Hipertiroid Portofo.docx

  • Uploaded by: Ramadhani Eka
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hipertiroid Portofo.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,170
  • Pages: 14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 HIPERTIROID A. ANATOMI KELENJAR TIROID Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertana dan kedua.Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3.Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid.Sifat inilah yang digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,52 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium. Pada orang dewas beratnyab berkisar antara 10-20 gram1. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik.A tiroidea superior berasal dari a.karotis komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta.Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang manyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar1,2.

Gambar 1. Anatomi Tiroid

B. FISIOLOGI HORMON TIROID

Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel.Tirosin, suatu asam amino, disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut4 : 1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis (langkah 1) 2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping mechanism, suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi yang terletak di membran luar sel folikel (langkah 2). Hampir semua iodium di tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh. 3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT)

(langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT) (langkah 3b). 4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua atom iodiumir) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium) (langkah 4b). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT.

Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin.Kedua, hormon-hormon ini disimpan di tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan “penggigitan” sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya dan “peludahan” T4 dan T3 bebas ke dalam darah8. Apabila terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan hormon tiroid, selsel folikel memasukan sebagian dari kompleks hormon tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid (langkah 5).Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid aktif secara biologid, T4 dan T3 serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT (langkah 6).Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 7a).MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang sangat cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga iodium yang dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon (langkah 7b) enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34. Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran iodium di

jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak T44. Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4) ; albumin yang secara non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

Gambar 2. HPT Aksis

C. DEFINISI HIPERTIROID

Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh.Kadang-kadang disebut juga tirotoksikosis.1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita hipertiroid.Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan pria5. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.Tirotoksikosis

ialah

manifestasi

klinis

kelebihan

hormon

tiroid

yang

beredar

dalam

sirkulasi.Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh6.

D. ETIOLOGI HIPERTIROID Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah7,8 : 1. Penyakit Grave Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam tubuh. 2. Nodul Tiroid Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat pada tiroid.Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan menghasilkan banyak hormon tiroid.Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik.Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid. 3. Tiroiditis Beberapa

jenis

tiroiditis

dapat

menyebabkan

hipertiroidisme.Tiroiditis

tidak

menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah. a. Tiroiditis subakut Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri. b. Tiroiditis postpartum Tiroiditispostpartumdiyakinikondisi autoimun dan menyebabkan hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai 2 bulan. Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya. c. Tiroiditis “silent”

Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatu kondisi autoimun. 4. Penggunaan Yodium Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormone tiroid, sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormone tiroid yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat menyebabkan tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang jumlah yodium yang berlebihan terkandung dalam obat seperti amiodarone, yang digunakan untuk mengobati masalah jantung. Beberapa obat batukjuga mengandung banyak yodium. 5. Medikasi berlebihan dengan hormone tiroid Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon tiroid.Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.

E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya Sistem

Gejala dan

Sistem

Gejala dan

Tanda Umum

Tanda

Tak

tahan

Psikis

hawa

panas,

saraf

dan

Labil. Iritabel, tremor,

hiperkinesis,

psikosis,

capek,

nervositas,

BB

turun, tumbuh

paralisis

cepat, toleransi

periodik

obat,

dispneu

youth

fullness Gastrointestinal

Hiferdefekasi, lapar, banyak, muntah,

makan haus,

Jantung

hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung

disfagia, splenomegaly Muskular

Rasa lemah

Darah limfatik

dan

Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar

Genitourinaria

Oligomenorea,

Skelet

Osteoporosis,

amenorea,

epifisis

libido

menutup

turun,

infertil,

cepat dan

nyeri tulang

ginekomastia Kulit

Rambut rontok, berkeringat, kulit

basah,

silky hair dan onikolisis Tabel 1. Gejala Hipertiroidisme Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan5 : -

Oftalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus korne.

-

Dermopati (0,5-4%)

-

Akropaki (1%)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG5 -

Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)

-

Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa

-

EKG

-

Foto toraks Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Gambar 3. Penentuan Kelainan Tiroid Berdasar Pemeriksaan Penunjang

G. DIAGNOSIS Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.Untuk ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti.Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi6.

Tabel 2. Indeks Wayne

H. DIAGNOSIS BANDING -

Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii, mutasi reseptor TSH, obat : kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)6

-

Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent, destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)6

-

Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksigosis gestasional6

I. PENATALAKSANAAN Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.2,6 Obat – obatan a. Obat Antitiroid : Golongan Tionamid Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol. Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol).Atas dasar kemampuan menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer.Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal. Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT.Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi

spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi.Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari). Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves. Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari.Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 – 20 mg perhari. (2) Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek samping, yaitu agranulositosis (metimazol mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif..Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika. Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema, Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping tersebut,

sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti 131I atau operasi. Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya. Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya.Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid.Kemudian dosis diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal. 2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis rendah. 3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.

Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat T-3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.

b. Obat Golongan Penyekat Beta

Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat bermanfaat untuk mengendalikan manifestasi klinis tirotoksikosis (hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat -

meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3 melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4 Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek serupa dengan propranolol. Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium.Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat monoamin oksidase.

c. Obat-obatan Lain

Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi iodium radioaktif. Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT. Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk memantau respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan kadar FT4 dan TSH.

Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi methimazole.

Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut : Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan, selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 μg perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen (yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama bila digunakan OAT dosis tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Jameson, JL. Weetman, AP. Disorders of thyroid gland. In: Harrison’s

Principles of Internal Medicine volume 2. Longo, Fauci, Kasper, et al editors. New York: McGraw Hill; 2012 p. 2922-27. 2.

Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. In: Gardner

DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007 3.

Panggabean MM. Gagal Jantung In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, editor.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009 4.

Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam :

Gardner DG, Shoback D, editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007 5.

Lal G, Clark OH. Endocrine Surgery. Dalam : Gardner DG, Shoback D,

editor. Greenspan‟s Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007 6.

Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Profesional Guide of Pathophysiology.

Dalam : Hartono A, editor. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2011 7.

Faizi M, Netty EP. Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Surabaya : Divisi

Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR RSU Dr. Soetomo Surabaya ; 2006 8.

Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Dalam : Rachman LY,

editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :EGC ; 2007

Related Documents


More Documents from "sri wahyuni"