I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya, peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya,
termasuk
hubungannya
dengan
mahluk-mahluk
hidup
(International glossary of Hidrologi, 1974). Karena perkembangannya yang begitu cepat, hidrologi telah menjadi dasar dari pengelolaan sumberdayasumberdaya air rumah tangga yang merupakan pengembangan, agihan dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya air secara terencana. Banyak proyek di dunia (rekayasa air, irigasi, pengendalian banjir, drainase, tenaga air dan lain-lain) dilakukan dengan terlebih dahulu mengadakan survey kondisikondisi hidrologi yang cukup. Tanah mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi.
Kondisi
tanah menentukan jumlah air yang masuk dalam tanah dan mengalir pada permukaan tanah.
Jadi tanah tidak hanya berperan sebagai media
pertumbuhan tanaman tetapi juga sebagai media pengatur tata air. Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kehilangan unsure hara dan bahan organik, menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, dan meningkatnya kepadatan tanah serta berkurangnya kemantapan struktur tanah.
Air diperlukan oleh tanaman untuk mengangkut unsur-unsur hara dan
zat-zat terlarut lain di dalam tanaman dan untuk produksi gula pada proses fotosintesis, darimana tanaman memperoleh energi untuk pertumbuhan dan menjadi dewasa. Sebagian besar air digunakan dalam proses transpirasi. Apabila air hilang ke dalam atmosfer melalui transpirasi melebihi dari air yang diserap tanaman dari tanah, maka air akan hilang dari sel-sel tanaman sehingga sel tanaman kehilangan tegangan turgor dan akhirnya tanaman menjadi layu.setiap gejala kelayuan pada tanaman dapat dijadikan petunjuk bahwa pertumbuhan tanaman akan terhenti. Pertumbuhan akan tergantung pada tegangan turgor yang memungkinkan sel-sel baru terbentuk. Segera setelah pembasahan, tanah yang dalam dan terdraenase baik akan memiliki lebih banyak air pada lapisan permukaan daripada di lapisan di bawah permukaan. Dengan demikian gradian potensial tetap ada dan menyebabkan aliran ke bawah terus berlangsung meskipun setelah infiltrasi permukaan berhenti. Aliran ini memindahkan air dari horizon atas ke horizon bawah yang lebih kering. Sesudah dua sampai tiga hari, laju draenase menjadi sangat lambat dan kandungan hampir konstan. Kandungan air pada saat ini dinamakan kapasitas lapang. Berdasarkan uraian di atas maka dilaksanakanlah praktikum ini untuk untuk mengetahui nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen pada tanaman jagung (Zea mays L.) dan tanaman kedelai (Glycine max).
1.2
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi dan kadar air pada tanah Alfisol dengan berbagai perlakuan. Kegunaan dari praktikum ini adalah sebagai bahan informasi di dalam pola penerapan pengelolaan lahan pertanian terhadap besarnya laju evaporasi dan transpirasi yang terjadi.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Hidrologi
Hidrologi mempelajari siklus air di alam raya. Siklus hidrologi atau siklus air meliputi kejadian-kejadian air menguap ke udara, kemudian mengembun dan menjadi hujan atau salju, masuk ke dalam tanah atau mengalir di atas permukaan tanah, lalu berkumpul di danau atau laut, menguap lagi dan seterusnya (Asdak, 1995). Tanah mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi. Kondisi tanah menentukan jumlah air yang masuk ke dalam tanah dan mengalir pada permukaan tanah. Besarnya jumlah aliran permukaan dan jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah akan menentukan jumlah air yang bermanfaat bagi manusia ataupun menentukan fluktuasi debit air di sungai yang terdapat pada suatu daerah penampungan (Pairunan A, dkk, 1997). Air yang masuk ke dalam tanah sebahagian dimanfaatkan tanaman untuk membentuk bahan organik dalam proses fotosintesa, sebagian diluapkan melalui proses transpirasi. Air yang masuk dalam tanah dapat tertahan dalam tanah sebelum diserap oleh tanaman, atau bergerak ke atas melalui pipa kapiler kemudian menguap dari permukaan tanah, dapat juga terus bergerak sebagai air perkolasi yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman, (Pairunan A, dkk, 1985).
