Hipertensi Nia.docx

  • Uploaded by: Riswan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hipertensi Nia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,316
  • Pages: 24
A.KONSEP MEDIS 1. Defenisi Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005). 2. Etiologi Hipertensi 1. Hipertensi essensial Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008). 2. Hipertensi sekunder Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan 11 hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003). Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000) 4. Patofisiologi Hipertensi Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis

yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002). 5. Manifestasi Klinis Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005). Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008). 6. Komplikasi Hipertensi Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancyincluded hypertension (PIH) (Corwin, 2005). 1. Stroke Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi 24 fokal pembuluh darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerahdaerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya anurisma (Corwin, 2005).

2. Infark miokardium Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005). 3. Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada bagian 25 yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995). Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi (Mansjoer, 2001). 4. Ensefalopati (kerusakan otak) Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak. Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005). 7.Pemeriksaan penunjang  Pemeriksaan laboratrium Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor risiko seperti : hipokoagulabilitas , anemia Bun / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal Glukosa : hiperglikemi (DM : adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin Urinalisa : darah , protein , glukosa , mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.  Ct scan : mengkaji adanya tumor cerebral , enselopati  Ekg : Dapat menunjukkan pola regangan , dimana luas , peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi  Iup : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal , perbaikan ginjal

 Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup , pembesaran jantung.(Grace dan Borley,2007) 8. Penatalaksanaan Hipertensi 1. Pengendalian faktor risiko Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut : 26 a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes, 2006b ). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2009). b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006 ). c. Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006)

B.Konsep gerontik A. Definisi Lansia Masa lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua: 1.

2.

3. 4.

Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda. Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan. Menurut Bernice Neugarten(1968)James C. Chalhoun(1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Badan kesehatan dunia (WHO)menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, Lanjut usia tua (old) 75 - 90 tahun dan Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

B. Batasan Yang Di Klaifikasikan Lansia Usia lanjut marupakan salah satu fase kehidupan yang dilalui oleh setiap individu yang dikaruniai umur panjang. Menjadi tua tidak bisa dihindari tetapi menjadi usia lanjut yang sehat dan produktif dapat diupayakan. Proses tersebut merupakan proses yang wajar terjadi. Proses usia lanjut yang tidak sesuai dengan keinginan-keinginan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup besar. Penyakit yang

membahayakan, menjalani masa pension, ditinggal mati suami atau istri, dan sebabsebab lainnya lebih sering menimbulkan gangguan-gangguan keseimbangan mental. Psikologi kehilangan merupakan salah satu sindroma atau gejala multikompeks dari proses usia lanjut (Depkes RI 2003) Usia tua sering disebut dengan senescence yaitu merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahn atau penurunan fungsi tubuh, biasanya mulai pada usia yang berbeda-beda untuk setiap individu (Papalia 2001). Menurut Sari (2004) dikemukakan bahwa usia lanjut yang memiliki kesempatan bertemu dengan teman sebaya dapat membuka kesempatan pada individu usia lanjut untuk belajar dari pengalaman hidup individu lain dan menginterprestasikannya kembali pengalaman hidupnya sehingga akan membantu individu tersebut dalam mengontrol pengalaman emosi yang positif atau negatif. Dengan memiliki teman, individu usia lanjut akan merasa memiliki dukungan sosial di luar keluarganya, menimbulkan perasaan dihargai dan diinginkan meskipun mereka sudah mengalami kemunduran dan keterbatasan. Batasan–batasan lansia : 1. Menurut WHO a. Usia pertengahan (Midle Age)kelompok usia 45 – 59 tahun. b. Usia lanjut (Ederly)antara 60 – 74 tahun. c. Usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun. d. Usia sangat tua (Very Old) diatas 90 tahun 2. Menurut UU No: 13 Tahun 1998 Tentang kesejahteraan lanjut usia: “lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas”. 3. Menurut Dep. Kes. RI, lebih lanjut menggolongkan lansia menjadi tiga golongan yaitu: a. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun). b. Kelompok lansia pertengahan (65 tahun keatas). c. Kelompok lansia dengan resiko tinggi (usia 70 tahun keatas). 4. Menurut Bernice Neu Garden (1975) a. Lansia muda yaitu orang yang berumur diantara 55 – 75 tahun. b. Lansia tua yaitu orang yang berumur lebih dari 75 tahun. C. Ciri-ciri masa lanjut usia 1.

Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis.

2.

Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula yang menganggapnya sebagai hukuman. 3. Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa tua tidaklah menyenangkan. 4. Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap orang berusia lanjut tidak begit dibutuhkan katena energinya sudah melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang yang berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar. 5. Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif tentang usia lanjut. 6. Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan kelompok yang lebih muda. 7. Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif. 8. Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk memperlambat penuaan. D. Perkembangan Masa Lanjut Usia Usia lanjut merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan penurunan, yang penurunannya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada tahap usia baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia penuaan dihubungkan dengan perubahan degenerative pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan regeneratife yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Penelitian telah menemukan bahwa tingkat sel, umur sel manusia ditentukan oleh DNA yang disebut telomere, yang beralokasi pada ujung kromosom. Ketentuan dan kematian sel terpicu ketika telomere berkurang ukurannya pada ujung kritis tertentu. 1. Perkembangan Fisik Penuaan terbagi atas penuaan primer ( primary aging) dan penuaan sekunder (secondary aging). Pada penuaan primer tubuh mulai melemah dan mengalami penurunan alamiah. Sedangkan pada proses penuaan sekunder, terjadi proses penuaan karena faktor-faktor eksteren, seperti lingkungan ataupun perilaku. Berbagai paparan lingkungan dapat mempengaruhi proses penuaan, misalnya cahaya ultraviolet serta gas karbindioksida yang dapat menimbulkan katarak, ataupun suara yang sangat keras seperti pada stasiun kereta api sehingga dapat menimbulkan berkurangnya kepekaan pendengaran. Selain hal yang telah

disebutkan di atas perilaku yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi cepatnya proses penuaan, seperti merokok yang dapat mengurangi fungsi organ pernapasan. Penuaan membuat seseorang mengalami perubahan postur tubuh. Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang belakang dapat memadat sehingga membuat tulang punggung menjadi telihat pendek atau melengkung. Perubahan ini dapat mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini merupakan hal yang sering dihadapi oleh para lansia. Penuaan yang terlihat pada kulit di seluruh tubuh lansia, kulit menjadi semakin menebal dan kendur atau semakin banyak keriput yang terjadi. Rambut yang menjadi putih juga merupakan salah satu ciri-ciri yang menandai proses penuaan. Kulit yang menua menjadi menebal, lebih terlihat pucat dan kurang bersinar. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam lapisan konektif ini dapat mengurangi kekuatan dan elasitas kulit, sehingga para lansia ini menjadi lebih rentan untuk terjadinya pendarahan di bawah kulit yang mengakibatkan kulit mejadi tampak biru dan memar. Dengan berkurangnya lapisan lemak resiko yang dihadapi oleh lansia menjadi lebih rentan untuk mengalami cedera kulit. Penuaan juga mengubah sistim saraf. Orang lanjut usia juga memiliki berbagai resiko pada sitem saraf, misalnya berbagai jenis infeksi yang diderita oleh seorang lansia juga dapat mempengaruhi proses berfikir ataupun perilaku. glukosa dapat menyebabkan gangguan berfikir. 2. Perkembangan Kognitif Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia. Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun, kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangantantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan dimungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami kemunduran memorinya. Menurut Ratner et.al dalam desmita (2008) penggunaan bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas, melainkan dapat meningkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut. Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah satunya adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih keterampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.

