Http Referensi.docx

  • Uploaded by: Anonymous IYyzGd
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Http Referensi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,602
  • Pages: 9
http://uungmashuri.blogspot.com/2010/12/peran-orang-tua-sebagai-pendidik.html Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Pertama dan Utama

Uung Mashuri

Dalam suatu tatanan rumah tangga yang terdiri dari orang tua dan anak, orang tua memiliki posisi yang strategis dalam pendidikan anaknya, karena sejak anak dilahirkan dari kandungan ibunya lebih banyak berada di lingkungan keluarga, mereka bergaul dan berkumpul dalam suasana penuh kasih sayang.[1] Kehadiran anak dalam keluarga menambah hangatnya iklim rumah tangga, keceriaan, kegembiraan, serta kebahagiaan bersama anak memiliki arti tersendiri. Di dalam Al Qur’an, Allah berfirman, yang artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia (kehidupan manusia).[2] Dalam ayat tersebut, hendaknya setiap orang tua menyadari betul akan keberadaan anak di tengah keluarga, bukan hanya sebatas sebagai perhiasan yang penuh dengan keceriaan melainkan anak juga sebagai generasi penerus keturunan manusia, yang kelahirannya senantiasa didambakan oleh setiap pasangan yang dikait tali perkawinan dan dapat mengubah suasana tatanan rumah tangga. Keceriaan, kegembiraan, serta kebahagiaan bersama di tengah keluarga, akan lebih bermakna manakala disertai dengan pembinaan yang baik dari orang tuanya, dan sebaliknya keceriaan serta kebahagiaan dengan kehadiran anak dalam keluarga akan berubah menjadi kehancuran rumah tangga, manakala tanpa melakukan pembinaan yang baik terhadap anaknya. Secara alamiah setiap orang tua akan mencintai anaknya dengan sepenuh hati tanpa ada maksud lain kecuali kesejahteraan lahir batin anaknya. Begitupun orang tua selalu berharap agar anaknya sebagai generasi penerus keturunannya memiliki kondisi yang serba lebih baik daripada orang tuanya, sebagai bukti tanggung jawab orang tua yang diamanatkan Al Qur’an Surat Attahrim, yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka.[3] Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mendidik anak-anaknya, diantaranya adalah memberikan keteladanan melalui ucap sikap dan perilaku dalam kesehariannya. Keteladanan orang tua yang ditampilkan dalam ucapan perilaku pengaruhnya sangat kuat dan besar terhadap perkembangan individu anak. Sebelum anak dapat berbicara, sesungguhnya ia telah melihat dan mendengar segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tuanya, hal itu menjadi syarat bahwa setiap orang tua perlu hati-hati dalam berucap dan berprilaku di depan anaknya.

Berikanlah kebiasaan-kebiasaan positif melalui pergaulan, karena pergaulan orang tua dengan anaknya adalah sebuah media yang strategis dalam memberikan pendidikan. Didalam memahami pengertian pendidikan Islam, para ahli telah mencoba memformulasikan pengertian Pendidikan Islam dengan batasan yang variatif, diantaranya: 1. Al-Syabani: mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat. 2. Muhammad Fadhil Al-Jamaly: Pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia.[4] 3. Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspek kepribadiannya, baik melibatkan pendidik ataupun tidak dengan pendidik, baik pendidikan formal, non formal ataupun informal.[5] Dari kutipan di atas kaitannya dengan pendidikan informal atau luar sekolah ada tiga hal yang menjadi perhatian orang tua dan harus diaktualisasikan yaitu Aktivitas, Rekativitas Dan Refelektivitas. Aktivitas berkaitan dengan ucapan serta tindakan, reaktivitas berkaitan dengan respon, sedangkan reflektivitas berkaitan dengan pencerminan dari keperibadian orang tua. Orang tua harus menjadi sumber keteladanan dalam ketiga lapangan itu. Dipandang dari sisi anak, aktivitas-aktivitas yang diaktualisasikan orang tua itu hendaknya sesuai dengan pola kepribadian anak, atau manakala dinbalikkan pola-pola kepribadian anak itulah yang menentukan aktivitas. Pertama, merujuk pada aktivitas pembinaan yang bersifat intelektual seperti kecerdasan dan kemampuan untuk mengenal dan memahami serta mengolah persoalan dalam kehidupan. Kedua, aktivitas pembinaan stabilitas emosi dalam hidup bermasyarakat. Jadi, aktivitas ini bersinggungan dengan perasaan, harga diri, pemeliharaan dan pengindahan diri dalam hidup bersama orang lain. Ketiga, aktivitas yang menyangkut pengarahan gerak, motivasi serta pengarahan terhadap bagaimana berbuat dan bertindak sesuai dengan pola-pola emosi dan intelektual. Keempat, aktivitas yang melibatkan orang lain, penyesuaian diri dalam kebersamaan bermasyarakat. Dala hal reaktivitas, yang patut diperhatikan ialah terjaganya alur komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anaknya. Rekasi-reaksi oraqng tua jangan sampai menimbulkan konsekuensi di pihak anak menjadi takut dan merasa terikat sehingga menyebabkan hilangnya keberanian tanggung jawab. Kemudian dalam hal reflektivitas, orang tua adalah sumber keteladanan anak.

