Clinical Report Session
HIPERTIROID
Oleh : dr. Atika Indah Sari
Pembimbing : dr. Skandinoviar, Sp.PD
DOKTER INTERNSIP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH DHARMAS RAYA 2018-2019
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Tiroid adalah suatu kelenjar endokrin murni berbentuk kupu-kupu yang terdiri dari dua
lobus yang masing-masing dihubungkan oleh ismus yang tipis dibawah kartilago krikoidea di laher. Kelenjer tiroid berfungsi menghasilkan hormon tiroid ( T3 dan T4) yang membantu mengatur temperatur tubuh, metabolisme energi dan protein, juga membantu fungsi normal sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat. Fungsi tiroid ini diatur dan dikontrol oleh glikoprotein hipofisis TSH yang diatur pula oleh hormon dari hipotalamus yaitu TRH. Hipertiroid merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjer tiroid yang hiperaktif. Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinik kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Apapun sebabnya manifestasi kiniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3 inti yang makin penuh. Rangsangan oleh TSH atau TSH-like subtances (TSI, TSAb), autonomi instrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck uptake naik. Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya sef-limiting disease. Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena struma multinodular toksik dan adenoma toksik. Sedangkan penyebab lain yaitu, tiroiditis, ambilan hormon tiroid secara berlebihan, kanker pituitary dan obat-obatan seperti amiodarone. Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai kelainan faalnya (status tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinoduldan sebagainya) dan etiologinya (autoimun, tumor, radang). Saat ini belum ada tersedia data tentang prevalensi hipertiroid di Indonesia. Hipertiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria, terdapat predisposisi familial terhadap penyakit ini.
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI TIROID
Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5 – 4 cm, lebar 1,5 – 2 cm dan tebal 1 – 1,5 cm sedangkan berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium, yang pada orang dewasa berkisar antara 10-20 gr. Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi d belakang lobus medius, sedangkan nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea di belakang tiroid.
2
2.2 FISIOLOGI HIPERTIROID
Gambar 2. Fisiologi hormon tiroid
PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap saat harus disekresikan hormone tiroid dengan jumlah yang tepat, dan agar hal ini dapat terjadi, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan kelenjar hipofisisi anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid. Mekanisme ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. EFEK HORMON PERANGSANG TIROID (TSH) PADA SEKRESI TIROID Hormon perangsang tiroid (TSH), yang juga dikenal sebagai tirotropin, merupakan salah satu hormone kelenjar hipofisis anterior, yaitu suatu glikoprotein dengan berat molekul kirakira 28.000; hormon ini meningkatkan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid. Efeknya yang spesifik terhadap kelenjar tiroid adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormone-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan berkurangnya substansi folikel itu sendiri. b. Meningkatkan aktivitas pompa natrium, yang meningkatkan kecepatan “penjeratan iodida (iodide trapping)” di dalam sel-sel kelenjar, kadangkala meningkatkan rasio konsentrasi iodide intraselular terhadap konsentrasi iodide ekstraseluler sebanyak delapan kali normal. c. Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan proses penggandengan (coupling) untuk membentuk hormone tiroid. d. Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid e. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan perubahan sel kuboid menjadi sel koluminar dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel. 3
Ringkasnya,TSH meningkatkan semua aktivitas sekresi sel kelenjar tiroid yang diketahui. Efek awal yang paling penting setelah pemberian TSH adalah timbulnya proteolisis tiroglobulin, yang dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pelepasan tiroksin dan triiodotironin ke dalam darah. Efek lain memerlukan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk berkembang penuh. 2. PERAN SIKLIK ADENOSINE MONOFOSFAT DALAM EFEK PERANGSANGAN DARI TSH Kebanyakan efek-efek di atas disebabkan oleh pengaktifan “second messenger” dari sistem siklik adenosine monofosfat (cAMP) dalam sel. Peristiwa pertama dari pengaktifan ini adalah timbulnya pengikatan TSH dengan reseptor spesifik TSH yang terdapat di bagian basal permukaan membrane sel. Ikatan ini lalu mengaktifkan adenilsiklase yang ada di dalam membrane, yang meningkatkan pembentukan cAMP di dalam sel. Akhirnya, cAMP bekerja sebagai second messenger untuk mengaktifkan protein kinase, yang menyebabkan banyak fosforilasi di seluruh sel. Akibatnya segera timbul peningkatan sekresi hormone tiroid dan perpanjangan waktu pertumbuhan jaringan kelenjar tiroidnya sendiri. Metode untuk pengaturan aktivitas sel-sel tiroid ini mirip dengan fungsi cAMP pada sebagian besar jaringan target lain dalam tubuh.
