BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan pustaka dari asuhan keperawatan pada Tn. D dengan post operasi hernioraphy di ruang bougenville RSU dr. R. Soetrasno Rembang mulai dari pengertian, etiologi, pathofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang sampai dengan proses keperawatan yang meliputi fokus pengkajian, diagnose keperawatan yang diarahkan pada pathway serta fokus intervensinya. A.
Pengertian Mansjoer (2000) menyatakan,”hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui lubang kongenital atau didapat” (p.313). Menurut R. Syamsuhidajat, Wim Dejong (1998) Hernia merupakan produksi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut menonjol melalui defek atau bagian-bagian lemah dari lapisan muscular aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia,(p.700). Penulis menyatakan bahwa,”Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ jaringan melalui lubang abnormal” (Dorlands WA Newman, 2002, p.997).
Herniorrhaphy membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis. (http://qittun.blogspot.com/2008/08/asuhan-keperawatan-kliendengan-hernia.html) Pengertian lain yang diambil oleh penulis tentang Herniorrhaphy adalah perbaikan hernia secara bedah dengan penjahitan (Danis, Difa, p.306). Mengacu dari pengertian-pengertian diatas, penulis menyatakan bahwa hernia merupakan herniasi omentum (lipatan peritoneum yang memanjang dari lambung ke organ abdomen yang berdekatan), usus atau struktur tubuh lainnya melalui dinding abdomen dan salah satu penatalaksanaanya dilakukan dengan cara pembedahan plastik dan membuang kantong hernia atau sering disebut dengan hernioraphy. Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan terjadinya : a.
Hernia bawaan atau congenital Hernia yang terdapat pada waktu lahir.
b.
Hernia dapatan atau akuisita Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau strain atau cedera berat.
2.
Menurut letaknya a.
Hernia Diafragma Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga dada.
b.
Hernia Inguinal Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis.
c.
Hernia Umbilikal Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di umbilikus dan ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.
d.
Hernia Femoral Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.
e.
Hernia Epigastrika Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.
f.
Hernia Lumbalis
Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang lesshaft atau segitiga lumbal. 3.
Menurut sifatnya a.
Hernia Reponibel Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala abstruksi usus.
b.
Hernia Irreponibel Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong hernia.
c.
Hernia Inkarserata Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga diartikan hernia irreponible yang sudah disertai dengan gejala ileus yaitu tidak dapat flatus. Jadi pada keadaan ini terjadi obstruksi jalan makan.
d.
Hernia Strangulata Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari bendungan sampai nekrosis.
4.
Hernia menurut terlihat atau tidaknya a.
Hernia Externa Hernia yang menonjol keluar malalui dinding perut, pinggang atau perineum.
b.
Hernia Interna Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesinterium. Umpamanya setelah anatomi usus. (Syamsuhidayat, 1998 : 701)
B.
Etiologi 1.
Kongenital Terjadi sejak lahir adanya defek pada suatu dinding rongga.
2.
Didapat (akquisita) Hernia ini didapat oleh suatu sebab yaitu umur, obesitas, kelemahan umum, lansia, tekanan intra abdominal yang tinggi dan dalam waktu yang lama misalnya batuk kronis, gangguan proses kencing, kehamilan, mengejan saat miksi, mengejan saat defekasi, pekerjaan mengangkat benda berat (Mansjoer, Arif : 2000 : 314).
C.
Pathofisiologi Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah. (Manjoer, Arif, 2000 : 314 – 315, Syamsuhidayat, 1998 : 706) D.
Manifestasi Klinis Umumnya pasien mengatakan turunnya selangkangan atau kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan atau mengangkat benda berat atau bila posisi berdiri bisa timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri. Keadaan umum pasien biasanya baik. Bila benjolan tidak tampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam posisi berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak
benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring, bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intraabdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosis pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan: Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adatah hernia inguinalis medialis. E.
Komplikasi 1.
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini disebut hernia inguinalis ireponibilis. pada keadaan ini belum ada ada gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis daripada usus halus.
2.
Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular (proses strangulasi). Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata. Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus, yaitu perut
kembung, muntah, dan obstipasi. Pada strangulasi nyeri yang timbul lebih hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah, dan pasien menjadi gelisah. F.
Penatalaksanaan Pada hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis dilak-ukan tindakan bedah elektif karena ditakutkan terjadinya komplikasi, sebaliknya bila telah terjadi proses strangulasi tindakan bedah harus dilakukan secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus. Prinsip terapi operatif pada hernia inguinalis: 1.
Untuk
memperoleh
keberhasilan
maka
faktor-faktor
yang
menimbulkan terjadinya hernia harus dicari dan diperbaiki (batuk kronik, prostat, tumor, asites, dan lain-lain). Dan defek yang ada direkonstruksi dan diaproksimasi tanpa tegangan. 2.
