BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Perilaku a. Pengertian Perilaku Dalam buku Notoatmodjo, (2014) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Konsep yang digunakan untuk menganalisi prilkau manusia adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu: 1) Faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor-faktor yang ada dalam individu tersebut, seperti pengetahuan, sikap terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem ini yang anut masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi. a) Pengetahuan (1) Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini dapat terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra
manusia
manusia,
yakni:
indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (2) Tingkatan pengetahuan (a) Tahu (Know)
12
2
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang
telah
dipelajari
sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkat ini merupakan tingkat pengetahuan yang apling rendah. Untuk mengatahui dan mengukur bahwa orang tahun apa yang telah dipelajari, maka digunakan kata kerja, antara lain : menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh :
dapat
menyebutkan
tanda-tanda
kekurangan kalori dan protein pada anak balita. (b) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan,
menyebutkan meramalkan
contoh,
dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. (c) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
3
pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum,
rumus,
metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsipprinsip siklus pemecahan masalah (problem solving
cycle)
dalam
pemecahan
masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan. (d) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. (e) Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan menghubungkan
untuk
meletakkan
bagian-bagian
dalam
atau suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan yang menyusun
4
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. (f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan
jastifikasi
atau
penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria
yang
telah
ada.
Misalnya:
dapat
membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya. Menurut Wawan dan Dewi (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan di interpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu : (1) Baik : hasil presentase 76%-100% (2) Cukup : hasil presentase 56%-75% (3) Kurang : hasil presentase < 56% b) Umur Pembagian umur berdasarkan
psikologi
perkembangan Hurlock, 2002 dalam Wawan dan Dewi (2010) bahwa masa dewasa terbagi atas :
5
(1) Masa dewasa dini, berlangsung antara usia 18-40 tahun (2) Masa dewasa madya, berlangsung antara usia 41-60 tahun (3) Masa lanjut usia, berlangsung antara usia > 60 tahun Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa. (Wawan dan Dewi, 2010). c) Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia
melalui
upaya
pengajaran
dan
pelatihan.
Sedangkan menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau bagi peran dimasa yang akan datang. Dalam BAB UU tersebut menyebutkan tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (Priyoto, 2014)
6
Ditinjau dari sudut tingkatan jalur pendidikan sekolah dibagi menjadi : (1) Pendidikan Dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah, Ibtida’iyyah (MI), atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS) (2) Pendidikan Menengah Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah
Kejuruan
(SMK),
Madrasah
Aliyah
Keagamaan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. (3) Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi berbentuk diploma, sarjana, magister, spesialisasi, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rini Meilasari (2011), terdapat hubungan antara pendidikan dengan praktik pencacatan KMS balita di posyandu. Pendidikan dengan kategori tinggi, mempunyai kecenderungan lebih baik dalam praktik pencatatan KMS Balita oleh kader posyandu dibandingkan dengan pendidikan dengan kategori dasar dan menengah. Dan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Desy Agustina (2013) ada hubungan antara pendidikan dengan keaktifan kader posyandu di puskesmas Peusangan Siblah Krueng kabupaten Bireuen. Menurut asumsi peneliti, bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting bagi seorang kader dalam menjalankan posyandu. Kader
7
yang berpendidikan tinggi tentu akan lebih mudah dalam dalam menerima informasi terbaru mengenai posyandu dan lebih mudah menjalankan tugas dan peran sebagai kader posyandu.
