Hidrogeologi (uploader By : R. Faqih Musthafa)

  • Uploaded by: Roid Faqih Musthafa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hidrogeologi (uploader By : R. Faqih Musthafa) as PDF for free.

More details

  • Words: 2,555
  • Pages: 8
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH I.

PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Peran sumberdaya air bawah tanah semakin lama semakin penting dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat. Agar pemanfaatan sumberdaya air bawah tanah dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan potensi ketersediaan dan perubahanperubahan yang terjadi akibat pemanfaatannya tidak menimbulkan dampak negatif yang berarti baik bagi air bawah tanah maupun lingkungan di sekitarnya, maka diperlukan evaluasi potensi air bawah tanah sebagai dasar perencanaan dan pengembangannya. Oleh karena itu, sebagai perangkat pendukung diperlukan pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah.

B.

Maksud dan Tujuan Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan evaluasi potensi air bawah tanah dengan skala 1 : 100.000 atau lebih besar, dalam rangka perencanaan dan pengembangan air bawah tanah. Tujuan evaluasi potensi air bawah tanah adalah untuk mengoptimalkan pengambilan air bawah tanah yang berasaskan antara lain kemanfaatan, kesinambungan, dan pelestarian air bawah tanah.

C.

Ruang Lingkup Pedoman teknis evaluasi potensi air bawah tanah ini meliputi metode dan tahapan evaluasi; ketentuan umum; kegiatan evaluasi potensi air bawah tanah yang meliputi pengumpulan data, evaluasi geometri dan konfigurasi sistem akuifer berikut parameterparameternya, jumlah dan mutu air bawah tanah, penentuan daerah imbuh dan daerah lepasan, penentuan tingkat potensi air bawah tanah, dan pelaporan.

D.

Metode dan Tahapan Evaluasi Evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan dengan metode gabungan antara deduktif, empirik, analitik, dan estimasi kuantitatif, dengan melalui tahapan-tahapan : 1. 2. 3. 4.

E.

Pengumpulan data air bawah tanah dan yang berkaitan, baik data primer maupun sekunder; Evaluasi dan analisis data terkumpul; Penyusunan peta-peta tematik dan peta potensi air bawah tanah; Penyusunan laporan.

Sasaran Sasaran yang akan dicapai adalah tersedianya informasi potensi air bawah tanah dengan tingkatan maju (advance), dalam arti informasi tersebut sudah mengandung evaluasi yang semi-kuantitatif hingga kuantitatif sehingga layak dipakai acuan untuk perencanaan dan pengembangan dalam pendayagunaan air bawah tanah.

1

II.

PENGERTIAN 1.

Air bawah tanah tak tertekan atau air bawah tanah bebas adalah air bawah tanah yang terdapat dalam akuifer tak tertekan;

2.

Air bawah tanah tertekan atau air bawah tanah artois adalah air bawah tanah yang terdapat dalam akuifer tertekan;

3.

Akuifer tak tertekan adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh muka air bertekanan sama dengan tekanan udara luar (1 atmosfer) dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka air preatik;

4.

Akuifer tertekan atau akuifer artois adalah akuifer yang dibatasi di bagian atas dan bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar;

5.

Akuifer semi-tertekan atau akuifer bocor adalah akuifer yang dibatasi di bagian atasnya oleh lapisan lambat air dan di bagian bawahnya oleh lapisan kedap air; muka air bawah tanah pada akuifer ini disebut muka pisometrik yang mempunyai tekanan lebih besar dari tekanan udara luar;

6.

Akuiklud atau lapisan kedap air adalah suatu lapisan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti;

7.

Akuitar atau lapisan lambat air adalah suatu lapisan sedikit lulus air yang tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi melepaskan air cukup berarti ke arah vertikal;

8.

Akuifug atau lapisan kebal air adalah suatu lapisan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air;

9.

Uji pemompaan adalah salah satu cara untuk menentukan karakteristik hidraulika akuifer dan non-akuifer yang bertindak sebagai penekan;

10. Koefisien kelulusan (k) adalah angka yang menunjukkan kemampuan meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa mengubah sifat-sifat airnya; dengan dimensi [panjang/waktu], misal [m/detik]; 11.