Sakus hernia indirek harus di isolasi, dipisahkan dari peritoneum, dan diligasi. Anak-anak yang mempunyai anatomi inguinal normal, repair hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan cincin ke ukuran yang semestinya. Pada kebanyakan hernia orang dewasa, dasar inguinal juga harus direkonstruksi. Cincin inguinal juga
dikecilkan. Pada wanita, cincin inguinal dapat ditutup total untuk mencegah rekurenasi dari tempat yang sama. 3.
Hernia rekuren yang terjadi dalam beberapa bulan atau setahun biasanya menunjukkan adanya repair yang tidak adekuat. Sedangkan rekuren yang terjadi setelah dua tahun atau lebih cenderung disebabkan oleh timbulnya kelemahan yang progresif pada fasia pasien.. Rekurensi berulang setelah repair berhati-hati yang dilakukan oleh seorang ahli menunjukkan adanya defek dalam sintesis kolagen.
Tindakan bedah pada hernia adalah henioplasty dan herniorafy. Pada bedah elektif, kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat, dan dilakukan Bassinplasty atau. tekan yang lain untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. . Pada bedah darurat, prinsipnya hampir sama dengan bedah elektif. Cincin hernia langsuag dicari dan dipotong. Usus halus dilihat vital atau tidak. Bila vital dikembalikan ke rongga perut, sedangkan bila tidak, dilakukan reseksi dan anastomosis end to end. Untuk fasilitas dan keahlian terbatas, setelah cincin hernia dipotong dan usus dinyatakan vital langsung tutup kulit dan dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap. (Mansjoer Arif, 2000 : 315) G.
Pemeriksaan Penunjang 1.
Foto Abdomen Dapat menyatakan adanya kengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisis.
2.
Urinalisis Munculnya bakteri yang mengidentifikasi infeksi.
3.
Elektrolit Ketidakseimbangan
akan
menunggu
fungsi
organ,
misalnya
penurunan kalium akan mempengaruhi kontraktilitan otot jantung, mengarah kepada penurunan curah jantung. 4.
AGD (Analisa Gas Darah) Mengevaluasi status pernafasan terakhir.
5.
ECG (Elektrocardiograf) Penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi (Doengoes, 2000 : 902).
H.
Fokus Pengkajian Adapun data-data yang menjadi data focus dari hernia adalah sebagai berikut : 1.
Aktivitas/istirahat Gejala
: Kelemahan, riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, tidak mampu melakukan aktivitas yang biasdanya dilakukan.
Tanda 2.
: Gangguan dalam berjalan, kelemahan ambulasi
Eliminasi Gejala
: Konstipasi, tidak dapat flaktus
Tanda
: Adanya retensi urine atau inkontinensia urine
3.
4.
Makanan/cairan Gejala
: Hilangnya nafsu makan, mual, muntah
Tanda
: BB turun, dehidrasi, lemas otot
Nyeri/kenyamanan Gejala
: Nyeri tekan pada kwadran bawah, semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, mengangkat benda berat, defekasi, nyeri tak ada hentinya/ada episode nyeri yang lebih berat secara intermiten.
Tanda 5.
: Prubahan gara berjalan, nyeri tekan abdomen
Keamanan Gejala
: Peningkatan suhu 39.6 - 400C (Doengoes Marilyn E, 2000 : 472)
Adapun data-data yang harus dikaji pasca operasi hernioraphy adalah sebagai berikut : 1.
System pernafasan. Potensi jalan nafas, perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), RR < 10 x/menit, auskultasi paru : keadekuatan ekspansi paru, kesimetrisan. Inspeksi : pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal, thorax drain.
2.
System cardiovascular. Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit (4x), 30 menit (4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi
stabil. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperature, dan ukuran ekstremitas). 3.
Keseimbangan cairan dan elektrolit : inspeksi membrane mukosa (warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan), kaji intake/output, monitor cairan intravena dan tekanan darah.
4.
System persarafan. Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran, kekuatan otot, koordinasi.
5.
System perkemihan. Control volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 - 8 jam pasca anesthesia, retensio urine, Dower catheter (kaji warna, jumlah urine, output urine < 30 ml/jam)
6.
System gastrointestinal. Mual muntah, kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji palitik ileus, Insersi NG tube intra operatif dengan drainage lambung (untuk memonitor perdarahan, mencegah obstruksi usus, irigasi atau pemberian obat, jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6- 8 jam).
7.
System integument. Kaji factor infeksi luka, diostensi dari odema/palitik illeus, tekanan pada daerah luka, dehiscence, eviscerasi.
8.
Drain dan balutan. Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit pada saat diruang post anesthesia recovery meliputi jumlah, warna, konsistensi, dan bau cairan drain dan tanggal observasi.
9.
