarti temperature reaktan cenderung berbeda dengan temperature produk (hasil reaksi) Akan tetapi karena perubahan entalpi (ΔH) hanya tergantung pada keadaan awal dan akhir reaksi dan tidak tergantung pada jalannya reaksi, maka dapat dilakukan penyederhanaan, misalnya reaksi (1) terdiri dua tahap reaksi, yaitu:

Tahap 1: Keadaan adiabatic di dalam sistem bejana kalotimeter (perubahan suhu reaksi akan diimbangi dengan perubahan suhu bejana calorimeter):

A(T0 ) + B(T0 ) + S(T0 ) ⎯ ⎯→ C(T1 ) + D(T1 ) + S(T1 )

(3)

S adalah bagian dari sistem, seperti dinding bejana calorimeter, pengaduk, thermometer serta pelarut/media reaksi. komponen-komponen tersebut ikut mengalami perubahan suhu.

Tahap 2:

12

Hasil reaksi tahap 1 dengan T1 dibawah kembali ke suhu awal T0, dengan jalan menambah atau mengurangi suhu dari sistem (tergantung jenis reaksi, apakah eksoterm atau endoterm):

C(T1 ) + D(T1 ) + S(T1 ) ⎯ ⎯→ A(T0 ) + B(T0 ) + S(T0 )

(4)

penjumLahan persamaan (3) dan (4) akan menghasilkan persamaan (1). Jika ΔH = ΔH 1 + ΔH 2 dan ΔH 1 = q p = 0 , maka: ΔH = ΔH 2

(5)

Dengan demikian persamaan (2) menjadi:

ΔH = (C p (C ) + C p ( D ) + C p ( S ) )(T0 − T1 )

(6)

suatu kesulitan lagi yang harus diatasi adalah menentukan Cp(S). Besaran ini dapat diperoleh dengan menggunakan Azas Black sebagai berikut: m( S ) × C p ( S ) × (T2 − T1 ) = m( X ) × C p ( X ) × (T3 − T2 )

(7)

dengan: T1

: suhu awal calorimeter/sistem (suhu setelah reaksi berlangsung)

T2

: suhu akhir setelah tercapai kesetimbangan antara T1 dan T2

T3

: Suhu awal dari bahan (X).

Dalam percobaan bahan adalah pecahan Kaca Pyrex yang telah dimasukkan beberapa saat di dalam air mendidih (T3 kira-kira 100 oC). Bila yang diukur adalah reaksi asambasa kuat, maka akan diperoleh hasil reaksi berupa H2O dan garam, sehingga persamaan (6) menjadi:

(

)

ΔH = C p ( H 2O ) + C p ( garam ) + C p ( S ) (T0 − T1 )

(8)

Catatan: ) C p ( H 2O ) dan C p ( garam ) dilihat pada tabel dengan mempertimbangkan banyaknya

mol masing-masing. untuk reaksi NaOH dengan HCl, maka jumLah mol NaCl adalah jumLah mol reaktan (VNaOH × NNaOH), sedangkan mol H2O adalah mol reaktan ditambah dengan mol pelarut (dalam hal ini adalah volume NaOH) ) Cp gelas Pyrex = 0,1998 kal gram-1 derajat-1

13

Alat:

− Kalorimeter − Termometer − gelas ukur ukur 100 mL dan 500 mL − gelas beker 600 mL − buret 50 mL − stop watch − pipet tetes − Bunsen Bahan:

− HCl 3,5 N − NaOH 0,25 N − akuades

Prosedur Percobaan:

1. Ambil HCl pekat secara hati-hati di dalam lemari asam (normalitasnya ± 3,5 N). tentukan normalitasnya dengan jalan diencerkan terlebih dahulu, lalu dititrasi dengan NaOH 0,25 N. Data hasil titrasi dipakai untuk menghitung volume HCl Pekat yang dibutuhkan untuk menentralkan 500 mL NaOH (misal V mL) 2. Ke dalam kalorimeter yang telah dipasang termometer dan pengaduk, masukkan 500 mL NaOH 0,25 N. Aduklah sampai diperoleh suhu yang konstan (± 15 menit). Baca termometer dan catat suhunya sebagai T0. 3. Tentukan T1 dengan grafik