Koefisien keterusan (T) adalah angka yang menunjukkan banyaknya air yang dapat mengalir melalui suatu bidang vertikal setebal akuifer, selebar satu satuan panjang dengan landaian hidraulika 100 %; dengan dimensi [panjang2/waktu], misal [m2/hari];

12.

Kapasitas jenis (Qs) adalah debit air yang diperoleh pada setiap penurunan muka air bawah tanah sepanjang satu satuan panjang dalam suatu sumur pompa pada akhir periode pemompaan; dengan dimensi [panjang3/waktu/panjang], misal [liter/detik/m];

13.

Serahan jenis (Sy) adalah volume air yang dibebaskan atau diberikan oleh suatu satuan isi akuifer jika dapat meniris (mengalir sendiri) secara bebas oleh gaya berat. atau kesarangan efektif adalah perbandingan dalam persen ( % ) antara air yang dapat diambil dari tanah atau batuan yang jenuh air dan volume total tanah atau batuan;

14. Koefisien simpanan (S) adalah volume air yang dilepaskan dari atau dimasukkan ke dalam akuifer setiap satu satuan luas akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka air bawah tanah; koefisien cadangan tidak berdimensi [-]; 15.

Debit optimum (Qopt) adalah volume air yang dapat dikeluarkan dalam setiap satuan waktu tertentu tanpa menimbulkan kerusakan pada akuifer yang disadap; dengan dimensi [panjang3/waktu], misal [liter/detik];

16. Daur hidrologi adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan peredaran air dalam keadaannya yang berupa bahan cair, uap air, dan padat dari lautan ke udara, dari udara ke daratan, di atas permukaan daratan atau di bawah tanah dan kembali ke laut; 17.

Limpasan permukaan (RO) adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air bawah tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian dari besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan genangan; dengan dimensi [panjang3/waktu], misal [liter/detik];

18. Evapotranspirasi atau penguap-keringatan (ET) adalah jumlah penguapan dan pengeringatan yang berasal dari permukaan yang basah (permukaan air atau tanah 2

terbuka) dan tetumbuhan ke dalam atmosfera; dengan dimensi [panjang/waktu], misal [mm/tahun]; 19. Hidrograf muka air bawah tanah adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara kedudukan muka air bawah tanah dan waktu; 20. Peta potensi cekungan air bawah tanah adalah bentuk ungkapan informasi yang menggambarkan dimensi, geometri dan karakteristik akuifer dan non akuifer serta jumlah ketersediaan dan mutu air bawah tanah.

III.

EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH Evaluasi potensi air bawah tanah merupakan kegiatan lanjutan setelah evaluasi hidrogeologi berskala regional, yakni pemetaan hidrogeologi sistematis skala 1 : 250.000. Evaluasi potensi air bawah tanah ini didasarkan atas cekungan air bawah tanah dengan skala lebih besar atau sama dengan 1 : 100.000. Evaluasi potensi air bawah tanah mencakup kegiatan : A.

Pengumpulan Data 1. Data Primer air bawah tanah dan yang berkaitan dikumpulkan secara in-situ, yakni dari suatu kegiatan survei lapangan meliputi : a.

Pengamatan dan pemutakhiran data geologi;

b. Evaluasi titik minatan hidrogeologi dan hidrologi meliputi sumur gali, sumur pasak, sumur bor, mataair dan fasilitas lain yang serupa (rembesan, kolam, danau, rawa, sungai);. c.

Pengukuran geofisika;

d. Pengeboran sumur eksplorasi; e.

Uji pemompaan pada sumur eksplorasi dan sumur terpilih;

f.

Pengambilan contoh air bawah tanah untuk analisis fisika, kimia, maupun bakteriologi.

2. Data Sekunder air bawah tanah dan yang berkaitan dikumpulkan dari berbagai sumber, meliputi : a.

Peta topografi dan peta geologi skala 1 : 100.000 atau lebih besar;

b. Data hasil kegiatan pengeboran; c.