Pengkajian nyeri. Nyeri post operatif berhubungan dengan luka bedah, drain dan posisi intra operatif. Kaji tanda fisik dan emosi (peningkatan nadi dan tekanan darah, hypertensi, diaphoresis, gelisah, menangis), kaji kualitas nyeri sebelum dan setelah pemberian analgetik.
B.
Pathway (Mansjoer. Arif, 2000 : 314-315 ; Syamsuhidayat, 1998 : 706 ; NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)
I.
Diagnosa keperawatan. Dari teori tentang Post Operasi Hernioraphy, dapat ditarik beberapa diagnose antara lain : 1.
Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan.
2.
Immobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak.
3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi.
4.
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan.
5.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi/ drainage.
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman.
7.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakitnya. (NANDA, 2005 ; Doengoes, 2000)
J.
Fokus Intervensi 1.
Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan. (Carpenito, 2000 : 782) Tujuan
: Menunjukkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil
: -
Pasin melaporkan nyeri hilang /terkontrol normal
Intervensi a.
Kaji nyeri, catat lokasi intensitas (Skala 0 – 10) Rasional
: Membantu
mengevaluasi
derajat
ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi. b.
Pantau tanda-tanda vital Rasional
: Respons autoromik meliputi perubahan pada TD, nasi dan pernafasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan nyeri.
c.
Dorong Ambulasi diri Rasional
: Meningkatkan
normalisasi
fungsi
organ
contoh merangsang perstaltik dan lelancaran flaktus. d.
Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi Rasional
: Meningkatkan kembali
ostirahat,
perhatian
dapat
memusatkan meningkatkan
koping. e.
Kolaborasi Pemberian Obat Alagetik Rasional
: Memberikan penurunan nyeri hebat (Doengos Marillyn, 2000 : 523)
2.
Immobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak Tujuan
: Pasien dapat beraktivitas dengan nyaman
Kriteria hasil
: -
Menunjukkan mobilitas yang aman Meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
a.
Berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien Rasional
: Imbolitas
yang
dipaksakan
dapat
memperberat keadaan. b.
Anjurkan
pasien
untuk
beraktivitas
sehari-hari
dalam
keterbatasan pasien Rasional
: Partisipasi
pasien
akan
meningkatkan
kemandirian pasien. c.
Anjurkan keluarga dalam melakukan meningkatkan kemandirian pasien Rasional
: Keterbatasan kondisi
aktivitas
yang
khusus
bergantung tetapi
pada
biasanya
berkembang dengan lambat sesuai toleransi d.
Kolaborasi dalam pemberian obat Rasional
: Obat dapat meningkatkan rasa nyaman dan kerjasama pasien selama melakukan aktivitas. (Doengoes Marillyn, 2000 : 324)
3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka insisi. Tujuan
: Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Kriteria hasil
: -
Menunjukkan penyembuhan luka tepat Menunjukkan meningkatkan
perilaku/teknik penyembuhan,
untuk mencegah
komplikasi. Intervensi : a.
Lihat semua insisi.
b.
Evaluasi proses penyembuhan.
c.
Kaji ulang penyembuhan terhadap penyembuhan dengan pasien
d.
Catat adanya distensi dan auskultasi peristaltic usus
Rasional
:
Distensi
dan
hilangnya
peristaltic
usus
merupakan tanda bahwa fungsi defekasi hilang. 4.
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diit cairan.
5.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan system irigasi/ drainage.
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman. Tujuan
: Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : -
tanda-tanda vital dalam batas normal Luka kering tidak ada pus
Intervensi : a.
Pantau tanda-tanda vital
Rasional
: Suhu malam hari memucak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
b.
Observasi penyatuan luka, karakter drainase, adanya inflamasi Rasional
: Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
c.
Pertahankan keperawatan luka aseptic Rasional
: Lindungi pasien dari kontaminasi selama pengantian
d.
Pertahankan balutan kering Rasional
: Balutan basah bertindak sebagai sumbu penyerapan kontaminasi.
e.
Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi Rasional
: Diberikan untuk mengatasi nyeri-nyeri (Doengoes Marilyn E, 2000 : 502)
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya. Tujuan
: Keluarga dan pasien mengetahui dan memahami tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : -
Pasien
dan
keluarga
mengungkapkan
pamahaman tentang proses penyakitnya. Intervensi a.
Tinjau ulang pengetahuan pasien dan keluarga Rasional
: Memberikan
dasar
pengetahuan
dimana
pasien dan keluarga fapat membuat pilihan berdasarkan informasi. b.
Libatkan keluarga dalam proses penyembuhan Rasional
: Keluarga
dapat
melakukan
perawatan
sepulang dari RS c.
Anjurkan pasien untuk menghindari aktivitas berat Rasional
: Aktivitas berat dapat memperparah keadaan hernia.
d.
Kaji ulang proses penyakit, factor penyebab terjadinya Rasional
: Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pasien untuk membuat pilihan tentang masa depan dan control penyakit kronis. (Doenges, 2000, p.512)