1
Tugas Mata Kuliah Ekologi Hutan
Medan, Januari 2009
HUBUNGAN ANTARA BURUNG LIAR, FLU BURUNG DAN DEFORESTASI Dosen Pembimbing : Onrizal, S.Hut, M.Si Oleh : Kelompok I/Budidaya Hutan Erikson Simarmata 071212014 Ricky M S 071202013 Andrianus Simon Sibarani 071202025 Donni Naiborhu 071202031 Sapril Anas Hasibuan 071202026 Parluasan Rambe 071202009
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008
2
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari tugas ini adalah “Hubungan antara Burung Liar, Flu Burung dan Deforestasi”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih Bapak Onrizal, S.Hut, M.Si yang telah memberikan materi pada perkuliahan mata kuliah Ekologi Hutan. Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Semoga tugas ini berguna bagi yang membutuhkan.
Medan, Januari 2009 Penulis
3
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR.....................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................ii PENDAHULUAN Latar Belakang.......................................................................................1 HUBUNGAN ANTARA BURUNG LIAR, FLU BURUNG DAN DEFORESTASI..............................................................................................3 PENUTUP........................................................................................................6 DAFTAR PUSTAKA
4
PENDAHULUAN Latar belakang Ekologi hutan merupakan ilmu dasar yang penting sebagai ilmu yang dijadikan dasar bagi beberapa bidang ilmu kehutanan, misalnya silvikultur, konservasi sumber daya hutan, manajemen hutan, manajemen satwa liar, dan perlindungan hutan. Ekologi hutan mempunyai cakupan yang luas mengingat bahwa hutan itu merupakan suatu ekosistem, sehingga ekologi hutan harus mempelajari ekosistem. Mengingat hutan merupakan suatu ekosistem, dan setiap ekosistem apa pun terbentuk oleh beberapa komponen, baik komponen abiotik maupun komponen biotik, maka semua informasi tentang masingmasing komponen sangat diperlukan, dan untuk itu diperlukan bidang ilmu yang relevan terhadap kajian komponen ekosistem. Oleh karena itu, beberapa bidang ilmu yang relevan dengan ekologi hutan antara lain taksonomi tumbuhan, geologi dan geomerfologi, ilmu tanah, klmatologi, genetika, geografi tumbuhtumbuhan, fisiologi, biokimia, dan lain sebagainya. Sehingga dengan diketahuinya bidang bidang ilmu tersebut maka seorang ahli ekologi khususnya ekologi hutan dapat memahami hubungan tumbal balik (interaksi) antara tumbuhtumbuhan, binatang, manusia,dan unsur lingkungan lainnya (Indriyanto, 2006). Konsep dari ekosistem adalah luas , fungsinya yang utama di pikiran ekologis adalah untuk menekankan hubungan wajib, saling ketergantungan dan hubungan sebab akibat, yaitu, menggabungkan komponenkomponen untuk membentuk satuansatuan fungsional. Kesempulanya adalah bahwa karena komponen secara operasional tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan, ekosistem menjadi tingkatan organisasi biologi yang utama untuk menerapkan teknik analisa ekosistem. Ekosistem dipelajari dalam berbagai ukuran, seperti, suatu kolam, suatu danau, suatu bidang hutan atau bahkan suatu kultur laboratorium ( microekosistem) menyediakan unit studi menyenangkan. Sepanjang komponen yang utama adalah menyajikan dan beroperasi bersamasama untuk mencapai beberapa macam stabilitas fungsional, sekalipun untuk hanya dalam jangka waktu yang singkat, kesatuan mungkin dipertimbangkan suatu ekosistem. Suatu kolam,
5
