Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita Dengan Kejadian Stunting Di Desa Jelbuk Di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.docx

  • Uploaded by: faiza
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Balita Dengan Kejadian Stunting Di Desa Jelbuk Di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,114
  • Pages: 45
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA DENGAN KEJADIAN STUNTING DI DESA JELBUK DI KECAMATAN JELBUK KABUPATEN JEMBER

Oleh:

MOHAMAD ALI NUR ROBET NIM. 15010077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER YAYASAN PENDIDIKAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS) 2019

2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Stunting atau disebut dengan “pendek” merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan. Asupan zat gizi yang tidak seimbang adalah salah sau factor yang berpengaruh langsung terhadap stunting. Asupan zat gizi dipengaruhi oleh perilaku makan keluarga terutama ibu dan anak. Perubahan perilaku dapat terjadi ketika ibu mempunyai pengetahuan yang cukup tentang gizi seimbang dan memahami adanya masalah gizi yang berisiko pada terjadinya stunting pada anak. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang gizi seimbang dan membuat ibu memahami adanya faktor risiko stunting pada perilaku makannya dan perilaku makan anaknya adalah dengan memberikan konseling gizi. (Dr. Rita Ramayulis, 2018) Balita merupakan kelompok risiko tinggi terhadap terjadinya masalah gizi (Wong, 2010). Masalah gizi pada balita dapat berakibat pada kegagalan tumbuh kembang serta meningkatkan kesakitan dan kematian terutama pada anak balita, namun sering belum diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat. World Health Organization(WHO) menyebutkan permasalahan gizi pada balita diperkirakan mencapai 165 juta diseluruh dunia. Prevalensi anak kerdil (stunted) karena gizi buruk diusia < 5 tahun di Afrika yaitu sebesar 36% dan Asia sebesar 27%, termasuk Indonesia (WHO, 2013) Indonesia termasuk negara Asia yang tengah menghadapi masalah gizi ganda (the double burden) yaitu munculnya dua masalah gizi yang bersamaan yakni masalah gizi kurang dan gizi buruk (Kemenkes.RI, 2014). Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian mengenai status gizi yang menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2007 sebesar 18,4% menjadi 17,9% di tahun 2010, namun mengalami peningkatan di tahun 2013 menjadi 19,6%. Prevalensi gizi buruk di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 5,4%, menurun di tahun 2010 menjadi 4,9%, kemudian meningkat pada tahun 2013 menjadi 5,7% (kemenkes, 2015) Berdasarkan angka standar dunia prevalensi gizi buruk-kurang dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat serius bila berada diantara 20,029,0%,

3

dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 % (WHO, 2013)Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada balita Indonesia telah mencapai 19,6% merupakan angka yang mendekati standar dunia, ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu diperhatikan. Di kabupaten Jember, berdasarkan data resmi dinas kesehatan pemkab jember menyebutkan, angka bayi stunting di jember ternyata masih ada meski angkanya belum signifikan. Dalam 2 tahun terakhir dinkes jember mencegah dan mengantisipasi adanya kelahiran bayi stunting. Setidaknya ada 10 desa potensi bayi stunting dengan penatalaksanaan gizi kurang/buruk, pemberian obat cacing dan zinc untuk manajemen diare. Berdasarkan siklus hidup jumlah stunting di kabupaten jember diantaranya, (1) desa jelbuk 39,30% dari jumlah 804 jiwa, (2) arjasa 38,78 % dari jumlah 1042 jiwa, (3) sumberjambe 38,14% dari jumlah 1635 jiwa, (4) mayang 37,27% dari jumlah 1192 jiwa, (5) paleran 33.65 % dari ju,lah 699 jiwa, (6) cakru 32,11 % dari jumlah 483 jiwa, (7) rambipuji 28,93 % dari jumlah 1002 jiwa, (8) kencong 26,62 % dari jumlah 640 jiwa, (9) sumberbaru 26,45% dari jumlah 1218 jiwa, (10) kasiyan 25,99% dar jumlah 955 jiwa.. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti berkeinginan untuk mencari tahu factor yang dapat memepengaruhi kejadian stunting. Peneliti ingin meneliti tentang “factor tingkat pengetahuan orang tua tentang gizi balita dengan kejadian stunting di desa jelbuk kabupaten jember”. Peneliti berharap dengan mengetahui beberapa factor yang berhubungan dengan kejadian stunting dapat dijadikan sebagai upaya preventif pada kelahiran selanjutnya dalam mencegah terjadinya stunting. 1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian stunting di desa jelbuk kecamatan jelbuk kabupaten jember?”