14

6

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU

Tujuan:

Menentukan pengaruh suhu terhadap kelarutan suatu zat dan menghitung panas kelarutannya

Dasar Teori:

Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Dalam kesetimbangan ini kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap, artinya konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap. Jika kesetimbangan diganggu, misalnya dengan merubah suhu maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh suhu terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai berikut: ∂ ln S ΔH = ∂T RT 2

(1)

jika persamaan (1) diselesaikan akan didapatkan: ΔH

∫ ∂ ln S = ∫ RT ln S = −

2

∂T

ΔH 1 +C R T

(2)

akan tetapi jika diintegralkan dari T1 ke T2 maka akan menghasilkan S2

T2

S1

T1

∫ ∂ ln S =

ΔH

∫ RT

2

∂T

⎛1 1⎞ ⎜⎜ − ⎟⎟ ⎝ T2 T1 ⎠ S ΔH ⎛ T2 − T1 ⎞ ⎟ ⎜ ln 2 = S1 R ⎜⎝ T1 × T2 ⎟⎠

ln S 2 − ln S1 = −

ΔH R

(3)

15

yang mana: S1

: kelarutan zat pada suhu T1

S2

: kelarutan zat pada suhu T2

ΔH

: panas pelarutan

R

: konstanta gas ideal

Alat:

Termostat Termometer Buret 50 mL Labu Erlenmeyer Gelas Beker Labu ukur 100 mL Pipet volume 10 mL Pengaduk Tabung reaksi besar

Bahan:

Asam oksalat Aquades

NaOH 0,5N Indikator PP Es batu dan garam dapur

16

Prosedur Percobaan:

1. Rangkai thermostat sederhana seperti gambar dibawah ini: Termometer

Tabung reaksi besar tempat larutan jenuh

Garam dan Es 2. Pada suhu kamar kristal asam oksalat dilarutkan dalam 100 mL aquades sedikit demi sedikit sampai jenuh. Larutan jenuh dalam tabung reaksi yang dilengkapi dengan thermometer dan pengaduk, kemudian dimasukkan dalam thermostat pada suhu yang dikehendaki (0, 5, 10, 15, 20 dan 25oC). larutan selalu diaduk supaya temperatur menjadi homogen. 3. Sesudah tercapai kesetimbangan (selama ± 30 menit), diambil 10 mL (larutannya saja, kristal asam oksalat tidak boleh ikut terbawa). Kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N, dengan indikator PP. untuk setiap suhu, titrasi diulangi sebanyak 2 kali. 4. Tentukan kelarutan asam oksalat untuk setiap suhu percobaan. 5. Tentukan panas pelarutan (ΔH) untuk setiap rentang suhu menggunakan persamaan (3) atau dengan membuat grafik berdasarkan persamaan (2) antara ln S terhadap

1 ΔH sehingga dapat dengan kemiringan kurva (slope) adalah T R

ditentukan ΔH larutannya. Disini ΔH bukan merupakan fungsi suhu pada daerah percobaan akan tetapi merupakan ΔHo dan C adalah ln So.

17

7

KALOR PENGUAPAN SEBAGAI ENERGI PENGAKTIFAN PENGUAPAN

Tujuan:

Menentukan energi pengaktifan dari suatu penguapan

Dasar Teori:

Meskipun penguapan sebenarnya merupakan suatu perubahan fisik namun proses ini dapat dipandang sebagai suatu reaksi dimana yang berperan sebagai reaktan adalah zat cair dan hasil reaksinya adalah uap yang bersangkutan. Selanjutnya, karena penguapan dapat dipandang hanya terdiri dari satu tahap, maka kalor penguapan dapat dipandang

sebagai

energi

pengaktifan

“reaksi

penguapan”.