d)
Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003),
pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. (Wawan dan Dewi, 2010). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2000) ciri-ciri seorang kader posyandu yang aktif adalah yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan mempunyai pengalaman yang lama menjadi kader posyandu sekurang-kurangnya 60 bln, dan tidak adanya pergantian kader dalam satu tahun serta jumlah kader tiap posyandu adalah 5 orang. e) Motivasi (1) Pengertian Motivasi berasal dari bahasa Latin yang berarti to move. Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk berperilaku
8
tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan, dan tujuan. (Notoatmodjo, 2010) Yang dimaksud dengan motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi
mau
dan
rela
untuk
mengerahkan
kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan tenaga
dan
waktunya
untuk
menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan
kewajibannya,
dalam
rangka
pencapaiannya tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. (Sondang, 2012) (2) Teori Motivasi Terdapat beberapa teori motivasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan motivasi. Teori motivasi tersebut diantaranya adalah teori hierarki kebutuhan dan Abraham Maslow danteori kebutuhan berprestasi dari Mc. Clelland. (a) Teori hierarkhi kebutuhan Abraham Maslow Manusia mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Jika kebutuhan terpenuhi makan akan memperlihatkan perilaku gembira sebagai perwujudan rasa puasnya. Sebaliknya apabila kebutuhan pegawau tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku kecewa.
Kebutuhan
merupakan
alasan
yang
9
mendasari
perilaku.
Teori
kebutuhan
yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow sebagaimana yang dikutip Anwar Prabu Mangkunegara bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut: i. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, oleh sebab itu sangat pokok. Kebutuhan ini meliputi kebutuhankebutuhan yang vital bagi manusia yakni sandang, pangan dan papan (pakaian, makanan dan perumahan). (Notoatmodjo, 2011) ii. Kebutuhan rasa aman yaitu kebutuhan akan perlindungan
dari
ancaman,
bahaya,
pertentangan dan lingkungan hidup. Menurut Notoatmodjo (2011) kebutuhan rasa aman mempunyai bentanga yang sangat luas, mulai dari rasa aman dari ancaman alam, misalnya hujan, rasa aman dari orang jahat atau pencuri, rasa aman dari masalah kesehatan atau bebas dari penyakit sampai dengan rasa aman dari ancaman dikeluarkan dari pekerjaan. iii. Kebutuhan untuk merasa memiliki yaitu kebutuhan kebutuhan untuk diterima oleh sekelompok,
berafiliasi,
berinteraksi,
dan
kebutuhan untuk mencintai serta dicintai. Notoatmodjo (2011)
10
iv. Kebutuhan akan harga diri yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. Notoatmodjo (2011) v. Aktualisasi Diri Kebutuhan aktualisasi diri menurut Maslow merupakan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri secara maksimal. Kebutuhan aktualisasi diri ini adalah merupakan realisasi diri secara lengkap dan penuh. Pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri ini antara seseorang yang
satu
dengan
yang
lain
berbeda.
(Notoatmodjo, 2011) Pada teori Abraham Maslow kebutuhan utama manusia
berada
ditingkat
pertama
yaitu
kebutuhan fisiologis. Setelah kebutuhan utama terpenuhi atau terpuaskan barulah menginjak kebutuhan akan keamanan. Kebutuhan ketiga baru dilaksanakan setelah kebutuhan kedua terpenuhi. Proses ini akan berjalan terus menerus sampai akhirnya terpenuhi kebutuhan kelima
yaitu
aktualisasi
diri.
(Notoatmodjo,2011) (b) Teori Mc Gregor Dalam Notoatmodjo (2011) Mc Gregor menyimpulkan teori motivasi itu dalam teori X dan Y.
Teori
ini
didasarkan
pada
pandangan
11
konvensional atau klasik (teori X) dan pandangan baru atau modern (teori Y) teori X yang bertolak, dari pandangan klasik ini bertolak dari anggapan bahwa : i. Teori X yang pada dasarnya mengatakan bahwa
manusia
cenderung
berperilaku
negative. ii. Teori Y yang pada dasarnya mengatakan bahwa manusia cenderung berperilaku positif. (Sondang, 2012) Menurut Hamzah (2007) motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu:
(a)
Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri
manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. (b) Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik berasal dari luar yang merupakan
pengaruh
dari
orang
lain
atau
lingkungan. Perilaku yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan kekhawatiran, kesangsian apabila tidak tercapai kebutuhan. Menurut Hamzah (2007) terdapat dua dimensi motivasi yaitu : i. Dimensi motivasi internal dengan indikator antara lain tanggung jawab dalam
12
melaksanakan tugas , melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang jelas , ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, dalam
memiliki
bekerja,
selalu
perasan
senang
berusaha
untuk
mengungguli orang lain, diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakan ii. Dimensi motivasi eksternal, dengan indikator antara lain selalu berusha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya, senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakan, bekerja dengan harapan ingin memeproleh insentif, bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari teman atau atasan. Menurut John Elder (et. al) 1998 dalam buku Notoatmodjo, 2010 mendefinisikan motivasi sebagai interaksi antara perilaku dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan, menurunkan atau mempertahankan perilaku. Definisi ini lebih menekankan pada hal-hal yang
dapat
diobservasi
dari
proses
motivasi.