Pada umumnya pembentukan sikap seorang anak terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Karena itulah posisi orang tua merupakan pendidikan pertama dan utama. Kepercayaan terhadap Allah pun tumbuh sejak kecil di dalam lingkungan keluargayang kemudian berkembang melalui pengalamannya di laur rumah. Sebagai seorang pemimpin, ayah harus mampu memberikan pembinaan keluarga baik lahir maupun batin karena kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT. Sebagaimana hadist Rasul yang dirawikan oleh Al Bukhori dan Muslim, yang artinya adalah: Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimipinannya, seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas kepemimipinannya.[6] Semua anggota keluarga berpusat pada bapak, dialah yang membuat peraturan dan menegakkan disiplin dalam rumah tangga.seorang bapak adalah figur terakhir yang memberikan keputusan terpenting bila terjadi suatu masalah dalam keluarga, bila istri dan anggota keluarga lainnya telah memberikan pendapat masing-masing. Adapun peranan istri di samping sebagai pendaping setia suami berperan juga sebagai pengatur serta penata rumah tangga hingga menjadikan surga dunia bagi anggota keluarga.[7] Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri supaya supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Dipandang dari sisi kedekatan, posisi ibu lebih dekat dengan anak. Sejak dilahirkan, menyusui, memandikan, mengenakan pakaian, mengurus makanan dan minuman, mengasuh dan berkomunikasi, ibulah yang sering melakukannya. Melihat banyaknya komunikasi dengan anak, banyak pula kesempatan untuk memberikan pendidikan. Maka selayaknya seorang ibu rumah tangga memiliki kesiapan untuk mendidik anaknya dengan materi pendidikan yang baik.

[1] Mumu mansur, Membangun Keluarga Sakinah, (Bandung: kanwil Depag Prop. Jabar, 2004), 100 [2] Al Qur’an, 18 (Al Kahfi) : 16. [3] Ibid., 66 (At-Tahrim) : 6 [4] Rasidin & Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 32. [5] Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), 6 [6] Muhyiddin Abizakariya Yahya, Riyad Al-Solihin (Semarang: Usaha Keluarga), 152. [7] Mumu Mansur, Membangun Keluarga Sakinah (Bandung: Kanwil Depag Jawa Barat, 2004), 101

Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak, bias memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan berikutnya. Karena sifat pekanya perkembangan-perkembangan pada awal ini membuat pendidikan ini dikatakan sebagai pendidikan yang utama. Kepekaan perkembangan-perkembangan awal ini tidak hanya menyangkut psikologi, tetapi juga fisiologi. Dengan kata lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang lain. Kalau dalam kedokteran ada dalil yang mengatakan kualitas makanan yang diberikan kepada anak balita akan menentukan kualitas kecerdasan atau kemampuan mereka kelak, maka dalam pendidikan ada konsep yang mengatakan bagaimana perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah seperti itulah jadinya anak itu setelah dewasa. Dari dalil itu muncul himbauan agar keluarga member makanan bergizi kepada anak balita agar otaknya tumbuh dengan sempurna. Begitu pula konsep di atas membuat para orang tua memperlakukan anak-anak kecil itu dengan baik, penuh kasih saying agar anak itu menjadi orang yang berguna kelak. Namun informasi yang diterima oleh orang tua berat sebelah. Informasi tentang pentingnya memberikan makanan bergizi kepada balita lebih banyak diterima dibandingkan dengan informasi tentang pentingnya memperlakukan anak-anak dengan baik. Buktinya kini semakin banyak anak sehat dan cerdas, tetapi masih banyak sekali anak-anak nakal yang membuat berbagai kerusuhan. Kenakalan ini sebagian besar disebabkan oleh perlakuan lingkungan yang tidak benar, antara lain terlalu keras atau disiplin kaku, kurang diperhatikan, kurang kasih sayang, terlalu diberi kebebasan, dan sebagainya. Kenyataan di atas tampaknya bertalian dengan kurang intensifnya pengembangan pendidikan keluarga itu sendiri. Pendidikan keluarga, memang belum ditangani seperti pada pendidikan jalur sekolah. Sehingga masuk akal kalau sebagian besar keluarga tidak paham tentang cara mendidik anak-anak dengan benar. Walaupun isi pendidikan itu sebagian besar ditekankan pada pengembangan afeksi, seperti kerajinan, kejujuran, kesetiaan, toleransi, disiplin, gotong royong, keimanan, ketakwaan, menghormati orang tua, bisa berterima kasih, suka menolong, dan sebagainya. Di sini tampak masih ada yang belum terselesaikan sampai sekarang, di satu pihak dipandangkan pendidikan ke keluarga adalah yang pertama dan utama namun di pihak lain macam pendidikan ini tidak ditangani secara utama atau diterlantarkan. Oleh karena itu, keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan. Meskipun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan. Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali. Bahkan bisa dikatakan, bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga. Problem yang dialami oleh anak jalanan untuk memperoleh pendidikan salah satunya adalah minusnya, karena tidak adanya peran keluarga. Kalaupun akhirnya mereka bersekolah,