3. Perkembangan Sosio – Emosional Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002, h.239). Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidak ikhlasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan depresi dan ketakutan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya Hubungan Sosio-Emosional Lansia: Masa penuaan yang terjadi pada setiap orang memiliki berbagai macam penyambutan. Ada individu yang memang sudah mempersiapkan segalanya bagi hidupnya di masa tua, namun ada juga individu yang merasa terbebani atau merasa cemas ketika mereka beranjak tua. Takut ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa kesepian yang akan datang. Keberadaan lingkungan keluarga dan sosial yang menerima lansia juga akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan sosio-emosional lansia, namun begitu pula sebaliknya jika lingkungan keluarga dan sosial menolaknya atau tidak memberikan ruang hidup atau ruang interaksi bagi mereka maka tentunya memberikan dampak negatif bagi kelangsungan hidup lansia. E. Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia Tujuan pedoman pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW, serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia. Tujuan pelayanannya adalah: 1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis,psikologis,sosial dan spiritual. 2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia. 3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tugas pelayanan meliputi: 1. Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna. 2. Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan mampu menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia. Tujuan pembinaan kesehatan lansia dipanti meliputi tujuan umum dan khusus : a. Tujuan Umum, Meningkatny derajat kesehatan danmut kehidupan lansia dipanti agar mereka dapat hidup layak b. Tujuan khusus: 1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti. 2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti dalam memelihara kesehatan diri sendiri. 3) Meningkatnya peran serta keluarga dann masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia dipanti. Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif,preventif, kuratif dan rehabilitative. 1. Upaya promotif yaitu untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya,keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa a. Penyuluhan, demonstrasi dan pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut in; 1) Masalah gizi dan diet 2) Perawatan dasar kesehatan 3) Keperawatan kasus darurat 4) Mengenal kasus gangguan jiwa 5) Olahraga 6) Teknik-teknik berkomunikasi 7) Bimbingan rohani

b. c. d. e. f.

Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti Rekreasi Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.

2. Upaya preventif yaitu; pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatanya dapat berupa kegiatan berikut ini; a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia. b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia. c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi. d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing. e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing. f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif. h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, 3.

Upaya kuratif yaitu pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini

a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas. b. Pengobatan jalan di puskesmas. c. Perawatan dietetic. d. Perawatan kesehatan jiwa. e. Perawatan kesehatan gigi dan mulut. 4. Upaya rehabilitative yaitu untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatn ini dapat berupa rehabilitasi mental,vokasional (keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh

petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat). Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat,M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan dip anti pada dasarnya memiliki sisi negative dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. F. Pendekatan Perawatan Pada Lansia pendekatan pelayanan kesehatan pada lanjut usia meliputi: 1. Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut mencakup aspek anatomis dan fisiologis serta berkembangnya kondisi patologis yang bersifat multiple dan kelainan fungsional pada pasien-pasien lanjut usia. 2. Pendekatan Psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal. 3. Pendekatan Sosial Budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi lansia 4. Pendekatan Psikologis, Fungsi Kognitif (Kemampuan Belajar (Learning), Kemampuan Pemahaman (Comprehension)) 5. Pendekatan Sosial Budaya Ahli sosiologi membuat “disengagement theory of aging” yang berarti bahwa ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan tapi pasti dan teratur daripada individu-individu atau masyarakat terhadap satu sama lainnya, dan proses ini adalah terjadi secara alamiah dan tak dapat dihindarkan, dan hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai kepada penarikan diri yang terakhir, yaitu mati. Teori lainnya adalah “Continuity Theory” yang berdasarkan atas asumsi bahwa “identity” adalah fungsi daripada hubungan dan interaksi dengan orang lain. Seseorang yang lebih sukses akan tetap memelihara interaksi dengan masyarakat setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan wajar dengan masalah-masalah masyarakat, keluarga dan hubungan perseorangan. Mereka tetap memelihara identitasnya dan kekuatan egonya. Teori lainnya ialah “Activity Theory” yaitu yang menjelaskan bahwa orang yang masa mudanya sangat aktif dan terus juga memelihara keaktifannya setelah dia menua. Ahli jiwa mengatakan bahwa “ sense of integrity” dibangun semasa muda dan akan tetap terpelihara sampai tua. Ericson, membuat suatu ringkasan tentang fase-fase perkembangan manusia sejak bayisampai tua, yang mana tiap fase menerangkan tentang adanya krsisis-

krisis untuk memilih antara kearah mana seseorang akan berkembang. Dalam fase terakhir disebut bahwa ada pilihan antara : “ sense of integrity” dan “ Sense of despair” karena adanya rasa takut akan kematian. Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego differentitation) melawan preokupasi peranannya dalam bekerja (work role preoccupation). Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran tentang pensiun. G. Perubahan Fisik Pada Lansia Perkembangan fisik pada masa lansia terlihat pada perubahan perubahan fisiologis yang bisa dikatakan mengalami kemunduran, perubahan perubahan biologis yang dialami pada masa lansia yang terlihat adanya kemunduran tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan terhadap kondisi psikologis. Terdapat sejumlah perubahan fisik yang terjadi pada periode lansia menurut Elida Prayitno yaitu Penurunan mitosis menyebabkan kecepatan jumlah sel yang rusak tidak seimbang dengan jumlah sel yang baru. Keadaan ini menyebabkan tubuh lebih banyak kehilangan sel, daripada jumlah sel yang baru sebagai pengganti. Diperkirakan orang berusia antara umur 65 – 70 tahun akan kehilangan 20 % dari keseluruhan sel-sel saraf yang dimilikinya. Pertumbuhan dan reproduksi sel-sel menurun. Menurut Hurlock (1980) terjadi perubahan fisik berupa penampilan pada usia dewasa akhir, diantanya adalah :

1. Daerah kepala Hidung menjulur lemas Bentuk mulut akan berubah karena hilangnya gigi Mata kelihatan pudar Dagu berlipat dua atau tiga Kulit berkerut da kering Rambut menipis dan menjadi putih 2. Daerah Tubuh Bahu membungkuk dan tampak mengecil Perut membesar dan tampak membuncit Pinggul tampak menggendor dan tampak lebih besar Garis pinggang melebar Payudara pada wanita akan mengendor 3.

Daerah persendian Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat Kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol Tangan menjadi kurus kering Kaki membesar karena otot-otot mengendor

Kuku tangan dan kaki menebal, mengeras dan mengapur. Pada umumnya perubahan pada masa lansia meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen. 1. Sistem pernafasan pada lansia. Kapasitas pernafasan pada lansia akan menurun pada usia 20 hingga 80 tahun sekalipun tanpa penyakit. Paru paru kehilangan elatisitasnya, dada menyusut, dan diafragma melemah. Meskipun begitu berita baiknya adalah bahwa orang dewasa lanjut dapat memperbaiki fungsi paru paru dengan latihan latihan memperkuat diafragma. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi penumpukan sekret. Penurunan aktivitas paru (mengembang & mengempisnya) sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml. 2.

Perubahan Sistem persyarafan. Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir. Mengecilnya syaraf panca indera. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. Otak dan sistem syaraf. Aspek yang signifikan dari proses penuaan mungkin adalah bahwa neuron neuron itu tidak mengganti dirinya sendiri. Meskipun demikian otak dapat cepat sembuh dan memperbaiki kemampuannya, hanya kehilangan sebagian kecil dari kemampuannya untuk bisa berfungsi di masa dewasa akhir. Perubahan sensori fisik masa dewasa akhir melibatkan indera penglihatan,pendengaran, perasa, pembau, dan indera peraba. Pada masa dewasa akhir penurunan indera penglihatan bisa mulai dirasakan dan terjadi mulai awal masa dewasa tengah. Adaptasi terhadap gelap lebih menjadi lambat, yang berarti bahwa orang rang lanjut usia membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kembali penglihatan mereka ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke tempat yang agak gelap. Penurunan penglihatan ini biasanya dapat dirunut dari pengurangan kualitas dan intensitas cahaya yang mencapai retina. Di puncak usia tua, perubahan ini mungkin disertai oleh perubahan perubahan kemunduran dalam retina, menyebabkan beberapa kesulitan dalam penglihatan.

3. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.

