7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi 1. Definisi. Tekanan darah normal adalah refleksi dari cardiac output (denyut jantung dan volume strock) dan resistensi peripheral (Yasmin A, 1993). Hipertensi adalah peningkatan dari tekanan sistolik di atas standar dihubungkan dengan usia. Diagnosa dari hipertensi pada orang dewasa dibuat ketika rata – rata dari dua atau lebih tekanan darah diastolik terbaca pada dua kejadian yang berbeda adalah 90 mmHg (Yasmin A, 1993). Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Apotik Mitra Farma, 2007). Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama) terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu (wikipedia, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (smeltzer, 2001).
8
Hipertensi adalah bila didapatkan tekanan darah >140/90 mmHg atau kenaikan tekanan diastolik >15 mmHg dan atau sistolik >30 mmHg (Ketut Sudhaberata, 2008). Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi) (wikipedia, 2007). Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain (wikipedia, 2007). 2. Klasifikasi dan Kriteria. a. Klasifikasi Hipertensi. 1). Hipertensi Primer. Hipertensi primer memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada
jantung
dan
pembuluh
darah
bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah (wikipedia, 2007). 2). Hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya.. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar
1-2%, penyebabnya adalah
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya obat KB) (wikipedia, 2007).
9
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder antara lain (wikipedia, 2007) : 1).
Penyakit Ginjal, terdiri dari : 1). Stenosis arteri renalis; 2). Pielonefritis; 3). Glomerulonefritis; 4). Tumor-tumor ginjal; 5). Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan); 6). Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal); dan 7). Terapi penyinaran yang mengenai ginjal .
2). Kelainan Hormonal, terdiri dari : 1). Hiperaldosteronisme; 2). Sindroma Cushing
3). Obat-obatan, antara lain : 1). Obat KB;
2). Kortikosteroid;
3). Siklosporin; 4). Eritropoietin; 5). Kokain; 6). Penyalahgunaan alkohol; 7). Kayu manis (dalam jumlah sangat besar).
4). Penyebab Lainnya, misalnya : 1). Koartasio aorta; 2). Preeklamsi pada kehamilan.
10
b. Kriteria Hipertensi
Untuk mengetahui tingkatan hipertensi dipergunakan klasifikasi sebagai berikut : Table 2.1. klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa (wikipedia, 2007). Kriteria
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik 85 mmHg - 95 mmHg
Normal
120 mmHg - 130 mmHg
Untuk para lansia tekanan diastolik 140 mmHg masih dianggap normal.
Normal tinggi
130-139 mmHg
85-89 mmHg
Stadium 1 (Hipertensi ringan)
140-159 mmHg
90-99 mmHg
Stadium 2 (Hipertensi sedang)
160-179 mmHg
100-109 mmHg
Stadium 3 (Hipertensi berat)
180-209 mmHg
110-119 mmHg
Stadium 4 (Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih
120 mmHg atau lebih
11
Table.2.2. Klasifikasi Hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik (Info-sehat, 2007). Kategori
Tekanan Diastolik.
Hipertensi derajat I
tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.
Hipertensi derajat II
tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
Hipertensi derajat III
tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.
Tabel 2.3. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia 18 tahun ke atas (smeltzer, 2001). Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
< 130
< 85
130 – 139
85 – 89
Hipertensi stadium 1 (ringan)
140 – 159
90 – 99
Hipertensi stadium 2 (sedang)
160 – 179
100 – 109
Hipertensi stadium 3 (berat)
180 – 209
110 – 119
Hipertensi stadium 4 (sangat berat)
= 210
= 110
Normal Normal Tinggi Hipertensi
12
3. Faktor yang mempengaruhi Hipertensi a. Usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Pada usia lanjut Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah (wikipedia, 2007). b. Riwayat keluarga. Sebanyak 75% pasien hipertensi mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi. Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi
13
didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi (Apotik Mitra Farma, 2007). c. Obesitas. Meningkatnya berat badan pada masa anak – anak atau usia pertengahan akan meningkatkan resiko hipertensi. Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal (Apotik Mitra Farma, 2007). d. Serum lipid. Meningkatnya triglyserida atau kolesterol akan meningkatkan resiko hipertensi. Pada keadaan kadar kolesterol yang tinggi, kekentalan darah akan meningkat dan kelancaran aliran darah akan menurun karena banyaknya timbunan kolesterol dalam darah sehingga kondisi ini akan meningkatkan tekanan darah (Yasmin A, 1993).
