Hipertensi.docx

  • Uploaded by: Vhero Tololiu
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hipertensi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,267
  • Pages: 34
HIPERTENSI A. PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000 : 144) Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001 : 453) Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis perifer arterior (Mansjoer, 2000 : 144)

o o o o

B. ETIOLOGI /PENYEBAB Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 ) 1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, 2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat. Stress Lingkungan. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada : a. Elastisitas dinding aorta menurun b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer C. PATOFISIOLOGI Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

D. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K Chung, 1995 ) 1. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 2. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

ASUHAN KEPERAWATAN 1.Pengkajian 2.Diagnosa a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler celebral b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output 3. Intervensi NO

Diagnosa

DX Keperawatan 1.

Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler celebral DS :

Rencana Tujuan & Kriteria Hasil

Intervensi  Berikan kompres dingin pada dahi  Minimalkan aktivitass vasokontriksi yang menyebabkan peningkatan sakit kepala

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil: -pasien mengatakan tidak sakit kepala lagi -sakit kepala terkontrol

 Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut  Jelaskan penyebab nyeri dan lama nyeri bila di ketahui

-Pasien mengatakan kepalanya tersa sakit DO : -Pasien terlihat menahan nyeri , skala nyeri 7

2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output

 Kolaborasi pemberian analgetik .

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri dengan kriteria hasil : - meningkatnya energi untuk

 Berikan dorongan untuk aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan

DS :

melakukan aktivitas

Pasien mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri.

- menurunnya gejala – gejala intoleransi aktivitas

DO : Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas

 Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energy  Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat sepanjang siang dan sore  Kolaborasi pemberian obat digixin

4. Implementasi & Evaluasi No. 1.

Implementasi  Mengkaji keluhan pasien

 Mengkaji nyeri pasien  Mengobservasi KU pasien  Memberi injeksi Cetorolax 2X1 gram Torasix 2X1 amp  Mengobservasi keadaan umum pasien  Mengkaji skala nyeri  member kompres air dingin Menganjurkan pasien untuk tetap istirahat untuk menghemat energi’  Melatih pasien tehnik relaksasi dan distraksi Mengkaji skala nyeri dengan skala 4  Mengobservasi KU pasien  Mempertahankan klien pada posisi Terlentang.  Melatih pasien tehnik relaksasi dan  distraksi Mengajurkan pasien untuk istirahat  Mengkaji nyeri pasien skala

Evaluasi S: Pasien mengatakan kepelanya sakit seperti diremas-remasa saat berjalan O: Pasien terlihat menahan nyeri Skala nyeri 7 A: Masalah nyeri belum teratasi P : lanjutkan intervensi 1,5

2.

 Mengobservasi KU pasien  Meorientasikan linkingan kepada pasien  Mempertahankan tirah baring keteat dalam posisi berbaring  Mengukur TTV  Mengobservasi keadaan umum pasien Mengatur posisi klien pada posisi nyaman  Memberi obat analgesic minimalkan aktivitas yang menyebabkan nyeri  member obat analgetik  mengukur TTV

S: pasien mengatakan pandangannya kaburdan berkunang-kunang O: Pasien masih terbaring ditempat tidur A:Masalah resiko injuri belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,4

GAGAL GINJAL A. Pengertian Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejalagejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat. B. Etiologi Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab. Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan kelas. Klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik : Infeksi : Pielonefritis kronik Penyakit peradangan : Glomerulonefritis Penyakit vascular hipertensi : Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis. Gangguan jaringan penyambung : Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. Gangguan kongerital dan hereditas : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal. Penyakit metabolic : Diabetes militus, gout, hiperpara tiroidisme, amiloidosis. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik, nefropati timbale Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas kalkuli , neoplasma, fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostate, struktur urea, anomaly kongetal pada leher kandung kemih dan uretra. C. Patofisiologi Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron sehat yang tersisa ini akan

mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan fibrosis tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag. Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus progresi penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron. Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi ekskretorik maupun nonekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat, penurunan ekskresi hidrogen. Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal dan merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan intraglomerular dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang pada akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan kemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi CKD. Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca. Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadap PTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH. D. Tanda & Gejala Penurunan fungsi ginjal akan mengakibatkan berbagai manifestasi klinik mengenai dihampir semua sistem tubuh manusia, seperti:

Gangguan pada Gastrointestinal Dapat berupa anoreksia, nausea, muntah yang dihubungkan dengan terbentuknya zat toksik (amoniak, metal guanidin) akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor uremikum akibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis, cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus Gagal Ginjal Kronik, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik. Kulit Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dan gatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada kulit. Hematologi Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun. Sistem Saraf Otot Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki, gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma. Sistem Kardiovaskuler Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat gangguan elektrolit. Sistem Endokrin Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D. Gangguan lain Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosis metabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia.