Pergerakan air di bumi yang merupakan suatu sistem yang tertutup, yang berarti pergerakan air pada sistem tersebut selalu tetap berada pada sistemnya.
Energi
panas
matahari
dan
faktor-faktor
iklim
lainnya
menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi dan tanah, di laut dan badan-badan air lainnya. Uap air sebagai hasil proses evaporasi akan terbawa oleh angina melintasi daratan yang bergunung maupun pada daerah datar dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan sebagian dari uap air tersebut akan terkondensasi dan turun sebagai air hujan (Hakim,dkk, 1986 ). Air diperlukan oleh tanaman untuk mengangkut unsur-unsur hara dan zat-zat terlarut lain di dalam tanaman dan untuk produksi gula pada proses fotosintesis, darimana tanaman memperoleh energi untuk pertumbuhan dan menjadi dewasa. Sebagian besar air digunakan dalam proses transpirasi. Apabila air hilang ke dalam atmosfer melalui transpirasi melebihi dari air yang diserap tanaman dari tanah, maka air akan hilang dari sel-sel tanaman sehingga sel tanaman kehilangan tegangan turgor dan akhirnya tanaman menjadi layu.setiap gejala kelayuan pada tanaman dapat dijadikan petunjuk bahwa pertumbuhan tanaman akan terhenti. Pertumbuhan akan tergantung pada tegangan turgor yang memungkinkan sel-sel baru terbentuk (Asdak,, 1995).
2. 2. Evaporasi Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnnya oleh proses fisika. Dua unsur
utama untuk berlangsungnnya evaporasi adalah energi (radiasi) matahari dan ketersediaan air.
Proses-proses fisika yang menyertai berlangsungnya
perubahan bentuk dari cair menjadi gas berlaku pada kedua proses evaporasi
tersebut
diatas.
Oleh
karenanya,
kondisi
fisika
yang
mempengaruhi laju evaporasi umum terjadi pada kedua proses alamiah tersebut. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain cahaya matahari, suhu udara,
dan kapasitas kadar air dalam udara.
Proses evaporasi yang
disebutkan diatas tergantung pada jumlah air yang tersedia (Asdak, 1995). Penguapan air dapat dibedakan ke dalam penguapan internal dan penguapan eksternal. Penguapan eksternal terjadi pada permukaan tanah (evaporasi) dan terjadi pada tanaman (transpirasi), sedangkan penguapan internal terjadi dalam pori-pori tanah (Hakim dkk, 1986). Air yang masuk ke dalam tanah sebagian dimanfaatkan tanaman untuk membentuk bahan organik dalam proses fotosintesis, sebagian diuapkan melalui proses transpirasi. Air yang masuk dalam tanah dapat tertahan dalam tanah sebelum diserap oleh tanaman, atau bergerak ke atas melalui pipa kapiler kemudian menguap (Pairunan A.K dkk, 1997) Karena transpirasi adalah proses evaporasi air dari permukaan tumbuhan, maka faktor-faktor iklim yang mempengaruhi evaporasi secara umum juga berpengaruh terhadap transpirasi. Kenyataan di lapangan kedua proses, evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari tumbuhan sulit dipisahkan, sehingga keduanya disebut evaporatranspirasi (Hakim,dkk, 1986)
2. 3. Transpirasi Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-pori daun oleh proses fisiologi. Daun dan cabang umumnya di balut lapisan mati yang disebut kulit air (cuticle) yang kedap uap air. Sel-sel hidup daun dan cabang terletak di bawah permukaan tanaman, dibelakang pori-pori daun dan cabang.
Besar kecilnya laju transpirasi secara tidak
langsung ditentukan oleh radiasi matahari melalui membuka dan menutupnya pori-pori tersebut (Asdak, 1995). Transpirasi adalah suatu proses ketika air diuapkan ke uadara dari permukaan daun/tajuk vegetasi.
Oleh karenanya, faktor-faktor yang
mengendalikan besar kecilnya transpirasi suatu vegetasi adalah sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya evaporasi, yaitu radiasi panas matahari, suhu, kecepatan angina, dan gradient tekanan udara. Dalam hal ini, besarnya transpirasi, dalam batas tertentu, juga dipengaruhi oleh karakteristik dan kerapatan vegetasi seperti struktur tajuk, perilaku poripoeri daun, dan lain-lain (Seyhan, 1990). Adalah sulit mengukur evaporasi dari permukaan tanah yang bervegetasi.