(Notoatmodjo, 2010) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suji Hermanto (2011), motivasi berpengaruh terhadap kinerja
kader
posyandu.
Kader
posyandu
yang
13
mempunyai motivasi tinggi akan mempunyai kinerja yang baik di kegiatan Posyandu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haryanto Adi Nugroho, Dewi Nurdiana hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara motivasi kader posyandu dengan keaktifan kader posyandu, hal ini didukung dengan nilai p value 0.001 serta kekuatan hubungan ditujukan dengan nilai r = 0,585 yang artinya hubungan antara motivasi dengan keaktifan posyandu kuat. Menurut Azrul (1996), motivasi merupakan upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang ataupun kelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi dapat timbul dari dalam individu atau datang dari lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang dari dalam diri sendiri, bukan pengaruh dari lingkungan. Perilaku yang dilakukan dengan motivasi
ekstrinsik
penuh
dengan
kekhawatiran,
kesangsian, apabila tidak tercapai. Motivasi dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau, taraf intelegensi,
kemampuan
fisik,
lingkungan
dan
sebagainya. Makin tinggi intelegensi dan tingkat
14
pendidikan seseorang akan semakin aktif dalam berbagai kegiatan posyandu dan secara sadar pula dalam
melakukan
perbuatan
untuk
memenuhi
kebutuhan tersebut, Dan sebaliknya makin rendah intelegensi dan tingkat pendidikan seseorang akan kurang aktif pula dalam kegiatan posyandu. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.”Untuk setiap pilihan jawaban
diberi
menggambarkan,
skor,
maka
mendukung
responden
harus
pernyataan.
Untuk
digunakan jawaban yang dipilih. Skala penilaian untuk persyaratan positif dan negative. Skor pernyataan positif jika Sangat Setuju (SS) skor 4, Setuju (S) skor 3, Tidak Setuju (TS) skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1. Jika pernyataan negative Sangat Setuju (SS) skor 1, Setuju (S) skor 2, Tidak Setuju (TS) skor 3, 2)
Sangat Tidak Setuju (STS) skor 4 . (Budiman, 2013) Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Faktor-faktor pemungkin (enabling factor) yang terwujud
dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan,dan undang-undang. 3) Faktor penguat (Renforcing Factor) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (Toma), tokoh agama (Toga), dukungan puskesmas, petugas kesehatan, dukungan suami.
15
a)
Dukungan suami (1) Dukungan Dukungan sangat penting untuk memberikan dorongan,
kepercayaan,
dan
harapan
seseorang.
Dukungan dapat membuat seseorang lebih bersemangat untuk sembuh dan keluar dari masalahnya (Riztica, dkk, 2015). Menurut Nurs dan Kurniawati (2007), dukungan dalam konteks hubungan yang akrab atau hubungan perkawinan dan keluarga mungkin menjadi sumber dukungan
yang
paling
penting.