Berdasarkan

perumpamaan ini kalor penguapan dapat diukur dengan cara yang lazim digunakan untuk energi pengaktifan. Pengukuran energi pengaktifan dilakukan dengan memgukur laju reaksi pada berbagai suhu dan dengan menggunakan persamaan Arrhenius: K = Ae



Ea RT

ln K = ln A −

Ea 1 R T

(1)

yang mana: k

: tetapan laju reaksi pada suhu konstan

A

: tetapan Arrhenius

Ea

: Energi aktifasi (energi pengaktifan)

R

: tetapan gas ideal, yaitu 1,987 kal. derajat-1. mol-1

T

: suhu mutlak

Dari uraian diatas kalor penguapan dapat diperoleh dengan mengukur laju penguapan pada berbagai suhu dengan mendefinisikan Ea sebagai kalor penguapan. Dalam percobaan ini energi pengaktifan, sama dengan kalor penguapan, didapat dari kemiringan kurva (slope) ln K terhadap

1 . Dalam membuat grafik ini T

18

tidak perlu mengambil harga k itu sendiri tetapi cukuplah suatu bilangan yang sebanding dengan k yaitu

1 , yang mana t adalah waktu yang diperlukan oleh t

sejumlah tertentu zat yang kalor penguapannya ditentukan untuk menguap habis.

Alat:

Gelas Beker 1 L Tutup kurs porselen Pipet tetes Termometer

Bahan:

Kloroform

Prosedur percobaan:

1. Isi gelas beker dengan air sampai penuh (± 1 L) 2. Diatas permukaan air apungkan sebuah tutup kurs. Panasi air samapai 30oC. 3. Bubuhkan dengan hati-hati satu tetes kloroform diatas tutup kurs itu dan ukur waktu yang diperlukan oleh kloroform itu sampai menguap habis. 4. Lakukan percobaan ini tiga kali pada suhu yang sama dan ambil harga rata-rata dari waktu penguapan dan suhu. 5. Lakukan percobaan diatas untuk 35, 40, 45, 50, 55 dan 60 oC.

19

8

KESETIMBANGAN FASA CAIR DAN GAS

Tujuan:

1. Menentukan entalpi penguapan standar etanol. 2. Menentukan entropi penguapan standar etanol. 3. Menentukan titik didih normal etanol

Dasar Teori:

Perubahan fasa dapat dituliskan sebagai perubahan kimia. Perubahan bentuk air dalam keadaan cair menjadi gas misalnya dapat ditulisakan sebagai: H2O(l)

H2O(g)

Konstanta kesetimbangan reaksi diatas (reaksi penguapan) adalah: K = Pw

yang mana Pw adalah tekanan parsial air dalam keadaan gas ketika reaksi dalam keadaan setimbang. Tekanan ini sering disebut dengan tekanan uap. Tekanan uap sebenarnya adalah tekanan uap parsial senyawa dalam keadaan gas. Kesetimbangan ini dapat terbentuk pada temperatur tertentu. Karena reaksi-reaksi penguapan adalah endotermik, kenaikan temperatur akan mengubah kesetimbangan berubah ke kanan. Selanjutnya pada suhu rendah tekanan uap sangat rendah dan pada temperatur tinggi tekanan uap cukup besar. Pada temperatur berapakah cairan akan mendidih? Titik didih berhubungan dengan suhu pada saat tekanan uap cairan sama dengan tekanan atmosfer. Jika cairan dalam keadaan terbuka di atmosfer (yaitu, bejana dibiarkan terbuka atau tidak ditutup)tidak mungkin untuk mempertahankan tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer, karena dalam bentuk uap(gas) akan mudah mengembang sampai tekanannya sama dengan tekanan atmosfer. Suhu pada saat tekanan uap secara