14
e. Diet. Diet tinggi sodium akan meningkatkan resiko hipertensi. Sodium meningkatkan retensi (penimbunan) cairan di dalam pembuluh darah dan oleh karena itu akan meningkatkan volume darah yang akan menimbulkan efek samping meningkatnya beban kerja jantung dan cardiac output yang berakibat meningkatkan tekanan darah.. resiko juga meningkat pada masyarakat industri dengan tinggi lemak, dan diet tinggi kalori (Yasmin A, 1993). f. Stress Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. (saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Pada keadaan stress dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor (penyempitan) (Apotik Mitra Farma, 2007). g. Faktor Hormon. Perempuan memiliki hormon estrogen yang mempunyai fungsi mencegah kekentalan darah serta menjaga dinding pembuluh darah supaya tetap baik. estrogen
dan
Apabila ada ketidakseimbangan pada hormon
progesteron
dalam
tubuh,
maka
akan
dapat
15
mempengaruhi tingkat tekanan darah dan kondisi pembuluh darah (Gramedia-majalah, 2008). Gangguan keseimbangan hormonal ini dapat terjadi pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Pada pemakaian hormon estrogen dan hormon progesteron sintetis, misalnya etunilestradiol (turunan dari hormon estrogen) untuk menghambat fertilitas akan memberikan efek – efek tertentu bagi tubuh. Berbagai efek hormon – hormon ovarium tergadap fungsi gonadotropik dan hipofisis yang menonjol antara lain dari estrogen adalah inhibisi sekrsesi FSH dan dari progesteron inhibisi pelepasan LH. Pengukuran FSH dan LH dalam
sirkulasi
menunjukan
bahwa
kombinasi
estrogen
dan
progesterone menekan kedua hormon. Sehingga terjadi ketidak seimbangan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh yang akan memacu terjadinya gangguan pada tingkat pembuluh darah dan kondisi pembuluh darah yang dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan darah. Efek ini mungkin terjadi karena baik estrogen maupun progesteron memiliki kemampuan untuk mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air akibat kenaikan aktivitas renin plasma dan pembentukan angiotensin yang menyertainya (Yayasan Harapan Permata Hati Kita, 2008; Max Josep Herman, 2008).
16
4. Manifestasi Klinis Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Apotik Mitra Farma, 2007). Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing atau migren sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi esensial. Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut : 1). Pusing.2). Mudah marah; 3). Telinga berdengung; 4). Mimisan (jarang); 5). Sukar tidur; 6). Sesak nafas; 7). Rasa berat di tengkuk; 8). Mudah lelah; 9). Mata berkunang-kunang (Apotik Mitra Farma, 2007). Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah : 1). Gangguan penglihatan;2). Gangguan saraf;3). Gagal jantung;4). Gangguan fungsi ginjal;5). Gangguan serebral (otak) yg mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma(Apotik Mitra Farma, 2007).
17
5. Pencegahan dan Pengobatan. Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu (Apotik Mitra Farma, 2007) : a. Pengobatan non obat (non farmakologis). Yang termasuk pengobatan hipertensi non farmakologi antara lain : 1). Mengatasi obesitas / menurunkan kelebihan berat badan. 2). Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis. 3). Ciptakan keadaan rileks Berbagaicara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. 4). Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. 5). Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.
