Home Work 1-4.docx

  • Uploaded by: Yessy Saraswati
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Home Work 1-4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,691
  • Pages: 33
1.

Perubahan Jumlah Kromosom Mutasi kromosom mencakup perubahan struktur kromosom dan perubahan jumlah kromosom. Mutasi akibat dari perubahan jumlah kromosom diantaranya sebagai berikut. A.

Euploid Euploidi merupakan peristiwa perubahan jumlah kromosom pada seluruh pasangan kromosomnya. Jumlah kromosom makhluk hidup euploid adalah kelipatan dari kromosom haploidnya. Berdasarkan jumlah kromosomnya,

makhluk

hidup

euploidi

dapat

dibedakan

atas

monoploid(n/haploid), diploid(2n), dan poliploid(lebih dari dua n).

B.

Monoploid Kejadian yang menyebabkan suatu makhluk hidup, misalnya yang biasa tergolong diploid, hanya mempunyai satu perangkat kromosom

1

disebut monoploidi. Kadang-kadang monoploidi disebut sebagai haploidi (Ayala, dkk., 1984; Russel, 1994 dalam website), tetapi istilah terakhir ini biasanya digunakan khusus di kalangan sel-sel garnet. Monoploidi jarang terjadi, mungkin karena banyak individu monoploid tak dapat hidup akibat pengaruh gen mutan letal (termasuk yang resesif). Di lain hak spesies tertentu justru' mempunyai individuindividu monoploid sebagai suatu bagian/ kondisi yang normal dalam siklus hidupnya (Corebima, 2011). Dewasa ini monoploid secara ekstensif digunakan pada percobaan pemuliaan tanaman. Dalam hal ini sel-sel monoploid diisolasi dari produk meiosis yang haploid di dalam kepala sari. Sel-sel monoploid itu selanjutnya diinduksi sehingga tumbuh dan selanjutnya ditelaah misalnya yang berkaitan dengan sifat- sifat genetik (Russel, 1992 dalam website). Sel-sel dari suatu induksi monoploid juga dapat diinduksi untuk mengalami mutasi, tanpa setiap kali harus menginduksi mutasi yang resesif.

C.

Poliploid pada Manusia Poliploid terjadi akibat peleburan sel kelamin yang masing-masing atau salah satunya memiliki jumlah kromosom yang tidak normal. hal ini dinamakan dengan alopoliploid. Kasus ini bisa terjadi pada manusia yang dinamakan dengan kasus digini, dimana terjadi peleburan antara sel sperma dengan sel telur/ovum yang masih bersatu dengan polositnya. Ada juga kasus yang dinamakan dengan diandri yaitu dibuahinya sel ovum oleh dua sel sperma.

2

Perhatikan gambar diatas, pada gambar sebelah kiri pada saat sel melakukan meiosis I terjadi kegagalan berpisah pada salah kromosom homolog, akibatnya pada saat memasuki meiosis II, sel memiliki 3 set kromosom, dan satu set kromosom, memasuki fase anafase II maka yang terjadi akan terdapat 4 kromatid disebelah kiri, dan 2 kromatid disebalah kanan, hal ini akan berakibat jumlah kromosom pada gamet yang terbentuk. Pada gambar sebelah kanan pada tahap meiosis I, sel membelah secara normal, tapi pada saat memasuki meiosis II sel mengalami gagal berpisah pada sel sebelah kiri pada salah satu kromosom, ini berakibat pada pembentukan gamet yang paling kiri terdapat 3 kromosom(n+1)

D.

Aneuploid Aneuploidi adalah kondisi abnormal yang disebabkan oleh hilangnya satu kromosom atau lebih pada sesuatu pasang kromosom, atau yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah kromosom pada sesuatu pasang kromosom dari jumlah yang seharusnya (Russel, 1992 dalam Corebima, 2011). Aneuploidi terjadi pada pasangan kromosom yang tergolong autosom maupun gonosom (kromosom kelamin).

3

Aneuploidi dapat terjadi dari segregasi yag abnormal (ada peristiwa gagal berpisah) pada saat meiosis. Dari sejarah perkembangan genetika memang tercatat bahwa aneuploidi pertama kali dilaporkan oleh Bridges pada 1916, di saat beliau menemukan fenomena gagal berpisah pada D. Melanogaster. Pada saat itu ditemukan ada individu betina yang memiliki kromosom X dan satu kromosom Y; sebaliknya ada individu jantan yang hanya memiliki satu kromosom X tanpa kromosom Y. Peristiwa aneuploidi bisa terjadi biasanya pada saat masuk ke tahapan anafase dan gagal berpisah. Apabila pada saat anafase, kromosom mengalami gagal melekat pada benang spindle sehingga kromosom hancur. Sedangkan apabila terjadi gagal berpisah biasanya terjadi pada saat anafase I maupun anafase II pada pembelahan meiosis. Umumnya kasus yang terjadi pada manusia adalah kasus monosomi dan trisomi.

2.

Monosomi pada Manusia Monosomi(2n-1) merupakan kelainan jika individu kehilangan satu kromosom pada salahsatu pasangan kromosom nomor tertentu. Gamet yang dihasilkan ada dua macam yaitu (n) dan gamet (n-1).

4

Sindrom Turner Sindrom turner dapat terjadi jika sel telur/ovum dibuahi oleh sel sperma yang tidak memiliki kromosom seks, hal ini juga bisa terjadi jika sel telur tidak memiliki kromosom seks dibuahi oleh sel sperma yang normal. dengan hilangnya kromosom seks pada salah satu sel, maka akan terjadi gagal berpisah pada saat pembelahan sel. Sindrom turner ditemukan oleh H.H. Turner pada tahun 1938. Individu pada penderita sindrom turner berjenis kelamin perempuan. Sindrom turner memiliki susunan kromosom 22AA + XO atau 45,XO ( 44 kromosom dan satu kromosom seks X).

Penderita sindrom turner memiliki karakteristik antara lain: (1) gonad abnormal dan steril; (2) tubuh pendek; (3) payudara tidak berkembang dengan baik; (4) memiliki leher yang bersayap; (5) Terjadi keterbelakangan mental; (6) Terdapat kelainan kardiovaskuler.

5

3.

Trisomi pada Manusia Trisomi(2n+1) merupakan kelainan jika individu memperoleh tambahan satu kromosom pada salah satu pasangan kromosom nomor tertentu. Gamet yang dihasilkan adalah (n) dan (n+1).  Trisomi Kromosom Seks

A. Sindrom Klinefelter Sindrom ini ditemukan oleh Klinefelter pada tahun 1942. Sindrom klinefelter merupakan suatu keadaan pada individu yang mempunyai kelebihan satu kromosom, sehingga susunan kromosomnya adalah 22AA + AAY atau 47,XXY. Sindrom klinefelter terjadi pada seorang laki-laki. Penderita ini memiliki 47 kromosom, termasuk satu kromosom Y dan dua kromosom X.