Data hasil pengukuran geofisika;

d. Data fisik dan kimia air bawah tanah; e.

Data hidroklimatologi;

f.

Data hidrologi berupa aliran sungai dan air permukaan lainnya;

g.

Data jenis tanah dan tanaman penutup serta tata guna lahan;

h. Data penggunaan air bawah tanah.

3

B.

Penentuan Geometri Cekungan dan Konfigurasi Sistem Akuifer 1. Geometri cekungan air bawah tanah meliputi : a.

Penentuan batas lateral cekungan air bawah tanah berikut tipenya;

b. Penentuan batas vertikal bagian atas dan bagian bawah cekungan air bawah tanah. 2. Konfigurasi sistem akuifer meliputi : a.

Penentuan sebaran lateral akuifer dan non-akuifer disajikan dalam suatu bentuk peta tematik, misal Peta Satuan Hidrogeologi (Map of Hydrogeological Units).

b. Penentuan sebaran vertikal sistem akuifer dan non-akuifer yang mempunyai karakteristik hidrolika yang relatif sama, misal kedudukan muka air bawah tanahnya, dikelompokkan menjadi satu sistem (akuifer atau non-akuifer) dilakukan dengan cara : 1) Membuat penampang hidrogeologi; 2) Menentukan kedalaman bagian atas sistem akuifer; 3) Menentukan kedalaman bagian bawah sistem akuifer. c.

C.

Penentuan model konseptual sistem akuifer berdasarkan butir a dan b di atas untuk memudahkan di dalam penghitungan neraca air pada cekungan air bawah tanah tersebut.

Penentuan Parameter Akuifer dan Non Akuifer Parameter akuifer dan non-akuifer yang ditentukan meliputi : 1. Koefisien kelulusan (k) suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan berdasarkan : a. uji lapangan melalui uji akuifer, uji peker (packer test), dan uji perkolasi; b. uji laboratorium dengan metode falling head, constant head, dan analisis ukuran butir; c. metode deduktif dilakukan dengan memperhatikan macam, sifat-sifat fisik, dan penyusun utama batuan serta membandingkannya dengan koefisien kelulusan yang terdapat dalam berbagai sumber. 2. Koefisien keterusan (T) dari suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan dengan : a. uji lapangan dilakukan melalui uji akuifer; b. metode gabungan antara deduktif dan analitis dilakukan dengan mengalikan koefisien kelulusan (k) hasil deduksi dan ketebalan akuifer (D). 3. Koefisien simpanan (S) dari suatu akuifer atau non-akuifer ditentukan melalui uji akuifer.

4

D.

Penentuan Jumlah Air Bawah Tanah Penentuan jumlah air bawah tanah dilakukan melalui penghitungan parameter-parameter jumlah sebagai berikut : 1. Imbuhan air bawah tanah ke dalam suatu akuifer secara kuantitatif, antara lain dengan metode persentase curah hujan (precipitation percentage), neraca khlorida (chloride balance), dan hidrograf sumur (well hydrograph); 2. Aliran air bawah tanah yang masuk ke dalam suatu cekungan air bawah tanah atau yang ke luar dari cekungan dihitung antara lain dengan jaring aliran (flow net) dan menerapkan persamaan Darcy; 3. Debit optimum yang dihasilkan dari setiap sistem akuifer di suatu cekungan air bawah tanah ditentukan dengan dua cara, yakni : a.

Uji sumur, untuk menentukan parameter sumur yang meliputi debit optimum (Qopt) dan debit jenis (Qs);

b.