SEKRESI
TSH
DIATUR
OLEH
HORMON
PELEPAS-TIROTROPIN
DARI
HIPOTALAMUS Sekresi TSH oleh hipofisis anterior diatur oleh satu hormone hipotalamus, hormone pelepastirotropin (TRH), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminensia mediana hipotalamus dan kemudian diangkut dari eminensia medianan ke hipofisis anterior dalam darah porta-hipotalamushipofisis. TRH secara langsung mempengaruhi sel-sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH. Bila sistem porta yang dimulai dari hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior seluruhnya dihambat, maka kecepatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis anterior sangat menurun namun tidak sampai nol. Mekanisme molecular TRH yang menyebabkan sel-sel yang mensekresi-TSH dari hipofisis anterior menghasilkan TSH, pertama-tama terjadi melalui pengikatan dengan TRH di dalam membrane sel hipofisis. Ikatan ini selanjutnya mengaktifkan sistem second messenger fosfolipase untuk menghasilkan sejumlah besar fosfolipase C, yang diikuti dengan banyak hasil second messenger yang lain, termasuk ion kalsium dan diasil-gliserol, yang akhirnya menyebabkan pelepasan TRH.
EFEK UMPAN BALIK DARI HORMON TIROID DALAM MENURUNKAN SEKRESI TSH OLEH HIPOFISIS ANTERIOR
4
Meningkatnya hormone tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Bila kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai kira-kira 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol. Hampir semua efek penurunan umpan balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis anterior telah dipisahkan dari hipotalamus. Oleh karena itu, seperti yang terlihat dalam gambar, mungkin sekali bahwa peningkatan hormone tiroid menghambat sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama melalui suatu efek langsung terhadap hipofisis anterior itu sendiri, walaupun dapat juga secara sekunder karena banyak efek-efek yang lebih lemah, yang bekerja melalui hipotalamus. Mekanisme umpan balik juga dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormone tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang hamper normal. Bila ada efek umpan balik yang melewati hipotalamus yang membantu umpan balik langsung pada kelenjar hipofisis sendiri, maka mungkin pengaruh keadaan ini menjadi sangat lambat dan sedikitnya mungkin disebabkan oleh adanya perubahan pada kecepatan metabolism di pusat pengatur suhu tubuh dalam hipotalamus, yang telah diketahui mempunyai efek yang bermakna pada pengaturan sistem hormone tiroid.
Gambar 3. Jalur umpan balik positif dan negatif pada aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid
Efek Metabolik Hormon Tiroid Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain : 1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperatur suboptimal) dan kalorigenik.
5
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik. 3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis dan degradasi insulin meningkat. 4. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat. 5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan. 6. Lain-lain: gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare; gangguan faal hati; anemia defisiensi Fedan hipertiroidisme.
Efek Fisiologik Hormon Tiroid Efekya membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Efek genomnya menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang non genomik misalnya meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzin tipe-2 5`’-doiodinase di hipofisis. 1. Pertumbuhan Fetus Sebelum minggu 11 tiroid fetus dan TSH belum bekerja. Dalam keadaan ini karena DIII tinggi plasenta hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski sedikit amat krusial. Tidak adanya hormon yang ‘cukup’ menyebabkan lahirya bayi kretin (mental retardasi dan cebol), meskipun kalau ibu cukup fetus di awal hamilpun masih dapat pasase hormon ibu. 2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas Kedua peristiwa di atas dirangsang oleh T3, lewat Na+K+ATPase di semua jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan kadar superoksid desmutase hingga radikan bebas anion superoksid meningkat. 3. Efek kardiovaskuler T3 menstimulasi (a) transkripsi miosin hc-α dan menghambat miosin hc-β, akibatnya: kontraksi otot miokard menguat (b) transkripsi Ca2+ATPase di retikulum sarkoplasma tonis diastolik meningkat (c) mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergik sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek ‘ionotropik positif’. Secara klinis terlihat sebagai naiknya ‘cardiac output’ dan takikardi. 6
4. Efek simpatik Karena bertambahnya reseptor beta-adrenergik miokard, otot skelet, lemak dan limfosit, efek post reseptor dan menurunnya alfa-reseptor adrenergik miokard, maka sesitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme dan sebaliknya pada hipotiroidisme. 5. Efek hematopoetik Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme menyebabkan eritropoiesis meningkat juga produksi eritripoietin. Volume darah tetap namun ’red cell turn over’ meningkat. 6. Efek gastrointestinal Motilitas usus meningkat kadang ada diare, dan pada hipotiroidisme obstipasi dan transit lambung melambat. Klinis dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang. 7. Efek pada skelet Turn-over tulang meningkat resorbsi tulang lebih terpengaruh dari pembentukannya. Hipertiroidisme menyebabkan osteopenia, dalam keadaan berat mampu meningkatkan hiperkalsemia, hiperkalsiuri dan petanda hidroksiprolin/piridium cross-link. 8. Efek neuromuskuler Turn-over meningkat juga menyebabkan miopati di samping hilangnya otot, kreatinuria spontan dapat terjadi. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat hiperrefleksia. 9. Efek endokrin Sekali lagi hormon tiroid meningkatkan ‘metabolic turn-over’ banyak hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100 menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit dalam hipertiroidisme dan 150 menit pada hipotiroidisme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidisme dapat menutupi masking atau memudahkan unmasking kelainan adrenal.
2.3. DEFINISI HIPERTIROID Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjer tiroid. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Sementara menurut Martin A Walter hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi kardiovaskuler. Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter dan goiter multinoduler toksik menjadi bagian pentingnya walaupun dengan frekuensi yang sedikit. Namun penyakit Graves dan goiter noduler merupakan penyebabnya yang paling umum. Pada penderitanya biasanya terlihat adanya pembesaran kelenjer gondok di daerah leher. Komplikasi hipertiroid pada mereka yang berusia lanjut dapat mengancam jiwa sehingga apalagi gejalanya berat harus segera dirawat di rumah sakit. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroid yang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini 7
timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan behubungan dengan faktor pencetus ; infeksi, operasi, trauma,
zat kontras beriodium,
hipoglikemi, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid dan sebagainya.
TIROTOKSIKOSIS Tirotoksikosis diartikan sebagai kumpulan gangguan yang disebabkan karena adanya kadar hormon tiroid yang berlebihan di jaringan dan sirkulasi. Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara prinsip berbeda. Hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi berlebihan dari hormon tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya berasal dari kelenjar tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinik, secara definisi diartikan kasus dengan kadar hormon normal tetapi TSH rendah. Tirotoksikosis adalah sindroma hipermetabolism dan hiperakivitas di sebagian besar tubuh manusia, disebabkan karena kadar fT4 dan/atau fT3 meningkat. Dapat disebabkan karena tidak terkendalinya produksi hormon pada morbus Graves, struma mulinoduler toksik, kelenjar bocor hingga hormon keluar, terjadi pada tiroiditis atau radiasi kelanjar, produksi hormon tak terkendali dari nodul otonom, carcinoma atau jaringan tiroid ektopik. Meski jarang tiroroksikosis dapat terjadi karena resistensi hipofisis atas peristiwa umpan balik, tumor hipofisis yang mengeluarkan TSH, bahan stimulator tiroid yang dikeluarkan oleh mola hidatidosa, korikasrsinoma dan seminoma atau peristiwa yang sama sekali berasal dari luar tubuh sperti terlalu banyak menggunakan hormon tiroid atau bahan yodium. Apapun sebabnya, hasil akhir ialah perubahan yang terjadipun juga serupa. Dengan demikian peristiwa metabolik yang akan dibahas dalam naskah ini berlaku juga untuk peristiwa lain, tidak hanya terjadi pada penyakit Graves. Dari tirotoksikosis, hampir 90% disebabkan Morbus Graves dan Morbus Plummer. Dengan perbandingan 60 % dengan 40 %.
2.4. EPIDEMIOLOGI Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1-2 % dari semua penduduk usia dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita dibanding pada pria (5:1). Pada usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit Graves, sedangkan struma multinoduler toksik umumnya timbul pada usia tua. Di daerah pantai dan kota, insidennya lebih tinggi dibandingkan dengan didaerah pegunungan atau di pedesaan.
8
Gambar 4. Distribusi epidemiologi hipertiroid
2.5. ETIOLOGI Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid toksik. Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang tidak diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit Graves pada monozygotic twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan bahwa faktor lingkunganlah yang berperan dalam hal ini. Bukti tak langsung menunjukkan bahwa stress, merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata berpengaruh terhadap sistem imun. Sederhananya penyakit Graves merupakan multiple dari autoimun, yaitu tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap bagian optik ( opthalmopathy ), kulit ( deratopathy ), seta jari (acropathy). Keadaan ini biasanya terjadi karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam serum. Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara lain : 1. Kehamilan, khususnya pada masa nifas 2. Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida 3. Terapi litium 4. Infeksi bakterial atau viral 5. Pengentian glukokotrikoid
9
Tabel 1. Etiologi Hipertiroid Etiologi hipertiroidisme Penyakit Graves (hipertiroidisme otoimun) Penyakit Plummer (uninoduler dan multinoduler) TSH atau hCG berlebihan: a. Tumor hipofisis b. Tumor trofoblastik (chrio-Ca. Mola hidatidosa) c. Tumor carcinoma testis embrional d. Tumor maligna yang lain Jaringan ektopik penghasil hormon tiroid a. Carcinoma tiroid metastatik b. Struma ovarii Hipertiroidisme faktisia (pengobatan hormon tiroid berlebihan) Hipertiroidisme sepintas a. Tiroiditis subakut De Quervain b. Tiroiditis otoimun (Hashimoto, postpartum) c. Kerusakan tiroid karena radiasi nuklir Hipertiroidisme karena yodium berlebihan (ITT) Hipertiroidisme pada akromegali, polyostotic fibrous dysplasia
2.6. PATOGENESIS Pada kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normalnya di daerah leher, disertai dengan banyak hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel ini-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan iodium radioaktif menunjukkan bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini mensekresi hormone tiroid dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal. Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Akan tetapi, pada sebagian besar penderita, besarnya besarnya konsentrasi TSH dalam plasma adalah lebih kecil dari normal, dan seringkali nol. Sebaliknya, pada sebagian besar penderita dijumpai adanya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan kerja TSH yang ada dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin (immunoglobulin perangsang tiroid/TSI) yang berikatan dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor membrane yang mengikat TSH. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung 1 jam. Tingginya sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. 10
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada penyakit Graves, hipertiroid merupakan akibat dari antibodi reseptor thyroid stimulating antibody ( TSI ) yang mengsang aktivitas tiroid, sedangkan pada goiter multinodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri. Pada penyakit graves, limfosit T menjadi peka terhadap antigen yang terdapat dalam kelenjar tiroid dan merangsang limposit B untuk mensintesis antibody terhadap antigen-antigen ini. Adanya antibodi dalam darah ini kemudian berkorelasi dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit yang diterapi obat-obat antitiroid.
2.7. MANIFESTASI KLINIS Melihat hormone tiroid yang berefek amat luas, maka dapat dibayangkan bahwa gangguan yang ditimbulkan oleh abnormalitas kadar hormon ini akan tercermin dalam gangguan hamper semua organ tubuh kita. Keluhan umum yang paling mencolok ialah berat badan menurun, lemah badan, palpitasi, ‘dispnoe’, cepat lapar dan haus, hiperdefekasi, amat iritabel, keringat yang berlebihan, tidak tahan udara panas atau lebih suka udara dingin serta tremor. Pada individu yang lebih muda, manifestasi yang umumnya terlihat adalah palpitasi, gelisah, mudah lelah, hiperkinesia, diare, keringat yang berlebihan, tidak tahan panas, suka dengan dingin, dan sering terjadi penurunan berat badan tapi
tanpa
disertai
dengan
penurunan
nafsu
makan.
Pembesaran
tiroid,
tanda-tanda
tirotoksikosis pada mata dan takikardi ringan juga sering terjadi. Pada anak-anak terjadi pertumbuhan dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-pasien diatas 60 tahun manifestasi yang mendominasi adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan keluhan palpitasi, dyspnue saat latihan, tremor, gelisah, dan penurunan berat badan. Pada dermopati terjadi penebalan kulit hingga tidak dapat dicubit, kadang-kadang mengenai seluruh tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki. Perlu diingatkan kembali bahwa hanya kelainan tiroid, orbita, sistem limfatik, serta kelainan kulit dan jaringan ikat (acropathy) dapat dianggap spesifik untuk penyakit graves, sedangkan selebihnya dapat disebabkan karena tirotoksikosis atas sebab apapun.
11
Gambar 5. Kelainan mata dan kuku pada penderita hipertiroid
MATA Berbagai gejala dan tanda mata disebut dalam literature yang menggambarkan bahwa mata merupakan petunjuk penting dalam menduga dan mengevaluasi kasus Graves. Manifestasi oftalmopati Graves dibagi 2 kelompok besar : karena tirotoksikosis maupun overaktivitas simpatis dan akibat proses khusus di mata.
12
Gambar 6. Gejala dan “eye sign’s” pada penyakit Grave’s
Gambar 7. Indeks Wayne
13
Gambar 8. Indeks New Castle
2.8. DIAGNOSIS Diagnosis hipertiroid menggunakan indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang. Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar fT4, T3 dan TSH, eksresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap 1-131, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (Fine Needle Aspiration Biopsy), antibodi tiroid dan TSI.
2.9
KOMPLIKASI Komplikasi hipertiroid yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksikosis
(thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjer tiroid, atau pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan hormon tiroid dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardi,
agitasi,
tremor,
hipertermi
dan
apabila
tidak
diobati
dapat
mengakibatkan kematian. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan aritmia dan syok.
14
2.10. PENATALAKSANAAN 1) Tirostatika (OAT- obat anti tiroid) Obat terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU, propiltiourasil 50, 100 mg). Obat ini menghambat organifikasi iodine sehingga menurunkan kadar hormon tiroid dan menghambat reaksi autoimun. PTU juga berefek menghambat konversi T3 menjadi T4 di perifer. Dosis dimulai dengan 30mg CBZ, 30mg MTZ, dan 400mg PTU perhari dalam dosis terbagi. Biasanya eutiroid tercapai dalam 4-6 minggu, kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis, lama pengobatan selama 1 - 1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi. 2) Beta-blocker Kebanyakan gejala umum hipertiroid seperti palpitasi, tremor dan anxietas, dimediasi oleh peningkatan reseptor beta adrenergik. Beta blocker bekerja menghilangkan gejala ini. Obat ini tidak membantu menurunkan
peningkatan
hormon tiroid tetapi
membantu mengatasi gejala saat pengobatan dengan tirostatika. Contoh obat yang sering dipakai adalah propanolol, indikasi : a. Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan, sedang dan tirotoksikosis. b. Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif. c. Krisis tiroid Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8
minggu.
Penggunaan beta blocker ini tidak boleh diberikan kepada pasien yang mengalami asma dan gagal jantung. 3) Pembedahan. Terapi bedah (tiroidektomi subtotal), diperginakan bagi pasien-pasien dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinoduler. Terapi ini juga dapat menjadi pilihan bagi mereka yang mengalami penyakit Graves jika tidak ada toleransi pada obat-obat antitiroid. Untuk dilakukannya terapi bedah ini juga harus diperhatikan dari segi usianya, ukuran kelenjer, sisa kelenjer yang tersisa dan asupan iodin. Sebelum dilakukannya tiroidektomi ini pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid (kira-kira 6 minggu), kemudian dua hari sebelum operasi diberi larutan jenuh kalium iodida sebanyak 5 tetes 2 kali sehari. Langkah ini untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi.
15
4) Terapi iodin radioaktif. Terapi ini aman dan cocok untuk segala jenis hipertiroid khususnya pada mereka yang berusia lanjut. Selain itu juga dapat diberikan kepada pasien dengan komplikasi penyakit Graves dan opthalmopathy. Beberapa studi menyatakan bahwa pengobatan dengan radioiodine ini dapat memperburuk kondisi opthalmophaty pada sebagian kecil pasien yang perokok.
2.9. PRGNOSIS Prognosis untuk pasien dengan hipertiroid umumnya baik dengan penatalaksanaan yang tepat. Pasien harus segera dimonitor setelah mendapatkan pengobatan hipertiroid jenis apapun dalam tiga bulan pertama. Setelah satu tahun pertama pasien dimonitor setiap tahun walaupun asimtomatis.
16
BAB 3 LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien a. Nama/Jenis kelamin/Umur
: Ny. Y.A / Perempuan / 28 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan
: Swasta / SMA sederajat
c. Alamat
: Jr. Sei Gemuruh Kec. Kamang Baru
d. Tgl. Masuk RS
: 18 September 2018
2. Anamnesis Seorang pasien wanita usia 28 tahun berobat ke Poli Penyakit Dalam pada tanggal 28 September 2018 dan dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Sei Dareh, dengan: a. Keluhan Utama Badan terasa letih dan lemas sejak 3 hari sebelum masuk RS. b. Riwayat Penyakit Sekarang: -
Badan terasa letih dan lemas sejak 3 hari sebelum masuk RS, semakin lama terasa semakin lemas, keluhan tidak berkurang meskipun pasien telah istirahat.
-
Nafsu makan meningkat sejak 3 tahun ini.
-
Mual tidak ada, muntah tidak ada.
-
Berat badan turun dirasakan pertama kali 3 tahun yang lalu. Awalnya pernah turun ± 3 kg dalam sebulan. Sebulan terakhir berat badan turun ± 2 kg.
-
Sering merasa panas dan berkeringat sejak 3 tahun ini. Keluhan dirasakan meskipun pasien sedang tidak beraktivitas.
-
Benjolan pada leher (+) dirasakan sejak 3 tahun ini, dirasakan semakin lama semakin membesar.
-
Buang air besar konsistensi, frekuensi dan warna biasa.
-
Buang air kecil warna, frekuensi dan jumlah biasa.
-
Berdebar-debar tidak ada.
-
Demam tidak ada.
c. Riwayat pengobatan -
Pasien berobat ke poli penyakit dalam sejak 1 minggu ini karena keluhan yang sama.
-
Pasien dikenal menderita hipertiroid sejak 3 tahun yang lalu
d. Riwayat Penyakit Dahulu -
Riwayat hipertiroid sejak 3 tahun yang lalu.
-
Riwayat benjolan di leher sejak 3 tahun yang lalu. 17
-
Riwayat benjolan di bagian tubuh lain tidak ada.
-
Riwayat diabetes mellitus disangkal.
-
Riwayat hipertensi tidak ada.
-
Riwayat penyakit jantung, ginjal dan hati tidak ada.
e. Riwayat Penyakit Keluarga -
Riwayat ibu memiliki keluhan yang sama dengan pasien yaitu penyakit gondok.
-
Riwayat hipertensi (-)
-
Riwayat diabetes mellitus (-)
-
Riwayat penyakit jantung (-)
PASIEN
f.
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan -
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas ringan.
-
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol.
-
Pasien tidak teratur berolah raga.
-
Pasien memiliki satu orang anak, usia 7 tahun.
3. Pemeriksaan Fisik Status Generalisata: o
Kondisi Umum
: Sedang
o
Kesadaran
: Composmentis cooperatif
o
Gizi
: Sedang
o
GCS
: 15 (E4V5M6)
o
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
o
Nadi
: 82 kali/menit , teratur
o
Respirasi
: 20 kali/menit
o
Suhu
: 36.7 ºC
o Tinggi badan
: 163 cm
o Berat badan
: 56 kg
o BMI
: 21,07 kg/m2
o
Kulit
: teraba hangat
o
Kepala
: bentuk bulat, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut
18
o
Mata
: tidak ada eksoftalmus, mata tidak cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+ (normal)
o
Mulut
: lidah dan mulut basah, oral thrush tidak ada
o
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
o
Hidung
: tidak ditemukan kelainan
o
Tenggorok
: tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
o
Leher
:
Inspeksi:
JVP 5-2 cmH2O, tampak benjolan di leher anterior.
Palpasi:
Teraba pembesaran kelenjar tiroid ukuran ± 7 x 6 x 4 cm, teraba simetris, konsistensi kenyal, permukaan datar, tidak mobile, nodul tidak teraba, ikut bergerak saat menelan, tidak nyeri, fluktuasi (-)
Tidak teraba pembesaran KGB regio coli, tidak teraba pembesaran KGB supraklavikula dan infraklavikula, tidak teraba pembesaran KGB aksilaris dextra dan sinistra
o
o
Dada
:
Paru
:
-
Inspeksi
: simetris kiri dan kanan pada saat statis maupun dinamis
-
Palpasi
: fremitus kiri = kanan
-
Perkusi
: sonor
-
Auskultasi : suara nafas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
:
-
Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
-
Palpasi
: iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
-
Perkusi
: batas kanan: LSD, atas : RIC II, kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
-
Auskultasi : bunyi jantung murni, regular, bising (-), gallop (-)
Abdomen
:
-
Inspeksi
: perut tidak membuncit
-
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan reg epigastrium (+)
-
Perkusi
: timpani
-
Auskultasi : bising usus (+) normal
o
Punggung
: tidak ditemukan kelainan
o
Alat kelamin
: tidak diperiksa
o
Ekstremitas
: akral hangat, perfusi baik CRT < 2 detik, tremor tidak ada
19
Indeks Wayne Gejala
Dyspnea on effort Palpitasi Kelemahan Suka dingin Suka panas Keringat berlebih Nervous Makan tambah Makan kurang Berat turun Berat naik Diare Konstipasi Mensis banyak Mensis sedikit Abortus SKOR: Kesan:
Nilai bila positif +1 +2 +2 +5
Nilai bila negatif
-5 +3
+3 -3 +3 -3
+2
Nilai pada pasien +2 +5 +3
+3 +3 -
Tanda
Kelenjar tiroid teraba Difuse Noduler Adenoma single Bising tiroid Eksoftalmus Lid retraction Lid Lag Hiperkinesis Tangan lembab Tangan panas Fibrilasi atrium Nadi rerata regular > 80 x/i Regular > 90 x/i
Nilai bila positif +3
Nilai bila negatif -3
Nilai pada pasien +3 -
+2 +2 +2 +1 +4 +1 +2 +4
-2
-2 -
-2 -1 -2
+1 +2
+3
-3
-
-
19 equivocal
Indeks New Castle
Item Age of Onset
Psychological precipitant Frequent checking Severe anticipatory anxiety Increased appetite Goiter Scores Interpretation
Grade 15-24 25-34 35-44 45-55 55 Present Absent Present Absent Present Absent Present Absent Present Absent 20 eutyroid
Score 0 4 8 12 16 -5 0 -3 0 -3 0 5 0 3 0
4. Pemeriksaan Penunjang FT4
: > 6.00 (n: 0,77 – 1,59)
TSH
: < 0,002 (n: 0,34 – 4,22) 20
Item Hyperkinesis Fine finger tremor Pulse rate
Thyroid bruit Exophtalmus Lid retraction
Grade Present Absent Present Absent >90 80-90 <80 Present Absent Present Absent Present Absent
Score 4 0 7 0 16 8 0 18 0 9 0 2 0
GDS
: 626 mg/dL
5. Diagnosa Kerja -
Hipertiroid ec susp. Grave’s Disease
-
DM Tipe 2
6. Diagnosa Banding -
Struma nodusa toksik
-
Adenoma toksik
-
Toleransi glukosa terganggu
7. Tatalaksana Medikamentosa:
IVFD RL 20 gtt/i
PTU 3 X 1 tab
Propranolol 2 x 1 tab
Sliding scale / 4 jam
Non medikamentosa:
Edukasi mengenai pengenalan mengenai tanda dan gejala tirotoksikosis
Anjuran kontrol dan minum obat teratur
Diet MB 1500 kkal, rendah karbohidrat, rendah lemak, tinggi protein, perbanyak konsumsi buah dan sayur
Edukasi pola hidup sehat
Anjuran: -
Pemeriksaan EKG
-
Pemeriksaan USG tiroid
Follow Up: Rabu, 19 September 2018 S/ letih dan lemas (+) Merasa panas dan berkeringat mulai berkurang Nafsu makan biasa BAB dan BAK biasa Berdebar-debar tidak ada O/ KU: sakit sedang Kes: CMC TD: 120/70 mmHg 21
Nadi: 80 x/i RR: 20 x/i Cor: bunyi jantung regular, bising (-), gallop (-) Pulmo: vesicular, ronkhi -/- , wheezing -/Abd: supel, H/L tidak teraba, NT (-), NL (-), BU (+) normal Ext: akral hangat, CRT < 2 detik, tremor (-) A/ Hipertiroid + DM Tipe 2 P/ IVFD RL 20 gtt/i PTU 3 x 1 tab Propanolol 2 x 1 tab Sliding scale / 4 jam
Kamis, 20 September 2018 S/ letih dan lemas (+) Merasa panas dan berkeringat mulai berkurang Nafsu makan biasa BAB dan BAK biasa Berdebar-debar tidak ada O/ KU: sakit sedang Kes: CMC TD: 110/70 mmHg Nadi: 78 x/i RR: 20 x/i Cor: bunyi jantung regular, bising (-), gallop (-) Pulmo: vesicular, ronkhi -/- , wheezing -/Abd: supel, H/L tidak teraba, NT (-), NL (-), BU (+) normal Ext: akral hangat, CRT < 2 detik, tremor (-) A/ Hipertiroid + DM Tipe 2 P/ IVFD RL 20 gtt/i PTU 3 x 1 tab Propanolol 2 x 1 tab RI 3 x 8 U Lantus 1 x 10 U Boleh pulang
22
BAB 4 PEMBAHASAN
Seorang perempuan usia 28 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Sungai Dareh dengan keluhan utama badan terasa letih dan lemas sejak 3 hari sebelum masuk RS, sering merasa panas, berkeringat berlebihan, nafsu makan meningkat, berat badan yang turun. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di bagian depan leher sejak 3 tahun ini diiringi dengan keluhankeluhan di atas. Berdasarkan keluhan-keluhan tersebut ditemukan adanya tanda-tanda hipertiroid. Penyakit hipertiroid adalah merupakan salah satu bentuk tirotoksikosis yang disebabkan peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Istilah penyakit hipertiroid perlu dibedakan dengan tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan klinik akibat kelebihan hormon tiroid dengan berbagai etiologi. Penyakit hipertiroid yang paling sering ditemukan yaitu penyakit Graves. Penyakit hipertiroid Graves paling sering ditemukan yaitu sekitar 60% - 90% dari kasus tirotoksikosis, diikuti dengan struma nodosa toksik, adenoma toksik (nodul tiroid otonom), atau berbagai bentuk tiroiditis lain. Penyakit hipertiroid Graves merupakan penyakit autoimun yangorganspecific ditandai dengan adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating antibody / TSAb) Hampir semua penyakit Graves memiliki autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH (TSH Receptor Antibody / TRAb). TRAb bertindak sebagai agonis TSH berkompetisi dengan TSH hipofisis, mengakibatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid yang berlebihan. (PERKENI, 2017) Pada kasus ini, jenis kelamin pasien adalah perempuan. Hal ini sejalan dengan teori bahwa prevalensi Penyakit hipertiroid Graves terjadi berdasarkan proses autoimun yang organ specific yaitu dengan adanya antibodi yang bertindak sebagai agonis terhadap reseptor tirotropin mengakibatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid ke sirkulasi meningkat. Prevalensi penyakit hipertiroid pada wanita adalah 0.5% - 2.0 % dan 10 kali lebih sering dibanding pria. Berdasarkan RISKESDAS RI Tahun 2013, prevalensi penyakit hipertiroid di Indonesia adalah 0.6% pada wanita dan 0.2% pada pria, dengan rincian usia 15-24 tahun 0.4%, 25-34 tahun sebanyak 0.3%, dan >= 35tahun sebesar 0.5%. (PERKENI, 2017) Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan berupa badan terasa letih dan lemas, semakin lama terasa semakin lemas, keluhan tidak berkurang meskipun pasien telah istirahat. Selain itu juga didapatkan nafsu makan meningkat namun berat badan dirasakan semakin turun. Pasien juga sering merasa panas dan berkeringat meskipun sedang tidak beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan teraba benjolan pada leher. Keluhan-keluhan tersebut dapat ditemukan pada kasus hipertiroid. Keadaan hipertiroid akan menyebabkan keluhan dan gejala palpitasi, cepat lelah, dyspneu d’effort. Takikardia juga sering ditemukan pada hipertiroid dapat diikuti dengan fibrilasi atrial,ataubahkan gagal jantung. Keadaan komorbid seperti penyakit jantung iskemik juga dapat ditemukan pada penyakit hipertiroid. Kelainan sistem kardiovaskular sangat menonjol dan berperan 23
penting dalam pengelolaan penyakit hipertiroid. Kelainan tersebut berdasarkan kerja hormon tiroid pada sistem tersebut seperti perubahan pada cardiac output, kontraktilitas jantung, tekanan darah, resistensi vaskuler, dan gangguan ritme. Keluhan yang dapat ditemukan berupa palpitasi, takikardia (saat istirahat), exercise intolerance, dyspneu d’effort, fibrilasi atrial, tekanan nadi melebar, dan gagal jantung. (PERKENI, 2017)
24
Gambar 9. Keluhan dan Gejala Klinik Penyakit Hipertiroid (PERKENI, 2017)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar tiroid yang simetris, tidak ada nodul maupun kista disertai tanda-tanda hipertiroid lainnya. Namun, pada pasien ini tidak ditemukan tanda hipertiroid yang khas berupa eksoftalmus atau retraksi kelopak mata, dan tidak ditemukan bruit pada auskultasi kelenjar tiroid. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan, hipertiroid dapat dinilai dengan pemeriksaan menggunakan indeks wayne dan indeks new castle. Pada kasus ini, didapatkan skor indeks wayne 19, yang artinya equivocal. Sedangkan, berdasarkan pemeriksaan indeks new castle, ditemukan skor sebesar 20 juga yang interpretasinya eutiroid. Indeks Diagnostik Wayne dapat digunakan untuk diagnosis penyakit hipertiroid secara klinis. Interpretasi Indeks Wayne didasarkan pada skor yang didapat. Bila didapatkan nilai > 19 pasien dinyatakan hipertiroid, nilai 11-19 dinyatakan ragu-ragu, sedangkan bila nilainya < 11 pasien tidak dalam keadaan hipertiroid. (PERKENI)
25
Gambar 10. Indeks Wayne (PERKENI, 2017)
Diagnosis hipertiroid dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan TSH, FT4 / T3. Penentuan kadar TSHs serum mempunyai tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan digunakan sebagai uji saring fungsi tiroid. Kadar TSHs yang di bawah nilai acuan menunjukkan suatu keadaan hipertiroid, sedangkan bila nilainya di atas nilai acuan menunjukkan keadaan hipotiroid. Seseorang dinyatakan hipertiroid bila kadar TSHs di bawah nilai acuan disertai dengan kadar FT4 di atas nilai acuan. (PERKENI) Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium pasien yaitu nilai FT4 nya > 6.00 yang mana nilai normalnya hanya 0,77 – 1,59, dan TSH pasien ini < 0,002 yang mana nilai normalnya 0,34 – 4,22. Selain ditemukan kesan hipertiroid, pada pasien ini juga ditemukan kadar gula darah sewaktu yang jauh di atas normal yaitu 626 mg/dl. Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya. Selain pemeriksaan TSH, FT4/T3, terdapat modalitas diagnostik lain seperti uji tangkap iodium radioaktif, sidik tiroid, USG, CT Scan / MRI, Biopsi Aspirasi Jarum Halus, pemeriksaan TRAb, dan pemeriksaan lainnya yang dilakukan sesuai indikasi.
