Hubungan Merokok Dengan Gangguan Pendengaran.docx

  • Uploaded by: Dina Maulida
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hubungan Merokok Dengan Gangguan Pendengaran.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 745
  • Pages: 3
1.1. Latar Belakang Di Indonesia, dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 ( Riskesdas) didapatkan rerata proporsi perokok adalah 29,3% atau sekitar 73,6 juta orang. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4%, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perokok perempuan yaitu 47,5% banding 1,1%. Rerata batang rokok yang dihisap perhari per orang di Indonesia adalah 12,3 batang (setara dengan 1 bungkus) (RISKESDAS, 2013 ; WHO, 2014). Kebiasaan merokok merupakan suatu masalah kesehatan yang serius dan merupakan ketergantungan yang paling sering di dunia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan banyak efek merugikan dari kebiasaan merokok ini. Perokok, apabila dibandingkan dengan bukan perokok, memiliki resiko yang lebih besar terhadap gangguan organ multipel (Paschoal & Azevedo , 2009). Setiap batang rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksikdan 43 bahan penyebab kanker. Setiap asap rokok mengandung berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon monoksida, tar dan eugenol. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa bahan kimia yang berhubungan dengan gangguan pendengaran adalah nikotin serta karbon monoksida (Ferrite & Santana, 2005). Ada beberapa mekanisme yang mengarah kepada adanya hubungan antara merokok dan gangguan pendengaran. Merokok dilaporkan dapat berperan sebagai ototoksik langsung (efek nikotin) dan sebagai pemicu terjadinya iskemia koklea melalui mekanisme produksi karboksihemoglobin, vasospasme, meningkatkan viskositas darah dan kerjanya yang berhubungan dengan arteriosklerosis pembuluh darah serta menyebabkan disfungsi endotelial. Apabila sel tubuh mengalami kekurangan oksigen, maka tubuh akan berusaha meningkatkan oksigen yaitu melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan spasme atau menciut. Bila proses spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh darah akan mudah rusak dengan terjadinya arteriosklerosis. Hal seperti ini berlaku juga pada pembuluh darah yang terdapat di koklea. Akan tetapi, karena anatomis pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral, maka tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain. Mekanisme lain yaitu nikotin sebagai ototoksik langsung terhadap sel rambut luar, dimana pada suatu penelitian pada hewan ditemukan reseptor nikotin pada sel rambut luar.

Mekanisme mekanisme inilah yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi koklea (Negley et al. , 2007 ; Carmelo et al., 2010 ; Fabry et al., 2011 ; Pamukcu et al., 2011 ; Durante et al., 2013 ; Tao et al., 2013). Resiko gangguan yang berhubungan dengan merokok juga telah dilaporkan oleh beberapa penelitian dalam 30 tahun belakangan ini. Kebanyakan penelitian ini mengevaluasi hubungan antara kebiasaan merokok dan hilangnya pendengaran. Berbagai penelitian yang disebutkan pada literatur menunjukkan bahwa merokok dianggap menjadi faktor resiko terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 mendapatkan bahwa perokok mempunyai resiko gangguan pendengaran 1,15 kali lebih besar dibanding bukan perokok (Dawes et al., 2014). Penelitian yang sama dilakukan di Banglades pada tahun 2015 didapatkan bahwa resiko perokok mengalami gangguan pendengaran 5,04 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok (Negley, 2007 ; Sumit et al. 2015). Ada beberapa tes untuk menilai gangguan sistem pendengaran, antara lain audiometri nada murni dan emisi otoakustik (Otoacoustic Emissions / OAE). Audiometri nada murni merupakan suatu pemeriksaan sensitivitas / ketajaman pendengaran seseorang dengan menggunakan stimulus nada murni sedangkan emisi otoakustik merupakan salah satu pemeriksaan pendengaran yang sensitif, dimana suara level rendah yang berasal dari koklea yang dapat diukur pada liang telinga. Dikarenakan emisi otoakustik sangat sensitif terhadap abnormalitas koklea, pengukuran ini sangat baik untuk melihat status koklea. Perubahan pada emisi otoakustik dapat terlihat walaupun belum tampak gangguan pada audiometri, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan emisi otoakustik lebih sensitif terhadap kerusakan koklea tahap permulaan, dimana dari literatur terdahulu dianggap salah satu yang menyebabkan kerusakan koklea adalah kebiasaan merokok (Margolis RH, 2008 ; Paschoal & Azevedo , 2009 ; Ramos, Kristensen & Beck, 2013). Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efek merokok terhadap kejadian gangguan pendengaran pada perokok, dan di Indonesia sendiri masih sedikit penelitian yang dilakukan untuk memperkuat teori adanya hubungan merokok dengan gangguan pendengaran.

1.2 Perumusan masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah terdapat hubungan merokok dengan gangguan pendengaran.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan merokok dengan gangguan pendengaran.

1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui fungsi pendengaran dari gambaran emisi otoakustik pada perokok dan bukan perokok 2. Mengetahui fungsi pendengaran dari gambaran audiogram pada perokok dan bukan perokok 3. Mengetahui kesesuaian hasil pemeriksaan audiometri dengan emisi ototakustik pada perokok 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk mengetahui hubungan merokok dengan gangguan pendengaran 1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka guna pengembangan ilmu di bidang Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher terutama di bidang Neurotologi.

Related Documents


More Documents from ""