Selain harus memperhatikan jumlah air yang tersedia dan
kemampuan atmosfer untuk menyerap dan mengangkut uap air, masih harus mempertimbangkan mekanisme transpirasi vegetasi.
Beberapa teknik
pengukuran transpirasi telah dilakukan pada beberapa jenis tanaman dalam plot-plot percobaan.
Teknik tersebut antara lain ; (1). Plot pengukuran
dengan menggunakan alat
lysimeter, (2). Pengukuran berkurangnya
kelembaban tanah dalam plot percobaan, (3). Pemangkasan cabang-cabang tanaman dan menimbangnya untuk mengukur besarnya laju kehilangan air, dan (4). Menganalisis dengan menggunakan neraca air (Asdak, 1995). 2. 4. Evapotranspirasi Penguapan air dapat dibedakan ke dalam penguapan internal dan penguapan eksternal. Penguapan eksternal terjadi pada permukaan tanah (evaporasi) dan terjadi pada tanaman (transpirasi), sedangkan penguapan internal terjadi dalam pori-pori tanah (Hakim dkk, 1986). Air yang mempunyai permukaan secara langsung berinfiltrasi kedalam tanah atau melintas diatas pemukaan tanah.
Sebagian darinya, secara
langsung atau setelah penyimpanan permukaan. Hilangnya dalam bentuk evaporasi yaitu proses dimana air menjadi uap, dan transpirasi yaitu proses dimana air menjadi uap melalui metabolisme tanaman (Asdak, 1995). Perkiraan evaporasi dan transpirasi adalah sangat penting dalam pengkajian-pengkajian hidrometeorologi. Pengaruh langsung evaporasi dan evaportranspirasi dari air ataupun permukaan lahan yang benar adalah tidak mungkin pada saat ini.
Akan tetapi, jika keragaman waktu evaporasi
permukaan maka air bebas berbanding langsungdengan radiasi bersih, kita dapat mengharapkan nilai-nilai maksimum pada siang hari (Seyhan, 1990). Evaportranspirasi akan berlangsung hanya bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata tanaman dan permukaan tanah, lebih dekat pada fase
dengan radiasi matahari karena hanya sedikit panas disimpan oleh tanaman dan juga karena stomata menutup pada malam hari. Evaportranspirasi ini biasanya dipengaruhi oleh faktor meteorologi, geografi dan lainnya seperti kandungan lengas tanah, karakteristik kapiler tanah, jeluk muka air tanah dan sebagainya (Seyhan, 1990). 2. 5 Kadar Air Air mempunyai fungsi penting dalam tanah, dimana air penting dalam pelapukan mineral dan bahan organik, reaksi yang menyiapkan hara laut bagi pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai media gerak hara ke akar-akar hara tanaman. Bila air terlalu banyak, hara-hara yang lewat atau ada yang tercuci dan hilang dari perakaran atau bila tinggi evaporasinya, garam-garam terlarut mungkin terangkut ke lapisan atas tanah dan kadang-kadang tertimbun dalam jumlah yang banyak sehingga dapat merusak tanaman (Hardjowigeno, 1987). Kemapuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah bertekanan dan tekstur tanah mempunyai gaya menahan air lebih kecil dari tanah tekstur halus. Oleh karena itu tanaman yang ditanam pada tanah bertekstur lempung dan liat (Pairunan, dkk, 1997). Air
antara
kejenuhan
dan
kapasitas
lapangan
(air
gravitasi)
mempunyai tegangan rendah dan lebih mudah diserap oleh akar tumbuhan. Akan tetapi, air gravitasi sedikit gunanya pada kebanyakan tanah sebab air ini memeras air ke bawah dengan cepat. Selain itu, adanya air gravitasi
meniadakan udara yang diperlukan akar untuk pernafasan dan banyak kegiatan biologi lainnya. Gerakan ait ke bawah oleh air gravitasi menarik udara ke dalam tanah (Syarief, 1986). Kehilangan air oleh transpirasi menimbulkan kekuatan utama yang mendorong untuk penyerapan air oleh akar tanaman yang bertranspirasi. Tegangan yang terjadi pada daun oleh hilangnya air transpirasi di transmisikan ke xilem batang dan akhirnya ke akar. Apabila tegangan air dalam akar lebih besar dari tegangan yang mengikat air dalam tanah, air bergerak ke dalam akar (Foth, 1994).
III. BAHAN DAN METODE 3. 1 Tempat dan Waktu Praktikum Kadar Air dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar, pada bulan Maret hingga April 2006 pukul 16.00 WITA sampai selesai. 3. 2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah sampel tanah Alfisol lapisan I, air, benih jagung (Zea mays) dan kedelai (Glycine max), label, talang dan kantong plastik. Alat-alat yang digunakan adalah label, talang, kantong plastik, cangkul, sekop, pot, ember, gelas ukur, meteran atau
mistar,
alat
laboratorium, timbangan, dan alat tulis menulis. 3. 3 Prosedur Kerja 1.
Menyiapkan
satu
buah
ember
(mengukur
beratnya)
untuk
pengukuran evaporasi pada permukaan air bebas (diameter permukaannya harus sama dengan diameter permukaan pot). 2.
Menyiapkan 3 buah pot yang dilubangi bagian bawahnya untuk pengukuran evaporasi pada permukaan tanah dan evapotranspirasi, dan menimbang berat masing-masing pot.
3.
Mengambil sampel tanah lapisan atas (horison A) dari lokasi yang dipilh, kemudian mengayak dengan ayakan 2 mm.
4.
Memasukkan sample tanah sebanyak 5 kg untuk setiap pot.
5.
Menjenuhkan masing-masing pot (1,2,dan 3) dan mengamati sampai air tidak menetes dari lubang di bagian bawah pot. Mengambil sampel sekitar 20 gram dan ukur kadar air kapasitas lapangnya.
6.
Menanami pot 2 dan 3 dengan tanaman semusim yang berbeda
7.
Melakukan penyiraman setiap hari dengan volume air sesuai kapasitas sample tanah memegang air (dihitung dari kadar air kapasitas lapang)
8.
Melakukan pengamatan setelah tanaman berumur 2, 3, dan 4 minggu
9.
Setelah tanaman berumur 2 minggu melakukan penyiraman dengan
volume air kapasitas lapang, menimbang berapa beratnya, setelah 24 jam menimbang kembali berapa berat dari pot tersebut. Selisih beratnya
adalah
kehilangan
air
karena
evaporasi
dan
evapotranspirasi. Selisih kehilangan air padaa pot 1 dan pot 2 atau 3 adalah besarnya transpirasi 10.
Pada saat yang bersamaan mengisi ember dengan air yang digunakan menyiram sebanyak 5 liter dan melakukan pengamatan sampai dengan point 9. selisih berat adalah kehilangan air karena evaporasi pada permukaan air bebas
11.
Melakukan point 9 dan 10 pada umur tanaman 3 dan 4.