Penderita sindrom klinefelter memiliki ciri-ciri antara lain: (1) memiliki ukuran tubuh yang tinggi; (2) memiliki tangan dan kaki yang lebih panjang; (3) gonad tidak berkembang sehingga bersifat steril; (4) payudara berkembang; (5) terjadi keterbelakangan mental

6

B. Sindrom Triple-X Sindrom Triple-X atau yang basa dikenal dengan Wanita super terjadi apabila sel ovum yang tidak normal dengan kromosom kelebihan satu yaitu XX dibuahi oleh sel sperma normal dengan kromosom X, sehingga

wanita

super

memiliki

kromosom

sebanyak

47

kromsom( 47,XXX/44A + XXX/22A + XXX) peristiwa ini termasuk peristiwa trisomi.

Ciri ciri yang dimiliki penderita wanita super antara lain berumur pendek dan bersifat steril, ini dikarenakan banyak organ tubuh penderita yang tidak berkembang dengan sempurna.

C. Male XXY Laki-laki mewarisi satu atau lebih kromosom ekstra X - genotipe mereka adalah XXY atau lebih jarang XXXY atau XY / XXY . Pada kasus yang parah, mereka memiliki suara yang relatif tinggi, aseksual terhadap kontur tubuh feminin serta pembesaran payudara, dan rambut wajah dan tubuh yang relatif sedikit. Mereka steril atau hampir steril, testis dan kelenjar prostatnya kecil. Akibatnya, mereka menghasilkan jumlah testosteron yang relatif kecil. Efek feminisasi dari ketidakseimbangan hormon ini dapat berkurang secara signifikan jika anak laki-laki XXY

7

secara teratur diberi testosteron sejak usia pubertas. Seperti betina tripleX (dijelaskan di atas), banyak pria XXY berukuran satu inci atau lebih di atas tinggi rata-rata. Mereka juga cenderung kelebihan berat badan. Mereka biasanya memiliki kesulitan belajar sebagai anak, terutama dengan bahasa dan ingatan jangka pendek. Jika tidak diberi bantuan ekstra di masa kanak-kanak, ini sering mengarah pada nilai sekolah yang buruk dan harga diri rendah. Namun, kebanyakan pria yang memiliki sindrom XXYcukup biasa dalam penampilan dan kemampuan mentalnya untuk hidup dalam masyarakat tanpa pemberitahuan. Bukan tidak biasa bagi yang dewasa dengan sedikit gejala untuk tidak menyadari bahwa mereka memilikinya sampai mereka diuji untuk infertilitas. Mereka biasanya mampu melakukan fungsi seksual normal, termasuk ereksi dan ejakulasi, namun banyak, jika tidak kebanyakan, tidak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah cukup untuk pembuahan. Laki-laki dengan lebih dari dua kromosom X biasanya memiliki gejala ekstrim dan seringkali sedikit terbelakang mental. Pria yang dengan (XY / XXY) umumnya memiliki sedikit masalah. Tidak ada bukti bahwa laki-laki XXY lebih cenderung menjadi homoseksual, namun mereka cenderung kurang tertarik pada seks. Mereka memiliki risiko lebih tinggi daripada rata-rata terkena osteoporosis, diabetes, dan kelainan autoimun lainnya yang lebih sering terjadi pada wanita. Hal ini mungkin terkait dengan produksi testosteron rendah.  Trisomi Kromosom Autosomal

A. Sindrom Down Sindrom down ini mula-mula diteliti oleh Langdon Down pada tahun 1866. Kondisi ini diberi istilah idiot mongoloid. Keadaan yang terjadi penderita pada sindrom down disebabkan karena adanya suatu ekstra kopi salah satu kromosom yang terkecil pada trisomi 21 sehingga penderita memiliki jumlah kromosom 47,XX/XY(45A + XX/XY). Kejadian ini termasuk kasus trisomi( 2n+1/46+1=47).

8

Jadi pada sindrom down yang mengalami kelainan adalah pada kromosom tubuh, bukan pada kromosom kelamin sehingga sindrom down bisa diderita baik laki-laki maupun perempuan.

Penderita sindrom down akan memiliki karakteristik seperti berikut. (1) Pada bayi yang baru lahir terdapat garis-garis pada kedua telapak tangannya yang disebut dengan sidik dermatoglifik. (2) Memiliki badan yang pendek. (3) Memiliki bentuk wajah agak bulat. (4) Memiliki bentuk mata yang sipit. (5) Keadaan mulut sering terbuka. (6) Memiliki kelainan pada jantung. (7) Biasanya memiliki IQ rendah yaitu di bawah 75. (8) Aktivitas geraknya lamban. (9) Memiliki hidup yang lebih pendek daripada individu yang normal, yaitu sekitar 16 tahun.

9

B. Sindrom Patau Sindrom patau merupakan suatu keadaan pada individu yang mengalami trisomi pada kromosom ke-13, 14, dan 15 sehingga penderita memiliki jumlah kromosom sebanyak 47, XX/XY(45A + XX/XY). Kejadian ini termasuk kasus trisomi yang bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan.

Penderita sindrom patau memiliki karakteristik sebagai berikut. (1) Berumur pendek, umumnya meninggal pada usia 3 bulan. (2) Polidaktili. (3) Ukuran struktur otak lebih kecil. (4) Mengalami keterbelakangan mental. (5) Bagian bibir memiliki celah. (6) Mengalami kelemahan pada jantung dan kelainan pada usus.

C. Sindrom Edwards Sindrom edwards ditemukan oleh I.H. Edwards. Penderita sindrom ini mengalami peristiwa trisomi pada kromosom ke-16, 17, dan 18 sehingga penderita memiliki jumlah kromosom 47, XX/XY(45A + XX/XY). Kejadian ini termasuk ke dalam kasus trisomi dimana penderitanya bisa laki-laki maupun perempuan.

10

Sindrom edwards memiliki ciri-ciri antara lain: (1) berumur pendek, usia rata-rata hanya 6 bulan; (2) tengkorak berbentuk agak lonjong; (3) memiliki bentuk mulut yang lebih kecil; (4) bentuk dada pendek dan lebar; (5) memiliki letak telinga yang lebih rendah.

4.

Perubahan pada Struktur Kromosom Dewasa ini dikenal empat macam mutasi kromosom yang terjadi akibat prubahan struktural. Keempat macam mutasi kromosom itu adalah delsi, duplikasi, inversi, dan translokasi. Delesi kadang-kadang terjadi akibat pindah silang pada individu yang heterozigot untuk inversi atau heterozigot untuk tanslokasi. Delesi dan dupliksi tergolong prubahan mutasi genetik pada suatu kromosom. Inversi merupakan suatu perubahan susunan suatu segmen kromosom, sedangkan transloksi tergolong perubahan lokasi sesuatu segmen kromosom. Macam aberasi kromosom ini lebih merupakan perubahan pada sesuatu bagian kromosom daripada perubahan kromosom secara keseluruhan atau perubahan perangkat – perangkat kromosom pada suatu genom. Kebanyakan informasi tentang perubahan struktur kromosom diperoleh atas

11

dasar studi atas kromosom – kromosom politen. Dewasa ini dikenal empat macam mutasi kromosom yaitu; delesi, duplikasi, inverse, dan translokasi. Mutasi kromosom atau aborasi kromosom dapat terjadi secara spontan, tetapi dapat diinduksi oleh perlakuan kmiawi atau perlakuan radiasi. Dikatakan pula bahwa perubahan organisasi kromosom terjadi secara alami sebagai mekanisme pengubahan ekspresi gen sering sebagai bagian dari suatu program pengabungan.