4

1.3 TUJUAN 1.3.1

Tujuan Umum Mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang gizi balita dengan

kejadian Stunting di Desa Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. 1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengindentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita di Desa Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. 2. Mengidentifikasi angka stunting dan tidak stunting di Desa Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember. 3. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian Stunting di Desa Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1

Manfaat Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan menerapkan teori yang didapat dalam perkuliahan ke dalam dunia kerja khususnya mengenai factor tingkat pengetahuan ibu yang berhubungan dengan kejadian Stunting di Desa Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.

1.4.2

Manfaat Bagi Institusi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam Ilmu Keperawatan dan dapat menjadi dasar untuk mengembangkan upaya pemerintah dalam menekan angka kejadian Stunting.

1.4.3

Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Stunting khususnya factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Stunting sehingga masyarakat dapat mencegah terjadinya penyakit tersebut.

5

1.5 KEASLIAN PENELITIAN Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Nurul Latifah, Yulia susanti, Dwi haryanti, 2018 (Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Kendal prodi Ilmu Keperawatan) dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Status Gizi Pada Balita. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini yaitu terletak pada beberapa variable independent. Variable pada penelitian sebelumnya yaitu pada ibu yaitu usia, Pendidikan, pekerjaan, penghasilan, tipe keluarga, sedangkan pada balita yaitu jenis kelamin, usia balita.untuk penelitiaan saat ini mencari hubungan tingkat pengetahuan tentang status gizi balita dengan kejadian stunting di desa jelbuk, kecamatan jelbuk kabupaten Jember. Penelitian sebelumnya dilakukan untuk mengetahui hubungan dari dukungan keluarga dengan status gizi pada balita dengan menggunakan metode cross sectional di Desa Sidomulyo Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Sedangkan penelitian saati ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita terhadap terjadinya stunting di Desa Jelbuk Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP STUNTING 2.1.1 Definisi Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadin sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting baru tampak setelah anak berusia 2 tahun.(Dr. Rita Ramayulis, 2018) Stunting merupakan suatu terminology untuk tinggi badan yang berada dibawah persentil -3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut(Prawirohartono et al, 2009 : 4). Stunting atau tubuh pendek merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang telah digunakan sabagai indicator secara luas untuk mengukur status gizi masyarakat. Stunting tidak hanya sekedar pendek saja, tetapi terkandung adanya proses perubahan patologis, jadi tidak semata-mata pendek saja. Stunting merupakan gambaran keadaan masa lalu, karena hambatan atau gangguan pertumbuhan tinggi badan atau pertumbuhan linear yang memerlukan waktu lama, dalam hitungan bulan atau bahkan tahun. (Sudirman, 2008 : 34) Stunting merupakan istilah para nutrisi ntuk penyebutan anak tumbuh tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anakanak lain seusianya (MCN,2009) 2.1.2 Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Stunting Stunting disebabkan oleh factor multifimensi, diantaranya praktik pengasuhan gizi yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu

7

mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan.(Dr. Rita Ramayulis, 2018) Factor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolik serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted.(Allen and Gillespie, 2011) Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu factor saja, seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak factor, dimana factor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Terdapat 3 faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut : 1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air). 2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR). 3. Riwayat Penyakit. 2.1.3 Faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan. Menurut laporan (UNICEF, 1998)beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya antara lain sebagi berikut :

8

1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka Panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal disekolah, dibandingkan anak-anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang. 2. Stunted akan sangan mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Factor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang dan infeksi pernapasan. Berdarsarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada dibawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal diwilayah pinngiran kota dan komunitas pedesaan. 3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian

tumbuh

menjadi

wanita

dewasa

yang

stunted

dan

mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktifitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR. Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan. 2.1.4 Dampak Stunting Stunting dapat mengakibatkan penuruna intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih

9

pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktifitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan factor risiko meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang(Allen dan Gillespie,2001). Gagal ginjal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masamasa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit untuk diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu Panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat mikro. 2.1.5 Pencegahan Stunting Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik yang ditujukan dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Intervensi gizi spesifik untuk mengatasi permasalahn gizi pada ibu hamil, ibu menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7-23 bulan, anak usia 0-6 bulan, dan anak usia 7-23 bulan. Permasalahn gizi ini bisa diatasi ketika mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya sesuai dengan kondisi masing-masing.(Dr. Rita Ramayulis, 2018) Pemberian konseling gizi kepada individu dan keluarga dapat membantu untuk mengenali masalah kesehatan terkait gizi, memahami penyebab terjadinya masalah gizi, dan membantu individu serta keluarga memecahkan masalah sehingga terjadi perubahan perilaku untuk dapat menerapkan perubahan perilaku makan yang telah disepakati Bersama.(Dr. Rita Ramayulis, 2018) 2.2 KONSEP PENGETAHUAN DAN PERILAKU 2.2.1 Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005 p.50). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

10

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan, 2010, p.12). 2. Proses Perilaku “TAHU” Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Dewi & Wawan, 2010, p.15). Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : a.

Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b.

Interest(merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan

tertarik pada stimulus. c.

Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik

buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah baik lagi. d.

Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

e.

Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pada penelitian selanjutnya Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoadmojo (2003), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan berlangsung langgeng (ling lasting). Namun sebaliknya jika perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut

11

bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosial budaya. 3. Tingkat Pengetahuan (Wawan & Dewi,2010,p.12-14) Pengetahun yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003) : a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b) Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat

menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. d) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis

12

ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuatbagan),

membedakan,

memisahkan,mengelompokkan,

dan

sebagainya. e) Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itudidasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 4. Cara Memperoleh Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010 p.10-18) Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokan menjadi dua, yakni : a. Cara Memperoleh Kebenaran Nonilmiah 1) Cara Coba Salah (Trial and Error) Cara memperoleh kebenaran non ilmiah, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba coba atau dengan kata yang lebih dikenal “trial and error”. Metode ini telah digunakan oleh orang dalam waktu yang cukup lama untuk memecahkan berbagai masalah. Bahkan sampai sekarang pun metode ini masih sering digunakan, terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Metode ini telah banyak jasanya, terutama dalam meletakan dasar-dasar mennemukan teoriteori dalam berbagai cabang iilmu pengetahuan. 2) Secara Kebetulan

13

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan. Salah satu contoh adalah penemuan enzim urease oleh Summers pada tahun 1926. 3) Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam

kehidupan

manusia

sehari-hari,

banyak

sekali

kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Para pemegang otoritas, baik pemimpin pemerintah, tokoh agama, maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan. 4) Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. 5) Cara Akal Sehat Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau menuruti nasihat orang tuanya,atau agar anak disiplin menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak. Pemberian hadiah dan hukuman (reward and punishment) merupakan

14

cara yang masih dianut oleh banyak orang untuk mendisiplinkan anak dalam konteks pendidikan. 6) Kebenaran Melalui Wahyu Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. 7) Kebenaran secara Intuitif Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang

sisitematis.

Kebenaran

ini

diperoleh

seseorang

hanya

berdasarkan intuisi atau suara hati atau bisikan hati saja. 8) Melalui Jalan Pikiran Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. 9) Induksi Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat umum. Proses berpikir induksi berasal dari hasil pengamatan indra atau halhal yang nyata, maka dapat dikatakan bahwa induksi beranjak dari hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak. 10) Deduksi Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataanpernyataan umum yang ke khusus. Aristoteles (384-322SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini ke dalam suatu cara yang disebut “silogisme”. Silogisme merupakan suatu bentuk deduksi berlaku

15

bahwa sesuatu yang dianggap benar secara umumpada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu. b.

Cara Ilmiah dalam Memperoleh Pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistimatis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut „metode penelitian ilmiah‟, atau lebih popular disebut metodologi penelitian

(research methodology). Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626). Ia mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamati. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni : 1) Segala sesuatu yang positif, yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan 2) Segala sesuatu yang negatif, yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan 3) Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi, yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi-kondisi tertentu. 5.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010p.11) a. Faktor Internal 1) Pendidikan Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

16

2) Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalha kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. 3) Umur Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir dan bekerja. b. Faktor Eksternal 1) Faktor lingkungan Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2) Sosial Budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. 6.

Kriteria Tingkat Pengetahuan (Dewi & Wawan, 2010,p.18) Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu : a.

Baik : Hasil presentase 76%-100%.

b.

Cukup : Hasil presentase 56% - 75%.

c.

Kurang : Hasil presentase >65%.