3.3.1 Kadar Air Btku − Btko x100% Btko Kadar air =
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kadar Air Pot % Kadar Air I 42.85 II 28.86 III 28.70 Sumber : Data primer setelah diolah, 2006 4.1.2 Evaporasi
Nilai
Evaporasi 4.9 4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 4.1 I
II Minggu
III
4.1.3 Evapotranspirasi Pot I 6.2 6
Nilai
5.8 5.6 5.4 5.2 5 4.8 I
II
III
Minggu
Pot II 5.9 5.8 5.7 5.6 5.5 5.4 5.3 5.2 5.1 5 4.9 I
II
III
Minggu
P ot I I I
6
5. 8 5. 6
5. 4
5. 2 5
4. 8 I
II M i nggu
III
4.1.4 Transpirasi Pot I 24 23
Nilai
22 21 20 19 18 I
II
III
Minggu
Pot II 22.5
Nilai
22 21.5 21 20.5 20 19.5 19 18.5 I
II
III
Minggu
Nilai
Pot III 23 22.5 22 21.5 21 20.5 20 19.5 19 18.5 18 I
II Minggu
III
4.2 Pembahasan 4.2.1 Kadar Air Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, maka diperoleh data kadar air pot I sebesar 42,85 %, kadar air pot II sebesar 28,86 %, dan kadar air pot III sebesar 28,70 %. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh banyaknya kandungan humus pada pot I,yang memiliki daya menahan air
Pada pot II jumlah persen kadar airnya jauh lebih tinggi yaitu 42,85 % dan kesuburan tanaman yang cukup dibandingkan dengan persen kadar air pada pot II dan pot III yaitu. Ini disebabkan Karena adanya ketersediaan unsur hara yang berbeda pada setiap pot tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Pairunan A.K, dkk (1997) yang menyatakan bahwa hasil maksimum dapat dicapai bila kondisi pertumbuhan termasuk penyediaan hara berada dalam kondisi optimal. Selain itu kecepatan pertumbuhan tanaman mencapai maksimum juga dikarenakan pada keadaan itu oksigen cukup tersedia dan tegangan air cukup rendah sehingga memudahkan absorpsi air. Pada pot II jumlah persen kadar airnya lebih tinggi yaitu 28,86 % dibandingkan dengan persen kadar air pada pot III. Hal ini disebabkan karena adanya faktor tumbuhan dan iklim yang berbeda pada setiap pot. Faktor tumbuhan antara lain, bentuk perakaran, daya tahan terhadap kekeringan.
Tingkat dan stadia pertumbuhan.
Faktor iklim antara lain, temperatur,
kelembaban dan kecepatan angin. Selain itu, pebedaan kemampuan atau kapasitas tanah menahan air yang berbeda pada setiap pot. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa selain sifat tanah, faktor tumbuhan dan iklim sangat mempengaruhi jumlah air yang dapat diabsorpsikan tumbuhan dari dalam tanah. Pada pot III jumlah persen kadar airnya jauh lebih rendah yaitu 28,70 % dibandingkan dengan persen kadar air pada pot I dan II. Hal ini disebabkan karena kurangnya daya hisap partikel tanah dan daya hisap osmotik dari larutan tanah. (1986) yang menyatakan alami
Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim,dkk
bahwa
adanya
garam-garam
dalam
tanah,
atau pupuk berpengaruh terhadap daya hisap osmotik yang dapat
menaikkan koefisien layu sehingga dapat menurunkan jumlah air yang tersedia dalam tanah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air adalah sifat-sifat tanah antara lain, daya hisap (matrik dan osmotik), kedalam tanah, lapisan tanah, daya menahan air pada kapasitas lapang dan berikutnya juga terhadap koefisien layu, tekstur tanah, struktur tanah, dan kandungan bahan organik, (Hakim, dkk, 1986). 4.2.2 Evaporasi Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa Laju evaporasi pada minggu ke I yaitu 4,85, evaporasi minggu ke II yaitu 4,6
dan laju evaporasi minggu ke III yaitu 4,4. Laju evaporasi minggu ke I lebih tinggi dibanding dengan laju evaporasi minggu ke II dan III. Hal ini disebabkan karena adanya radiasi matahari, bidang permukaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) yang menyatakan bahwa udara yang jenuh akan mempertahankan tekanan uap air yang tinggi pada permukaan bidang evaporasi dan bidang permukaan evaporasi yang kasar akan memberikan laju evaporasi yang tinggi daripada bidang permukaan rata karena pada bidang permukaan yang lebih kasar besarnya turbulen meningkat. Laju evaporasi minggu ke II lebih tinggi dari pada laju evaporasi minggu III. Ini disebabkan karena suhu udara yang tinggi dan besarnya kadar air. Hal ini sesuai dengan pendapat Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa makin tinggi suhu udara di atas permukaan bidang penguapan, maka makin mudah terjadi perubahan bentuk dari cair menjadi gas sehingga laju evaporasi menjadi lebih besar dan evaporasi lebih banyak terjadi pada kondisi udara cenderung lebih kering karena tekanan uap air yang jenuh. Laju evaporasi minggu III lebih rendah dibanding dengan laju evaporasi pada minggu I dan II. Ini disebabkan karena kurangnya penguapan yang terjadi pada pot tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) yang menyatakan bahwa tingginya laju evaporasi diakibatkan oleh tingginya suhu udara di atas permukaan bidang penguapan yang dapat mengakibatkan terjadinya penguapan secara terus menerus pada bidang permukaan
penguapan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya evaporasi antara lain faktor-faktor meteorologis seperti suhu air, suhu udara/atmosfer, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari (radiasi), dan macam permukaan yang menguapkan, misalkan penguapan pada permukaan tanah yang
jenuh akan berbeda pada permukaan tanah yang tidak jenuh
(tergantung pada adanya air). (Seyhan, 1990) 4.2.3 Evapotranspirasi Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa evapotranspirasi pada pot I lebih tinggi jika dibandingkan dengan evapotranspirasi pada pot II dan pot III. Ini disebabkan karena banyaknya unsur hara yang terdapat dalam tanah dan ketersediaan air yang berada pada pot tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) yang
menyatakan bahwa faktor fisiologi, faktor tanah dan unsur hara dalam tanah menentukan besarnya laju evapotranspirasi yang terjadi pada suatu tanah. Pada pot II evapotranspirasi yang terjadi lebih besar dari pada evapotranspirasi pada pot III. Ini disebabkan karena besarnya kecepatan angin dalam sirkulasi perjalanan air dari bawah (permukaan) ke atas (daun) dan meningkatnya bersangkutan.