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 2. Diagnosa a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan glomerulo filtration rate. b. Intoleransi aktivitas b/d produksi eritrosit menurun ditandai dengan 3. Intervensi NO Diagnosa Rencana DX Keperawatan Tujuan & Kriteria hasil Intervensi 1. 1.

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan glomerulo filtration rate. DS : Pasien mengatakan adanya bengkak di kelopak mata, bibir kering dan pecahpecah. DO : -adanya edema palpebra -bibir kering, pecah-pecah dan bau amoniak -turgor kulit jelek -kadar kreatinin 2,9 Mg/dl

Keseimbangan cairan dan  Kaji adanya edema dengan elektrolit distensi vena jugularis,  Rasio intake dan output dispnea, tachikardi, pada batas normal peningkatan tekanan darah  Berat badan normal crakles pada auskultasi.  Tekanan darah dalam  Kaji kelemahan otot tidak batas ketentuan (140/90 adanya reflek tendon dalam, mmHg) dan elektrolit K, kram abdomen dengan Ca, Mg, Fosfat, Na pada diare, tidak teraturnya nadi, batas normal. membran mukosa dan  Tidak ada edema turgor kulit..  Membran mukosa baik,  Kaji kelemahan, kelelahan, bibir lembab dan turgor penurunan reflek tendon kulit baik.  Monitor tanda-tanda vital, kreatinin .  Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT

-kadar Ureum Darah 53 mg/dl

2.

Intoleransi aktivitas b/d produksi erit rosit menurun ditandai dengan : DS : Pasien mengatakan badan lelah dan lemah, malaise. D DO : Pa Pasien beraktivitas di bantu oleh

Setelah dilakukan intervensi  Kaji adanya edema dengan keperawatan selama 2x24 jam distensi vena jugularis, diharapkan Kebutuhan dispnea, tachikardi, aktivitas sehari-hari dapat peningkatan tekanan darah terpenuhi. crakles pada auskultasi. KH :  Kaji kelemahan otot tidak  Kontinuitas partisipasi adanya reflek tendon dalam, ADL kram abdomen dengan  Mengemukakan diare, tidak teraturnya nadi, kemampuan untuk membran mukosa dan memelihara tingkat energy turgor kulit..  Hilangnya komplikasi.  Kaji kelemahan, kelelahan, Monitor tanda-tanda vital, kreatinin .  Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT

orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc. -H B10,9 g/dl -Eritrosit 3,60 106mm3 -Hematokrit : 29,7 %

4. Implementasi & Evaluasi N Implementasi o 1.

 Mengkaji adanya edema palpebra, dispnea (-), TD : 140/90 mmhg nausea (-) muntah (-). Jam 11.00  Mengkaji kelemahan otot (-) tidak adanya reflek tendon dalam (-) kram abdomen (-) N : 88x/m, membran mukosa/bibir kering, pecah- pecah dan bau amoniak dturgor kulit : jelek.. Jam 11.00  Mengkaji kelemahan (+) kelelahan (+) penurunan reflek tendon ?(-). Jam 11.30  Memonitor TTV TD : 140/90mmhg, N : 88x/m, R : 20x/m, SB : 36,8 °c, Kreatinin : 29 mg/dl, Ureum Darah 53 mg/dl, K : 3,74, Na : 129, Cl : 94. Jam 12.00  Berkolaborasi pemberian obat

Evaluasi S : Pasien mengatakan adanya edema pada palpebra, bibir kering, lemah dan lelah. O : adanya edema palpebra, mukosa/bibir kering pecah-pecah dan bau amoniak, turgor kulit jelek, TD : 140/90, Kreatinin : 29 mg/dl Ureum Darah 53 mg/dl. A : Masalah BelumTeratasi P : Lanjutkan Intervensi

a. b. c. d. e. f. g. h. i.