Bentuk-bentuk
dukungan, yaitu: (a) Dukungan emosional, yaitu adanya seseorang
yang
mendengarkan
perasaan
dan
menyenangkan hati, juga memberikan dorongan (Robert dan Greene, 2009). (b) Dukungan informasi, yaitu adanya seseorang
yang
mengajarkan
kita
sesuatu,
memberikan informasi atau nasihat, dan membantu membuat suatu keputusan utama (Robert dan Greene, 2009). Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, usulan, saran,
16
petunjuk dan pemberian informasi (Handayani dan Wahyu, 2016) (c) Dukungan konkret, adanya seseorang yang membantu dengan cara yang kasat mata, misalnya meminjamkan
sesuatu,
memberikan
informasi,
membantu melakukan tugas dan mengambilkan pesanan (Robert dan Greene, 2009). (d) Dukungan penilaian, sebuah bimbingan umpan
balik,
membimbing
dan
menengahi
pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas,
diantaranya
memberikan
support,
penghargaan, perhatian (Handayani dan Wahyu, 2016). Menurut Cohen & Syme dalam penelitian yang dilakukan oleh Mandagi, Meytha dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya. Menurut Jurnal Wynd, et.all, 2013 adanya upaya peningkatan sinergi dan dukungan tingkat masyarakat dan fasilitas dasar kesehatan bisa membantu masyarakat mendapatkan pelayanan.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Pirmauli Silaen bentuk dukungan suami yang diterima oleh kader IVA berupa dukungan nyata, dukungan informasi (nasehat,
arahan,
saran),
dukungan
emosional
(empati, perhatian, kepedulian), dan dukungan invisible.
Selain
pengetahuan,
pemanfaatan
posyandu juga dipengaruhi oleh dukungan sosial termasuk dukungan suami. Suami mengantar kader dalam suatu kegiatan.menjelaskan bahwa bentukbentuk dukungan suami yang dapat diberikan pada istri adalah adanya kedekatan emosional, suami mengijinkan istri terlibat dalam suatu kelompok yang memungkinkannya untuk berbagi minat dan perhatian, suami menghargai atas kemampuan dan keahlian istri, suami dapat diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri Skala likert menurut Sugiyono (2010) adalah sebagai berikut :“Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.” Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka
18
responden
harus
menggambarkan,
mendukung
pernyataan. Untuk digunakan jawaban yang dipilih. Skor pernyataan positif jika Sangat Setuju (SS) skor 4, Setuju (S) skor 3, Tidak Setuju (TS) skor 2, Sangat Tidak Setuju (STS) skor 1. Jika pernyataan negative Sangat Setuju (SS) skor 1, Setuju (S) skor 2, Tidak Setuju (TS) skor 3, Sangat Tidak Setuju 2.
(STS) skor 4 . (Budiman, 2013) Partisipasi a. Pengertian partisipasi Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai jenjang kegiatan, keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan di antara masyarakat dan pemerintah dalam perencanaan, implementasi, dan berbagai aktivitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan. Pengembangan program kemandirian dalam kesehatan sampai dengan
mengontrol
perilaku
masyarakat
dalam
menanggapi
teknologi dan infrastruktur kesehatan. b. Partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam
memcahkan
permasalahan-permasalahan
masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat dibidang kesehatan keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dan memecahkan masalah kesehatan mereka sndiri. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang akan memikirkan, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasikan program-
19
program kesehatan mereka. Institusi kesehtan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya. Didalam partisipasi masyarakat ditunutut suatu konstribusi atau sumbangan. Konstribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja, tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide (pikiran). (Notoatmodjo, 2014) c. Metode partisipasi Ada dua cara untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat, yaitu : 1) Partisipasi dengan paksaan (Enforcement participation) artinya memaksa masyarakat untuk untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-undangan, peraturanperaturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya, dan mudah. Tetapi masyarakat akan tekut, merasa dipaksa, dan kaget, karena dasarnya bukan kesadaran (awarenees), tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program.
2)
Partisipasi denga persuasi atau edukasi Yakni suatun partisipasi yang didasari pada kesadaran.
Sukar ditumbuhkan, dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa memiliki, dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, penyuluhan, pendidikan dan sebagainya, baik secara langsung d.
maupun tidak langsung. Nilai-nilai partisipasi
20
1)
Partisipasi kader IVA merupakan cara yang paling murah,
dengan ikut berpartisipasinya dalam program kesehatan, ini berarti diperolehnya sumber daya dan dana dengan mudah untuk melengkapi fasilitas kesehatan mereka sendiri. 2) Berpartisipasi itu berhasil, bukan hanya salah satu bidang saja yang dapat dipecahkan, tetapi dapat menghimpun dana dan daya untuk memecahkan masalah di bidang yang lain. 3) Partisipasi akan membuat semua orang untuk belajar bertanggung
jawab
atas
kesehatannya
sendiri.
Apabila
masyarakat hanya menerima saja pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah atau instansi penyelenggara kesehatan yang lain, masyarakat tidak merasa mempunyai tanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri. Penyembuhan atau pengobatan penyakit terhadapnya hanya dianggap sebagai barang pinjaman dari luar saja, sehingga mereka tidak belajar apa-apa tentang penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Padahal masyarakat pada hakikatnya ingin ingin tahu dan ingin belajar sendiri tentang hal-hal tersebut diatas. 4) Partisipasi kader IVA didalam pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari bawah dengan stimulasi dan bimbingan dari atas, bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas. Ini adalah suatu pertumbuhan yang alamiah bukan pertumbuhan yang semu.
21
5)
Partisipasi kader IVAakan menjamin suatu perkembangan
yang langgeng, karena dasarnya adalah kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri. 6) Melalui partisipasi setiap anggota masyarakat dirangsang untuk belajar berorganisasi, dan mengambil peran yang sesuai dengan kemampuasn mereka masing-masing.(Notoatmodjo, e.
2014) Elemen-elemen partisipasi 1) Motivasi Persyaratan utama untuk masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya men”stimulasi” saja. Untuk itu maka pendidikan atau promosi kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi. 2)
Komunikasi Suatu komunikasi
yang
baik
adalah
yang
dapat
menyampaikan pesan, ide dan informasi kepada masyarakat. Media massa seperti TV, radio, poster, film dan sebagainya. Sebagian adalah sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan pertisipasi. 3) Kooperasi Kerja sama dengan instansi-instansi diluar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya (team work) antar mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi. 4) Mobilisasi
22
Hal ini bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai ke akhir mungkin dan identifikasi
masalah,
menentukan
prioritas,
perencanaan,
program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan program. Juga tidak hanya terbatas pada bidang kesehatan saja, melainkan bersifat multidisiplin. Partisipasi adalah juga sebagai gerakan menuju masyarakat sehat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rizki, Ayu partisipasi dapat diukur dengan kategori baik apabila jawaban benar ≥ mean dan kategori kurang apabila jawaban benar < 3.
mean. Kader IVA Program deteksi dini kanker leher rahim memiliki target 50%
perempuan berusia 30-50 tahun yang dicapai dalam waktu 5 tahun. Kegiatan pokonya adalah advokasi dan sosialisasi, pelatihan pelatih, (training of trainers), pelatihan provider kabupaten/kota, pelatihan kader dipuskesmas, promosi, pelaksanaan skrining, serta monitoring dan evaluasi. (Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, 2015) a.