jumlah radiasi matahari terhadap vegetasi yang
Hal ini sesuai dengan pendapat Seyhan (1990) yang
menyatakan bahwa kecepatan angin sangat berpengaruh pada proses evapotranspirasi, dimana semakin besar kecepatan angin, maka semakin
besar pula laju evapotranspirasi yang terjadi pada suatu tanah. Pada pot III evapotranspirasi yang terjadi lebih rendah dibandingkan dengan evapotranspirasi yang terjadi pada pot I dan pot II. ini disebabkan karena kelembaban dan suhu udara pada waktu itu yang memperlambat daun dalam membuka dan menutup stomata.
Hal ini sesuai dengan
pendapat Asdak (2002) yang menyatakan bahwa terbuka dan tertutupnya stomata di pengaruhi oleh faktor iklim, terutama lama penyinaran (suhu udara) dan kelembaban yang memperpanjang lama waktu stomata terbuka sehingga memperlambat terjadi evapotranspirasi pada tanaman tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju evapotranspirasi dibedakan menjadi dua yaitu evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh faktor meteorologi seperti radiasi matahari, kecepatan angin dan suhu udara, sedangkan evapotranspirasi aktual lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur hara (Asdak, 1995). 4.2.4 Transpirasi Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa transpirasi terbesar terjadi pada pot I dibanding dengan transpirasi pada pot II dan III.
Ini disebabkan karena kadar kelembaban tanah dan
kapasitas air tanah yang tersedia. Hal ini sesuai dengan pendapat Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa besarnya kapasitas lapang tanah serta cadangan kelembaban air tanah dipengaruhi oleh struktur tanah yang menjadi faktor pembatas yang sangat menentukan untuk berlangsungnya
proses transpirasi. Pada pot II transpirasi terjadi lebih rendah dibandingkan dengan transpirasi yang terjadi pada pot III.
Ini disebabkan karena terjadinya
penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-pori daun yang cukup besar oleh proses fisiologi dan permukaan daun/tajuk yang kasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) yang menyatakan bahwa besarnya transpirasi yang terjadi dipengaruhi oleh karakteristik dan kerapatan vegetasi seperti struktur tajuk, perilaku pori-pori daun dan permukaan tajuk vegetasi yang lebih kasar pada umumnya akan meningkatkan besarnya transpirasi karena dengan struktur permukaan yang kasar dapat menciptakan kondisi yang kondusif terhadap aliran udara yang tidak beraturan sehingga dapat mempercepat proses penguapan yang terjdi di permukaan tajuk vegetasi tersebut. Transpirasi yang terjadi pada pot III cukup tinggi dibandingkan dengan transpirasi yang terjadi pada pot II. Ini disebabkan karena kurangnya kerapatan dan kedalaman sistem perakaran vegetasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Asdak (2002) yang menyatakan bahwa vegetasi dengan sistem perakaran dangkal akan menguapkan air pada tingkat lebih rendah dari pada laju potensialnya dan kerapatan sistem perakaran dapat memberikan pengaruh yang menentukan terhadap besarnya transpirasi yang akan terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi transpirasi yaitu radiasi panas matahari, suhu udara, kecepatan angin, gradien tekanan udara, karakteristik
permukaan
tajuk/daun,
kemampuan
permukaan
vegetasi
dalam
hal
menyimpan panas, kekasaran permukaan vegetasi dan kerapatan sistem perakaran suatu vegetasi (Asdak, 1995)
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Persen kadar air pot I yaitu 42,85 %,pot II yaitu 28.86 % dan pot III yaitu 28.70 %.