A. Delesi atau Defisiensi pada Manusia Delesi adalah suatu aberasi kromosom(mutasi kromosom) berupa proses perubahan structural yang berakibat hilangnya suatu segmen materi genetic dari suatu kromosom. Jika delesi terjadi dibagian ujung kromosom maka disebut delesi terminal, sedangkan bila delesi terjadi bukan di ujung kromosom maka disebut delesi interkalar.

Delesi terjadi akibat pemutusan kromosom yang diinduksi oleh factor – factor penyebab seperti panas, radiasi, virus, serta senyawa kimia atau bahkan oleh kesalahan pada enzim – enzim rekombinasi. Deteksi delesi dapat terjadi dengan bantuan analisis kariotipe, jika bagian kromosom yang mengalami delesi cukup besar, sehingga dapat terlihat ketika kromosom – kromosom homolog disandingkan. Deteksi delesi juga dapat dilakukan dengan bantuan pengamatan tentang ada tidaknya lengkungan disaat kedua kromosom homolog berpasangan.

12

Delesi basanya bersifat letal pada kondisi homolog atau pada kondisis homozigot jika delesi terjadi pada kromosom kelamin. Misalnya pada kromososm X. akan tetapi adapula sejumlah kecil delesi pada konisi homozigot yang bersifat letal ditemukan pada jagung, Drosopilla serta makhluk hidup lainnya; pada Echeria coli delesi yang tidak etal bahkan mencakup hingga 1% genom yang dikenal. Di kalangan Drosophil delesi terbesar yang tidak letal dan memungkinkan individu tetap hidup hingga dewasa sampe berjumlah 0,1 % genom. Pada kondisi heterozigot delesi sering menimbulkan efek fenotip. Contoh delesi yang telah dilaporkan adalah Drosophila dan manusia. Delesi pada Drosophila tersebut mengakibatkan efek Notch. Fenotip dari notch dapat terlihat dengan adanya lekukan sayap pada tepi posterolateral. Sedangkan pada manusia contoh delesi yang terkenal adalah yang menimbulkan sindrom Cri-du-chat. Delesi penyebab hal itu bersifat heterozigot.

Mutan Notch pada Drosophila tersebut

terput

kromosom

kelamin X bersifat letal pada kondisi homozigot (betina) dan hemizigot (jantan), jadi hanya pada individ betin heterozigot saja yang ditemukan fenotip mutan berkenaan mutan Notch pada Drosophila tersebut sudah diketahui bahwa pada mutan w (white) akan berperilku sebagai mutan dominan jika mutan Notch ada pada kromosom homolognya. Sebenarnya selain gen mutan w, gen resesif lain yang berada di sekitar lokasi w juga homoognya. Fenomena gen-gen mutan resesif sebagaimana layaknya gen-en mutan

dominan

semacam

itu

disebut

sebagai

psedodo-minansi.

Psedodominansi tersebut karena gen-gen mutan resesif itu terekspresi sendiri, lokus-lokus pasangan pada kroosom homolognya tidak ada lagi akibat telah mengalami delesi. Dalam hubungan inilah psedodominansi merupakan suatu tanda adanya delesi. Satu contoh delesi yang terkenal pada manusia adalah yang menimbulkan sindrom Cri-du-chat. Delesi peyebab timbulnya sindrom itu bersifat heterozigot. Delesi terjadi pada lengan pendek kromosom 5. Teriakan para bayi pengidap sindrom ini terdengar seperti bunyi meong kucing.

13

Sindrom itu juga ditandai dengan ukuran kepala yang keil, abnrmitas pertumbuhan yang parah, serta adanya keterbelakangan mental. Para penderita biasanya meninggal pada masa bayi atau awal masa kanak-kanak sekaipun ada juga yang tetap hidup hingga dewasa.

Delesi pada kromosom 5 yang menimbulkn sindrom Cri-du-chat seperti tersebut dapat menckup sekitar searuh lengan pendek kromosom tersebut. Delesi penyebab sindrom ini bahkan sudah dibuktikan oleh kejeune dan yang lainnya kadang-kadang terlibat pada suatu proses translokasi resiprok. Dalam hal ini transloksi resiprok itu mencakup kromosom 15. Contoh delesi lain pada manusia adalah yang menimbulkan leukimia myelo-sitis kronis. Delesi tersebut terjadi pad kromosom 22. Sebenarnya delesi pada kromosom 22 menmbulkan leukimia, berkenaan dengan delesi pada kromosom 22 tersebut juga mengalami translokasi menuju kromosom lain. Dalam hal ini sebagian lengan panjang kromosom 22 biasanya ditranslokasikan ke kromosom 9. Sebenarnya delesi heterozigot pada kromosom manusia seperti yang lain kromsom 4, 13, dan 18 semuanya menimbulkan cacat fisik dan mental 14

yang parah. Dalam hal ini suatu delesi pada kromosom 13 gbersangkut paut dengan retinoblastoma adalah suatu tumor retina mata pada masa kanakkanak yang jarang. Delesi penyebab retinoblastoma itu sebenarnya menghilangkan gen R.B yang merupakan gen pengkode protein rh yang terdiri dari 928 asam amino. Delesi heterozigot lain pada manusia yang juga menimbulkan cacat parah adalah yang terjdi pada kromosom 11 khususnya pada pita 11p13. Delesi itu menyebabkan tumor nefroblastoma yang merupakan suatu tumor ginjal terutama pada anak-anak. Mutasi delesi pada kromosom 11 ni bersangkut paut dengan fungs gen WT. gen WT hanya aktif pada sel-sel mesenkim ginja janin, selama waktu singkat disaat pembentukan nefron. Protein yang dikode gen WT tersebut diduga bertanggung jawab bekerja terhadap gen-gen target menghentikan pembelahan sel atau mendorong diferensiasi sel. Protein mutan yang akibat mutasi delesi itu diduga tidak mampu bekerja atas gen-gen target, sehingga pembelahan sel terus berlangsung dan terjadilah tumor.

B. Duplikasi pada Manusia Duplikasi adalah aberasi kromosom yang terjadi karena keberadaan suatu segmen kromosom yang lebih dari satu kali pada kromosom yang sama. Jika segmen yang mengalami duplikasi itu berurutan maka disebut duplikasi tandem. Jika sebaliknya disebut reverse tandem, dan jika duplikasi terletak di ujung kromosom maka disebut duplikasi terminal. Satu contoh duplikasi adalah yang menimbulkan mata Bar pada D. melogaster.individu D. melogaster yang bermata Bar memiliki mata serupa celah akibat berkurangnya faset mata. Pewarisan sifat mata Bar ini memperlihatkan ciri semidominan. Duplikas yang menimbukan mata Bar terjadi atas segmen kromosom 16 A dari kromosom X. Berkenaan dengan duplikasi sudah diketahui pula bahwa pada makhluk hidup eukariot, beberapa gen struktural mempunyai dua atau lebih kopi yang identik per genom (Ayala, dkk., 1984). Di samping itu ada pula 15

gen-gen struktural lain yang sudah terbentuk melalui duplikasi atas sesuatu gen purba, tetapi sudah berubah dan sekarang mengkode polinukleotidapolinukleotida yang agak berbeda. Contoh-contoh gen semacam itu adalah kelompok gen imonoglobulin dan kelompok gen globulin. Dalm hal ini sudah diketahui bahwa urut-urutan pada kelompok gen globulin α sangat mirip dengan yang terdapat pada kelompok gen globulin β (Russel, 1992). Kelompok gen globin α (pada manusia) terletak pada kromosom 16 sedangkan kelompok gen globin β terletak pada kromosom 11 (Ayala,dkk.1984). Polipeptida-polipeptida

yang

dikode

gen-gen

itu

merupakan penyusun protein hemoglobin pada embrio, fetus, dan individu dewasa. Satu gen dan kelompok gen globin α mengkode satu macam polipeptida yang bersama dengan macam polipeptida lain yang dikode oleh satu gen kelompok gen globin β, merupakan penyusun hemoglobin manusia (dewasa). Polipeptida yang dikode oleh satu gen dari kelompok gen globin α itu tersusun dari 41 asam amino, sedangkan yang dikode oleh satu gen dari kelompok globin β tersusun dari 146 asam amino. Urutan gen globin α1 dan α2 pada kromosom 16 manusia yang serupa urutan-urutan pada segmen-segmen antar gen ψ α – α2 serta α1 dan α2 juga serupa ψα () adalah suatu pseudogen yang tidak berfungsi lagi akibat akumulasi mutasi titik, segmen antara ψ α - α 2 lebih panjang disbanding antara α 1 dan α 2,m mungkin sebagai akibat insersi sekmen ψ α - α 2 atau akibat delesi pada segmen antara α 1 dan α 2 (Ayala, dkk, 1984). Berkenaan dengan kopi pada makhluk hidup sudah cukup banyak informasi yang terkait dengan gen pengkode RNA-r. Melalui teknik hibridisasi molekuler diketahui bahwa pada kebanyakan makhluk hidup terdapan banyak kopi gen pengkode RNA-r itu disebut DNA-r. Dalam hubungan ini diketahui bahwa pada E. coli, 0,4 persen genomnya merupakan DNA-r (jumlah tersebut ekivalen dengan 5-10 kopi gen); pada D. melanogaster , 0 ,3 persen genom haploidnya merupakan DNA-r (yang ekivalen dengan 130 kopi gen).

16

Masih terkait dengan jumlah kopi gen pengkode RNA-r tersebut sudah diketahui fenomena lain yang spektakuler pada Xenopus leavis. Pada cosit Xenopus leavis terdapat 1500 NOR (Nuclcolar Organizer Region) atau mikronukleolus, yang nerupakan bagian kromusom tempat gen pengkoda RNA-r (Klug dan cummings, 1994). Melalui teknik hibridisasi molekuler diketahui bahwa tiap NOR mengandung 400 kopi gen redundan pengkode RNA-r. Oleh larena itu jumlah kopi gen pengkode RNA-r yang terkandung dalam 1 sel oosit. Xenopus leavis adalah sebanyak 600. 000 ( 1500 X 400 ). Dinyatakan bahwa jumlah kopi gen yang sedemikian banyak itu di- akibatkan oleh amplifikasi melalui proses replikasi selektif DNA-r dan tiap perangkat gen baru dilepaskan dari tempatnya. Terkait dengan duplikasi segmen-segmen DNA sebagai fenomena evolusioner umum sebagamana yang telah dikemukakan, pada tahun 1970 Susumo Ohno menerbitkan monografinya yang provokalif yaitu Evolution by Gene Duplication (Klug dan Cummings, 1994). Menurut tesisnya doplikasi gen bersifat esensial bagi pemuculan gen-gen baru selama evolusi, Tesis tersebut didasarkan pada anggapan/pandangan bahwa produk gen dari gengen esensial yang hanya terdiri dari satu kopi pada genom, demi kelestarian anggota sesuatu spesies tidak dapat diabaikan selama evoluasi. Dalam hal ini gen-gedn tersebut tidak bebas mengakumulasi mutasi secukupnya untuk mengubah fungsi primernya dan berubah menjadi sesuatu gen baru Tesis Ohno tersebut didukung oleh penemuan gen-gen yang memilki sejumlah urutan-urutan nukleotida serupa tetapi yang produknya berbeda (Klug dan Cummings, 1994). Contoh-contoh yang terkait gen-gen yang mengkode polipeptida tripsin dan kemotripsin, demikian pulagene families semacam gen-gen yang mengkode berbagai tipe rantai polipeptida globin penyusun hemoglobin.

C. Inversi pada Manusia Inversi adalah pembalikan 180o segmen-segmen kromosom (Ayala, dkk, 1984; Russel, 1992; Klug dan Cummings, 1994). Pada inverse ada 17

materi genetic yang hilang. Dalam hal ini yang terjadi adalah perubahan atau penataan kembali urutan linear gen. dikenai dua macam inverse yaitu yang perisentrik dan parasentrik. Segmen yang mengalami inverse mungkin pendek atau panjang; bahkan dapat juga mencapai sentromer. Dalam hubungan ini jika inverse tersebut mencapai sentromer, maka itu adalah inverse perisentrik dan sebaliknya tidak mencakup sentromer maka itu adalah inverse parasentrik. Inverse parasentrik tidak mengakibatkan perubhan suatu lengan kromosom; sedangkan inverse perisentrik dapat menimbulkan perubahan panjang sesuatu lengan kromosom. Dinyatakan lebih lanjut bahwa inversi dapat menghasilkan gamet-gamet yang menyimpang, dan sebagaimana yang telah dikemukakan inverse terbukti mempunyai peranan besar pada proses evolusi. Dampak Inversi Terhadap Pembentukan Gamet Seperti yang telah disebutkan, inversi memang dapat menghasilkan gamet-gamet yang menyimpang. Pada bagian ini akan dibicarakan dampak inversi terhadap pembentukan gamet, yang dapat menghasilkan gamet-gamet tak lazim atau menyim-pang tersebut. Dampak inversi terhadap pembentukan gamet tergantung kepada apakah miosis terjadi pada yang heterozigot inversi atau pada individu homozigot inversi. Contoh individu heterozigot mesalnya yang mempunyai urutan segmen kromosom. ABCDEFGH/ ADCBEFGH; sedangkan yang homozigo inversi misalnya ADCBEFGH/ ADCBEFGH. Dalam hal ini jika individu yang mengalami meosi itu menidap inverasi homozigot, maka miosis itu akan beriangsung secara normal, dan tidak ada permasalahan yang terkait dengan duplikasi gen atau delesi (Russel, 1992). Sebaliknya jika individu yang menalami meosis itu mengidap inversi heterozigot maka sinapsis linear yang mormal itu tidak mungkin terwujud selama miosis (Klug dan Cummings, 1994). Sinapsis antara kromosom-kromosom homolog baru akan terwujud jika terbentuk lengkung (loop) yang yang mengandung segmen-segmen yang mengalami inversi (Ayala, dkk, 1984). Lengkung itu tersebut inversion loop.

