Hotd-banjir

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hotd-banjir as PDF for free.

More details

  • Words: 4,640
  • Pages: 16
[HOTD] banjiR Februari 7th, 2007

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. (QS. Saba’, 34 : 15-16) Hadist riwayat Bukhari ra., ia berkata: “Dari Mahmud bin Rabi’ Al Anshariy bahwasanya Itban bin Malik mengimami kaumnya dan dia adalah seorang laki-laki buta, dia berkata kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, di daerahku itu adalah gelap dan sering banjir, sedangkan aku ini seorang yang kurang sempurna penglihatannya. Oleh sebab itu anda suka shalat di rumahku yaitu di suatu tempat yang di situ nanti akan aku jadikan sebagai tempat shalatku”. Maka Rasulullah saw. pergi ke rumahnya dan bersabda: ” Dimana kau senang shalat?” Itban menunjuk ke suatu tempat di rumahnya dan Rasulullah saw. mendirikan shalat di sana.” Links: [nasehat dalam menghadapi musibah ; gempa bumi dan bencana alam] http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2045&bagian=0 [shalat jama’ kaRena hujan?] http://syariahonline.com/new_index.php/id/2/cn/2152 [bencana dalam tinjauan teOlOgi] http://www.mediacenter.or.id/article/5/tahun/2007/bulan/01/tanggal/26/id/ 1794/ [zakat maal untuk kORban banjiR] http://syariahonline.com/new_index.php/id/8/cn/25162 [meRakit peRsaudaRaan dan sOlidaRitas] http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=71 [tidak mengikuti shOlat jum’at] http://syariahonline.com/new_index.php/id/2/cn/2034 -perbanyakamalmenujusurga-

http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=2045&bagian=0 Nasehat Dalam Menghadapi Musibah ; Gemba Bumi Dan Bencana Alam

Selasa, 6 Februari 2007 02:45:14 WIB Kategori : Nasehat NASEHAT DALAM MENGHADAPI MUSIBAH ; GEMPA BUMI DAN BENCANA ALAM Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua yang dilaksanakan dan ditetapkan. Sebagaimana juga Allah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui terhadap semua syari’at dan semua yang diperintahkan. Allah menciptakan tanda-tanda apa saja yang dikehendakiNya, dan menetapkannya untuk menakut-nakuti hambaNya. Mengingatkan terhadap kewajiban mereka, yang merupakan hak Allah Azza wa Jalla. Mengingatkan mereka dari perbuatan syirik dan melanggar perintah serta melakukan yang dilarang. Sebagaimana firman Allah. “Artinya : Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakutnakuti” [Al-Israa : 59] FirmanNya “Artinya : Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa AlQur’an itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu” [Fushilat : 53] Allah Aza wa Jalla berfirman. “Artinya : Katakanlah (Wahai Muhammad) : “Dia (Allah) Maha Berkuasa untuk mengirimkan adzab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebahagian yang lain” [Al-An’am : 65] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,dia (Jabir) berkata : “sifat firman Allah Azza wa Jalla “ Qul huwal al-qaadiru ‘alaa an yab’atsa ‘alaikum ‘adzaaban min fawuqikum” turun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a : “Aku berlindung dengan wajahMu”, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan (membaca) “ Awu min tajti arjulikum”, Rasulullah berdo’a lagi, “Aku berlindung dengan wajahMu” [1] Diriwayatkan oleh Abu Syaikh Al-Ashbahani dari Mujtahid tentang tafsir ayat ini : “Qul huwal al-qaadiru ‘alaa an yab’atsa ‘alaikum ‘adzaaban min fawuqikum”. Beliau mengatakan, yaitu halilintar, hujan batu dan angin topan. ““ Awu min tajti arjulikum”,