20

tepat sama dengan 1 atm disebut titik didih normal (normal boiling point). Dalam bejana tertutup, yang mana uap (gas) tidak dapat mengembang dan tekanan dapat bertambah, memungkan kesetimbangan penguapan terjadi pada suhu melebihi titik didih normalnya. Persamaan Van't Hoff menentapkan hubungan antara konstanta kesetimbangan dan suhu. ln k = −

ΔH vap RT

+

ΔSvap R

Pada reaksi ini, konstanta kesetimbangan sesunguhnya adalah tekanan uap, P, yang mana bila disubstitusi pada persamaan diatas menghasilakan Persamaan ClaussiusClapeyron. ln p = −

ΔH vap RT

+

ΔSvap R

Titik dididh normal , Tbpo, berhubungan dengan suhu pada saat reaktan dan produkberada pada keadaan standar.. A pure liquid under 1 atm pressure is in the standard state. Gas murni pada tekanan 1 atm juga dalam keadaan standar. Jadi P dalam keadaan standar sama dengan 1 atm. Relasi ini menyebabkan persamaan Claussius-Clapeyron dapat ditulis sebagai: ln p = −

ΔH vap ⎛ 1 1 ⎜ − R ⎜ T Tbpo ⎝

⎞ ⎟ ⎟ ⎠

dan Tbpo =

ΔH vap ΔSvap

Dengan demikian data percobaan tekanan uap cairan sebagai fungsi suhu dapat digunakan untuk menentukan titik didih normal, entalpi penguapan standar dan entropi penguapan standar.

21

Alat Dan Bahan: Alat:

1. Minimal PC Intel Pentium 233 MHz 2. Printer Bahan:

1. Kertas HVS A4 Prosedur Percobaan:

Peralatan percobaan ditunjukkan dibawah ini terdiri dari labu gelas yang dihubungkan dengan sebuah manometer. Labu diavakuasi (yaitu, sebuah pompa vacum dipakai untuk memindahkan seluruh gas ke dalam labu) dan sedikit cairan etanol ditambahkan. Labu gelas dan manometer merupakan sistem yang tertutup yang berisi etanol dalam bentuk cair dan gas. Selanjutnya tekanan diukur dengan manometer yang dihubungkan semata-mata dengan uap etanol. Suhu labu dapat diubah dan tekanan pada manometer dapat berubah. Gunakan mouse untuk mengubah suhu labu dengan mengser cairan yang terdapat pada termometer. (memang diakui, hal ini bukanlah cara yang realistris untuk mengubah suhu, tetapi hal ini dilakukan untuk menyederhanakan percobaan secara vitual). Karena suhu berubah, tekanan uap etanol juga berubah. manometer dapat digunakan untuk mengukur tekanan. Data tekanan dan suhu secara secara automatis di plot pada grafik di samping kanan. Catatlah sedikitnya lima data (suhu dan tekanan) pada range suhu 0 - 50 oC dan masukkan data ke dalam table. Plot ln P Vs 1/T sehingga diperoleh persamaan garis lurus. gunakan slope dan intercept untuk menentukan entalpi dan entropi penguapan etanol.

22

23

9

KESETIMBANGAN PARTISI IOD DALAM AIR DAN PELARUT ORGANIK

Tujuan :



Menentukan koefisien partisi iod dalam air dan beberapa pelarut organik.