2.

diuretik, HCT Ranitidin 2 x 1 amp IV Merocloporanide 3x1 amp IV Amlodipine 10 mg 1-0-0 Asquidone 2x30 mg Ciprofloxacin 1x400 mg IV Simvastatin 10 mg 0-0-1 Captopril 3x25 mg Kapsul garam 3x1 IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit

 Mengkaji tingkat aktivitas dan toleransi : Pasien mengatakan badan lelah dan lemah, malaise. , pola aktivitas kemampuan dalam ADL : makan, minum, berjalan, ke wc di bantu oleh suami. TTV: TD : -H 140/90, N : 88x/m, SB : 36,8°c, R : 20x/m. Jam 11. 05  Mengkaji kelemahan (+), dyspnoe (-), pucat(+) dan pusing (-) perdarahan dari gusi (-), luapan menstruasi berat saluran gastrointestinal (-). Jam 12.00  Memonitor jumlah darah merah : 3,60 106mm3, hematokrit : 29,7 % , hemoglobin : 10,9 g/dl. Jam 01.00  Membantu klien ketika diperlukan dalam pemenuhan ADL : membantu berpindah kamar serta membawa pasien ke wc.  Mengajari pasien bagaimana untuk merencanakan pembatasan untu memodifikasi atau meningkatkan aktivitas yang disetujui pada tingkat toleransi dan tujuan realistis.

S : Pasien mengatakan badan lelah dan lemah, malaise. O : - Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc. B 10,9 g/dl -Eritrosit 3,60 106mm3 -Hematokrit : 29,7 % A : Masalah belum teratasi P : lanjutkan Intervensi

Jam 01.30  6. Menganjurkan pasien hindari aktivitas atau mengunakan alat (sikat gigi, pisau cukur) yang mungkin menyebabkan trauma pada jaringan

REUMATIK A. Pengertian Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165). Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999). Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 1998). Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman, 2000). Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour, 2001) B.

Etiologi Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain; 1. Usia lebih dari 40 tahun Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada osteoartritis. 2. Jenis kelamin wanita lebih sering Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis. 3. Suku bangsa Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang. 4. Genetik

Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini. 5. Kegemukan dan penyakit metabolik Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut. 6. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi. 7. Kelainan pertumbuhan Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya oateoartritis paha pada usia muda. 8. Kepadatan tulang Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. C.Patofisiologi Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat. Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

D Manifestasi klinis Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi. Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain; 1. Nyeri sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain. 2. Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. 3. Kaku pagi Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk dari kursi, atau setelah bangun dari tidur. 4. Krepitasi Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit. 5. Pembesaran sendi (deformitas) Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar. 6. Perubahan gaya berjalan Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua (lansia).

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 2. Diagnosa a. Inefektif menejemen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, diit dan penanganan. b. Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan nyeri lutut kaki 3. Intervensi NO Diagnosa Keperawatan DX 1.

Inefektif menejemen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, diit dan penanganan. . DS : Pasien mengatakan “tidak tahu apa itu Osteoartritis atau rematik, sebab dan pengaturannya” Pasien mengatakan “taunya Cuma bawaan penyakit sudah tua” DO : - Terlihat pasien bingung ketika di tanya tentang

Rencana Tujuan & Kriteria Hasil

Intervensi

Setelah kunjungan ke 3 : Pasien mampu: memahami tentang Osteoartritis atau rematik mengetahui Penyebab dan gelaja Mengetahui diit Osteoartritis atau rematik Melakukan penanganan

 Kaji pengetahuan Pasien  Jelaskan tentang Osteoartritis atau rematik  Jelaskan tentang diit Osteoartritis atau rematik  Jelaskan tentang Jenis – jenis makanan yang di anjurkan dan tidak boleh dikonsumsi oleh penderita Osteoartritis atau rematik

Osteoartritis atau rematik.

2.

Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan nyeri lutut kaki DS : Pasien mengatakan sering merasa sakit pada kaki (lutut) Pasien mengatakan jika sakitnya parah, susah berjalan. DO :

Setelah di lakukan perawatan/ kun- jungan sebanyak 3x, diharapkan Pasien dapat tetap melakukan aktifitas sehari-hari tanpa kesulitan

Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab terjadinya nyeri kaki (Osteoartritis atau rematik) Ajarkan pasien cara kompres hangat untuk mengurangi linu – linunya  Ajarkan pasien cara senam tangan  Anjurkan pasien untuk jalan atau olah raga pagi setiap hari Mengobservasi kemampuan pasien dan anggota keluarga setelah mendapat penjelasan dari perawat

Pasien tampak memegang lututnya yang sakit

4. Implementasi & Evaluasi NO 1.

2.

Implementasi

Evaluasi

 Mengkaji pengetahuan Pasien  Menjelaskan tentang Osteoartritis atau rematik  Menjelaskan tentang diit Osteoartritis atau rematik  Menjelaskan tentang Jenis – jenis makanan yang di anjurkan dan tidak boleh dikonsumsi oleh penderita Osteoartritis atau rematik

S : Pasien mengatakan paham dengan Osteoartritis atau rematik dan dapat menyebutkan mulai dr pengertian sampai diitnya

 MenJelaskan kepada keluarga tentang penyebab terjadinya nyeri kaki (Osteoartritis atau rematik)  Mengajarkan pasien cara kompres hangat untuk mengurangi linu – linunya  Mengajarkan cara senam tangan.  Menganjurkan pasien untuk jalan atau olah raga pagi setiap hari  Mengobservasi kemampuan pasien dan anggota keluarga setelah mendapat penjelasan dari perawat

S : Pasien mengatakan mulai bisa beraktivitas tanpa kesulitan dan paham akan cara kompres hangat

O : Pasien tampak menjawab pertanyaan petugas dan antusias dalam pemberian pendidikan kesehatan. A : Masalah teratasi P: -

O : Pasien tampak mengerjakan aktivitas sehari-hari A : Masalah teratasi sebagian P: berikan support kepada Pasien agar terus melakukan anjuran petugas

OSTEOPOROSIS

A. Pengertian Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/ massa tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah patah. (Muttaqin, Arif. 2008) B. Etiologi: Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori : 1. Penyebab primer : menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak diketahui. 2. Penyebab sekunder: pemakaian Obat kortikosteroid, gangguan metabolism, gizi buruk, penyerapan yang buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal, penyakit hepar, penyakit paru kronis, cedera urat saraf belakang, rematik, transplasi organ. 3. Penyebab secara kausal: Osteoporosis juga dapat dikelompokan berdasarkan penyebab penyakit atau keadaan dasarnya : Ø Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada perempuan ), yang membantu pengangkutan kalsium kedalam tulang pada perempuan. Biasanya gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah timur lebih rentan menderita penyakit ini daripada kulit hitam. Ø Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang ( osteoklas ) dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang – orang berusia di atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering pada perempuan. Ø Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat – obatan. Penyakit ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta obat – obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang berlebihan ). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini. Ø Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuh yang jelas. C. Patofisiologi Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidup (merokok, minum kopi),

dan aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause mengakibatkan percepatan reasorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopause. Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. D. Manifestasi Klinis Osteoporosis merupakan silent disease. Klien osteoporosis umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut. Masa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda. Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum. Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan factor lingkungan. Ø Factor genetic meliputi: Usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Ø Factor lingkungan meliputi: Merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian 2. Diagnosa a. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru

3. Intervensi N O D X 1.

Diagnosa keperawata n

Rencana Tujuan & Kriteria Hasil

Intervensi

Setelah diberikan tindakan keperawatan 1) Evaluasi keluhan diharapkan nyeri pasien berkurang nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk Nyeri akut yang intensitas (skala 1-10). Perhatikan berhubungan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan dengan dampak pada tanda vital dan emosi/prilaku) sekunder dari 2) Ajarkan klien tentang fraktur vertebra alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya DS : 3) Dorong menggunakan teknik klien mengeluh manajemen stress contoh relaksasi nyeri tulang progresif, latihan nafasa dalam, belakang, imajinasi visualisasi, sentuhan mengeluh teraupetikK bengkak pada 4) olaborasi dalam pemberian pergelangan obat sesuai indikasi tangan DO : terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.