17

2.2.2.Teori-teori perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia suit unntuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor , baik internal mmapun eksternal (lingkungan). Dari berbagai determinan perilaku manusia, banyak ahli telahh merumuskan teori-teori atau model-model terbentunya perilaku. Masingmasing teori, konsep atau model tereebut dapat diuraikan dibawah inni. Berdasarkan pengalaman empiris dilapangan, penulis berkesimpulan bahwa garis besarnya perilaku manusiadapat dilihat dari 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis dan sosial. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis tegas dalam mempegaruhi perilaku manusia. Dari bebagai teori dapat ditariik kesimpulan bahwa perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagaii gejala kejiwaan seperti peengetahuan, keinginan, keeheendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian sulit untuk dibedakan atau disimpulkan gejala kejiwaan yang mana menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keakinan, lingkungan fisik, utamanya sarana dan prasarana, sosio-budaya masyarakat yang terdiri dari kebiasaan, tradisi, adat istiadat, daa sebagaainya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan menimblkann pengetahuan, sikap, persepsi, keinginan, kehendk dan otivasi yang paa giliranya akan membentuk perilaku manusia. Beberapa teori lain yang merupakan turunna dari konsep umum tersebut telah dicoba dikemangan oleh para ahli lain, sepertii uraian dibawah ini. A. TEORI ABC (Suzer, Azroff, Mayer : 1977) a. Antecedent : Antecedent adalah suatu peicu (trigger) yang menyebabkan seorang berperilaku, yakni kejadian-kejadian dilingkungan kita. Antecedent ini dapatt berupa alamiah (ujan, angin, cuaca dan sebagainya), da buatan manusia atau “man made” (interaksi dan komunikasi dengan orang lain). b. Behaviour :

18

Reaksi atau tindakan terhadap adanya “antecedentt” atau pemicu tersebut yan berasal dari lingkungan. c. Concequences : Kejdian selaanjutnya yang mengikuti perilau atau tindakan tersebut (konsekuensi) : 1) Positif (menerima), berarti akan mengulang perilaku tersebut. 2) Negatif (menolak), berarti akan tidak mengangperilaku tersebut (berhenti). ANTECEDENT-BEHAVIOUR-COSEQUENCES B. TEORI “REASON ACTION” Teori ini dikemangkan oleh Fesbein dan Ajsen (1980), maka juga teori “Fesbein-Ajsen” menekankan pentingnya peranan dari “Intention” atau niat sebagai alasan atau faktor penentu perilaku. Selanutnya niat ini ditentukan oleh : a. Sikap Penilaian yang menyeluruh terhadap peerilaku atau tindakan yang akan diambil. b. Norma subjektif Kepercayaan terhadap pendapat orang lain apakah menyetujui atau tidak menyetujui tentang tindakan yang akan diambil tersebut. c. Pengendalian perilaku Bagaimana persepsi terhadap konsekuensi atau akibat dari perilaku yang akan diambilnya.

19

MODEL REASON ACTION (Tindakan Beralasan)

Behavioral Belief

Eval. Of beh.

ATTITUDE TOWARD BEHAVIOUR

Outcome

Normative Belief

SUBJEKTIVE NORM

BEHAVIOUR INTENTION

Motivation To comply BEHAVIOUR Control belief

Perceived power

PERCEIVED BEHAVIOUR CONTROL

C. TEORI “PRECED-PRCEED” Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green, yang di rintis sejak tahun 1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) da faktor diluar perilaku (Non-behaviour causes). Selanjutya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang diragkum dalam akronim PRECEDE : Prredis-posing, Enabling, dan Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evaluation. Precede ini adalah merupakan arahan dalam menganalisis atau diagnosis dan evaluasi

20

perilaku untk intervensi pendidikn (promosi) kesehatan. Precede adalah merupakan fase diagnosis masalah. Sedangkan PROCEED : Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental Development, adalah merupakan araha dalam perencanaan, implemeentai dan eevaluasi penndidikan (promosi) kesehatan. Apabila Proceed merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi promosi kesehatan. Lebih lanjut Precede model ini dapat diuraikan bahwa perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. b. Faktor-faktor pemungin

(enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedian atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petuggas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelomokk referensi dari perilaku masyarakat. Model ini secara matematis dapat dgambaran sebaaga berikut :

21

PRECEDE MODEL (GREEN 1990) B = f (PF, EF, RF) PREDISPOSING FACTORS

ENABLING FACTORS

BEHAVIOUR

REINFORCI FACTORS

Di mana : B

= Behaviour

RF

= Reinforcing factors

PF

= Predisposing factors

EF

= Enabling Factors

f

= fungsi

Di simpulkan bahwa perilaku seseoran atau masyaraka tentan kesehatan di entukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, da sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, da perilaku para petugas kesehata terhadap kesehatan jugaakan mendukung da empeerkuat terbentuknya perilaku. D. TEORI “BEHAVIOUR INTENTION” Teori ini dikembangkan oleh nehendu Kar(1980) berdasrkan analisisnya terhadap niatan orang betindak atau berperilaku. Karmencoba menganalisis perilaku kesehatan dengann bertitik-tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari : a. Niat seseoran untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya(behaviour intention). b. Dukungan soial dari masyarakat sekitarya (sosial-support)