mereka hanya mendapatkan pengetahuan formal saja. Sementara kasih sayang, sopan santun, moralitas, cinta dan berbagai nilai afektif lainnya sulit mereka dapatkan. Mereka merasa tidak ada tempat yang baik untuk berlindung dan mengungkapkan seluruh perasaan secara utuh dan bebas. Umumnya mereka tidak memiliki keluarga yang mengemban peran tersebut. Kalaupun mereka memiliki keluarga, tidak ada situasi yang kondusif untuk saling berbagi perasaan antar anggota dalam sebuah keluarga. Ini merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi oleh lembagalembaga swadaya masyarakat yang mencoba memberdayakan ‘anak jalanan’. Mungkin persoalan sulitnya bagaimana dia mendapatkan pendidikan secara formal, tidak sesulit bagaimana dia memperoleh kasih sayang sejati. Dari paparan di aatas kita bisa mengerti betapa penting peran keluarga dalam rangka mengemban misi-misi pendidikan tidak bisa diabaikan. Di dalam keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta dalam mana ikatan emosional, darah dan kekerabatan sangat mendominasi. Dengan demikian, keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anakanaknya.Sebagian orang secara tidak sadar mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias hanya menjadi pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal sudah mereka dapatkan di bangku sekolahan. Logika ini tidak saja keliru secara etis, tapi juga patut dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Yang logis, keluarga justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolahan ataupun masyarakat.

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/03/17/keluarga-sebagai-pendidikan-pertamaanak-639157.html Keluarga merupakan suatu lembaga atau unit sosial terkecil di masyarakat yang terbentuk melalui perkawinan yang sah biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak yang hidup di suatu tempat. Pendidikan yang paling banyak di terima oleh anak adalah keluarga, karena keluarga merupakan pendidikan yang pertama bagi anak, dalam keluarga anak pertama-tama akan mendapatkan

bimbingan,

perkembangan,

pertumbuhan

mental

maupun

fisik

dalam

kehidupannya. Selain itu, keluarga bagi anak merupakan suatu tempat yang paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan oleh anak yang tengah mencari makna kehidupan. Di dalam keluarga orang tua harus memberikan suasana yang aman dan tenteram yang meliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya pada anak. Kebutuhan akan kasih sayang harus di penuhi dan berkembang dengan baik. Orang tua pun harus memberikan dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat di contoh anak. Biasanya tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan di tiru oleh anak, teladan ini melahirkan gejala identifikasi positif, yakni menyamakan diri dengan orang yang di tiru, dan hal ini penting sekali dalam rangka pembentukan kepribadian. Di dalam keluarga pun harus menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam diri anak. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk menerapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Anak-anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke masjid bersama-sama untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khotbah atau ceramah-ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar sekali pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan membuktikan, bahwa anak semasa kecilnya tidak tahu menahu dengan hal-hal yang berhubungan dengan hidup keagamaan, tidak pernah pergi bersama orang tua ke masjid atau tempat ibadah untuk melaksanakan ibadah, mendengarkan khotbah atau ceramah-ceramah dan sebagainya, maka setelah dewasa mereka itu pun tidak ada perhatian terhadap hidup keagamaan. Kehidupan dalam keluarga hendaknya memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.

Keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini, akan sangat berpengaruh pada keberhasilan pendidikan pada periode berikutnya. Jadi betapa pentingnya pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga. Perhatian mengenai pendidikan keluarga tidak hanya ditujukan oleh anggota-anggota keluarga yang bersangkutan, melainkan oleh segenap lapisan masyarakat. Hal ini mengisyaratkan betapa keluarga itu merupakan bagian dalam kehidupan bermasyarakat.

http://m.kompasiana.com/post/read/636359/1/peran-orang-tua-dalam-pembentukan-karakter-anak.html

Anak adalah anugerah yg dititipkan yang Kuasa kepada orang tua. Kerana anak itu titipan maka orang tua sebagai penjaga amanah itu harus menjaganya dengan penuh amanah dan penuh rasa tanggung jawab. Nah, sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai orang tua adalah dengan memberinya kasih sayang dan cinta, salah satu bentuk kasih sayang orang tua terhadap anak adalah dengan memberinya pendidikan yg layak. Pendidikan terhadap anak tidak hanya dilakukan ketika anak sudah beranjak dewasa tetapi pendidikan terhadap anak bisa dilakukan ketika mulai dari anak itu masih dalam kandungan yaitu dengan cara sering membacakan surat – surat al qur’an ( bagi yg islam) atau bisa juga dengan mendengarkan music – music mozaik dan ketika anak masih dalam kandungan orang tua sebaiknya lebih hati – hati dalam melakukan hal – hal yg bodoh. Meski berada dalam kandungan anak itu mampu mengetahui apa yg terjadi di luar dan mampu merasakannya. Setelah anak itu lahir pun anak itu langsung di adzani di telinga kanan dan iqomah di telinga kiri ( bagi yg Islam ). ketika anak itu sudah mampu berinteraksi ( usia dini ) pendidikan pun masih sangat diperlukan karena pada masa inilah masa – masa keemasan anak atau yg biasa dikenal dengan sebutan Golden Age (masa emas). Mengapa disebut dengan masa emas?. Itu karena pada masa inilah anak itu sudah mampu berinteraksi dengan sesama, aktif dan energik, dan memiliki rasa keingintahuan yg sangat kuat, selain itu pada masa ini anak sangat bergairah dalam belajar dan banyak belajar dari pengalaman yg ia lihat dan rasakan. Pada masa ini juga anak rawan menerima hal – hal yg kurang pantas, banyak sekali contoh baik itu di tv maupun media masa yg menyebutkan anak balita ada yg sudah bisa berkata jorok, merokok, ataupun bersifat keras. Sebenarnya anak itu tidak tau apa itu benar maupun salah dan itu bukan karena anak itu sendiri tapi dari lingkungannya yg mendukung anak itu untuk berbuat itu. Sekalilagi perlu diIngat pada masa usia dini ini anak mampu meniru semua tingkah laku orang – orang disekitarnya, Disinilah peran orang tua dan keluarga sebagai pusat pendidikan pertama bagi anak. Selayaknya orang tua lebih peka terhadap perkembangan anak dan terus memberi sugesti – sugesti yg bersifat positive terhadap anak. Dari pengertian diatas orang tua sebagai pemberi dan pengawas dalam perkembangan anak semestinya terus berupaya memfasilitasi perkembangan anak di usia dini. Dan inilah cara membimbing atau memfasilitasi perkembangan potensi anak secara optimal. 1. Aspek Motoric ( mengembangkan pemahaman dan sikap positif terhadap kondisi fisiknya, mengembangkan kebiasaan untuk memelihara kesehatan dan kebersihan, menyediakan sarana untuk bermain atau tempat anak berkreasi ) 2. Aspek Intelektual ( melatih anak berfikir sebab akibat, membiasakan anak berani mengungkapkan ide/gagasan atau mengajukan pertanyaan, melatih problem solving, mendorong kemandirian anak untuk melakukan tugasnya sendiri, mengembangkan potensi imajinatif/ daya cipta anak, mengadakan progam – progam yg memberikan kesempatan kepada anak untuk berkompetisi dengan sehat, mengenalkan perkembangan teknologi tetapi tetap dengan pengawasan orang tua ) 3. Aspek Emosi ( menciptakan suasana emosional yg kondusif (ramah dan kasih sayang), membicarakan tentang cara menyalurkan keinginan tanpa mengganggu perasaan orang lain, menghormati pribadi anak, memberi penghargaan terhadap anak ketika melakukan tindakan terpuji, mengembangkan sikap positive, mengembangkan sikap dan kebiasaan saling menghargai dengan temannya ).

4. Aspek Sosial ( menyusun tata tertib, mengembangkan sikap dan kebiasaan mematuhi tata tertib, mengembangkan sikap dan kebiasaan untuk saling hormati, menolong, dan menjalin persahabatan )

Related Documents

Http
May 2020 3
Http
December 2019 3
Http
November 2019 4
Http
November 2019 8
Http
October 2019 3
Http
October 2019 4

More Documents from ""