Estimasi kuantitatif dilakukan untuk menentukan Qopt areal pada suatu cekungan air bawah tanah dilakukan melalui tahapan : 1)

Penentuan ketebalan (D) setiap sistem akuifer;

2) Penentuan koefisien kelulusan (k) setiap sistem akuifer; 3) Penentuan koefisien keterusan (T) setiap sistem akuifer; 4) Penentuan debit jenis (Qs) setiap sistem akuifer; 5) Penentuan debit optimum (Qopt) setiap sumur pada setiap sistem akuifer dengan menurunkan muka air bawah tanah sampai kedudukan kritis. 4. Jarak minimum antar sumur ditentukan agar debit optimum pada setiap sumur yang dibuat dapat dicapai yang ditentukan berdasarkan uji pemompaan yang dilengkapi dengan sumur-sumur pengamat (observation wells); Neraca air pada suatu cekungan air bawah tanah dilakukan untuk menentukan angka besaran beberapa komponen daur hidrologi (hydrologic cycle) yang dilakukan sebagai berikut : a. Analisis data hidroklimatologi untuk memperoleh besaran komponen daur hidrologi, yakni curah hujan areal (P), evapotranspirasi (ET), dan limpasan permukaan (R ); b. Penghitungan neraca air untuk menentukan jumlah air bawah tanah dilakukan dengan mempertimbangkan model konseptual sistem akuifer pada cekungan air bawah tanah yang dikaji, komponen daur hidrologi, dan menerapkan persamaan neraca air.

E.

Penentuan Mutu Air Bawah Tanah Dilakukan melalui : 1.

Evaluasi hidrokimia untuk mendapatkan informasi tentang asal usul (genesa), kecepatan dan arah pergerakan, dan imbuhan serta lepasan air bawah tanah;

2.

Evaluasi bakteriologi untuk mengetahui kandungan bakteri patogen dan coli di dalam air bawah tanah dengan tujuan untuk mendeteksi polusi biologi terhadap air bawah tanah serta menguji kelayakan penggunaannya untuk keperluan air minum;

5

3.

F.

Evaluasi peruntukan untuk mengetahui kelayakan penggunaan air bawah tanah bagi berbagai keperluan seperti air minum, rumah tangga, industri, dan pertanian.

Penentuan Daerah Imbuh dan Daerah Lepasan Air Bawah Tanah Dilakukan dengan cara menumpang-tindihkan (overlay) antara peta muka preatik dan peta muka pisometrik. Garis perpotongan antara muka preatik dan muka pisometrik adalah garis engsel (hinge line) tersebut merupakan batas antara daerah imbuh dan daerah lepasan; Apabila data muka preatik dan muka pisometrik tidak tersedia secara memadai, penentuan batas antara daerah imbuh dan daerah lepasan dilakukan dengan cara pendekatan yang mengacu kepada konsepsi-konsepsi hidrogeologi yang berlaku.

G.

Penentuan Tingkat Potensi Air Bawah Tanah Tingkat potensi air bawah tanah di suatu cekungan disajikan dalam Peta Potensi Air Bawah Tanah skala 1 : 100.000 atau lebih besar, yang menyajikan penilaian secara areal tentang kemungkinan pengembangan air bawah tanah untuk keperluan air minum. Kemungkinan pengembangan air bawah tanah didasarkan atas 2 (dua) kelompok kriteria yang berkaitan dengan penilaian jumlah dan mutu air bawah tanah. 1. Kelompok Kriteria Jumlah Jumlah air bawah tanah yang dapat dieksploitasi dinilai berdasarkan harga parameter akuifer dan parameter sumur secara areal (areal values), meliputi koefisien keterusan (T), debit jenis (Qs), dan debit optimum (Qopt). Berdasarkan kriteria jumlah, dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas yakni : a.

Besar, jika debit optimum setiap sumur lebih dari 10 liter/detik;

b. Sedang, jika debit optimum setiap sumur antara 2.0 - 10 liter/detik; c.

Kecil, jika debit optimum setiap sumur kurang dari 2.0 liter/detik.