22

c. Ada atau tidakadanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehaatan (accessebility of information). d. Otoomi pribadi yang bersangkutan dlam hal ii mengambl tindakan atau keputusan (personal autonomy). e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). Secara matematis model ini dirumuskan sebagai berikut ; B = f (BI,SS,AI,PA,AS)

Di mana : B

= Behaviour

BI

= Behaviour Intention

SS

= Sosial support

AI

= Accessebility of information

PA

= Personal Autonomy

AS

= Action situation

f

= fungsi

Di simpulkan bahwa perilaku kesehatan seseoran atau masyarakat dientukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informai tentang kesehatan, kebebasaan dari individu untuk mengambil keputusan/bertidak, dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/ bertindak atau tidak berperilaku/ tidak bertindak. E. TEORI “THOUGHS AND FEELING” Tim kerja dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1984) menganalisis bahwa yang enyebaban seseorang itu berperilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok.

Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam entk pengetahuan, persepsi, sikap kepercayaan kepercayaan dan penilaianpenilaian seseoran terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

23

a. Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari pengalalaman sndiri atau pegaaman orang ain. Sesorang aak memperoleh

pengetahua bahwa api itu panas seteah

memperoleh pengalaman, tangan atau kakiya kena api. b. Kepercayaan Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Sseorang menerima keercayaan itu berdasarkan keyakinan da tapa adanya pembuuktian terebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan teluur agar tidak kesullitan watuu melahirkan. c. Sikap Sikap digambarkan suka atautidak suka seseorang terhadap objeek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orag lain yang paling dekat, sikap membuat seseorang mendekati atau enjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selaalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. d. Orang penting sebagai referensi Perilaku orrang lebih-lebh erilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh ora-oran yan dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apayang ia kataka atau perbuatan cenderug untuk dicontoh. e. Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya di sini mencakupp fasilitas , uang, waktu, tenaga, dan sebagaiya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorag atau sebaginya, ssemua iu berpengaruh terhadap perilaku seseoranng atau kelompo asyarakkat. Pengaruh sumber daya terhadap periau dapat bersifat positif maupun egatif. Misalnya pelayanan puskesma, dapatt berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaa puskesmas tetapi uga daat berpengarh sebaliknyaa.

24

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori Terdapat tiga penyebab utama seorang anak menjadi stunting yaitu asupan makanan yang kurang, berat badan lahir rendah dan riwayat penyakit infeksi. Dimana 3 penyebab utama ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Penyakit menyebabkan asupan kedalam tubuh berkurang, sebaliknya asupan makanan

yang

kurang

akan

menyebabkan

tubuh

mudah

terserang

penyakit.(UNICEF, 1998) Masing-masing penyebab utama stunting ini merupakan akar masalah kejadian stunting pada tingkat rumah tangga(keluarga). Pendapatan keluarga yang rendah berhubungan dengan asupan makanan yang kurang. Keluargan dengan jumlah anggota keluarga yang besar, jarak kelahiran antara anak yang satu dengan anak yang lainnya pendek dan tingkat pengetahuan ibu tentang asupan nutrisi pada balita. Perawatan kesehatan yang kurang (termasuk imunisasi) dan akses terhadap air dan sanitasi yang buruk berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit.(UNICEF, 1998) Setiap masalah yang terdapat pada tingkat rumah tangga (keluarga) berhubungan dengan masalah yang ada tingkat masyarakat. Factor ekonomi system Pendidikan, system kesehatan dan system penyediaan air bersih dan sanitasi pada tingkat masyarakat berpengaruh terhadap kejadian stunting.