26
Gambar 11. Penentuan Kadar TSHs sebagai Uji Saring Lapis pertama (PERKENI, 2017)
Gambar 12. Uji Diagnostik Tiroid (PERKENI, 2017)
27
Tindakan dan tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu IVFD RL 20 gtt/I, PTU 3 x 1 tab, propranolol 2 x 1 tab, sliding scale / 4 jam. Secara umum terdapat 3 cara pengobatan penyakit hipertiroid, yaitu menggunakan obat anti tiroid (OAT), pengobatan dengan iodium radioaktif atau pembedahan. Obat anti tiroid yang dapat digunakan yaitu methimazole/carbimazole atau propylthiouracil (PTU). Cara pemberian OAT dapat diberikan secara salah satu dari metode titrasi atau metode block-suplement. Pada metode titrasi, methimazole/carbimazole diberikan dengan dosis awal 20-40 mg / hari sekali sehari atau PTU 300-600 mg / hari tiga kali sehari. OAT diberikan hingga keadaan eutiroid tercapai, kemudian dosis diturunkan secara bertahap, dan dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan serendah mungkin. Pada metode block-suplement, setelah mencapai keadaan eutiroid dengan obat anti tiroid, pengobatan dilanjutkan dengan menambahkan I-tiroksin 100-150 mcg/hari. Tujuannya untuk menurunkan angka kekambuhan dan antisipasi terjadinya keadaan hipotiroid. (PERKENI, 2017) Pemantauan fungsi tiroid dilakukan dengan menentukan kadar fT4 setiap 4 - 6 minggu sekali. Kadar TSHs ditentukan setiap 4-6 minggu setelah kadar fT4 mencapai kadar normal. Pengobatan OAT dilakukan selama 1 sampai 2 tahun, kemudian OAT dihentikan atau dosis dikurangi. OAT dapat diberikan sampai beberapa tahun kecuali terdapat reaksi alergi atau toksik. Pasien dinyatakan remisi sempurna bila kadar fT4 dan TSHs berada dalam batas normal setelah OAT dihentikan selama satu tahun, dan dinyatakan kambuh bila fT4 kembali meningkat dan TSHs tersupresi setelah pemberian OAT dihentikan. Bila terjadi kekambuhan, pemberian OAT dimulai kembali, atau dipertimbangkan cara pengobatan lain seperti pengobatan ablasi dengan iodium radioaktif atau tiroidektomi. Kepatuhan pasien minum OAT sangat penting dalam proses terapi.(PERKENI, 2017) Selain diberikan obat anti tiroid, pada pasien ini juga diberikan propanolol. Propanolol merupan obat golongan beta bloker. Obat beta bloker merupakan salah satu obat adjuvant untuk membantu kerja OAT mengurangi keluhan dan gejala klinis dan merupakan obat untuk gangguan irama jantung pada penyakit hipertiroid. Pada pasien ini juga dilakukan sliding scale untuk mengontrol gula darah pasien yang di atas normal.
28
DAFTAR PUSTAKA
Chew, Shern L., and Leslie, David. 2006. Clinical Endrocrinology and Diabetes. Churchill Livingstone Elseiver : USA (hal ; 8) Cooper, David S. 2005 Antithiroid Drugs, http;//content.nejm.org/cgi/content/full/352/9/905 vol.352 hal.905-917 Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta. Ching
Jim
Yeung,
Chai.
2009.
Graves
disease.
Hyperthyroidism
http;//www.emedicine.com/med/endocrinology/thyroid.htm, last updated: Jun 4, 2009 Lee, L Stephanie. 2006. Hyperthyroidism http;//www.emedicine.com/med/topic 1109.htm, last updated: Juli 18, 2006 Price, Sylvia. 2006. Patofisiology. Vol 2. EGC: Jakarta Reid, Jeri. 2005. Hyperthyroidism : Diagnosis and Theraphy. American Family Physician, vol 72. http;//www.aafp.org/afp : 5 juli 2008. Walter, A Martin. 2007. Effect of antithyroid drug on radioiodine treatment : systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials. Bmj. 39114.670150. BE. Hal 334-514. PERKENI. 2017. Pedoman Pengelolaan Penyakit Hipertiroid. Kelompok Tiroidologi Indonesia: Jakarta.
29