18

Jika selama meiosis itu pindah silang tidak terjadi didalam segmen yang terbalik itu (pada individu pengidap inversi heterozigot), maka kromosom- kromosom homolog akan memisah seperti lazimnya dan menghasilkan dua kromatid terbalik (Klug dan Cummings, 1994). Kromatid yang nirmal maupun terbalik itu selanjutnya akan terkandung dalam gametgamet hasil meiosis itu. Jika selama meiosis itu, pindah silang terjadi di dalam segmen yang terbalik itu (dalam lengkung inverse), maka akan terbentuk kromatid yang abnormal; dan terbentuknya kromatid yang abnormal itu akan mengakibatkan sebagian gamet hasil meiosis menyimpang dari yang lain. Hal ini juga akan terjadi jika pindah silang terjadi di dalam lengkung inversi selama meiosis individu pengidap inverse heterozigot yang perisentrik. Dalam hal ini kromatida-kromatida rekombinan yang langsung terlibat pada pertukaran segmen mengalami duplikasi dan delesi; namun demikian tidak ada kromatid asentrik maupun disentrik yang dihasilkan. Gamet yang memiliki kromatid-kromatid tersebut akan menurunkan embrio mati. Tidak semua kejadian pindah silang yang berlangsung pada lengkung inverse tersebut akan berakibat munculnya rekombinan yang tidak dapat hidup (Ayala, dkk,1984 ; Russel, 1992). Salah satu contoh perkecualian adalah di saat berlangsungnya pindah silang ganda di dalam lengkung inverse kedua kromosom sama-sama terlibat pada pindah silang.

D. Kromosom cincin pada Manusia Kromosom sering dianggap hanya sebagai wadah statis untuk informasi genetik. Namun, sekarang menjadi semakin jelas bahwa kromosom adalah struktur yang sangat dinamis dengan organisasi yang diatur dengan ketat. Konformasi kromatin diketahui memainkan peran penting dalam pengaturan ekspresi gen dan elemen kromosom yang tidak ditransmisikan telah terbukti memiliki fungsi penting dalam siklus hidup seluler. Misalnya, urutan ulangi sentromerik memberikan poin jangkar untuk protein kinetochore dan pengurangan panjang ulangan telomerik selama proliferasi menetapkan batasan pada umur sel manusia. Topologi kromosom juga 19

memainkan peran penting. Replikasi DNA normal menghasilkan dua kromatid linier yang diorganisasikan dalam konfigurasi paralel sehingga pemisahan simetris dapat terjadi pada transisi metafase-anafase. Namun, perubahan topologi dari linier ke lingkaran mungkin benar-benar mengganggu rangkaian kejadian ini. Berikut adalah upaya untuk menggambarkan konsekuensi dari kromosom berbentuk cincin di sel manusia. Pada kesempatan langka, kromosom cincin ditemukan sebagai penyimpangan konstitusional pada janin atau bayi baru lahir dengan kelainan perkembangan. Lebih umum lagi, mereka mungkin timbul sebagai kelainan genetik yang didapat pada sel dari tumor atau leukemia (Tabel 1). Mekanisme pembentukan cincin Kromosom cincin dapat terbentuk dalam dua cara (Gambar 1):

Gambar 1: Pembentukan kromosom cincin dapat terjadi melalui selongsong lengan kromosom dan fusi ujung putus proksimal, yang menyebabkan hilangnya material distal (a). Cincin juga dapat dibentuk oleh disfungsi telomere yang memicu peleburan kromosom reaktif berakhir tanpa kehilangan materi genetik (b).

Dengan dua jeda DNA, satu di setiap lengan kromosom yang sama, diikuti oleh perpaduan ujung putus-putus proksimal. Penyebab dari pemecahan DNA ini biasanya tidak diketahui dan begitu pula mekanisme di balik ligasi ujung-ujungnya. Ada kemungkinan bahwa mesin penghubung akhir non-homolog memainkan peran dalam proses ini (Smith et al., 2001). Cincin juga bisa dibentuk oleh fusi pada dua titik temu pada lengan 20

kromosom yang sama. Namun, hanya beberapa contoh cincin tersebut yang telah dijelaskan. Kemungkinan besar, ini karena mereka bersifat asentrik dan tidak akan kekurangan titik perlekatan untuk mesin pembentuk sel. Kecuali ada urutan anchorage yang berbeda untuk kompleks kinetochore mereka akan hilang dalam mitosis berikutnya. Urutan "neocentromere" semacam itu, bagaimanapun, telah dijelaskan dalam kasus-kasus yang jarang terjadi dari kromosom cincin konstitusional (Slater et al., 1999) dan mengakuisisi (Gisselsson et al., 1999). Dengan fusi telomere disfungsional dari kromosom yang sama. Beberapa model in vitro dan hewan menunjukkan bahwa memperpendek pengulangan DNA telomerik menyebabkan pelepasan protein pelindung dari ujung kromosom (Counter et al., 1992). Hal ini membuat kromosom berakhir rentan terhadap rekombinasi dengan DNA baik dari kromosom lain yang mengarah ke pembentukan disentrik atau dengan lengan lain dari kromosom yang sama yang mengarah ke pembentukan cincin. Kromosom cincin pada pembelahan sel Berbeda dengan kromosom linier, cincin dapat mengalami pembelahan sel dalam tiga cara yang berbeda (McClintock, 1938; Lejeune, 1968). Jalur yang akan diikuti kromosom cincin ini tergantung pada jumlah pertukaran sister kromatid

(SCE) yang telah terjadi di cincin sebelum

pembelahan sel: I. Tidak ada SCE atau SCE dalam arah yang sama yang memungkinkan segregasi kromatid simetris normal. II. Bahkan jumlah SCE dalam arah yang berbeda akan menghasilkan pembentukan cincin yang saling terkait. III. Sejumlah SCE akan menghasilkan transformasi dari dua kromatid paralel menjadi satu cincin lanjutan, mirip dengan pita Mobius dengan ukuran ganda dari cincin asli (Gambar 2).

21

Gambar 2: Siklus jembatan kerusakan fusi yang dipicu oleh pertukaran sister kromatid (a) yang mengarah ke pembentukan jembatan (b) dan kerusakan (c), atau nondisjunction (d) pada anafase. Ujung sekering rusak di sel anak perempuan (e) dan bentuk struktur cincin baru, yang lagi-lagi bisa mengalami rangkaian peristiwa yang sama (f)

Cincin di (1) akan mengalami pembagian mitosis normal dengan distribusi bahan kromosom yang sama ke sel anak-anak pada anafase. Dalam situasi lain, sister kromatid tidak akan mampu melakukan pemisahan normal. Sebaliknya, cincin yang saling terkait (2) atau kontinyu (3) akan ditangguhkan sebagai jembatan kromosom antara dua kutub tumpahan mitosis pada anafase. Bergantung pada keseimbangan antara kekuatan tarik dari mesin pembentuk sel dan ikatan kimia di dalam jembatan anafase, salah satu skenario berikut akan terjadi (Gambar 3; McClintock, 1938):

22

Gambar 3: Diagram alir dinamika kromosom ring potensial. Cincin (r1) dapat mengalami mitosis normal atau membentuk jembatan pada pembelahan sel. Jika jembatan rusak, sel bisa mati, ditangkap, atau bertahan dan membiarkan perpaduan ujung yang putus menjadi cincin baru (r2 dan r3). Jembatan juga bisa mengalami nondisjunction sehingga cincin berukuran ganda (r1x2) terbentuk. Semua cincin ini dapat berlanjut melalui siklus fusi-jembatan fusi (BFB), yang berpotensi menyebabkan amplifikasi usia