25

3.2 Kerangka Konsep

STUNTING

Asupan makanan (-)

Kualitas dan Kuantitas makanan yang tidak adekuat

Pendapa tan keluarga rendah

Social ekonomi (infrastrur jalan, lapangan pekerjaan, sumber makanan)

Satus kesehatan buruk (riwayat menderita penyakit)

BBLR

Jumlah dan struktur keluarga

Praktek pemberian makanan pada bayi, sanitasi, dan perawatan selama kehamilan buruk

Pendidikan (infrastruktur sekolah, kualitas pendidikan)

Kerangka kejadian stunting (sumber : UNICEF)

Perawatan kesehatan buruk

Kesehatan (fasilitas kesehatan, kualitas perawatan, kesehatan, peralatan kesehatan)

Pelayanan air bersih dan sanitasi

Lingkungan (air bersih dan sanitasi)

26

Tingkat Pengetahuan Ibu

Stunting

3.2 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan penelitian menurut La Biondo Wood dan Haber. Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variable yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas unit atau bagian dari permasalahan.(Nursalam,2016) 

Ha hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian stunting di desa jelbuk kecamatan jelbuk kabupaten jember.



H0 dala penelitan ini adalah tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian stunting di desa jelbuk kecamatan jelbuk kabupaten jember.

27

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan survey cross sectional. Penelitian ini akan mengukurtingkat pengetahuan orang tua tentang gizi balita dengan kejadian stunting di desa Jelbuk kecamatan Jebuk kabupaten jember. Menurut Notoatmodjo (2012), survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. 4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita di desa Jelbuk. 4.2.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2016). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang.

28

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Sampling, menurut Sugiyono (2011) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. 4.2.3 Kriteria Sampel a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi penelitian ini adalah: 1) Ibu – ibu yang mempunyai balita di desa jelbuk kecamatan jelbuk kabupaten jember. 2) Bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1) Ibu-ibu dengan jumlah anak > 2. 4.3 Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan didesa Jelbuk kecamatan jelbuk, kabupaten Jember. 4.4 Waktu Penelitian 4.4.1 Waktu penyusunan proposal dan skripsi Penyusunan proposal dan skripsi ini dilaksanakan pada bulan MaretSeptember 2019 4.4.2 Waktu pengambilan data

29

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan April2019

30

4.5 Definisi Operasional Tabel 4.1 Definisi Operasional No

Variabel

Definisi Operasional

1.

Kejadian stunting

Merupakan suatu penyakit yanng menyerang pertumbuhan

2.

Tingkat pengetahuan ibu

Suatu pengetahuan ibu dalam memenuhi kebutuha tumbuh kembang balita.

Indikator

Alat Ukur

Hasil

Stunting Tidak stunting

Lembar Observasi

Nominal

a. Dilakukan secara lengkap b. Dilakukan secara tidak lengkap

a. Buruk b. Sedang c. Baik

Kuersioner tentang gizi

Ordinal

1. Baik = skor 14-20 2. Sedang = skor 17-14 3. Buruk = skor 0-7

Menurut Sugiyono (2016) untuk menentukan rentang skala dapat menggunakan rumus:

RS =

Keterangan: RS = Rentang Skala

Skala

nilai terbesar − nilai terkecil jumlah kelas

31

Contoh Penghitungan Rumus Rentang Skala untuk kuesioner kepuasan perawat terhadap Asuhan keperawatan :

RS =

nilai terbesar − nilai terkecil jumlah kelas

RS =

20 − 0 3

RS =

20 3

RS = 6,7

4.6 Pengumpulan Data 4.6.1 Sumber Data a. Data Primer Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung dari responden seperti pengisian kuesioner atau wawancara yang dilakukan oleh peneliti (Budiarto, 2003). Data primer dalam penelitian ini didapatkan langsung dari responden melalui teknik wawancara dan pengisian kuesioner terkait dengan tingkat pengetahuan ibu ttentang gizi balita dengan kejadian sunting di desa jelbuk, kecamatan jelbuk, kabupaten Jember. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung oleh peneliti (Budiarto, 2003). Data sekunder pada penelitian ini didapatkan dari data angka kejadian stunting di Dinkes Jember. Data

32

tersebut digunakan untuk menentukan jumlah populasi dalam penelitian.

4.6.2 Teknik Pengumpulan Data Alur pengumpulan data: a. Mengurus perijinan ke STIKES dr. Soebandi Jember. b. Memberikan surat perijinan studi pendahuluan dari STIKES dr. Soebandi Jember kepada pihak kecamatan Jelbuk. c. Melakukan studi pendahuluan dengan cara wawancara kepada perawat di puuskesmas jelbuk. d. Mengumpulkan jumlah data populasi ibu yang mempunyai balita di desa jelbuk. e. Menentukan sampel untuk penelitian f. Mengurus surat perijinan ijin penelitian dari STIKES dr. Soebandi Jember dan memberikan kepada pihakkecamatan Desa Jelbuk. g. Melaksanakan

penelitian

dan

memberikan

penjelasan

kepada

respondenterkait penelitian yang akan dilakukan. h. Memberikan kuisioner kepada responden. i. Hasil kuisionnerdi dokumentasikan lalu diolah menggunakan SPSS dan di analisis. 4.6.3 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini, menggunakan kuisioner yang di buat oleh peneliti untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan ibu ttentang gizi balita dengan kejadian sunting di