Ciri – ciri perubahan pada indra masa lansia salahsatunya sekresi saliva berkurang mengakibatkan pengeringan rongga mulut. Papil-papil pada permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap rasa terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan dengan demikian asupan gizi juga akan terpengaruh. Keadaan ini mulai pada usia 70 tahun. Perubahan indera penciuman, penglihatan dan pendengaran juga mengalami penurunan fungsi seiring dengan bertambahnya usia. 4. Pengecap dan penghidu. Menurunnya kemampuan pengecap. Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang. Peraba. Kemunduran dalam merasakan sakit. Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut. 5. Sistem genito urinaria. a. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. b. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin. c. Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun. d. Atropi vulva. e. Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap perubahan warna. f. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus. 6. . Sistem endokrin / metabolik pada lansia. a. Produksi hampir semua hormon menurun. b. Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah. c. Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH. d. Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.

7.

Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut. a.

Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. b. Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit. c. Esofagus melebar. d. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung menurun, waktu mengosongkan menurun. 8.

Perubahan sistem kulit & karingan ikat. a. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak. b. Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa c. Kelenjaar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi. d. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh. e. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut kelabu.

9.

Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual. a. Perubahan sistem reprduksi. b. Kegiatan sexual.

10. Perubahan otot Penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya jaringan otot dan jaringan lemak tubuh. Presentasi lemak tubuh bertambah pada usia 40 tahun dan berkurang setelah usia 70 tahun. Penurunan Lean Body Mass ( otot, organ tubuh, tulang) dan metabolisme dalam sel-sel otot berkurang sesuai dengan usia. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering merasa letih dan merasa lemah, daya tahan tubuh menurun karena terjadi atrofi. Berkurangnya protein tubuh akan menambah lemak tubuh. Perubahan metabolisme lemak ditandai dengan naiknya kadar kolesterol total dan trigliserida. H. Perubahan Psikologi Pada Lansia Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

1. Penurunan Kondisi Fisik Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. 2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung,Gangguan metabolisme, misal diabetes 3. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya. 4. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.

I. Perubahan Sosial pada Lansia Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002). J. Perubahan terkait denganpekerjaan Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga

diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya. K. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

C.KONSEP KEPERAWATAN 1.Pengkajian a) Aktivitas /istirahat -gejala ;kelemahan,letih/nafas pendek,gaya hidup monoton. -tanda;frekuensi jantung meningkat,perubahan irama jantung,takipnea. b.sirkulai -gejala;riwayat hipertensi,ateroskleosis,penyakit jantung koroner/katup -tanda;kenaikan TD,Nadi denyutan jelas dari karotisjagularis,radialis,takikardi,murmur,distensi vena jagularis,kulit pucat,sianosi,suhu dingin. c.integritas ego -gejala;riwayat perubahan kepribadian,ansietas,factor stress multiple(hubungan,keuangan,yg berkaitan d. Eliminasi Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal. e. Makanan atau cairan Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterolk, mual dan muntah, perubahan berat badan, obsesitas, adanya edema. f. Neurosensori Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan, orientasi pola atau isi bicara, proses pikir atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan gangguan tangan), perubahan retinal optik. g. Nyeri atau ketidaknyamanan Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai atau klaudikasi, sakit kepala, nyeri abdomen. h. Pernafasan Dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea noktural paroksisimal, riwayat merokok, batuk dengan atamu tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, cianosis. 2.Diagnosa Keperawatan a. Gangguan rasa nyaman nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral. b. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik. c. Gangguan perubahan pola nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan kebutuhan metabolik. d. Resiko tinggi terhadap penurunan jantung sehubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi.

3.Perencanaan 1. Gangguan rasa nyaman, nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral. Kriteria hasil : - pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol 

pasien akan mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan



pasien akan mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan

Intervensi : 1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut. Rasional : meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi. 2. Memberi tindakan non farmakologis untuk menghilangkan sakit kepala (kompres dingin, tehnik relaksasi) Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vaskular serebral dan yang memperlambat respon simpatis efektif menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya. 3. Meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang meningkatkan sakit kepala (mengejan saat BAB, batuk dan membungkuk) Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vaskular serebral. 4. Kolaborasi dokter dengan pemberian analgesik Rasional : menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis. b.Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik Kriteria hasil : 

pasien akan berpartisipasi dalam aktivitas yang



pasien akan melaporkan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat



pasien akan menuju penurunan tanda-tanda intoleransi fisiologi

Intervensi : 1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas Rasional : menyebutkan parameter membantu mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas. 2. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi (duduk saat gosok gigi, atau menyisir rambut) dan melakukan aktivitas perlahan. Rasional : membantu antara suplai dan kebutuhan O2 3. Dorong untuk beraktivitas atau melakukan perawatan diri bertahap. Rasional : kemajuan aktivitas mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.