Tujuan pembentukan kader IVA Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pos Pembinaan
Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) di jelaskan bahwa pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah
ada
atau
beberapa
orang
kelompok/organisasi/lembaga/tempat
dari
kerja
masing-masing yang
bersedia
23
menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan tindakan pengobatan kriterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negative dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun lagi. Pebentukan kader IVA ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan deteksi dini faktor risiko PTM(Kanker serviks). Dalam pelatihan PTM tenaga pelaksana/kader posbindu PTM memiliki tujuan : 1) Memberikan pengetahuan tentang kanker serviks, faktor risiko, dampak, dan pengendalian PTM misalnya kanker serviks 2) Memberikan pengetahuan tentang Posbindu PTM. 3) Memberikan kemampuan dan ketrampilan dalam memantau faktor risiko PTM. 4) Memberikan ketrampilan dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya.(Petunjuk teknis Posbindu PTM 2012) b. Peran kader IVA Dari sejumlah kader yang telah dilatih dan ditetapkan koordinator dan penanggung jawab untuk penggerak, pemantau, konselor/edukator serta pencatat. 1) Kader IVA sebagai koordinator Kader sebagai koordinator memiliki peran dan kriteria sebagai ketua dari perkumpulan dan penanggungjawab kegiatan serta
24
berkoordinasi terhadap Puskesmas dan Para Pembina terkait di wilayahnya. 2) Kader IVA sebagai penggerak Memiliki kriteria dan peran sebagai anggota perkumpulan yang aktif, berpengaruh dan komunikatif bertugas menggerakkan masyarakat, sekaligus melakukan wawancara dalam penggalian informasi 3) Kader IVA sebagai pemantau Memiliki kriteria bahwa dia
harus
seorang
anggota
perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pengukuran faktor risiko PTM 4) Kader IVA sebagai konselor/educator Kader ini memiliki kriteria bahwa dia harus anggota perkumpulan yang aktif, komunikatif dan telah menjadi panutan dalam penerapan gaya hidup sehat, bertugas melakukan konseling, edukasi, motivasi serta menindaklanjuti rujukan dari Puskesmas 5) Kader IVA sebagai pencatat Kader pencatat haruslah anggota perkumpulan yang aktif dan komunikatif bertugas melakukan pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM dan melaporkan kepada koordinator Posbindu PTM. (Juknis Posbindu PTM Kemenkes 2012) c. Tugas kader IVA Setelah kader dilatih tugas yang harus dilakukan adalah : 1) Melaporkan kepada pemimpin organisasi atau lembaga atau pimpinan wilayah 2) Mempersiapkan dan melengkapi sarana yang dibutuhkan 3) Menyusun rencana kerja 4) Memberikan informasi kepada sasaran
25
5) Melaksanakan wawancara, pemeriksaan, pencatatan dan rujukan bila diperlukan setiap bulan. 6) Melaksanakan konseling 7) Melaksanakan penyuluhan berkala 8) Melaksanakan kegiatan aktivitas fisik bersama 9) Membangun jejaring kerja Melakukan konsultasi dengan petugas bila diperlukan. d. Kegiatan kader IVA Pada H-1, Tahap Persiapan: 1) Mengadakan pertemuan kelompok untuk menentukan jadwal kegiatan. 2) Menyiapkan tempat dan peralatan yang diperlukan. 3) Membuat dan menyebarkan pengumuman mengenai waktu pelaksanaan. Pada hari H, Tahap Pelaksanaan 1)
Melakukan pelayanan dengan sistem 5 meja atau
modifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. 2) Aktifitas bersama seperti berolahraga bersama, demo masak,
penyuluhan,
keterampilan
bagi
konseling, para
sarasehan
anggotanya
atau
termasuk
peningkatan rujukan
ke
Puskesmas/klinik swasta/RS. Pada H+1, Tahap evaluasi 1)
Menilai kehadiran (para anggotanya, kader dan undangan