33

desa jelbuk, kecamatan jelbuk, kabupaten Jember.menggunakan metode tersebut secara lengkap atau secara tidak lengkap. Interpretasi hasil kuesioner: a. Baik

: Jika menjawab benar 14-20 kuisioner

b. Sedang

: Jika menjawab benar 7-14 kuisioner

c. Buruk

: Jika menjawab benar 0-7 kuisioer

4.7 Pengolahan dan Analisa Data 4.7.1 Pengolahan data a. Editing Hasil wawancara, kuesioner atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut: 1) Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi. 2) Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca. 3) Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya. 4) Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang lainnya (Notoatmodjo, 2012). b. Coding Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng”kode”an atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding

34

atau pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry). 1) Variabel kejadian stunting Stunting

:1

Tidak stuntiing

:2

2) Variabel tingkat pengetahuan ibu tentang gizi Baik

:1

Sedang

:2

Buruk

:3

c. Memasukkan data(Entry) Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software” komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang digunakan untuk “entry data” penelitian adalah paket program SPSS (Notoatmodjo, 2012). 1) Variabel Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi Nilai 1 : Jawaban “Baik” Nilai 2 : Jawaban “Sedang” Nilai 3 : Jawaban “Buruk” d. Pembersihan data (Cleaning) Pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan lain sebagainya. Kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi dengan cara mengetahui

35

missing data (data yang hilang), mengetahui variasi data, mengetahui konsistensi data, (Notoatmodjo, 2012).

4.7.2 Analisa data a. Analisis Univariat (Analisis Deskriptif) Analisis

univariat

bertujuan

untuk

menjelaskan

atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Misalnya distribusi frekuensi responden berdasarkan: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Analisis

univariat

pada

penelitian

ini

digunakan

untuk

mendeskripsikan karakteristik responden. Data kategorik jenis kelamin, dalam bentuk proporsi. Data numerik usia, pendapatan, disajikan dalam mean, median, dan standar deviasi.

b. Analisis Bivariat Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis bivariat pada penelitian ini menguji hubungan tingkat pengetahuan ibu

36

tentang gizi, uji statisknya adalah uji koefisien kontingensi. Koefisien kontingensi digunakan untuk menghitung hubungan antar variabel bila datanya berbentuk nominal. Teknik ini mempunyai kaitan erat dengan Chi Kuadrat yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif k sampel independen.

Oleh karena itu rumus

yang digunakan

mengandung nilai Chi Kuadrat. Rumus itu adalah sebagai berikut:

𝐶=√

𝑥2 𝑁 + 𝑥2

Dasar pengambilan keputusan : 1) H0 diterima bila nilai p>α 0,05, maka tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian stunting. 2) H0 ditolak bila nilai ρ < α

0,05, ada hubungan yang signifikan

antaratingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan kejadian stunting.

4.8 Etika Penelitian Menurut Notoajmodjo (2012), prinsip dasar dan kaidah etika penelitian antara lain: a. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat

37

subjek

penelitian,

peneliti

seyogyanya

mempersiapkan

formulir

persetujuan subjek (inform consent) yang mencakup: 1) Penjelasan manfaat penelitian. 2) Penjelasan

kemungkinan

risiko

dan

ketidaknyamanan

yang

ditimbulkan. 3) Penjelasan manfaat yang didapatkan. 4) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian. 5) Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek kapan saja. 6) Jaminan anonimitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan oleh responden. b. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidently) Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai

identitas

dam

kerahasiaan indentitas

subjek. Peneliti

seyogyanya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden. c. Keadilan

dan

iklusivitas/keterbukaan

(respect

for

justice

an

inclusiveness) Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu lingkungan

38

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya. d. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefit) Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subyek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian. s

References Dr. Rita Ramayulis, D. M. (2018). stop stunting dengan konseling gizi. jakarta: penebar plus+. kemenkes. (2015). Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. keputusan mentri kesehatan republik indonesia no. HK.02.02/MENKES/52/2015. Jakarta: Kementrian RI. Nurul Latifah, Y. S. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Status Gizi Pada Balita. Jurnal Keperawatan, hal. 68-74. UNICEF. (1998). The State of The World's Children. Oxford University Press. WHO. (2013). World Mortality Report. new york: united nations.