3. Gangguan pola nutrisi sehubungan dengan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebihan kebutuhan metabolik. Kriteria hasil : 

pasien akan mengidentifikasi hubungan hipertensi dan kegemukan



pasien akan menunjukkan perubahan pola makan



pasien akan melakukan olahraga yang tepat rasional

Intervensi : 1. Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara hipertensi dengan kegemukan Rasional : kegemukan adalah resiko tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas norta dan peningkatan curah jantung berkaitan erat dengan peningkatan massa tubuh. 2. Bicara tentang pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi lemak, garam, gula sesuai indikasi. Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya ateroskerosis dan kegemukan merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya. 3. Tetapkan keinginan pasien untuk menurunkan berat badan. Rasional : motivasi untuk penurunan berat badan adalah intern individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan agar program berhasil. 4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet Rasional : mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dalam program diit terakhir, membantu menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian atau penyuluhan. 5. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi Rasional : memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual. 4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung sehubungan dengan peningkatan afterload vasokontriksi Kriteria hasil : 

pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan beban yang dapat diterima.



pasien memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rengtang normal.

Intervensi : 1. Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal Rasional : perbandingan tekanan memberikan gambaran tentang keterlibatan atau bidang masalah vaskular. 2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer Rasional : denyut karoitis, jugularis, radialis dan femoralis dap terpalpasi sedangkan denyut tungkai mungkin menurun. 3. Akultasi tonus jantung dan bunyi nafas Rasional : S4 terdengar pada pasien hipertensi berat karena ada hipertropi atrium (peningkatan volume atau tekanan atrium) perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi. 4. Catat edema umum atau tertentu Rasional : mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular 5. Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau keributan dan batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. Rasional : membantu menurunkan rangsang simpatis dan meningkatkan relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000 Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001 Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999 Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003 Lestari Puput, dkk. 2012. Makalah Dewasa Akhir. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Kusumadewi Yulia. 2012. Makalah Perkembangan Lansia. http://agil-asshofie.blogspot.com/2011/06/perkembangan-usia-lanjut.html Senyumperawat.Pengertian dan klasifikailansi (lanjutusia). 2015. Diperoleh 07 maret 2019 http://senyumperawat.com/2015/04/pengertian-dan-klasifikasi-lansia.html/amp Mywaplog.asuhankeperawatan pada lansia.2019.Diperoleh 07 maret 2019http://nget.mywapblog.com/asuhan-keperawatan-pada-lansia-gerontik.xhtml

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

OLEH

:

NAMA

: HASNIAWATI

NIM

: BT 1601014

KELAS

: III A

CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARITOJA WATAMPONE TAHUN AJARAN 2019 / 2020

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Nn”N”DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER”HIPERTENSI” DI DUSUN KAMPUBBU DESA AWO KEC.CINA

OLEH

:

NAMA

: HASNIAWATI

NIM

: BT 1601014

KELAS

: III A

CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARITOJA WATAMPONE TAHUN AJARAN 2019 / 2020

Related Documents

Hipertensi
May 2020 42
Hipertensi
May 2020 37
Hipertensi
June 2020 44
Hipertensi
October 2019 62
Hipertensi Acak.docx
June 2020 17
Krisis Hipertensi
October 2019 31

More Documents from "dr liza M.Pd.I MM CHt"

Hipertensi.docx
December 2019 20
Sap Hipertensi.docx
December 2019 16
Hipertensi Nia.docx
December 2019 26
Susunan Acara.docx
December 2019 23
Dafrtar Rujukan.docx
October 2019 19