lainnya). 2) Mengisi catatan pelaksanaan kegiatan. 3) Mengindentifikasi masalah yang dihadapi. 4) Mencatat hasil penyelesaian masalah. 5) Melakukan tindak lanjut berupa kunjungan rumah bila diperlukan. 6) Melakukan konsultasi teknis dengan pembina Posbindu PTM. (Juknis Posbindu PTM Kemenkes 2012)
26
e. Tahapan pelaksanaan kader dalam program gerakan pencegahan dan deteksi dini kanker leher rahim baik dipusat maupun didaerah dalam program 1) Promosi dan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai media Masyarakat diharapkan mengetahui memahami serta berperan serta dalam gerakan nasional ini, sehingga perlu materi yang memuat tentang pentingnya pemeriksaan deteksi dini pada perempuan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik.Dengan adanya promosi ini diharapkan untuk memperluas cakupan informasi kepada masyarakat. 2) Sosialisasi Sosialisasi diperlukan
untuk
memberikan
pemahaman
tentang
pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara kepada masyarakat agar mereka mendapatkan informasi yang lengkap dan mengerti manfaat dari pemeriksaan tersebut. Sosialisasi dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, kader kesehatan, dan tim penggerak PKK. Sosialisasi dilakukan sebelum pemeriksaan deteksi dini, dan dilakukan di tempat yang memadai untuk menyampaikan dengan jelas seperti pemeriksaan deteksi dini, kegiatan posyandu, kegiatan posbindu, forum arisan, forum pengajian dsb. 3) Konseling Konseling diberikan agar klien mau melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara.Konseling tentang deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara, diberikan oleh kader kesehatan atau tenaga kesehatan.(Kementerian Kesehatan RI, 2015
27
Program Nasional Gerakan Pencegahan Dan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim Dan Kanker Payudara) f. Pembinaan kader IVA Kegiatan pembinaan antara lain dilakukan terhadap Posbindu PTM secara
periodik
oleh
Puskesmas
atau
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Kegiatan pembinaan antara lain adalah 1) Penyelenggaraan forum komunikasi Bagi Kader Pelaksana Posbindu PTM minimal 2 kali setahun yang di fasilitasi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan.Melalui forum komunikasi setiap Posbindu PTM diminta untuk menyampaikan tingkat perkembangan yang telah dicapai, kendala yang dihadapi dan upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya, dukungan yang telah diperoleh dan upaya yang telah dilakukan untuk memperoleh dukungan tersebut. Melalui forum komunikasi ini setiap Posbindu PTM akan mendapatkan pengetahuan dan 2)
keterampilan tambahan tentang penyelenggaraan posbindu. Pemilihan kader teladan Melalui penyelenggaraan lomba antara lain pengetahuan dan keterampilan kader. Penghargaan sebaiknya diberikan dalam bentuk buku pengetahuan dan barang yang dapat digunakan kader dalam menjalankan tugasnya. Tujuan kegiatan ini untuk memacu kader dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga berperilaku hidup bersih dan sehat agar menjadi panutan
3)
masyarakat dan makin aktif dalam penyelenggaraan Posbindu-PTM Pemilihan Posbindu PTM teladan Melalui evaluasipenyelenggaraan, evaluasi administrasi termasuk pencatatanpelaporan,dan penilaian tingkat perkembangan Posbindu
28
PTM menurut seluruh indikator yang ditetapkan. Penghargaan sebaiknyadiberikan dalam bentuk dana atau sarana yang dapat digunakandalam pelaksanaan kegiatan. Tujuan kegiatan ini untuk memacutingkat perkembangan Posbindu PTM menuju peningkatan 4)
kualitasdan kemandirian. Pelaksanaan studi banding Untuk Posbindu PTM yang sebagianbesar indikatornya masih berada pada tingkat Pratama agar menjadi tingkat Mandiri.Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga pelaksana melalui contoh penyelenggaraan
5)
4.