Setelah diberikan tindakan keperawatan di harapkan pasien mampu melakukan mobilitas fisik 1)

Kaji tingkat kemampuan klien

2.

yang masih ada Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru DS : klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun DO : Pasien terlihat lemas, dan mengalami penurunan tinggi badan

2) Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan 3) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

4. Implementasi & Evaluasi N O 1

Implementasi

 mengevaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)  mengajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya  mengdorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetikK  mengolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi

Evaluasi

S : Nyeri berkurang O : Tidak terjadi cedera A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan Intervensi

S : Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik

2.

 mengkaji tingkat kemampuan klien yang masih ada  merencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan  memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

O : pasien terlihat sudah bisa beraktivitas A : masalah terpenuhi P : hentikan intervensi

JANTUNG KORONER A. Pengertian Penyakit Arteri Koroner (Coronary Artery Disease) adalah penyakit yang ditandai dengan adanya endapan lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan menyumbat aliran darah. Endapan lemak (ateroma atau plak) terbentuk secara bertahap dan tersebar di percabangan besar dari kedua arteri koroner utama, yang mengelilingi jantung dan menyediakan darah bagi jantung. Proses pembentukan ateroma ini disebut aterosklerosis. (www.medicastore.com) Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. ( DepKes : 2001) Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit dimana tersumbatnya aliran pembuluh darah koroner jantung akibat penimbunan zat lemak (arteriosclerosis) karena tidak cukupnya suplai darah yang mengandung oksigen untuk menghidupkan jantung, maka terjadi ancaman otot jantung yang bisa menimbulkan kematian mendadak (Ronald H. Sitorus : 2006)

PJK (Penyakit Jantung Koroner) adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 miokardium dengan suplai O2 yang disebabkan oleh proses arterosklerosis yang merupakan kelainan digeneratif (Sarwono Waspadji, 2002 ; 1991). B. Etiologi Penyakit jantung koroner disebabkan karena ketidak seimbangan antara kebutuhan O2 sel otot jantung dengan masukannya. Masukan O2 untuk sel otot jantung tergantung dari O2 dalam darah dan pembuluh darah arteri koroner. Penyaluran O2 yang kurang dari arteri koroner akan menyebabkan kerusakan sel otot jantung. Hal ini disebabkan karena pembentukan plak arteriosklerosis. Sebab lain dapat berupa spasme pembuluh darah atau kelainan kongenital. Iskemia (kerusakan) yang berat dan mendadak akan menimbulkan kematian sel otot jantung yaitu disebut infark jantung akut yang irreversibel (tidak dapat sembuh kembali). Hal ini juga dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung dengan manifestasinya adalah nyeri. C. Patofisiologi teroma pada arteri koronaria akan menyebabkan stenosis, yang dapat mengganggu aliran koroner dan menyebabkan iskemia miokard. Penelitian menunjukkan bahwa stenosis sebesar 60% atau lebih menyebabkan iskemia miokard, yang oleh penderita dinyatakan sebagai nyeri yang khas disebut angina pektoris. Nyeri angina yang khas adalah nyeri retrosternal seperti ditekan, yang sering menjalar ke arah lengan kiri dan leher kiri hingga ke rahang dan telinga kiri. Secara klinis, iskemik miokard dapat manifes dalam bentuk : 1. Asimtomatik 2. Angina pektoris, yang dapat berbentuk: a) Angina stabil; b) Angina tak stabil; c) Angina varian (Prinzmetal); d) Iskemia Miokard Tenang. 3. Gagal jantung, yang bisa gagal jantung sistolik maupun diastolik, terutama timbul pada pendertita yang telah mengalami infark miokard. 4. Aritmia, yang dapat berbentuk bermacam-macam termasuk kematian mendadak. 5. Infark miokard akut. D.Manifestasi klinik 1. Nyeri dada yang khas (seperti ditekan benda berat dan menjalar keleher, lengan kanan dan punggung) dapat disebabkan oleh angina pectoris stabil (APS), angina pectoris tak stabil atau IMA 2. Sesak nafas 3. Perasaan melayang dan pingsan 4. Ditemukan bising jantung dan pembesaran jantung

ASUHAN KEPERAWTAN 1. Pengkajian 2. Diagnosa a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan frekuensi atau irama jantung b. Ansietas kematian berhubungan dengan nyeri 3. Intervensi N O DX

Diagnosa Keperawata n

Rencana Tujuan & Kriteria Hasil

Intervensi pe

Penurunan curah jantung berhubungan dengan frekuensi atau irama jantung1. ditandai dengan :

1.