18
b. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) 1). Prinsip pengobatan Hipertensi. Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut : a). Pengobatan
hipertensi
sekunder
lebih
mendahulukan
pengobatan penyebab hipertensi. b). Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi. c). Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup. 2). Jenis – jenis obat Hipertensi : a). Diuretik Obat-obatan
jenis
diuretik
bekerja
dengan
cara
mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid. Efek samping yang sering dijumpai adalah : hipokalemia (kekurang kalsium dalam darah) dan hiponatremia (kekurang natrium dalam darah) yang dapat mengakibatkan gejala lemas,
19
hiperurisemia (peningkatan asam urat dalam darah) dan gangguan lainnya seperti kelemahan otot, muntah dan pusing. b). Penghambat Simpatetik Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah : anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah karena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi hati dan kadang-kadang dapat menimbulkan Hepatitis. c). Betabloker Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan betabloker adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala
20
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati. d). Vasodilator Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Contoh obat – obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing. e). Penghambat ensim konversi Angiotensin Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas. f). Antagonis kalsium Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.
21
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah. g). Penghambat Reseptor Angiotensin II Cara kerja
obat
ini
adalah dengan
menghalangi
penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
B. Kontrasepsi Hormonal 1. Definisi. Keluarga
Berencana
(KB)
adalah
suatu
usaha
untuk
menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Mochtar,1998). Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (UU No.10, 1992 ).
22
Konsepsi adalah terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum) istri dengan sel mani (spermatozoa) suami pada saluran telur, sedangkan maksud dari Kontrasepsi atau antikonsepsi adalah cara untuk mencegah terjadinya konsepsi (Mochtar,1998). Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bahan bakunya mengandung hormon kelamin wanita (estrogen dan progestin) baik yang sintetis maupun yang alami, kadar hormone dalam kontrasepsi tersebut tidak sama untuk setiap jenis. Termasuk dalam kategori alat kontrasepsi hormonal adalah pil, suntikan dan norplant (BKKBN, 1988). 2. Kontrasepsi Suntik. a. Definisi. Kontrasepsi suntik adalah obat pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikan obat tersebut pada wanita usia subur. Obat ini bersisi depo medroxy progesterone acetate (DMPA ). penyuntikan dilakukan pada otot (intramuscular) di bokong (gluteus) yang dalam atau pada pangkal lengan (deltoid) (Maryani, 2007. Kontrasepsi suntik adalah alat pencegah kehamilan yang pemakaiannya dilakukan dengan jalan menyuntikan obat tersebut pada ibu yang masih subur (BKKBN, 1988).
23
Lama adalah panjangnya waktu (Surayin, 2001). Lama pemakaian kontrasepsi suntik adalah panjangnya waktu selama seseorang mendapatkan kontrasepsi suntik yang dimulai ketika seseorang pertama kali mendapatkan suntikan (Surayin, 2001; Maryani, 2007). a. Macam Suntikan Kontrasepsi Hormonal. Ada 3 (tiga) macam suntikan yang tersedia dalam program yaitu : Depoprovera, Depoprogesten, dan Noristerat. Depoprovera tersedia dalam bentuk larutan warna putih susu sebanyak 3 cc/vial dalam botol. Bahan depoprovera
dibuat dari 150 mg depo medroxy 17 alpha
progesterone acetate yang dilarutkan dalam air. Depoprogestin mempunyai komposisi yang sama dengan depoprovera. Noristerat tersedia dalam ampul. Setiap ampul berisi 1 ml larutan minyak yang mengandung 200 mg Noristeron enantat (NET-EN). b. Cara Kerja. Ada 3 (tiga) cara mekanisme kerja suntikan sebagai suatu alat kontrasepsi : 1). Mencegah terjadinya ovulasi dengan cara menekan faktor pengeluaran FSH pada glandula fituitaria di hipothalamus. 2). Menebalkan lendir dari cervik sehingga merupakan barrier yang menyulitkan penetrasi dari sperma ke dalam. 3).
Menipiskan lapisan endometrium sehingga kurang baik untuk terjadinya nidasi.