gempa dan tanah longsor. Jelaslah, bahwa musibah-musibah yang terjadi pada masa-masa ini di beberapa tempat termasuk ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan yang digunakan untuk menakutnakuti para hambaNya. Semua yang terjadi di alam ini, (yakni) berupa gempa, longsor, banjir dan peritiwa lain yang menimbulkan bahaya bagi para hamba serta menimbulkan berbagai macam penderitaan, disebabkan oleh perbuatan syirik dan maksiat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Artinya : Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” [Asy-Syuura : 30] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Artinya : Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri” [An-Nisaa : 79] Tentang umat-umat terdahulu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri” [Al-Ankabut : 40] Maka wajib bagi setiap kaum Muslimin yang mukallaf dan yang lainnya, agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, konsisten diatas diin (agama)Nya, serta waspada terhadap semua yang dilarang, yaitu berupa perbuatan syirik dan maksiat. Sehingga, mereka selamat dari seluruh bahaya di dunia dan akhirat, serta Allah menolak semua adzab dari mereka, dan menganugrahkan kepada mereka segala jenis kebaikan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [Al-A’raaf : 96] Allah Azza wa Jalla berfirman tentang Ahli Kitab. “Artinya : Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Rabb-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka” [Al-Maidah : 66] Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah

penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi” [Al-A’raaf : 97-99] Al-Alamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : ”Pada sebagian waktu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ijin kepada bumi untuk bernafas, lalu terjadilah gempa yang dahsyat. Dari peristiwa itu, lalu timbul rasa takut pada diri hamba-hamba Allah, taubat dan berhenti dari perbatan maksiat, tunduk kepada Allah dan penyesalan. Sebagaimana perkataan ulama Salaf, pasca gempa. ”Sesungguhnya Rabb kalian mencela kalian”, Umar bin Khaththab Radhiyallahu ’anhu, pasca gemba di Madinah menyampaikan khutbah dan nasihat ; beliau Radhiyallahu ’anhu mengatakan, ”Jika terjadi gempa lagi, saya tidak akan mengijinkan kalian tinggal di Madinah”. Selesai perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah-. Atsar-atsar dari Salaf tentang hal ini sangat banyak. Maka saat terjadi gempa atau peristiwa lain, seperti gerhana, angin ribut atau banjir, wajib segera bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, merendahkan diri kepadaNya dan memohon afiyah kepadaNya, memperbanyak dzikir dan istighfar. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana. ”Artinya : Jika kalian melihat hal itu, maka segeralah berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, berdo’a dan beristighfar kepadaNya” [2] Disunnahkan juga menyayangi fakir miskin dan bershadaqah kepada mereka. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam. ”Artinya : Kasihanilah, niscaya kalian akan dikasihani” [3] Sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam. ”Artinya : orang yang menebar kasih sayang akan disayang oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Kasihinilah yang di muka bumi, kalian pasti akan dikasihani oleh (Allah) yang di atas langit” [4] Sabda Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam. ”Artinya : Orang yang tidak memiliki kasih sayang, pasti tidak akan disayang” [5] Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz rahimahulah, bahwa saat terjadi gempa, dia menulis surat kepada pemerintah daerah agar bershadaqah. Diantara faktor terselamatkan dari segala keburukan, yaitu pemerintah segera memegang kendali rakyat dan mengharuskan agar konsisten dengan al-haq, menerapkan hukum Allah Azza wa Jalla, di tengah-tengah mereka, memerintahkan kepada yang ma’ruf serta mencegah kemungkaran. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla. ”Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang

ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijakasana” [At-Taubah : 71] Allah berfirman. ”Artinya : Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa,(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar ; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan” [Al-Hajj : 4041] Allah Azza wa Jalla berfirman. ”Artinya : Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” [Ath-Thalaaq : 2-3] Ayat-ayat tentang ini sangat banyak. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda. ”Artinya : Barangsiapa menolong saudaranya, maka Allah Azza wa Jalla akan menolongnya” [Muttafaq ’Alaih] [6] Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda. ”Artinya : Barangsiapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah Azza wa Jalla akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah Azza wa Jalla akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah Azza wa Jalla akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya” [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya] [7] Hadits-hadits yang semakna ini banyak. Hanya kepada Allah kita memohon agar memperbaiki kondisi kaum Musimin, memberikan pemahaman agama dan menganugrahkan kekuatan untuk istiqomah, segera bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dari semua perbuatan dosa. Semoga Allah memerbaiki kondisi para penguasa kaum Muslimin, semoga Allah menolong al-haq melalui mereka serta menghinakan kebathilan, membimbing mereka untuk menerapkan syari’at Allah Azza wa Jalla atas para hamba. Dan semoga Allah melindungi mereka dan seluruh kaum Muslimin dari fitnah dan jebakan setan yang menyesatkan. Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa untuk hal itu. [Majmu Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah IX/148-152]

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 04/Th X/1427/2006M.Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. Judul diatas disesuaikan oleh admin almanhaj] _________ Foote Note [1]. Dikeluarkan Imam Al-bukhari dalam kitab Tafsir Al-Qur’anil Azhim, no. 4262, dan diriwayatkan Imam Tirmidi no. 2991 [2]. Diriwayatkan Imam Bukhari di dalam Al-Jum’ah,no. 999 dan Imam Muslim dalam Al-Kusuf, no. 1518 [3]. Diriwayatkan Imam Ahmad, no. 6255 [4]. Diriwayatkan Imam Tirmidzi di dalam Al-Birr wash Shilah, no. 1847 [5]. Diriwayatkan Imam Bukhari di dalam Al-Adab no. 5538, dan Imam Tirmidzi di dalam Al-Birr wash Shilah,no. 1834 [6]. Diriwayatkan Imam Bukhari dalam Al-Mazhalim wa Ghasab, no. 2262 dan Muslim dalam Al-Birr wash Shilah wal Adab, no. 4677 [7]. Diriwayatkan Imam Muslim, no. 4867 dan Imam Tirmidzi dalam Al-Birr wash Shilah, no. 1853

http://syariahonline.com/new_index.php/id/2/cn/2152 Konsultasi : Ibadah Shalat Jama' Karena Hujan? Pertanyaan: Bismillaahirrahmaanirrahiem Assalaamu'alaikum wr wb Ustadz... Pada sebuah jawaban ustadz memasukkan 'hujan' sebagai salah satu alasah dibolehkannya jama' pada shalat fardhu. Pertanyaannya adalah, dalam hujan yagn seperti apakah kondisi tersebut dibolehkan? Apakah ada syaratnya? Ataukah jika hujan turun kemudian kita boleh begitu saja menjama' shalat? Tentu di negara kita ketika musim hujan hal ini akan menjadi sangat sering sekali dilakukan. Mohon penjelasannya... Atas perhatiannya saya ucapkan jazakallah khairan katsiiraa... Wassalaamu'alaikum wr wb Hamba Allah Jawaban: Assalamu `alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahiem. Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Wash-shalatu Was-Salamu `alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba`d,

Memang ada keterangan yang menyebutkan kebolehan menjama` shalat karena turunnya hujan. Namun benar apa yang Anda katakan, bahwa sifat hujan yang bagaimana yang membolehkan hal tersebut. Apakah semua yang namanya hujan bisa dijadikan alasan untuk menjama` shalat atau tidak ? Sebenarnya hal yang sama juga terjadi pada masalah safar (perjalanan). Ada pendapat yang mengatakan bahwa semua hal yang dinamakan safar itu boleh dijadikan alasan untuk melakukan shalat jama`, walaupun cuma dua atau tiga kilometer saja. Tentu saja ada pendapat jumhur yang mensyaratkan jarak minimal tertentu yang membolehkan seseorang untuk menjama` shalatnya. Dalam masalah hujan, apalagi di Indonesia yang memang sering turun hujan terutama di wilayah yang sering turun hujan seperti kota Bogor, maka rasanya tidak relevan untuk menerapkan pendapat bahwa semua yang namanya hujan bisa dijadikan alasan kebolehan menjama` shalat. Karena bisa jadi setiap hari orang Bogor akan melakukan shalat jama` . Untuk negeri yang banyak curah hujannya, maka bila hujan itu sampai bisa sampai menghalangi seseorang untuk shalat, entah karena derasnya atau karena efek lainnya seperti banjir, longsor dan seterusnya, sehingga membuat shalat jadi terhambat, maka barulah bisa diterima sebagai alasan untuk menjama` shalat. Tapi di negeri Arab yang memang hampir tidak pernah turun hujan, maka setiap hujuan turun, masyarakat bisa gempar, walau hujannya hanya beberapa menit saja. Bahkan di kota tertentu seperti Mekkah, hujan beberapa menit bisa menjadikan banjir seperti yang pernah terjadi dimana ka`bah terendam air. Jadi bila membayangkan kondisi seperti itu, turunnya hujan sangast bolhe jadi bisa diterima sebagai alasan untuk menjama` shalat. Wallahu A`lam Bish-Showab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://www.mediacenter.or.id/article/5/tahun/2007/bulan/01/tanggal/26/id/1794/ Jumat, 26 Januari 2007 11:27:26 Bencana dalam Tinjauan Teologi Kategori: Umum (96 kali dibaca) Tuhan menciptakan hukum alam (sunnatullah), serta mengetahui segala sesuatu yang terjadi dan akan terjadi di alam ini, sampai yang sekecil-kecilnya. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. BAGI penduduk Indonesia yang hidup di tiga zaman, kiranya bisa membandingkan bahwa baru dalam beberapa tahun terakhir inilah bangsa kita "dihujani" dengan berbagai macam musibah, seperti tsunami, gempa bumi, tanah longsor, lahar gunung berapi, kekeringan, banjir bandang, lumpur panas, dan kecelakaan (kapal laut,

pesawat terbang, KA, dan kendaraan darat). Banyak orang geleng-geleng kepala: Kenapa bangsa kita berturut-turut mengalami musibah bencana alam yang silih berganti ? Orang-orang beragama yang terbiasa berpikir tentang pahala, dosa, dan siksa, akan berpikir dan bertanya-tanya apa dosa dan kesalahannya sehingga harus mengalami penderitaan yang berat dan berturutturut ? Segera para pemuka agama memberikan penjelasan, nasihat, atau tausiah kepada umatnya melalui pengajian-pengajian, ceramah-ceramah agama, dan khotbahkhotbah, yang tujuannya untuk menghibur mereka yang menjadi korban musibah agar tetap sabar, tabah, dan penuh harapan akan pertolongan Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang religius, pada umumnya bisa menerima penjelasan-penjelasan yang bersumber dari dalil-dalil agama (teologi), meski dalam hatinya mungkin terselip rasa kebimbangan. Dalam batin, mereka mempertanyakan di mana posisi Tuhan sebagai Dzat Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Adil, berhadapan dengan bencana-bencana tersebut ? Sebagian yang lain, yang tipis rasa keagamaannya, mungkin saja berpikir, mengapa Tuhan membiarkan saja manusia mengalami penderitaan yang demikian berat ? Benarkah Tuhan Maha Kuasa ? Mungkin juga ada yang berpikir, apakah Tuhan benarbenar ada ? Bagi orang-orang yang beriman, bencana alam itu tidak membuat mereka makin menjauh dari Tuhan, tapi justru membuat makin mendekat kepada Tuhan, memohon pertolongan-Nya, dan melakukan introspeksi atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan bertanya kepada diri sendiri, apakah telah berbuat sesuatu yang melanggar perintah-Nya? Terbukti, orang-orang yang dilanda musibah tersebut pada umumnya tetap mengamalkan ibadah, meski di tempat-tempat darurat dan dalam kondisi kekurangan bahan makanan. Tinjauan Teologis Secara garis besar, pandangan manusia tentang keberadaan alam semesta ini dapat dibagi dalam dua golongan. Pertama, mereka yang menganut paham naturalisme, yang berpendapat bahwa yang ada di dunia ini hanyalah alam semesta. Di luar alam tidak ada apa pun. Tidak ada Tuhan, malaikat, surga, neraka, dan sebagainya. Alam terjadi dengan sendirinya secara kebetulan. Alam berjalan menurut hukum alam. Bencana alam adalah peristiwa alam, yang terjadi karena sebab dan akibat alami, yang dapat dianalisis secara ilmiah. Bencana alam tidak ada hubungannya dengan moral manusia. Kedua, mereka yang menganut paham supernaturalisme, yang berpendapat bahwa di luar alam ada Tuhan, yang menciptakan alam dan yang mengintervensi terhadap segala sesuatu yang terjadi di alam semesta. Paham itu juga mengakui adanya mukjizat, yaitu suatu kejadian yang diciptakan oleh Tuhan, yang menyimpang dari hukum alam. Terjadinya bencana alam tidak lepas dari maksud-maksud tertentu dari Tuhan. Agama

(teologi), termasuk dalam pola pikir supernaturalisme. Dalam teologi terdapat beberapa konsep pandangan (kepercayaan) tentang Tuhan. Di antaranya deisme, ialah pandangan (kepercayaan) bahwa Tuhan adalah Pencipta alam semesta. Tetapi setelah alam tercipta, Tuhan meninggalkannya dan alam berjalan sendiri menurut hukum alam yang diciptakan-Nya. Dengan demikian, terjadinya bencana alam tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan. Lalu monoteisme, ialah pandangan (kepercayaan) bahwa Tuhan adalah Esa dan Pencipta alam semesta. Tuhan menciptakan hukum alam dan melakukan intervensi terhadap perjalanan alam semesta. Dengan demikian, dalam proses terjadinya bencana alam ada intervensi dari Tuhan yang mempunyai maksud-maksud tertentu. Berikutnya dualisme, ialah pandangan (kepercayaan) bahwa ada dua tuhan yang mengendalikan alam. Seperti dalam agama Zoroaster, ada Ahura Mazdah (Dewa Kebaikan) dan Angra Mainyu (Dewa Kejahatan ), yang keduanya selalu bersaing. Jika pada suatu saat Angra Mainyu menang, di muka bumi bertebaran kejahatan atau situasi yang buruk, seperti peperangan, kelaparan, wabah penyakit, dan bencana alam. Maka para pemeluk agama Zoroaster harus memperbanyak kebaktian dan sesaji untuk memperkuat Ahura Mazdah. Kemudian Politeisme, ialah paham (kepercayaan) bahwa terdapat banyak dewa yang menguasai alam semesta, dan tiap-tiap dewa mempunyai lapangan tugas atau wilayah kekuasaannya masing-masing. Jika pada suatu saat terjadi tsunami, para pemeluk agama tersebut harus memperbanyak kebaktian dan mempersembahkan sesaji kepada Dewa Laut. Pandangan Islam Menurut pandangan Islam, alam semesta ini tidak terjadi dengan sendirinya, tapi diciptakan oleh Allah swt. Kalau alam terjadi dengan sendirinya, niscaya kacau balau dan tidak ada keteraturan di dalamnya. Tuhan menciptakan hukum alam (sunnatullah), serta mengetahui segala sesuatu yang terjadi dan akan terjadi di alam ini, sampai yang sekecil-kecilnya. Segala sesuatu yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Bencana alam yang terjadi adalah akibat ulah tangan-tangan manusia; baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang secara langsung, misalnya karena orang-orang menggunduli hutan, terjadilah banjir bandang. Dalam Alquran Surat Ar-Rum Ayat 41 disebutkan: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar". Yang tidak secara langsung antara lain berbuat kejahatan dan kemaksiatan, seperti perzinaan (prostitusi), percabulan, perjudian, minum minuman keras, pencurian (korupsi), penyalahgunaan napza, dan kezaliman. Bila perbuatan itu sudah merajalela akan mengundang datangnya bencana. Dalam hadis yang diberitakan oleh Ummu Salmah, Nabi Muhammad saw bersabda: "Jika kemaksiatan yang dilakukan oleh umatku semakin jelas ( terbuka ), maka Allah swt akan menimpakan azab kepada mereka semua".

Ummu Salmah bertanya: "Apakah termasuk kepada mereka yang saleh ?" Nabi menjawab: "Ya, tentu". Jadi, jika bencana alam menimpa suatu daerah, semua penduduk di daerah itu terkena musibah, tidak membedakan antara yang saleh dan yang jahat. Mengapa orang-orang yang taat kepada Tuhan juga terkena musibah ? Karena di pundak orang-orang yang saleh itu terdapat kewajiban melaksanakan amar makruf nahi munkar agar penduduk di daerahnya menjauhi kejahatan dan kemaksiatan. Bencana alam itu salah satu bentuk musibah. Musibah adalah suatu peristiwa atau keadaan yang menimpa seseorang atau sekelompok orang; ada yang bersifat menyenangkan, ada pula yang bersifat menyusahkan. Yang menyenangkan, misalnya seorang yang semula menjadi sopir bus kemudian menjadi pengusaha angkutan yang memiliki banyak bus. Dengan musibah yang berupa peningkatan kekayaan itu, orang akan diuji apakah makin dekat dengan Tuhan atau makin jauh ? Itu merupakan cobaan dari Tuhan. Sebaliknya, ada orang yang semula pengusaha kaya raya, kemudian bangkrut sehingga menjadi orang miskin. Dengan musibah yang berupa kemiskinan itu, apakah dia makin dekat dengan Tuhan ataukah makin jauh ? Menurut pandangan Islam, musibah itu bisa merupakan cobaan, peringatan, bisa pula berupa azab. Karena itu, manusia hendaknya bisa mawas diri dan merenung, adakah kaitan antara musibah tersebut dengan perilaku mereka, untuk kemudian mereka memperbaiki perilakunya. Allah swt berfirman dalam Alquran Surat AI-Baqarah Ayat 155: "Dan sesungguhnya Kami akan mengujimu dengan sesuatu cobaan seperti ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan ( bahan makanan ). Namun gembirakanlah orang-orang yang bersabar". Dengan demikian, jika manusia mendapat musibah hendaknya mereka bersabar, dalam arti tabah, tegar, tahan uji, tidak putus asa, serta terus berikhtiar mengatasinya dengan penuh harapan atas pertolongan Allah swt.(68)(Drs H Ibnu Djarir, Ketua MUI Provinsi Jawa Tengah) Sumber: suara merdeka

http://syariahonline.com/new_index.php/id/8/cn/25162 Konsultasi : Zakat ZAKAT MAL UNTUK KORBAN BANJIR Pertanyaan: Bolehkah saya memberikan zakat mal untuk korban kebanjiran Jakarta yang saat ini begitu dahsyat ? Rahmat Muhajir

Jawaban: Assalamu alaikum wr.wb. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Saudara Rahmat, zakat mal bisa saja diberikan kepada korban banjir asalkan korban banjir itu memang termasuk salah satu dari delapan golongan yang berhak mendapat zakat. Misalnya barangkali karena banjir ia kemudian menjadi fakir atau miskin di mana mereka tidak lagi bisa bekerja, kehilangan harta benda, dan tak mampu memenuhi kebutuhan pokokny, maka orang semacam termasuk yang berhak mendapatkan bantuan dari dana zakat. Namun, kalau ia masih berkecukupan, maka tidak diambilkan dari dana zakat; tetapi cukup dari dana infak dan sedekah serta dana bantuan lainnya. wallahu a'lam bish-shawab. wassalamu alaikum wr.wb.

http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatannur&id=71 Artikel Buletin An-Nur : Merakit Persaudaraan dan Solidaritas Rabu, 03 Maret 04 Urgensi Persaudaraan Dan Solidaritas Pepatah mengatakan bahwa "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh". Tidak ada cara lain untuk menyelamatkan seluruh aset dan potensi Umat Islam melainkan dengan menerjemahkan arti persaudaraan dan solidaritas secara benar, lalu diwujudkan dalam interaksi sosial dan prilaku kehidupan, Nabi Muhammad Salallahu alaihi wasallam telah memberi gambaran kepada kita secara jelas tentang potret persaudaraan . Beliau bersabda: "Orang mukmin bagi orang mukmin lainnya seperti bangunan, satu sama lain saling menguatkan". Dan Rasulullah SAW menjalike jari-jarinya. (Muttafaq alaih). Dan beliau Salallahu alaihi wasallam juga bersabda: "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling cinta, saling belas kasihnya dan saling perhatiannya laksanan badan jika salah satu anggota ada yang sakit, maka yang lainnya merasa mengeluh dan panas".(Muttafaqun alaih). Landasan dan dasar persaudaraan dan solidaritas

Menurut Islam, bangunan persaudaraan dan solidaritas hanya bisa ditegakkan di atas aqidah dan manhaj yang sahih, karena persaudaraan tanpa adanya landasan -yang jelas dan kokoh yang mampu menyatukan berbagai kepentingan, ambisi dan keinginanmerupakan suatu hal yang mustahil. Maka memperjelas landasan dan manhaj persaudaraan itu lebih penting daripada persaudaraan itu sendiri, kecuali yang dikehendaki dari persaudaraan tersebut hanya berbaris dan bersatu secara jasad yang hampa dari nilai ketaqwaan, keimanan dan moralitas agama. Oleh sebab itu para rasul khususnya nabi Muhammad diperintahkan terlebih dahulu untuk menegakkan agama dan jangan berpecah-belah dalam menerima kebenarannya sebagaimana dalam firmanNya, yang artinya: "Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya". (Asy-Syura: 13). Jadi persaudaraan yang kita inginkan adalah persaudaraan yang mampu menjamin kesamaan ideologi, pemikiran, misi, visi, prinsip dan pandangan hidup tanpa harus menghilangkan kemerdekaan beraspirasi, berkreasi dan berkomunikasi, asalkan masih dalam koridor yang dibolehkan Aqidah Islam. Dengan melandaskan persaudaraan dan solidaritas di atas aqidah, kita bisa dengan mudah menghancurkan dan meluluhkan segala bentuk kebatilan . Apabila bentuk persaudaraan tidak seperti di atas, maka Umat Islam hanya menjadi bulan-bulanan umat lain dan menjadi obyek dari berbagai kepentingan belaka. Dalam hal ini Rasulallah Salallahu alaihi wasallam telah memberi peringatan cukup jelas tentang kondisi Umat Islam, bila dalam hidupnya keluar dari Aqidah Islam dan lebih memilih keduniaan (artinya): "Hampir-hampir umat lain bersekongkol mengeroyok kalian seperti orang-orang makan mengeroyok makanan dari nampan. Seorang bertanya: Apakah kita di saat itu sedikit Wahai Rasulallah? Beliau menjawab: Bahkan kalian banyak tetapi kalian seperti buih banjir. Dan Allah mengambil dari hati-hati musuhmu rasa takut terhadap kalian, lalu Allah memasukkan di hatimu (penyakit) wahan. Kami (para sahabat) bertanya: Wahai Rasulallah apa itu wahan?. Beliau menjawab: Cinta dunia dan benci mati. (HR Ahmad dan Abu Daud) Penyebab Perpecahan dan Pertikaian Umat Islam Perpecahan bukanlah semata-mata takdir dan ketentuan sunatullah akan tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor manusiawi. Adapun foktor-faktor yang dominan menjadi pemicu perpecahan di kalangan Umat Islam antara lain: •

Bercampurnya ajaran kesyirikan dan kebid'ahan dengan ajaran Islam sehingga sebagian Umat Islam sudah tidak mampu membedakan antara ajaran yang murni dengan ajaran yang batil.



Bodohnya sebagian Umat Islam terhadap ajaran Islam yang murni dan sangat lemah untuk mempelajari ajaran islam secara benar.



Fanatis dan taklid buta terhadap kelompok, tokoh atau figur.



Lebih senang mengedepankan keinginan hawa nafsu dengan mengorbankan nilai-nilai keimanan.



Mendahulukan akal dan logika belaka daripada nash-nash Al-Qur'an dan hadits.

Kiat-kiat untuk merealisasikan persaudaraan dan solidaritas •

Pemurnian tauhid dan luruskan aqidah serta bersihkan kesyirikan, bid'ah, takhayul dan khurafat, karena tidak mungkin kita menyatukan umat dalam satu barisan sementara masih ada perbedaan yang fondamental dalam masalah aqidah Firman Allah SWT, artinya: Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (Ar-Rum: 31-32).



Persaudaraan dan solidaritas yang selalu mengedepankan ilmu dan cinta ulama, sebab ilmu adalah kunci perekat nilai persaudaraan, semakin tinggi kesadaran ilmu agama seseorang semaikin tinggi ilmu ruhiyah persaudaraan yang ia perjuangkan. Sabda Rasulallah: Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan pada dirinya, maka ia difahamkan dalam urusan agama . (Mutafaq 'Alaih)



Mampu menundukkan nafsu dan keinginannya di bawah apa yang dibawa oleh Rasulallah. Sabda Rasulallah: Tidaklah beriman diantara kalian sehingga ia memperturutkan hawa-nafsunya dengan apa yang aku bawa dan tidak melenceng darinya.



Menanggalkan segala bentuk fanatis terhadap figur, kelompok dan golongan tertentu dan hanya fanatis terhadap Aqidah Islam. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".



Memerangi segala bentuk taklid yang membabi-buta yang mengalahkan obyektifitas dalam memerima dali-dalil kebenaran.

Dan janganlah mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Isra': 36). Hak dan kewajiban dalam hidup bersaudara •

Saling mengasihi dan menyayangi antara sesama saudara mukmin berdasarkan sabda Rasulallah salallahu alaihi wasallam "Tidaklah beriman diantara kalian sehingga saudaranya lebih dicintai dari pada dirinya sendiri."



Saling memberi pertolongan dan bantuan dalam segala keperluan dan kebutuhan Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan dari saudara mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesulitan darinya di hari Kiamat, dan barangsiapa yang memudahkan orang sedang dalam kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim).



Saling mengujungi dan menziarahi, karena hal tersebut akan menumbuhkan persaudaraan dan mendatangkan rahmat dari Allah serta akan diluarkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya. Barang siapa yang senang diluaskan rizkinya dan ditunda umurnya, maka hendaklah bersilaturrahmi.



Saling menjaga nama baik, kehormatan dan harga diri berdasarkan sabda Rasulallah Salallahu alaliwasalllam: "Ketahuilah sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian menjadi haram terhadap kalian seperti haramnya bulan kalian ini dan negeri kalian ini. (HR. Ahmad).



Saling mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah, sebagaimana firman Allah, artinya: "Dan orang-orang yang datang setelah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:"Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudarasaudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (Al-Hasyr: 10).

(Zaenal Abidin). Kitab rujukan : • • • • •

Al-Ukhuwwah, syuruthuha wa dhawabituha, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah. Al-Wala' wal Bara' fil Islam, Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. Al-Wala' wal Bara', Syaikah Abdullah Al-Jibrin. Ath-Thaifah Al-Manshurah, Muhammad bin Ibrahim Syaghrah. Manhaj Ath-Thaifah Al-Manshurah, Muhammad bin Jamil Zainu.

http://syariahonline.com/new_index.php/id/2/cn/2034 Konsultasi : Ibadah Tidak Mengikuti Sholat Jum'at Pertanyaan: assalamu'Alaikum ustadz

hal apa saja yang membolehkan kita tidak mengikuti shoalt jum'At. bisakah ujian atau seminar dijadikan alasan kuat untuk melewatkan sholat jum'at tsb. walau jauh dilubuk hati...sesungguhnya hal itu tidak diinginkan. jazakumullah khairan atas jawabannya wassalam Ibrahim Jawaban: Assalamu `alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahiem. Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Wash-shalatu Was-Salamu `alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba`d, Orang-orang yang dibolehkan atau tidak diwajibkan untuk melakukan shalat jumat adalah sebagai berikut : 1. Wanita 2. Anak-anak. 3. Orang yang sakit dimana penyakitnya itu tidak memungkinkannya untuk berangkat ke masjid mengikuti shalat Jumat. Atau meski masih mungkin dengan cara memaksakan diri, tapi dikhawatirkan penyakitnya akan bertambah parah. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW,�Shalat Jumat itu adalah hak yang wajib bagi tiap-tiap muslim dengan berjamaah kecuali 4 orang : [1] Hamba sahaya, [2] wanita, [3] anak kecil dan [4] orang yang sakit.� (HR Abu Daud 1067). 4. Musafir 5. Uzur yang umum Seperti adanya hujan yang lebat sekali sehingga tidak memungkin orang-orang untuk keluar rumah, baik karena banjir atau juga karena derasnya air hujan. Dan jika ada payung, mantel atau kendaraan, maka uzurnya menjadi hilang. Termasuk juga adanya banjir bandang atau musim dingin yang menggigit yang menyebabkan orang-orang tidak mungkin keluar rumah.

Wallahu A`lam Bish-Showab, Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.