DS: 1. Pasien mengatakan berdebardebar,pusing mau pingsan 2. Pasien mengatakan kulit tampak dingin dan selalu berkeringat 3. Pasien mengeluh nyeri 1.

2. 3. 4. 5. 6.

DO: Pasien pernah dirawat karena penyakit jantung koroner EKG -> arytmia AV block derajat 2 tipe 1 TD : 90/40 mmHg Heart rate : 40x/mnt Acral

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan masalah gangguan curah jantung dapat teratasi. Dengan kriteria hasil : Diharapkan penurunan curah jantung tidak sensitive

 lakukan perujukan keperawat praktis lanjutan untuk tindak lanjut  lakukan perujukan kepusat rehabilitasi jantung  ubah posisi pasien keposisi trendelenburg ketika tekanan darah psien berada pada rentang lebih rendah dibandingkan dengan yang biasa  bantu klien untuk membuat perencanaan untuk kondisi darurat  perawatan sirkulasi : insufisiensi arteri  kaji tekanan darah , adanya sianosis, status pernafasan , dan status mental  auskultasi suara paru terhdap bunyi crakle / suara nafas tambahan lainnya  berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer  ubah posisi pasien setiap 2 jam untuk menurunkan status sirkulasi perifer  perawatan sirkulasi : alat bantu mekanis  pantau fungsi

dingin 7. pasien tampak gelisah 8. stenosia TCA 60-90% 9. sembatan dipembuluh darah koroner kanan 6070%

Ansietas kematian berhubungan 2. dengan nyeri ditandai dengan : 1. DS : 2. 1. Klien merasa takut terhadap3. kematian yang terlalu dini 2. Pasien mengeluh nyeri dada 3. Pasien mengeluh Berdebardebar dan rasa kelelahan Pasien mengatakan Kepala pusing seperti mau pingsan DO :

  



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan masalah ansietas kematian dapat teratasi dengan kriteria hasil : ansietas kematian mereda kesehatan spiritual tidak terganggu mempertahankan hubungan sosial

pacemaker jelaskan tujuan pemberian oksigen ajarkan penggunaan dosis,frekuensi, dan efek samping obat tingkatkan penurunan afterload sesuai dengan program medis pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung ,irama dan nadi

 Penurunan ansietas  Pantau tanda dan gejala ansietas  Pantau ekspresi perasaan ketidakberdayaan atau putus asa pasien  Tentukan sumber ansietas  Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan kepada orang terdekat  Luangkan waktubersama pasien untuk mengatasi rasa takut ditinggal sendiri  Peningkatan koping  Berikan informasi mengenai penyakit dan prognosis

1.

Pasien tampak hawatir 2. Pasien tampak sedih yang mendalam 3. RR : 20X/mnt 4. pasien tampak geisah

 





pasien Rujuk ke perawatan rumah atau perawatan hopsis Hubungkan pasien dan keluarga dengan kelompok pendukung yang sesuai Rujuk kelayanan perawatan kesehatan psikiatrik dirumah sesuai kebutuhan Gunakan keterampilan komunikasi terapeutik untungmembangun hubungan saling percaya dan mempasilitasi ekspresi kebutuhan pasien

-

4. Implementasi & Evaluasi No 1.

Implementasi  mengajarkan relaksasi 2. Memantau irama jantung pasien  Memantau kondisi jantug pasien Hasil : pasien tidak mengeluh nyeri dada , bisa kembali aktivitas derta acral normal serta pasien tidak tampak bradikhardi

Evaluasi S :pasien tidak mengeluh kelelahan O : acral tidak dingin dan pucat A : masalah teratasi P : intervensi dihentikan

 mengajarkan relaksasi 2. 2. Memantau irama jantung pasien  Memantau kondisi jantug pasien  Hasil : pasien tidak mengeluh nyeri dada , bisa kembali aktivitas derta acral normal serta pasien tidak tampak bradikhardi

S :pasien tidak mengeluh nyeri dada O : heart rate normal A : masalah teratasi P:-

More Documents from "Vhero Tololiu"