sebagai contoh, adalah suatu ekosistem kecil dengan karakteristik organisme dan proses aktif kelangsungan hidupnya terbatas pada suatu jangka pendek waktu. (Odum, 1993). Daya tahan ekosistem yang besar menunjukkan bahwa ekosistem mampu menghadapi gangguan, sehingga perubahanperubahan yang terjadi akibat gangguan itu masih bisa di tolerir bahkan ekosistem mampu pulih kembali dan menuju kepada kondisi keseimbangan. Berkaitan dengan daya tahan ekosistem seperti tersebut, didalam ekologi terdapat istilah yang dikenal dengan daya lenting. Daya lenting merupakan suatu sifat ekosistem yang memberikan ekosistem tersebut pulih kembali ke keseimbangan semula setelah mendapat gangguan. Oleh karena itu, suatu ekosistem yang mendapat gangguan ada kemungkinan kembali kepada kondisi keseimbangan seperti semula atau juga berkembang menuju kepada keseimbangan baru yang berbeda dengan kondisi awal, hal demikian bergantung kepada besar kecilnya gangguan yang dialami dan bergantung kepada besar kecilnya daya lenting yang dimiliki oleh ekosistem (Irwan, 1992). Habitat suatu organisme itu pada umumnya mengandung faktor ekologi yang sesuai dengan persyaratan hidup organisme yang menghuninya. Persyaratan hidup organisme merupakan kisaran faktorfaktor ekologi yang ada dalam habitat dan diperlukan oleh setiap organisme untuk mempertahankan hidupnya. Kisaran faktorfaktor ekologi bagi setiap organisme memiliki lebar berbedabeda yang pada batas bawah disebut titik minimum, batas atas disebut titik maksimum, di antara titik minimum dan titik maksimum di sebut titik optimum. Ketiga titik tersebut dinamakan titik kardinal. Oleh karena itu, apabila ada gangguan yang menimpa pada habitat akan menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen habitat, sehingga ada kemungkinan habitat menjadi tidak cocok bagi organisme yang menghuninnya. Jadi, apabila kondisi habitat berubah hingga diluar titik minimum dan maksimum (diluar kisaran faktorfaktor ekologi) yang diperlukan oleh setiap organisme didalamnya, maka organisme itu akan berpindah (migrasi ketempat lain) atau mati (Soemarwoto, 1983).
6
HUBUNGAN ANTARA BURUNG LIAR, FLU BURUNG DAN DEFORESTASI Sekitar tahun 2000an dunia di kejutkan dengan keberadaan virus yang mematikan. Virus ini bila menginfeksi tubuh manusia maka manusia tersebut akan menemui ajalnya. Menurut laporan media baik media tulis maupun media elektronik virus ini telah menewaskan puluhan bahkan ratusan ribu jiwa. Penyebaran virus ini juga terbilang cepat. Keberadaan virus ini di ketahui pertama kali muncul di RRC tepatnya pada akhir tahun 90an, lalu dengan cepat menyebarkan keseluruh dunia termasuk Indonesia. Analisis I: Hubungan Deforestasi dengan keberadaan virus Avian influenza (HxNy) Virus flu burung pertama kali muncul di daratan cina dengan berbagai variannya. Menurut Dr. Feng Lili (seorang pakar mikroba dari Baylor College of Medicine AS), hal itu terjadi karena kerusakan lingkungan di Cina sangat parah. Masyarakat Cina tidak peduli dengan kerusakan lingkungan dan kebersihan. Program pembangunan industri besarbesaran di cina, telah merusak Hutan (deforestasi), mengotori air, udara, dan tanah. Masyarakat di cina, menurutnya telah mengganggu kesetimbangan ekosistem, khususnya kesetimbangan ekologi mikroba. Gangguan ini menyebabkan manusia, alam, dan lingkungannya telah memicu bangkitnya kumankuman yang tidur. Virus dan bakteri di alam masingmasing punya ekosistem yang seimbang dan saling terkait. Keseimbangan ekologi inilah yang menjadikan virus dan bakteri berada pada lingkungannya untuk tumbuh, hilang, dan berganti. Kehidupan virus dan bakteri dalam ekosistemnya seperti berjalan secara mekanis. Jumlah mikroba yang hidup di alam seimbang dengan ekosistemnya sehingga tidak sampai menyerang manusia. Akan tetapi, manusia telah merusak ekologi mikroba tersebut. Hasilnya: keseimbangan hidup mikroba pun berubah. Dan perubahan itu menyebabkan mikroba mengalami transformasi dalam kehidupannya. Mikroba transformatif itulah yang akhirnya menyerang manusia. Jadi, menurut Lili, flu burung dan SARS yang sedang menyerang masyarakat penduduk dunia di sebabkan oleh polusi udara dan penebangan hutan secara