Pada setiap kelas di atas, perlu ditentukan jarak minimum antar sumur agar debit optimum dapat dicapai. 2. Kelompok Kriteria Mutu Dari sisi mutu, kelayakan air bawah tanah untuk keperluan air minum didasarkan atas kandungan unsur/senyawa anorganik utama seperti besi (Fe), mangan (Mn), khlorida (Cl), nitrat (NO3), nitrit (NO2), sulfat (SO4), derajat keasaman (pH), dan jumlah zat padat terlarut (TDS), menurut standar Departemen Kesehatan (Tabel 1). Tabel 1 . Standar Air Minum DepKes untuk Unsur / Senyawa Kimia Utama Unsur / Senyawa

Nilai Maksimum yang Disarankan [mg/liter]

Nilai Maksimum yang Diperbolehkan [mg/liter]

Fe Mn Cl NO3 NO2 SO4 PH

0,1 0,05 200 200 -

0,1 0,5 600 20 0,0 400 7,5 6

TDS

500

1.500

Berdasarkan kriteria mutu, dibedakan menjadi 3 (tiga) kelas yakni : a.

Baik, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah di bawah nilai maksimum yang disarankan;

b. Sedang, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah antara nilai maksimum yang disarankan dan nilai maksimum diperbolehkan; c.

3.

Jelek, jika kandungan unsur/senyawa anorganik di dalam air bawah tanah di atas nilai maksimum yang diperbolehkan.

Wilayah Potensi Air Bawah Tanah a.

Berdasarkan kriteria jumlah dan mutunya, pada setiap sistem akuifer dapat dibedakan menjadi 4 (empat) wilayah potensi air bawah tanah, yakni (Gambar 1) : 1)

Tinggi, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur tertentu) menghasilkan Qopt lebih dari 10 liter/detik dengan mutu air baik;

2)

Sedang, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur tertentu) menghasilkan Qopt antara 2,0 - 10 liter/detik atau lebih dari 10 liter/detik dengan mutu air baik - sedang;

3)

Rendah, jika setiap sumur yang dibuat (dengan jarak antar sumur tertentu) menghasilkan Qopt kurang dari 2,0 liter/detik dengan mutu air baik - sedang;

4)

Nihil, jika setiap sumur yang dibuat menghasilkan air dengan mutu jelek.

b. Dalam suatu cekungan air bawah tanah, di mana di dalamnya dijumpai 2 (dua) sistem akuifer, yakni sistem akuifer dangkal (tak tertekan) dan sistem akuifer dalam (tertekan), maka tingkat potensi di cekungan tersebut diketahui dengan cara menumpang-tindihkan (overlay) antara tingkat potensi pada sistem akuifer dangkal dan sistem akuifer dalam. MUTU JUMLAH BESAR Qopt > 10 liter/detik SEDANG Qopt = 2.0 – 10 liter/detik KECIL Qopt < 2.0 liter/detik

BAIK di bawah nilai maksimum yang disarankan

SEDANG antara nilai maksimum disarankan dan maksimum diperbolehkan

TINGGI (biru) SEDANG (hijau) RENDAH

JELEK di atas nilai maksimum yang diperbolehkan N I H I L (orange)

Gambar 1 . Matriks Potensi Air Bawah Tanah IV.

pelaporan Hasil akhir dari evaluasi potensi air bawah tanah dituangkan dalam bentuk laporan tertulis yang berisi uraian pembahasan dan dilengkapi dengan sajian : A.

Peta utama berupa Peta Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Skala 1 : 100.000 atau lebih besar, yang di dalamnya memberikan informasi tentang wilayah potensi, 7

konfigurasi dan parameter sistem akuifer, parameter sumur, daerah imbuh dan daerah lepasan; B.

Peta-peta hidrogeologi tematik skala 1 : 100.000 atau lebih besar, antara lain Peta Morfologi, Peta Satuan Hidrogeologi, Peta Kedalaman Bagian Atas Sistem Akuifer, Peta Kedalaman Bagian Bawah Sistem Akuifer, Peta Ketebalan Sistem Akuifer, dan Peta Muka Air Bawah Tanah, dan Peta Mutu Air Bawah Tanah;

C.

Gambar, sketsa, grafik, dan tabel hasil analisis dan penghitungan.

Menteri Energi dan Sumber daya Mineral ttd

Purnomo Yusgiantoro

8

Related Documents


More Documents from ""