Posbindu PTM secara langsung. Pendampingan Oleh Puskesmas dengan memberikan bantuan teknis dan fasilitas secara berkala dan berkesinambungan. Kanker serviks a. Pengertian Leher rahim adalah bagian dari system reproduksi perempuan yang
terletak di bagian bawah yang sempit dari rahim (uterus atau womb).Sedangkan rahim adalah suatu organ berongga yang berbentuk buah per pada perut bagian bawah.Adapun penghubung rahim menuju vagina adalah mulut rahim (serviks). Kanker leher rahim muncul karena adanya pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada leher rahim atau menghalangi leher rahim . (Maharani, 2012) kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu
29
masuk kea rah rahim (uterus). Dengan liang senggama. Penyakit ini paling sering menyerang pada wanita usia 30-50 tahun. b. Faktor-faktor penyebab dan risiko kanker serviks Hampir semua kanker leher rahim berkaitan secara langsung dengan infeksi sebelumnya dari salah satu atau lebih VirusHuman Papiloma (HPV). Kanker serviks dapat disebabkan oleh bebrapa hal seperti melakukan hubungan seksual pada usia muda (kurang dari 16 tahun), wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering bergonta ganti pasangan, kebersihan genetalia yang buruk, wanita yang merokok, riwayat penyakit kelamin seperti herpes dan kutil genetalia, semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu dekat, defisiensi zat gizi, trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi dan iritasi menahun. (Diananda, 2008) c. Gejala dan tanda kanker serviks Pada tahap lesi pra kanker biasanya tidak menimbulkan gejala atau perubahan ini tidak terdeksi kecuali melakukan pemeriksaan panggul dan screening. (Rasjidi,Imam dkk, 2010) Gejala yang timbul pada penderita kanker serviks yaitu keputihan yang semakin lama semakin berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, yang lama kelamaan dapat menjadi peradarahan spontan, berat badan yang terus menurun, timbulnya perdarahan setelah menopause, pada masa invasive dapat keluar cairan berwarna kekuningkuningan, berbau dan dapat bercampur dengan darah, anemia karena perdarahan yang sering timbul, rasa nyeri pada sekitar genetalia, timbul nyeri panggul, pada stadium lanjut badan menjadi kurus kering karena
30
kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usu besar bagian bawah (rectum) , terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastatis(Diananda, 2008) d. Langkah-langkah mendiagnosis kanker serviks Berikut ini adalah cara-cara mendiagnosi apabila terdapat gejala kanker serviks atau hasil tes pap menunjukkan adanya sel-sel sebelum bersifat kanker yaitu colcoscopy, biopsy, punch biopsy , LEEP, Endocervical Currettage, Conization. (Maharani, 2012) e. Pencegahan dan deteksi dini Cara yang paling efektif untuk mencegah kanker leher rahim adalah dengan vaksinasi HPV.Perempuan perlu diberi imunisasi sebelum mereka aktif secara seksual. Dan usaha deteksi dini kanker leher rahim yaitu dengan cara pap smear ataupun dengan metode pemeriksaan IVA. Tes IVA sekarang sedang dikembangkan karena metode ini cukup sederhana, nyaman, praktik. Biaya murah, dan tingkat efektivitasnya yang sepadan dengan tes pap smear. Dengan deteksi dini maka lesi derajat rendah akan ditemukan dan segera diobati sehingga tidak berkembang menjadi kanker. (Rasjidi,Imam dkk, 2010) Cara menghindari munculnya kanker leher rahim yang harus dilakukan oleh wanita adalah pemeriksaan teratur. Wanita dewasa yang melakukan hubungan seks teratur lakukan pap smear test setiap dua tahun, waspadai gejala. Segera hubungi dokter apabila ada gejal-gejala yang tidak normal seperti perdarahan, terutama setelah aktivitas seksual, hindari merokok, hindari antiseptic, hindari pemakaian bedak pada vagina wanita usia subur. (Diananda, 2008)
31
5.
Tes IVA (Visual Asam Asetat) a. Definisi Tes visual menggunakan larutan asam cuka (asam asetat3-5%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan.Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami dysplasia sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim. b. Syarat tes IVA Tes IVA dianjurkan pada semua wanita usia 30-50 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Adapun persyaratan pada saat akan diperiksa antara lain tidak sedang haid dan tidak sedang hamil. (Rasjidi,Imam dkk, 2010) c. Manfaat dari pemeriksaan IVA Pemeriksaan IVA mempunyai beberapa manfaat antara lain, efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik standar), lebih mudah mudah dan murah, peralatan yang digunakan lebih sederhana, hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang, cakupan lebih luas, pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skriner untuk memeriksa sediaan sitology. Tidak direkomendasikan pada wanita pascamenopouse, karena daerah zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo. (Imam, Rasjidi 2009) d.
Interpretasi IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan
permukaan meninggi dengan batas yang jelas disekitar zona transfortmasi.Memperhatikan permasalahan dalam penanggulangan
32
kanker serviks di Indonesia, Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) dapat menjadi metode alternative untuk skrining. (Imam, Rasjidi 2009)