7
sewenangwenang disertai dengan makin padatnya penduduk di daratan cina sehingga harus mencari tempat tinggal dengan cara membuka menebang pohon pohon dihutan. Polusi udara di Cina saat ini sudah mencapai tahap yang sangat berbahaya. Kondisi tersebut ditambah lagi dengan minimnya suplai oksigen (O2) yang berasal dari tumbuhtumbuhan. Oksigen merupakan komponen ekosistem yang berupa komponen abiotik. Seperti diketahui, suplai oksigen terbesar berasal dari hutan. Jika hutan itu rusak, maka suplai oksigen pun berkurang. Dampaknya luar biasa: mikroba akan tumbuh subur dan perkembangbiakannya tak terkendali. Sebab, oksigen yang bila terkena sinar ultraviolet dari matahari berubah menjadi ozon (O3) dan O nascend adalah pembunuh mikroba dan virus yang amat efektif. Bila oksigen itu berkurang, pembunuh mikroba dan virus pun berkurang. Dampaknya, mikroba dan virus akan makin berkembang. Analisis II : Hubungan antara Virus Avian Influenza (HxNy) dengan aktivitas burung liar Kerusakan lingkungan di cina terutama deforestasi telah merusak kesetimbangan ekosistem terutama ekologi mikroba. Suplai oksigen semakin sedikit sehingga aktivitas mikroba terutama virus menjadi cepat berkembang biak akibat rantai ekosistemnya terganggu. Menurut kelompok kami, mikroba terutama virus menyerang burungburung liar di hutan dengan cara menguraikan bangkai bangkai burung yang telah mati. Kita tahu bahwa mikroba yang dalam komponen ekosistem berdasarkan segi strukturnya di kelompokkan dalam komponen pengurai, khususnya yang bertindak sebagai dekomposer. Setelah bangkai bangkai burung tadi diserang maka secara otomatis bangkai burung liar tersebut sudah positif terinfeksi virus (dalam hal ini virus avian influenza). Alasan kenapa yang diserang oleh virus avian influenza adalah burung liar yang terdapat di hutan adalah karena tubuh burung (unggas) merupakan tempat yang cocok untuk bekembang biak bagi virus avian influenza. Setelah bangkai burung tersebut terinfeksi oleh virus maka burungburung liar yang masih hidup juga akan ikut terinfeksi, sudah diketahui bahwa penyebaran virus flu burung dapat terjadi antara burung dengan burung. Di dalam
8
tubuh burung liar tersebut, virus ini mengalami transformasi sehingga harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Rusaknya hutan di daratan cina juga berdampak pada rusaknya habitat burung liar. Sehingga aktivitasaktivitas burung tersebut seperti mencari makanan menjadi terganggu. Akibatnya burungburung tersebut harus pindah ke daerah daerah lain yang memberikan banyak makanan untuknya. Kemungkinan burung tersebut juga berimigrasi kekota. Diantara burung yang ikut berimigrasi tersebut kemungkinan besar terdapat burungburung yang sudah terinfeksi oleh virus flu burung tersebut. Sehingga virus tersebut dapat dengan mudah menginfeksi manusia dengan cara mengadakan kontak langsung dengan unggasunggas.
9
PENUTUP Menurut Prof. Dr. Hadi S. Alikodra (seorang guru besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor), virus flu burung dapat dibrantas dengan cara melakukan reforestasi terhadap tanahtanah yang gundul agar suplai oksigen dapat dimaksimalkan karena dengan oksigen yang cukup dapat menghambat perkembang biakan virus flu burung. Sebab hutan adalah pabrik oksigen terbesar di dunia.
10
DAFTAR PUSTAKA Irwan, Z.D.1992. PrinsipPrinsip Ekologi dan Organisasi : Ekosistem, Komunitas, dan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Indriyanto.2006. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara : Jakarta. Odum, Eugene P.1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition.W.B Saunders Company : Philadelphia and London. Soemarwoto, O.1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djambatan,