2.
Laju evaporasi minggu ke I yaitu 4,85 ,minggu ke II yaitu 4,6 dan minggu ke III yaitu 4,4 .
3.
Evapotranspirasi pada pot I lebih tinggi jika dibandingkan dengan evapotranspirasi pada pot II dan pot III.
4.
Transpirasi terbesar terjadi pada pot I dibanding dengan transpirasi pada pot II dan III.
5.2 Saran Sebaiknya perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dalam upaya untuk
mengetahui
perbandingan
laju
evaporasi,
transpirasi
dan
evapotranspirasi serta kadar air pada suatu tanaman pertanian agar dapat diperoleh hasil yang optimal dan meminimalisir anggaran biaya yang dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gagjah Mada University Press. Yogyakarta. Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, Go Ban Ilong, N. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. Hardjowigeno. S., 1987. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Pairunan. A. K, Nanere. J. L, Arifin, Samosir. S. S. R, Tangkaisari. R, Lalopua. J. R, Ibrahim. B, Asmadi. H, 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Makassar. _________, 1985. Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Seyhan, 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Pustaka Buana, Bandung. Sutanto, 2005. Konsep dan Kenyataan Ilmu Tanah. Penerbit Canisius,
Jakarta
Lampiran. Hasil perhitungan laju Evapotranspirasi dan Transpirasi pada pot I, II dan III untuk tanaman Jagung dan Kedelai dalam 3 minggu # Kadar Air Btku − Btko x100% Btko Kadar air =
Pot I
20 − 14 = 42.84% = 14
20 −15.52 = 28.86% Pot II = 15.52
20 − 15.54 = 28.70% Pot III = 15.54
# Evapotranspirasi Pot I
6.2 + 6 + 6 + 6 = 6.05 4 Minggu I = 5.75 + 5.9 + 5.8 + 5.6 = 5.76 4 Minggu II = 5 .4 + 5 .3 + 5 .2 + 5 = 5.22 4 Minggu III =
Pot II 6 + 5.9 + 5.6 + 5.6 = 5.77 4 Minggu I = 5.7 + 5.9 + 5.8 + 5.6 = 5.75 4 Minggu II = 5 .4 + 5 .3 + 5 .2 + 5 = 5.22 4 Minggu III = Pot III 6.3 + 5.7 + 5.9 + 5.8 = 5.92 4 Minggu I = 5.7 + 5.9 + 5.8 + 5.6 = 5.75 4 Minggu II = 5 .4 + 5 .3 + 5 .2 + 5 = 5.22 4 Minggu III = # Transpirasi Evapotranspirasi − Evaporasi 4 Transpirasi = Pot I
6.2 + 6 + 6 + 6) − 4.85 = 22.98 4 Minggu I =
(5.75 + 5.9 + 5.8 + 5.6) − 4.6 = 21.9 4 Minggu II = (5.4 + 5.3 + 5.2 + 5) − 4.4 = 19.8 4 Minggu III = Pot II
(6 + 5.9 + 5.6 + 5.6) − 4.85 = 21.88 4 Minggu I = (5.7 + 5.9 + 5.8 + 5.6) − 4.6 = 21.85 4 Minggu II = (5.4 + 5.3 + 5.2 + 5) − 4.4 = 19.8 4 Minggu III =
Pot III (6.3 + 5.7 + 5.9 + 5.8) − 4.85 = 22.48 4 Minggu I = (5.7 + 5.9 + 5.8 + 5.6) − 4.6 = 21.85 4 Minggu II = (5.4 + 5.3 + 5.2 + 5) − 4.4 = 19.8 4 Minggu III =