Teori : Partisi zat C dalam dua pelarut A dan pelarut B yang saling tidak larut akan menuju ke arah kesetimbangan. Dalam kesetimbangan, potensial kimia zat C dalam kedua pelarut (C dalam A dan C dalam B) adalah sama pada suhu dan tekanan yang sama. Dalam hal ini didapatkan hubngan : mC,A + RT ln aC,A = mC,B + RT ln aC,B dan selanjutnya didapat :

a C,B a C, A

=e

(-

μ C, B - μ C, A RT

)

= konstan

Jika diasumsikan bahwa kedua larutan merupakan larutan encer yang bersifat ideal, maka aktifitas aC,A dan aC.B dapat digantikan oleh konsentrasi, sehinggan didapat persamaan sebagai berikut :

c C,B c C,A

= konstan

Dalam keadaan ideal perbandingan konsentrasi C dalam fase A dan fase B tidak tergantung pada konsentrasi. Perbandingan konsentrasi ini sesuai dengan hukum distribusi Nernt’s, yaitu:

α=

c1 c2

Konsentrasi zat C dalam fase pelarut organik, umumnya dinotasikan sebagai c1. Koefisien partisi, selanjutnya, dapat dihitung dengan cara berikut :

c1 =

nM - na Vo

24

c2 =

na Vw

Untuk : „ c1 = konsentrasi iod dalam fase pelarut organik. „ nM = jumlah mol iod dalam larutan baku iod dalam air. „ na = jumlah mol iod dalam fase pelarut organik setelah digojok „ Vo = volume fase pelarut organik (liter). „ c2 = konsentrasi iod dalam fase air. „ Vw = volume larutan baku (liter) Alat : •

gelas beker 250 ml

• buret 50 ml



labu titrasi

• pipet volume 10 ml



corong



Labu ukur 1 l

Bahan :

• etil asetat



larutan I2 (dalam KI) 0,05 M



larutan Na2S2O3 0,01 M

• n-heksana



dietil eter

• larutan kanji 1%



diisopropil eter

Prosedur Percobaan : 1. Sebanyak 20 ml larutan baku I2 dicampur dengan pelarut organik (yang sudah jenuh dengan air) dalam corong pisah dan digojog dengan hati-hati. 2. Pisahkan kedua lapisan dengan cara mendiamkan beberapa saat. Setelah kedua lapisan terpisah sempurna, lapisan bawah (fase air) ditampung dalam labu titrasi. 3. Iod yang tersisa dalam fase air ini dititrasi dengan metode iodometri memakai larutan baku Na2S2O3 0,01 M (indikator larutan kanji).

25

10

DIAGRAM FASA BINER FENOL-AIR

Tujuan: Mempelajari kesetimbangan fasa sistem biner cair-cair dari campuran fenol-

air dan karakteristiknya

Dasar Teori:

Pada tekanan konstan, daya saling campur (miscibility) dari dua cairan (sistem biner cair) yang saling campur sebagian (partial miscibility), sehingga menjadi campuran homogen, sangat dipengaruhi oleh komposisi dan temperatur cairan. Jadi pada komposisi cairan tertentu daya saling larut dipengaruhi oleh temperatur. untuk sistem biner, pad tekanan konstan, kaidah fasa Gibbs dapat ditulis sebagai: F=3–P

(10.1)

dengan F: derajat kebebasan dan P: jumlah fasa. ketika dua cairan, misalnya cairan A dan B yang saling campur sebagian dicampur dan membentuk dua lapisan dalam keadaan setimbang, berarti dalam campuran tersebut terentuk dua fasa. Salah satu fasa merupakan lapisan A dalam B dan fasa yang lain merupakan fasa B dalam A. Dengan demikian nilai P adalah 2 dan nilai F adalah 1. Pada keadaan, campuran dapat didefinisikan sempurna cukup dengan satu variabel saja, yaitu temeratur atau komposisi. Pada

gambar

10.1

ditunjukkan

contoh

kurva

diagram

fasa

yang

mengambarkan temperatur pembatas saling campur sebagai fungsi komposisi dari dua cairan yang saling campur sebagian. Daerah dibawah garis kurva (daerah bayangbayang) merupakan daerah heterogen, campuran membentuk dua lapisan (dua fasa) dalam keadaan setimbang. Sedangkan daerah di luar garis kurva (daerah terang) merupakan daerah homogen, campuran kedua cairan membentuk campuran saling dapat campur secara sempurna (miscible). Garis QS pada daerah heterogen disebut garis dasi (tie line), yaitu garis yang menyatakan batas kesetimbangan dua lapisan

26

(dua fasa), yaitu lapisan Q (lapisan kaya A) dan S (lapisan kaya B), dari campuran antara A dan B yang saling larut sebagian pada komposisi campuran r (x = r) dan pada temperatur Tr. Jika x menyatakan fraksi berat campuran, maka q menyatakan fraksi berat lapisan Q dan s mnyatakan fraksi berat lapisqan S. Perbandingan antara lapisan Q dan lapisan S dapat dinyatakan sebagai:

WQ WS

Tr

A

Q

R

q

r

=

RS QR

(10.2)

S

x

s

B

x : komposisi, T : suhu Gambar 10.1 Diagram fasa sistem biner fenol-air Fenol dan air termasuk salah satu contoh dua cairan yang membentuk campuran saling larut sebagian dan dapat membentuk campuran saling larut sempurna pada temepratur.

Alat dan Bahan:

Peralatan yang digunakan pada percobaan ini meliputi 10 buah tabung reaksi, gelas beker 1000 mL, Erlenmeyer 250 mL, buret 50 mL, pengaduk gelas, termometer 100 oC, corong pisah, 2 buah botol timbang, dan neraca analitik.

Prosedur Percobaan:

1. Siapkan sepuluh buah campuran fenol air dengan komposisi campuran, seperti tertera pada tabel 10.1. Campuran diaduk sebentar dengan pengaduk gelas 2. Untuk setiap campuran masukkan ke dalam penangas air dan atur temperatur penangas (dipanaskan bila kurang panas dan diberi es bila kurang dingin). Bila

27

sebelum dimasukkan penangas campuran telah homogen mulailah dengan temepratur tinggi dan perlahan-lahan penangas didinginkan dengan menambahkan es, kemudian catat temperatur dalam campuran (bukan temepratur penangas) saat terbentuk dua lapisan (campuran heterogen). Bila sebelum dimasukkan penangas campuran tampak heterogen (terbentuk dua lapisan), mulailah dari temperatur rendah dan penangas dipanaskan perlahan-lahan (campuran diaduk perlahan-lahan pula), kemudian catat temperatur dalam campuran saat terbentuk campuran homogen. Tabel 10.1 komposisi campuran fenol dan air dengan suhu T oC No.

Fenol (gram)

Air (gram)

T (oC)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

10 10 10 10 10 10 5 5 5 2,5 2,5

4 5 6 8 12 15 10 15 25 20 25

20 – 30 40 – 50 50 – 60 60 – 70 60 – 70 60 – 70 60 – 70 60 – 70 50 – 60 40 – 50 10 – 20

3. Untuk mengambarkan sebuah garis dasi, timbanglah 10 gram fenol dan 15 gram air, kemudian masukkan ke dalam corong pisah dan kocok pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan (fasa) dan biarkan sehingga terjadi keadaan setimbang. Ukur temeperatur dalam campuran dan catat. Pisahkan kedua lapisan yang terbentuk dan masing-masing ditimbang beratnya. Perhatikan, lapisan mana yang kaya fenol (lapisan F) dan lapisan mana yang kaya air (lapisan A)

Perhitungan:

1. Hitung fraksi berat metanol dan air pada setiap percobaan 2. Buat kurva antara fraksi berat fenol (xfenol) dengan temperatur yang teramati pad percobaan 2 3. Pada pembuatan garis dasi, hitung fraksi berat fenol dalam campuran dan fraksi berat masing-masing lapisan (lapisan F dan lapisan A). Gambarkan garis dasi tersebut

28

Related Documents

Hukum Gas Ideal
April 2020 26
Gas Ideal
April 2020 31
Gas Ideal
May 2020 16
Problemas Gas Ideal
May 2020 17