24
c. Cara Pemberian dan Dosis yang diberikan. 1). Depoprovera atau Depoprogestine. Suntukan
Depoprovera
disuntikan
kedalam
alat
(“deep
intramuscular”) pada hari 1-7 haid, pasca abortus ataupun pasca persalinan dengan jarak penyuntikan setiap 12 minggu sekali. Dosis yang diberikan adalah 150 mg (3 cc) untuk 12 minggu. 2). Noristerat. Untuk mendapatkan efektifitas yang tinggi maka penyuntikan Noristerat haruslah mengikuti cara sebagai berikut : a). Suntikan I s/d IV setiap 8 (delapan) minggu. b). Selanjutnya suntikan diberikan setiap 12 minggu. Setiap suntikan terdiri dari 1 (satu) ampul Noristerat yang berisi 1 ml larutan minyak yang mengandung 200 mg NET-EN. Pemberian suntikan dapat dilakukan pada waktu – waktu berikut : a). Hari 1-7 haid. b). Pasca Abortus. c). Pasca Persalinan. Penyuntikan diberikan kedalam otot (“deep intra muscular”) pada: a). Musculus deltoideus (otot bahu) atau b). Musculus gluteus (otot bokong).
25
d. Efek samping dan cara penanggulangan. 1). Gangguan haid. Gejala dan keluhan : Ammenorrhoe (tidak datangnya haid pada setiap bulan selama akseptor mengikuti suntikan KB), metrhoragia (perdarahan yang berlebihan diluar masa haid), spotting (bercak – bercak perdarahan diluar haid yang terjadi selama akseptor mengikuti KB suntik), menorrhagia (datangnya darah haid yang jumlahnya berlebihan). Penanganan dan pengobatan : bila pasien ingin haid, dapat dilakukan dengan cara memberikan pil KB hari ke 1 sampai ke 2 masing – masing 3 tablet. Selanjutnya hari ke 4, 1x1 selama 4 – 5 hari. Bila perdarahan, dapat pula diberikan preparat estrogen misalnya : lynoral 2x1 sehari sampai perdarahan berhenti. Setelah perdarahan berhenti dapat diberikan 1x1 tablet selama beberapa hari. 2). Depresi. Gejala dan keluhan : perasaan lesu dan tidak bersemangat. Penanganan dan pengobatan : pemberian penjelasan mengenai kemungkinan timbulnya gejala tersebut. Pemberian vitamin B6, 50 mg per hari sampai gejala depresi perasaan lesu hilang.
26
3). Keputihan. Gejala dan keluhan : cairan putih kekuningan keluar dari vagina, tidak gatal. Penanganan dan pengobatan : pemberian penjelasan tentang kemungkinan terjadi hal tersebut karena perubahan hormonal sehingga timbul jamur, dan perlu kebersihan daerah vagina. Keputihan ini karena jamur, oleh karena itu diberikan obat anti jamur, Flagystatin atau Fasigyn-Nystatin. 4). Jerawat. Gejala dan keluhan : timbul jerawat di wajah. Penganganan dan pengobatan : penjelasan tentang kemungkinan timbulnya jerawat, maka kebersihan wajah perlu dijaga dan mengurangi makanan berlemak. Pemberian Pil yang bersifat estrogenik. Bila perlu ganti cara kontrasepsi non hormonal. 5). Perubahan Libido. Gejala dan keluhan : libido menurun atau meningkat pada akseptor. Hal ini bersifat subjektif dan sulit dinilai. Penanggulangan dan pengobatan : menjelaskan kepada pasien kemungkinan hal ini, dan sifatnya yang subjektif. Bila perlu ganti cara kontrasepsi non hormonal.
27
6). Perubahan Berat Badan. Gejala dan keluhan : berat badan bertambah atau turun, kenaikan berat badan rata – rata 3 kg tiap tahun atau 2 kg turun tiap tahun. Penanggulangan
dan
pengobatan
:
penjelasan
bahwa
pemakaian suntikan dapat mempengaruhi kenaikan atau penurunan berat badan, tetapi tidak terjadi pada semua orang, serta bersifat sementara. Dianjurkan untuk melakukan diet makanan dan apabila dengan diet tidak bisa tertolong maka perlu ganti cara kontrasepsi. 7). Tekanan Darah. Gejala dan keluhan : pada pemakaian kontrasepsi suntik ini dapat mempengaruhi kenaikan tekanan darah tetapi dalam tingkatan yang sedikit dan tidak terjadi pada semua orang. Penanganan dan pengobatan : pada penderita dengan tekanan darah yang tinggi dapat diberikan obat anti hipertensi dan dianjurkan untuk diet rendah garam.