39

Wong, D. L. (2010). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. In volume 1. Jakarta: EGC.

40

Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineke Cipta. Notoadmodjo, S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Professional. Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional (edisi 2). Jakarta : Salemba Medika. Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: CV. Alfabeta.

41

KUISIONER TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI BALITA Identitas responden 1. Nama Ibu

:

2. Usia ibu

:

3. Pendidikkn teraakhir ibu

:

4. Jumlah anak balita

:

5. Usia anak

:

6. Jumlah anggota keluarga

:

Petunjuk pengisian : i.

Mohon bantuan dan kesediaan Responden untuk mengisi seluruh pertanyaan yang ada.

ii.

Berilah tanda (×) pada kolom yang di pilih sesuai dengan tingkat pemahaman anda. Instrumen pengetahuan ibu tentang gizi balita : 1. Pada usia berapa buan ASI eksklusif diberikan? a. 0-6 bulan b. 6-12 bulan c. 12-26 bulan 2. Pemberian makanan pada anak sebaiknya disesuaikan dengan ? a. Usia dan kebutuhan gizi anak b. Kesenangan anak c. Kesenangan ibbu

42

3. Pada usia berapa anak meembutuuha makanan pendamping ASI (MPASI)? a. 0-6 bulan b. 6-12 bulan c. 12-36 bulan 4. Berikut adalah bahan makanan yang tidak banyak mengandung karbohidrat a. Kentang dan ubi b. Mie dan macaroni c. Agar-agar dan jelly 5. Tubuh mendapatkan energi dari 3 jeniszat gizi, yaitu... a. Karbohidrat, protein dan vitamin b. Karbohidrat, protein dan lemak c. Karbohidrat, lemak dan vitamin 6. Vitamin A, D, E dan K dapat larut dalam zat... a. Protein b. Lemak c. Karbohidrat 7. Sumber vitamin zat besi dapat diperoleh dari makanan berikut, kecuali... a. Bayam, kangkung b. Hati dan daging c. Pepaya dan wortel 8. Berikut merupakan sumber protein nabati adalah a. Daging ayam b. Susu sapi c. Tahu

43

9. Berikut merupakan makanan 4 sehat 5 sempurna adalah a. Makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah dan vitamin b. Makanan pokok, lauk-pauk, sayur, susu dan vitamin c. Makanan pokok, lauk-pauk, buah, sayur dan susu 10. Asam lemak essensial Omega-3 untuk perkembangan otak anak, terdapata pada makanan... a. Daging ayam b. Ikan laut c. wortel 11. Apa keunggulan dari ASI? a. Menenyangkan bayi b. Sama sepert susu formula c. Membangun kekebalan tubuh bayi, murah da mendekatkan ibu dengan anak 12. Apakah tujuan penimbangan rutin berat badan bayi? a. Untuk keperluan posyandu b. Untuk mengetahui status gizi c. Untuk sekedar tahu saja 13. Suatu makanan dikatakan mengandung sumber tenaga, protein, vitamin dan mineral disebut... a. Makanan yang bersih dan menarik b. Makanan porsi banyak c. Makanan yang bergizi 14. Tanda-tanda balita kekurangan gizi adalah

44

a. Rambut berkilau, ktiif dan pntar b. Rambut kusam, tampak lemas dan Berat badan kurang c. Mata jernih, nafsu makan baik 15. Tanda umum balita gizi baik adalah a. Rambut rontk, tampak gemuk b. Rambut kusam, peerut cekung, tampak kurus c. Bertambah usia bertambah berat dan bertambah tinggi 16. Mengapa rambut balita berwarna merah? a. Tidak cocok sampo b. Kurang energi protein c. Sering kenak cahaya matahari 17. Memenuhi kebutuhan gizi baita bertujuan untuk... a. Mendapatkan berat badan berlebih b. Mendapatan balita yang gemuk c. Membuat anak balita menjadi sehat dan pintar 18. Makanan yang baik adalah a. Makanan yang siap saji b. Makanan instan berpengawet c. Makanan yang di buat sendiri 19. Bagaimana jika balita mengalami alergi protein hewani? a. Tidak perlu diberikann protein b. Mengganti protein nabati c. Tetap diberikan protein hewani

45

20. Apabila titik berat badan anak pada KMS terletak dibawah garis merah makaa status gizi anak termasuk... a. Gizi baik b. Gizi berlebih c. Gizi buruk

Related Documents


More Documents from "Anang Bagus"