A. Jembatan akan pecah dalam dua atau beberapa bagian. Kerusakan dapat terjadi pada setiap titik antara lampiran kromosom-spindle. Pecahan fragmen yang masih melekat pada poros masing-masing akan ditarik ke salah satu sel putri (Gambar 2c). B. Detasemen terjadi antara satu kinetochore dan poros mitosis. Cincin cincin berganda berukuran ganda / saling bertautan kemudian ditarik ke salah satu sel anak perempuan, sedangkan sel lainnya menjadi monosom untuk kromosom yang sesuai (gambar 2d). Distorsi dramatis morfologi kromosom ini mungkin hanya merupakan awal dari rangkaian peristiwa rekombinasi lebih lanjut. Ujung yang patah pada masing-masing sel anak di (A) dapat disembuhkan dengan fusi satu sama lain (McClintock, 1938; 1940) membentuk kromosom cincin baru yang dapat menimbulkan jembatan di pembelahan sel berikutnya (Gambar 2e, f). Kromosom cincin dapat memicu serangkaian peristiwa penyatuan fusijembatan (BFB), yang menyebabkan kerusakan DNA terus-menerus dan rekombinasi bahan kromosom. Cincin di (B) tidak rusak tapi mungkin membentuk jembatan di setiap pembelahan sel yang selanjutnya Kromosom cincin konstitusional Kromosom cincin konstitusional terjadi pada 1 / 50.000 janin manusia (Jacobs et al., 1975). Dalam kebanyakan kasus, cincin ini dibentuk oleh titik balik di kedua lengan, diikuti peleburan ujung proksimal ke dalam cincin dengan hilangnya material distal. Cincin semacam itu dapat menghasilkan gambaran klinis yang meniru sindrom penghapusan terminal. Sebagai alternatif, kromosom cincin bawaan adalah supernumerary, yaitu terjadi bersamaan dengan dua homolog normal dari kromosom yang sesuai (Anderlid et al., 2001), dan konsekuensinya akan serupa dengan trisomi parsial atau duplikasi. Sindrom cincin adalah kelompok yang sangat 23

heterogen, dengan karakteristik yang berbeda tergantung, tidak hanya, di mana kromosom terlibat, tetapi juga pada posisi breakpoint di dalam kromosom. Namun, pasien sindrom cincin tidak hanya menampilkan beragam gejala akibat delesi atau duplikasi. Kebanyakan dari mereka memiliki satu fitur yang sama. Dalam sebuah studi termasuk lebih dari dua ratus pasien dengan kromosom cincin bawaan, telah ditunjukkan bahwa sebagian besar anak-anak dengan cincin menunjukkan kegagalan untuk berkembang melampaui batas yang diharapkan dari ketidakseimbangan kromosom mereka (Kosztolanyi, 1987). Telah disarankan bahwa ini disebabkan oleh ketidakstabilan mitosis ring mencegah sel somatik berkembang biak secara normal. Hipotesis ini didukung oleh fakta bahwa kegagalan pertumbuhan lebih umum terjadi pada pasien dengan kromosom cincin yang besar, dibandingkan dengan yang kecil (Kosztolanyi, 1987). Hal ini sesuai dengan model BFB kromosom cincin yang dinamika. Secara statistik, cincin besar akan mengalami lebih banyak SCE per siklus sel daripada cincin kecil dan dengan demikian memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk memecahkan pada anafase. Dalam sel normal, ini memancing respons kerusakan DNA fisiologis yang mengarah pada penangkapan sel siklus atau apoptosis (CohenJonathan et al., 1999). Dari alasan di atas, maka populasi sel yang membawa kromosom cincin akan berkembang biak lebih lambat daripada populasi tanpa cincin; populasi dengan cincin akan kurang fit dan berada pada posisi yang selektif. Menariknya, kehilangan kromosom cincin atau pengurangan ukuran tidak jarang terjadi pada kasus dengan cincin bawaan. Secara khusus, kasus dengan cincin kecil sering menunjukkan subclone tanpa kromosom cincin dan pasien-pasien ini menghasilkan cincin mosaik atau monosomi (Gisselsson et al., 1999). Dalam kasus dengan cincin besar dan kegagalan pertumbuhan yang menonjol, heterogenitas ukuran cincin adalah fitur yang lebih umum. Anak-anak dengan kromosom cincin dengan demikian menggambarkan

24

contoh bagaimana seleksi alam pada tingkat sel dapat berperan untuk gejala dan tanda penyakit manusia. Akuisisi kromosom cincin Tabel 1. Prevalensi kromosom cincin (%) pada tumor manusia *

Fungsi dan asal kromosom cincin pada tumor Mekanisme dibalik variabilitas kromosom cincin besar pada beberapa sel neoplastik tidak sepenuhnya dipahami. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa respon kerusakan DNA normal terganggu pada banyak tumor ganas. Kejadian BFB dapat terjadi pada frekuensi tinggi tanpa konsekuensi negatif yang substansial untuk proliferasi sel (Artandi dan DePinho, 2000; Gisselsson et al., 2001). Ada bukti bahwa satu mekanisme

25

umum di balik respons kekurangan kerusakan DNA adalah inaktivasi protein TP53 dengan mutasi titik (Stark, 1993; Gisselsson et al., 2000). Dalam konteks ini, menarik untuk dicatat bahwa cincin besar yang tidak stabil pada tumor tulang dan jaringan lunak yang disebutkan sebelumnya mengandung urutan yang diperkuat dari daerah MDM2 pada 12q14-15 pada lebih dari 90% kasus (Gambar 5; Berner et al ., 1996). MDM2 mengikat protein TP53 dan secara

langsung

menghambat

aktivitas

faktor

transkripsi

atau

menargetkannya untuk penghancuran (Oliner et al., 1993; Haupt et al., 1997; Kubbutat et al., 1997).

Gambar 5: Amplifikasi MDM2 (merah), CDK4 (hijau), dan urutan kromosom 9 (biru) pada histiositoma fibrosa kelas rendah (a). Cincin dari enam sel yang berbeda dari tumor yang sama menunjukkan variabilitas yang luas dalam ukuran dan struktur (b). Jembatan anafase yang mengandung urutan MDM2 yang diperkuat (merah) pada liposarcoma yang terdiferensiasi dengan baik

Urutan yang diperkuat yang dibawa dalam cincin juga merupakan prasyarat untuk variabilitas cincin dan ekspansi ukuran. Telah ditunjukkan bahwa jumlah gen MDM2 yang meningkat pada cincin berkorelasi dengan peningkatan produksi protein MDM2. Sel dengan cincin besar akan mengekspresikan MDM2 secara berlebihan dan dengan demikian, setidaknya sebagian, menonaktifkan respons kerusakan DNA. Cincin ini mungkin pecah pada pembelahan sel dengan sedikit, jika ada, berdampak pada kelangsungan

26

hidup sel dan cincin baru dapat terbentuk di sel anak setelah perpaduan ujung yang putus (Gambar 3). Berbagai cincin mungkin terjadi hanya setelah beberapa divisi sel. Jika MDM2 dan / atau gen lainnya di daerah 12q14-15 menguntungkan bagi pertumbuhan tumor, sel dengan cincin yang mengandung beberapa salinan dari gen ini akan memiliki keuntungan selektif. Dengan cara ini, kejadian BFB berulang benar-benar dapat berkontribusi pada peningkatan amplifikasi gen tingkat tinggi pada tumor tulang dan jaringan lunak kelas rendah. Mekanisme serupa telah ditunjukkan pada beberapa sistem in vitro dengan amplifikasi gen resistansi obat (Smith et al., 1995; Coquelle et al., 1997). Namun, alasan ini tidak menyelesaikan masalah bagaimana cincin awalnya dihasilkan. Studi terbaru telah menunjukkan bahwa pembentukan awal kromosom cincin dan kromosom tersentrik pada tumor ganas dapat terjadi akibat pemendekan telomere dan perpaduan akhir kromosom berikutnya (Gisselsson et al., 2001). Tumor tulang dan jaringan lunak yang sama yang menunjukkan kromosom cincin juga menunjukkan frekuensi fusi telomerik yang tinggi. Hal ini menghasilkan pembentukan kromosom disentrik dan telah disarankan bahwa amplifikasi gen diawali oleh keterlibatan kromosom ini dalam kejadian BFB, dengan cara yang serupa dengan cincin (Pedeutour dan Turc-Carel, 1997). Setelah sejumlah siklus BFB, ketika array yang diperkuat telah mencapai ukuran besar, dua ujung dari beberapa fragmen dapat menyatu setelah kerusakan anafase membentuk kromosom cincin. Namun, dua argumen dapat diajukan terhadap rangkaian kejadian ini: (1) Cincin biasanya terjadi bersamaan dengan pelengkap kromosom yang tampaknya normal; setidaknya satu kromosom 12 homolog harus disusun ulang jika hipotesis di atas benar. (2) Masih belum menjelaskan mengapa sel tumor mentolerir kerusakan kromosom pada tahap awal perkembangan neoplastik ini; Untuk mengklaim demikian akan menjadi penalaran melingkar.

27

Gambar 6: Mekanisme hipotetis amplifikasi gen: Hubungan telomerik antara dua kromosom menghasilkan tiruan fungsional (a), yang dapat membentuk jembatan pada mitosis (b) dan mengalami nondisjunction (c), yang mengarah ke salinan ekstra gen MDM2 (biru ). Hal ini membuat permisif sel untuk penataan ulang struktur struktural melalui fusijembatan dan potensi amplifikasi gen (d). Struktur disentrik akhirnya bisa diubah menjadi kromosom cincin dan penanda dengan nomor salinan MDM2 yang tinggi (e). Cincin ini, pada gilirannya, akan memulai serangkaian peristiwa jembatan pemecah-fusi lainnya (Gambar 2).

Skenario teoritis yang masuk akal untuk amplifikasi kemungkinan besar mencakup kejadian awal yang menyebabkan meningkatnya jumlah salinan urutan MDM2 tanpa kerusakan kromosom. Sebagai langkah pertama, seseorang mungkin membayangkan bahwa kromosom disentrik kehilangan keterikatan pada salah satu kutub dari poros mitosis dan mengalami nondisjunction, bukan kerusakan anafase, yang akan menyebabkan trisomi untuk kedua kromosom yang terlibat dalam tanda tangan (Gambar 6 ). Untuk disentrik termasuk kromosom 12, ini akan berarti perolehan satu alel MDM2 pada satu sel anak perempuan dan kehilangan satu di tangan yang lain. Jika kita berasumsi bahwa salah satu kromatid disentrik tetap utuh, ia mungkin lagi membentuk jembatan di pembelahan sel berikutnya. Jika jumlah salinan MDM2 yang meningkat sekarang memberikan penghambatan yang cukup besar dari pos pemeriksaan kerusakan DNA, kerusakan anafase dapat terjadi tanpa apoptosis atau penangkapan siklus sel. Setelah ambang batas toleransi ini telah melampaui, acara BFB tambahan dapat menghasilkan array diperkuat besar yang dapat pecah menjadi fragmen, yang kemudian dapat 28

ditutup menjadi cincin. Seperti cincin tersebut akan berevolusi melalui sejumlah besar kejadian kerusakan acak, strukturnya diharapkan dapat menunjukkan tingkat kerumitan yang tinggi. Memang, ketika struktur cincin pada liposarcoma yang terdiferensiasi dengan baik dan osteosarcomas parosteal dipelajari secara rinci, urutan normal lokus di sepanjang lengan 12q terganggu secara luas bahkan di bawah tingkat megabase (Gisselsson et al., 1998). Ini juga telah ditunjukkan bahwa gen yang diperkuat dalam cincin sebenarnya dapat diatur ulang secara struktural, setelah digabungkan kembali dengan lokus dari bagian lain kromosom 12 atau bahkan kromosom lainnya (Berner et al., 1997).

E. Hermaphroditism Hermafroditisme, kondisi memiliki kedua organ reproduksi pria dan wanita. Tanaman Hermafroditic, tanaman berbunga paling banyak, atau angiosperma-disebut

monoecious,

atau

biseksual.

Hewan-hewan

Hermafroditic-kebanyakan invertebrata seperti cacing, bryozoans (lumut binatang), trematoda (cacing), siput, siput, dan teritip-biasanya parasit, bergerak lambat, atau menempel secara permanen pada hewan atau tumbuhan lain.  True Hemaphrodhitism (Hemafrodistisme Sejati) Hermafroditisme sejati ialah keadaan bahwa suatu individu mempunyai baik jaringan testis maupun jaringan ovarium (Suryo, 2001). Hermafroditisme sejati yaitu bila individu tersebut memiliki baik jaringan testes maupun ovum. Pada keadaan ini, sulit menentukan jenis kelamin secara anatomis, sehingga harus dilakukan pemeriksaan kromosom seks dan kromatin seks (Sudoyo dkk, 2009). Hermafroditisme sejati adalah suatu keadaan yang jarang terjadi; jaringan testis dan ovarium berkembang pada orang yang sama. Tampilan genetik hermafrodit sejati berbeda; banyak orang memiliki 46,XX atau

29

46,XY, tetapi beberapa memperlihatkan mosaikisme: 46,XX/46,XY (Chandrasoma, 2005). Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa hermafroditisme sejati yaitu suatu kelainan yang dialami manusia karena penderita memiliki jaringan testis dan jaringan ovarium serta memiliki selsel terminativum dari kedua jenis kelamin (sperma dan ovarium) pada satu individu. Selain itu, penderita hermafrodit sejati tampilan genetiknya kebanyakan orang memiliki 46,XX atau 46,XY, tetapi ada juga yang memperlihatkan mosaikisme (46,XX/46XY). Dalam keadaan seperti ini, hermafroditisme sejati termasuk dalam kelainan diferensiasi jenis kelamin yang menyebabkan ambiguitas genitalia (keragu-raguan jenis kelamin) pada suatu individu. Berdasarkan tipenya gonada, hermafroditisme sejati dibedakan menjadi 3 golongan (Suryo, 2001), yaitu : 1)

Lateral, dimana terdapat testis pada satu sisi dan ovarium pada sisi

yang lain. Dalam kamus Dorland, hermafroditisme lateral ialah terdapatnya jaringan gonad yang khas untuk satu jenis kelamin pada satu sisi tubuh dan jaringan khas jenis kelamin lain pada sisi kontralateral. 2)

Unilateral, yang memiliki ovotestis pada satu sisi dan ovarium atau

testis pada sisi yang lain. Dalam kamus Dorland, hermafroditisme unilateral ialah terdapatnya jaringan gonad yang khas untuk kedua jenis kelamin pada satu sisi dan sebuah ovarium atau testis pada sisi lainnya. 3)

Bilateral, yang memiliki ovotestis pada kedua sisi.

Dalam kamus Dorland, hermafroditisme bilateral ialah ialah hermafrodit dengan jaringan gonad khas dari kedua seks terdapat pada kedua sisi tubuh. Ciri-ciri dari hermafroditisme sejati, yaitu : a)

Individu memiliki jaringan testis dan jaringan ovarium (gonada

rangkap) yang abnormal.

30

b)

Mempunyai karyotipe 46,XX ; 46,XY atau 46,XX/46,XY.

c)

Terdapat kelainan pada jiwa, alat genitalia eksterna dan saluran

kelamin. d)

Secara anatomis tidak bisa ditetapkan jenis kelamin genetiknya.

Ada sebuah contoh penderita hermafroditisme sejati bernama Caroline Kinsey asal Darwen, Lancashire. Ia terlahir dengan dua jenis kelamin, lakilaki dan perempuan. Bahkan ia tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami Disorder of Sex Development (DSD) pada saat lahir. Kemudian orangtuanya mengoperasi vaginanya pada saat ia bayi, sehingga menjadi seorang laki-laki bernama Carl John Baker. Tapi, dalam perkembangannya, Caroline merasakan ada yang berbeda pada tubuhnya. Meski memiliki organ kelamin laki-laki, ia merasa tak sama dengan laki-laki sebayanya. Kondisi ini dikenal dengan hermafrodit atau interseks memiliki beberapa abnormalitas sehingga menyebabkan sexual ambiguity (Wahyuningsih, 2012).

 Pseudohermafroditisme Pseudohermafroditisme yaitu bila individu tersebut hanya memiliki testes atau ovum saja, tetapi rudimenter (Sudoyo dkk, 2009). Individu ini mempunyai salah satu jaringan gonada, yaitu testis atau ovarium, tetapi rudimenter (Suryo, 2001). Pseudohermafroditisme ialah keadaan memiliki gonad dari salah satu jenis kelamin, namun terdapat satu atau lebih gambaran yang bertentangan dengan kriteria morfologis jenis kelamin tersebut (Dorland, 2011). Jadi, dari pernyataan diatas pseudohermafroditisme adalah suatu keadaan individu memilki hanya salah satu gonad (testis atau ovarium) yang rudimenter (belum sempurna), namun terdapat satu atau lebih gambaran yang bertentangan dengan kriteria morfologis jenis kelamin tersebut. Pseudohermafroditisme ada 2 macam :

31

1)

Pseudohermafroditisme laki-laki Yaitu seseorang yang yang secara genetis perempuan dan memiliki

gonad wanita (ovarium) tapi jelas memiliki karakter seks sekunder laki-laki (Dorland, 2011). Menurut Suryo, Pseudohermafroditisme laki-laki dibedakan menjadi 2 macam: a.

Pseudohermafroditisme laki-laki bersifat laki-laki (masculinizing male

hermaphroditism) Ciri-cirinya: fenotip secara umum tampak seperti laki-laki atau perempuan; memiliki testis yang tidak sempurna; alat kelamin luar meragukan tetapi kirakira penis; payudara tidak berkembang; tubuh berambut seperti laki-laki; kariotipe 46, XY. b.

Pseudohermafroditisme laki-laki bersifat perempuan (feminizing male

pseudohermaphroditism) Ciri-cirinya: Fenotip umum tampak seperti perempuan; gonada jelas testis tanpa jaringan ovarium tetapi kurang sempurna karena rangsang feminisasi; penisnya menyerupai klitoris yang besar; tidak ada haid karena tidak ada jaringan ovarium; payudara berkembang; pertumbuhan rambut ketiak dan rambut kelamin amat tipis atau tidak ada sama sekali (Suryo, 2001). Pseudohermafroditisme laki-laki terjadi maskulinisasi inkomplet pada janin yang ditakdirkan menjadi laki-laki disebabkan tidak memadainya produksi testosteron oleh testis janin. Hal ini juga dapat terjadi akibat berkurangnya responsitas anlagen genitalia terhadap androgen dalam jumlah normal, yang mencakup kegagalan pembentukan 5α-dihidrostestostero in situ di jaringan peka androgen. Karena testis tampak, paling tidak pada suatu saat

selama

masa

mudigah

janin,

maka

pada

masa

tersebut

diproduksimullerian-inhibiting subtance. Dengan demikian, uterus, tuba fallopi, dan vagina bagian atas tidak terbentuk. Ada terjadinya regresi testis mudigah semasa kehidupan janin atau mudigah sehingga mengakibatkan defisiensi produksi testosteron oleh testis janin. Resistensi androgen atau defisiensi responsivitas terhadap androgen,

32

disebabkan oleh kelainan (atau tidak adanya) protein reseptor androgen, atau disebabkan oleh kegagalan konversi testosteronmenjadi dihidrotestosteron di jaringan-jaringan tersebut karena aktivitas enzim (Cunningham, 2005). 2)

Pseudohermafroditisme Perempuan Yaitu seseorang yang secara genetis laki-laki dan memiliki gonad

pria (testis) tapi jelas memiliki karakter seks sekunder perempuan (Dorland, 2011). Ciri-cirinya:

fenotip

umum

seperti

laki-laki;

alat

kelamin

luar

meragukan; mullerian-inhibiting subtance tidak diproduksi; mempunyai ovarium tetapi tidak sempurna. Ini disebabkan karena ibunya mengalami ketidakseimbangan hormon sebelum anak itu lahir; kariotipe 46, XX. Berdasarkan jenis kelamin genetik dan gonad, semua pasien dalam kategori ini ditakdirkan menjadi perempuan, dan kelainan dasarnya adalah kelebihan androgen. Karena mullerian-inhibiting subtance tidak diproduksi, pada pasien terbentuk uterus, tuba fallopi, dan vagina bagian atas. Kelebihan androgen pada janin dengan pseudohermafroditisme wanita paling sering terjadi akibat hiperplasia adrenal kongenital. Kausa lain kelebihan androgen adalah penyaluran androgen kompartemen ibu. Kelebihan sekresi androgen itu mungkin berasal dari ovarium yang mengalami hiperreaksio luteinalis atau tumor misalnya luteoma, arenoblastoma atau tumor sel hinus. Namun, pada sebagian besar kasus, janin tidak mengalami virilisasi. Hal ini terjadi karena selama hampir sepanjang kehamilan, janin terlindung dari kelebihan androgen ibu. Obatobat yang dikonsumsi selama kehamilan juga dapat menyebabkan peningkatan androgen berlebihan pada janin perempuan. Umumnya obat yang diduga menjadi penyebab adalah progestin sinteta atau steroid anabolik. Yang penting, semua penderita pseudohermafroditisme perempuan dapat menjadi wanita normal subur apabila diagnosis tepat dan terapikan secara benar dan dalam waktu yang tepat (Cunningham, 2005).

33

Related Documents

Home Work
June 2020 6
Home Work 2.pdf
December 2019 19
Work At Home
June 2020 10
Work From Home
May 2020 7
Home Work 3
June 2020 5
Home Work Banking
June 2020 9

More Documents from ""