Apabila cara ini tidak berhasil maka
dianjurkan untuk mengganti cara kontrasepsi. 8). Pusing dan sakit kepala Gejala dan keluhan : rasa berputar atau rasa sakit pada kepala, yang dapat terjadi pada satu sisi, kedua sisi atau seluruh bagian kepala. Biasanya bersifat sementara.
28
Penanganan dan pengobatan : pemberian anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan misalnya acetasol 500 mg 3x1 tablet per hari. e. Kontraindikasi kontrasepsi suntik. 1). Hamil atau kemungkinan hamil. 2). Riwayat penyakit hati. 3). Kelainan kardiovaskuler seperti hipertensi berat, varises berat, dan infark jantung. 4). Tumor ginekologi. 5). Gangguan perdarahan pada vagina yang tidak teratur atau spotting. f. Kelebihan kontrasepsi suntik. 1). Keuntungan. a). Tidak menekan laktasi. b). Dapat dipakai oleh akseptor yang tidak tahan terhadap estrogen. c). Tidak dipengaruhi faktor subjektif seperti Pil KB. 2). Efektivitas. Secara umum suntikan adalah kontrasepsi yang efektivitasnya tinggi yaitu berkisar antara 97,0% – 98,2%. 3). Kembalinya fertilitas. Bagi akseptor yang menghentikan pemakaian suntikan 90% akan mendapat siklus haid yang normal dalam waktu 3 (tiga) bulan dan 100% dalam waktu 6 (enam) bulan. Dalam waktu 12 (dua belas) bulan, 95% dari mereka itu akan menjadi hamil.
29
4). Rujukan. Setiap efek samping atau komplikasi dan kegagalan suntik yang tidak dapat ditanggulangi sendiri, seperti cara KB yang lain, hendaknya dirujuk ke fasilitas yang lebih mampu.
C. Hubungan lama penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan kejadian hipertensi. Tekanan darah normal adalah refleksi dari cardiac output (denyut jantung dan volume strock) dan resistensi peripheral (Yasmin A, 1993). Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama) terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu (wikipedia, 2007). Idealnya orang sehat mempunyai tekanan darah berkisar antara sistoli < 130 dan diastolik < 85 atau sistolik antara 130 – 139 dan diastolik antara 85 – 89. Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua menderita hipertensi. Selain hal diatas, ada faktor –
30
faktor lain yang juga berperan dalam munculnya penyakit hipertensi antara lain : usia, stress, serum lipid, diet, obesitas, faktor hormonal, pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal, obat – obatan dan penyebab lainnya. Diatas disebutkan salah satu faktor pencetus hipertensi adalah penggunanan alat kontrasepsi hormonal. Efek hormon maupun resiko hipertensi pada penggunaan kontrasepsi hormonal ini berhubungan dengan ras, sejarah keluarga, kegemukan, makanan, merokok, dan lama pemakaian kontrasepsi hormonal.
31
D. Kerangka Teori Faktor penyebab Hipertensi : Usia. Riwayat keluarga. Obesitas. Serul lipid. Diet.
Hipertensi
Stress. Faktor hormon. Penyakit ginjal. Kelainan hormonal. Obat – obatan : obat KB
Gbr. 1. Skema kerangka teori modifikasi dari : (BKKBN, 1988; Yasmin.A,1993, Apotik Mitra Farma, 2007; Gramedia-majalah, 2008).
E. Kerangka Konsep Variabel bebas
Variabel terikat
Lama penggunaan kontrasepsi
Hipertensi
hormonal (suntik) Gbr. 2. Skema kerangka konsep penelitian
F. Variabel Penelitian i. Variabel bebas
: Lama penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik).
ii. Variabel terikat
: Hipertensi.
32
G. Hipotesa Ha : Ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur.