Hengki Ferdiansyah_pemikiran Hukum Islam Jasser Auda.pdf

  • Uploaded by: Yudi Ahmed
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hengki Ferdiansyah_pemikiran Hukum Islam Jasser Auda.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 10,105
  • Pages: 37
PEMIKIRAN HUKUM ISLAM JASSER AUDA Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Hukum Islam

Oleh: Hengki Ferdiansyah 13.2.00.0.01.01.0077

PEMBIMBING Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD

KONSENTRASI SYARIAH-FIQH SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

i

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬ KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulisan tesis ini akhirnya dapat diselesaikan. Penulis sangat menyadari bahwa banyak pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan, saran, sumbangan pemikiran, dan kritikan, di antaranya kepada yang terhomat yang di bawah ini: Pertama, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD, selaku pembimbing yang selalu memberi masukan dan kritikan kepada penulis dalam proses penulisan tesis. Di tengah kesibukannya, beliau selalu menyediakan waktu diskusi dan konsultasi ketika penulis meminta untuk bertemu. Semoga ini menjadi amal jariyah beliau dan dibalas oleh Allah SWT. Kedua, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Didin Saepudin, MA, selaku ketua Program Doktor, dan Dr. JM.Muslimin, MA, selaku ketua Program Megister, dan kepada seluruh civitas akademik, staf administrasi, serta staf Perpustakaan SPs UIN Jakarta. Ketiga, seluruh dosen Sekolah Pascasarjana UIN, terutama kepada Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, MA atas kebaikannya dalam meminjamkan buku. Prof. Dr. Suwito, MA, Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA, Dr. Asep Saepudin Jahar, yang telah memberikan masukan kepada penulis saat ujian Proposal. Begitu juga Dr. JM. Muslimin dan Dr. Ghazi Saloom, yang telah memberi kritikan serta masukan kepada penulis saat WIP I dan II. Keempat, Prof. Dr. Jasser Auda, sebagai tokoh yang dikaji dalam tesis ini, penulis berterima kasih atas kesediannya untuk diskusi online dan kebaikannya dalam memberikan file buku dan jurnal secara gratis. Tanpa kebaikan beliau, penulisan tesis ini akan semakin sulit mengingat belum banyaknya karya Prof. Auda diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kelima, Almarhum KH. Ali Mustafa Yaqub, pendiri dan sekaligus pimpinan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah. Alhamdulillah, penulis diberi kesempatan belajar ilmu hadis selama empat tahun dan mengabdi di Darus-Sunnah selama dua tahun. Semoga ilmu yang beliau ajarkan dibalas Allah SWT dan Almarhum mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Keenam, Dr. Syafik Hasyim yang telah menyediakan waktu untuk berdiskusi tentang metodologi penelitian dan mengoreksi proposal tesis ini. Begitu pula teman-teman kolokium, Sansan, Dadan, Defi, Zein, Irham, Aqib, Yunal, dan lain-lain yang telah memberi masukan pada saat kolokium di ICIP ataupun ruang kerja Mas Syafik di Fisip UIN Jakarta. ii

Ketujuh, kedua orang tua penulis, Suardi dan Yunimar, yang selalu mendidik dan memberi dukungan kepada penulis serta membebaskan kepada anak-anaknya untuk memilih jalan hidup sendiri. Keduanya tidak bosan-bosan menanyakan “kapan selesai tesis” dan alhamdulillah sekarang pertanyaan itu sudah terjawab. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada adik-adik penulis, Mutiara Ferlina, Syukri Akhir Ramadhan, dan Nur Anisa Zakiah. Kedelapan, kepada seluruh teman-teman seperjuangan SPs UIN Jakarta, khususnya Mas Ainun, Sairur, Yudril, Hafiz, Fadil, Bang Amal, Yusuf, Didik, Lutfi, Kak Nora, Pak Bahru, Umam, dan teman-teman yang tidak mungkin disebut satu per satu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman el-Bukhari Institute, Munte, Pak Herlambang, Kang Sofi Mubarak, al-Fauzi, Alfin, Mas Coi, Yunal, Suhudi, Badrul, Mujib, Dodi, Izzul, Kaula, Masrur, Misbah, Arof, Afa, Aep, dan lain-lain. Secara khusus, penulis berterima kasih kepada Unaesah Rahmah yang telah bersedia membantu penulis dalam menjelaskan beberapa artikel berbahasa Inggris yang berhubungan dengan penelitian ini di tengah kesibukannya kuliah di Singapura. Terakhir, penelitian ini tentunya tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan dari pembaca demi meningkatkan kualitas penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi amal jariyah penulis. Ciputat, 15 April 2017

Hengki Ferdiansyah

iii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hengki Ferdiansyah NIM : 13.2.00.0.01.01.0077 No. Kontak : 0857 7969 7337 menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda” adalah hasil karya saya sendiri. Ide/ gagasan orang lain yang ada dalam karya ini saya sebutkan sumber pengambilannya. Apabila di kemudian hari terdapat hasil plagiarisme maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan dan sanggup mengembalikan gelar dan ijazah yang saya peroleh sebagaimana peraturan yang berlaku. Jakarta, 20 April 2017 Yang Menyatakan,

Hengki Ferdiansyah

iv

ABSTRAK

Tesis ini menyimpulkan bahwa pemikiran hukum Islam Jasser Auda berlandaskan pada maqa>s}id al-shari>‘ah yang dipahami berdasarkan pendekatan sistem. Auda mengasumsikan hukum Islam terdiri dari lima fitur sebagai sub-sistem yang saling berkaitan, yaitu fitur kognisi, kemenyeluruhan, keterbukaan, multidemensional, dan kebermaksudan. Maqa>s}id al-shari>‘ah adalah inti dari fitur kebermaksudan. Auda menjadikan maqa>s}id al-shari>‘ah sebagai landasan utama dalam menjawab persoalan fiqh ibadah, pernikahan, dan politik, sebab hukum Islam memiliki tujuan dan perumusan hukum tidak boleh keluar dari tujuan tersebut. Dalam fiqh ibadah, Auda tidak membolehkan perempuan menjadi imam salat bagi laki-laki di masjid karena prinsip ibadah ialah mengikuti (ittiba>’) teks secara tekstual. Dalam fiqh pernikahan, Auda melarang nikah mut’ah dan membolehkan perempuan muallaf tinggal bersama suaminya yang tidak beragama Islam atas dasar kemaslahatan. Adapun dalam fiqh politik, Auda beranggapan bahwa h}udu>d boleh diganti dengan hukum lain selama keadialan tetap terjaga, murtad tidak boleh dihukum mati karena bukan tindakan kriminal, pengertian da>r alisla>m lebih didasarkan pada keamanan penduduk, dan seorang pemimpin otoriter boleh digulingkan dengan cara-cara yang demokratis dan konstitusioal bila ia tidak mampu menyejahterakan dan melindungi rakyatnya. Penggunaan pendekatan sistem dalam memahami hukum Islam menunjukkan bahwa metodologi hukum Islam bersifat dinamis dan selalu berkembang. Kesimpulan ini mendukung pendapat Khalid Masud (1973), Wael B. Hallaq (1997), Akh. Minhaji (1999), Hashim Kamali (2001), dan Qut}b Must}afa Sano (2007), yang berpendapat bahwa hukum Islam itu dinamis dan karakteristik metodologinya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial. Kesimpulan ini berbeda dengan Snock Hurgronje (1885), Joseph Schacht (1971), dan M.H. Kerr (1996), yang beranggapan bahwa hukum Islam itu statis dan tidak relevan dengan perubahan sosial, karena bersifat teologis dan pembentukannya tidak dipengaruhi pranata sosial. Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research), yang menelusuri informasi melalui buku, artikel, dan jurnal ilmiah. Sumber primer penelitian ini ialah buku dan artikel Jasser Auda tentang hukum Islam. Adapun sumber sekundernya ialah buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan tema pembaharuan hukum Islam. Data yang diperoleh dari kedua sumber tersebut dianalisis menggunakan content analysis dan metode komparatif. Kata Kunci: Maqa>s}id al-Shari>‘ah, Pendekatan Sistem, Us}u>l al-Fiqh vi

vii

‫الممخص‬ ‫استنتج الباحث في ىذه الدراسة أن أفكار جاسر عودة في الشريعة اإلسالمية تقوم عمى‬ ‫مقاصد الشريعة التي تفيم برؤية المنظومية‪ .‬وقد افترض جاسر عودة إلى أن الشريعة اإلسالمية تنقسم‬ ‫إلى خمس سمات تتمثل فروع المنظومة المرتبطة بعضيا ببعض‪ ،‬ىي سمة الطبيعة اإلدراكية‪،‬‬

‫والكمية‪ ،‬واالنفتاح‪ ،‬وتعدد األبعاد‪ ،‬والغائية‪ .‬ومقاصد الشريعة ىي جوىر لسمة الغائية‪ .‬وقد اتخذ‬ ‫جاسر العودة مقاصد الشريعة أساسا لمرد عمى مشاكل فقو العبادات‪ ،‬والنكاح‪ ،‬والسياسة‪ ،‬إذ أن‬ ‫لمشريعة اإلسالمية ىدف ووضع الحكم الذي ال يخرج عن ذلك اليدف‪.‬‬

‫ولم يسمح جاسر عودة في فقو العبادات‪ ،‬لممرأة أن تؤم الرجل في المسجد ألن أصل العبادة‬

‫ىو اتباع النص الممفوظ‪ .‬كما لم يسمح عودة في فقو النكاح نكاح المتعة ويسمح لممرأة المسممة البقاء‬ ‫مع زوجيا غير المسمم عمى أساس المصمحة‪ .‬أما في فقو السياسة‪ ،‬فيرى جاسر عودة أن الحدود‬ ‫يمكن تغييرىا بأحكام أخرى مادامت العدالة مثبتة‪ ،‬وال حكم اإلعدام عمى االرتداء ألنو ليست جريمة‪.‬‬ ‫ومفيوم دار اإلسالم معتمد عمى أمن السكان‪ ،‬وجواز إطاحة الحاكم المستبد بطرق ديموقراطية‬ ‫ودستورية إذا عجز عن رفاه المجتمع وحمايتيم‪.‬‬

‫واستخدام منيج المنظومة في فيم الشريعة اإلسالمية يشير إلى تحول وتطور منيجية‬ ‫الشريعة اإلسالمية‪ .‬وقد أيد ىذه الخالصة آراء العمماء من أمثاليم خالد مسعود (‪ )3791‬ويل ب‪.‬‬ ‫حالق (‪ )3779‬أحمد منياجي (‪ ،)3777‬ىاشم كمالي (‪ ،)1003‬قطب مصطفى سانو (‪.)1009‬‬ ‫حيث ذىبوا إلى أن الشريعة اإلسالمية متحولة وخصية منيجيتيا تتأثر باألوضاع االجتماعية‪.‬‬

‫واختمفت ىذه الخالصة عن سنوك ىرخرونيو (‪ ،)3881‬يوسف شخت (‪ ،)3793‬ىـ‪.‬م كير (‪)3771‬‬ ‫حيث ذىبوا إلى الشريعة اإلسالمية ثابتة وغير صالحة لمتغير االجتماعي لكونو الىوتيا وال يتأثر‬ ‫تكوينيا بالنظام االجتماعي‪.‬‬

‫انتيج الباحث في ىذه الدراسة البحث المكتبي وىو العثور عمى المعمومات من خالل‬

‫الكتب‪ ،‬والمقاالت‪ ،‬والمجالت العممية‪ .‬بالنسبة لممصادر األساسية التي اعتمد عمييا الباحث ىو‬ ‫مجموعة المقاالت عن الشريعة اإلسالمية لجاسر عودة‪ .‬أما المصادر الثانوية فيو الكتب والمقاالت‬ ‫المتعمقة بموضوع تجديد الشريعة اإلسالمية‪ .‬البيانات التي تم جمعيا من تمك المصادر حمميا الباحث‬ ‫بتحميل المضمون والمنيج المقارن‪.‬‬ ‫الكممات المفتاحية‪ :‬مقاصد الشريعة‪ ،‬رؤية المنظومية‪ ،‬أصول الفقو‬

‫‪vii‬‬

ABSTRACT This thesis concludes that Islamic legal thought of Jasser Auda was based on maqa>s}id al-shari>‘ah (the objective of Islamic law) in the light of system approach. Auda assumed that Islamic law consists of five interrelated sub-system features, namely cognitive nature, wholeness, opennes, multi-dimensionality, and purposefulness. Maqa>s}id al-shari>‘ah is the core of purposefulness feature. Auda used maqa>s}id al-shari>‘ah as the key concept to answer the problems of fiqh in terms of worship, marriage, and politics, considering that Islamic law has its own aims and the formulation of it should not be out of the aims. In terms of fiqh of worship, Auda refused to allow women to lead prayer in front of men in mosque due to a principle that worship matters should textually refer to the text. In terms of fiqh marriage, Auda forbade the practice of nikah mut’ah (contract marriage) and gave a consideration for converted women to live with their non-muslim husbands for the sake of mas}lah}ah (interest) principle. As respects of fiqh politic, Auda argued that h}udu>d could be replaced with another form of laws as long as the essence of justice is maintained; the apostate should not be executed because converting is not a criminal act; the meaning of da>r alisla>m incline more to safe condition for society; and the authoritarian leader could be overthrown through a democratic and constitutional way if he could not prosper and protect the society. The adoption of system approach in understanding Islamic law showed that Islamic law is dynamic and adaptable to social change. This assumption supports the arguments from Masud (1973), Wael B. Hallaq (1997), Akh. Minhaji (1999), Hashim Kamali (2001), and Qut}b Must}afa Sano (2007), who argued that Islamic law is dynamic and the characteristic of its methodology is influenced by social condition. However, this assumption challenges the arguments from Snock Hurgronje (1885), Joseph Schacht (1971), and M.H. Kerr (1996), who claimed that Islamic law is absolute and immutable as it theologically grounded and the creation of it does not involve social change. This research is a library-based research which obtains the information from books, articles, and journals. The primary sources of this research are books and articles about Islamic Law written by Jasser Auda. For the secondary sources, books and articles related to the reformation of Islamic law are used as references. The data are analyzed using content analysis and comparative method. Keywords: maqa>s}id al-shari>‘ah, system approach, us}u>l al-fiqh.

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN 1. Konsonan Huruf Arab

Nama Alif

Huruf Latin a

‫ب‬

Ba

b

‫ت‬

Ta

t

‫ث‬

Tha

th

‫ج‬

Jim

j

‫ح‬

H{a

h}

‫خ‬

Kha

kh

‫د‬

Dal

d

‫ذ‬

Dhal

dh

‫ر‬

Ra

r

‫ز‬

Zay

z

‫س‬

Sin

s

‫ش‬

Shin

sh

‫ص‬

S}ad

s}

‫ض‬

Dad{

d

‫ط‬

T{a

t}

‫ظ‬

Z{a

z}

‫ع‬

‘Ayn



‫غ‬

Ghayn

gh

‫ؼ‬

Fa

f

‫ؽ‬

Qaf

q

‫ؾ‬

Kaf

k

‫ؿ‬

Lam

l

‫ـ‬

Mim

m

‫ا‬

ix

‫ف‬

Nun

n

‫و‬

Wawu

w

‫هػ‬

Ha

h

‫ي‬

Ya

y

2. Vokal Seperti halnya bahasa Indonesia, vokal dalam bahasa Arab meliputi: vokal tunggal [monoftong] dan vokal rangkap [diftong]. a. Monoftong Tanda

Nama َ َ‫ ــــ‬Fath}ah َ‫ ــــ‬Kasrah َ َ‫ ــــ‬D}ammah

b. Diftong Tanda dan Huruf Nama َ ‫ ــــي‬Fath}ah dan Ya َ ‫ ـــــو‬Fath}ah dan Wawu

Huruf Latin a i u

Gabungan Huruf ay aw

3. Maddah Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda َ ََ‫ ــــــاَََََََََــــــــــى‬Fath}ah dan Alif atau a> Ya َ ‫ ــــي‬Kasrah dan Ya i> َ ‫ ـــــو‬D}ammah dan Wawu u> 4. Ta Marbut}ah

Ta Marbut}ah yang berharakat sukun (mati) dan diikuti kata lain [dalam istilah bahasa Arabnya posisinya sebagai mud}a>f, maka transliterasinya t. Akan tetapi, apabila tidak diikuti dengan kata lain atau bukan sebagai posisi mud}a>f, maka menggunakan h. Contoh:

‫البِْيػئَ ػ ػ ػ ػ ػ ػ ػ ُػة‬ ُِ ‫ُاآلد‬ ‫اب‬ َ ‫كلِّيَّة‬

al-Bi>’ah Kulli>yat al-Ab

x

5. Shaddah Shaddah/tashdi>d di transliterasi ini dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu. Contoh :

ُ‫ ّبي‬:

‫ّفرح‬

Bayyana

: Farrah}a

6. Kata Sandang Kata Sandang ‚ ‫ ‛ ال‬dilambangkan berdasar huruf yang mengikutinya, jika diikuti huruf shamsiyah maka ditulis sesuai huruf yang bersangkutan, dan ditulis ‚Al‛ jika diikuti dengan huruf Qamariyah. Selanjutnya ditulis lengkap baik menghadapi Qamariyah contoh kata al-Ikhla>s} (‫ ) اإلخالص‬maupun Shamsiyah seperti kata al-S}amad (‫) الصّمد‬. Contoh : ‫ الصّالحات‬: al-S}a>lih{a>t ‫ اإلنسان‬: al-Insa>n 7. Pengecualian Transliterasi Pengecualian transliterasi adalah kata-kata bahasa arab yang telah lazim di gunakan di dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian dalam bahasa indonesia, seperti lafaz} Allah (‫)اهلل‬, asma>’ al-h}usna> dan nama orang, istilah hukum dan namanama yang sudah dikenal di Indonesia tidak terikat pada pedoman ini, seperti, Haji, Azan dan Masjid, kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan konsistensi dalam penulisan. 8. Daftar Singkatan H M No Q.S SAW SWT Terj W

= = = = = = = =

Tahun hijriah Tahun masehi Nomor Al-Qur’an. Su>rat Ṣallā Allāhu ‘alayhi wa sallam Subḥānahū wa Ta‘ālā Terjemahan Wafat

xi

DAFTAR ISI Lembar Judul.... ....................................................................................... i Kata Pengantar.... .................................................................................... ii Pernyataan Bebas Plagiarisme... ................................................................ iv Surat Pernyataan...................................................................................... v Persetujuan Hasil Ujian Pendahuluan... ...................................................... vi Abstrak... ................................................................................................ vii Transliterasi.... ........................................................................................ ix Daftar Isi.. .............................................................................................. xii BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Permasalahan ..................................................................................... 11 1. Identifikasi Masalah..................................................................... 11 2. Perumusan Masalah ..................................................................... 12 3. Pembatasan Masalah .................................................................... 12 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 13 E. Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................................... 13 F. Metodologi Penelitian ........................................................................ 18 G. Sistematika Pembahasan .................................................................... 23 BAB IIDISKURSUS MAQA>S}ID AL-SHARI>‘AH A. Pengertian Maqa>s}id al-Shari>‘ah.......................................................... 25 B. Perkembangan Kajian Maqa>s}id al-Shari>‘ah ........................................ 27 1. Tekstualitas Us}u>l al-Fiqh .............................................................. 32 2. Historisitas Us}u>l al-Fiqh ............................................................... 37 C. Posisi Maqa>s}id al-Shari>‘ah dalam Kajian Hukum Islam...................... 42 1. Maqa>s}id al-Shari>‘ah Sebagai Konsep Independen .......................... 43 2. Maqa>s}id al-Shari>‘ah Sebagai Bagian Us}u>l al-Fiqh ......................... 45 3. Maqa>s}id al-Shari>‘ah dan Us}u>l al-Fiqh Sebagai Konsep yang Saling Melengkapi ................................................................ 47 D. Tipologi Kajian Maqa>s}id al-Shari>‘ah.................................................. 51 1. Tekstualis...................................................................................... 53 2. Kontekstual ................................................................................... 60 BAB III BIOGRAFI JASSER AUDA ........................................................ A. Riwayat Hidup dan Pendidikan Jasser Auda ....................................... 67 B. Karya-karya Jasser Auda .................................................................... 68 1. Buku Metodologi (2006-2008) ...................................................... 70 a. Fiqh al-Maqa>s}id ....................................................................... 70 b. Maqa>s}id al-Shari>‘ah as Philosophy of Islamic Law ................... 72 2. Buku Penerapan Metodologi (2009-2016) ..................................... 73 xii

a. Bayn al-Shari>‘ah wa al-Siya>sah ................................................ 74 b. Al-Dawlah al-Madaniyyah........................................................ 76 3. Konteks Sosial dan Aktifitas Jasser Auda...................................... 77 a. Al-Furqan Islamic Heritage Foundation.................................... 78 b. Cordoba Initiative .................................................................... 79 c. CILE (Research Center for IslamicLegislation and Ethics) ....... 81 BAB IV KONSTRUKSI MAQA>S}ID AL-SHARI>‘AH JASSER AUDA A. Korelasi Logika dengan Hukum Islam ................................................ 85 B. Kritik JasserAuda Terhadap Basis Logika Us}u>l al-Fiqh...................... 92 C. Hukum Islam Ditinjau dari Pendekatan Sistem .................................. 100 1. Kognisi Sistem Hukum Islam ...................................................... 105 2. Kemenyeluruhan .......................................................................... 109 3. Keterbukaan ................................................................................ 110 4. Multidimensional ......................................................................... 116 5. Kebermaksudan ........................................................................... 125 D. Pengoptimalan Maqa>s}id dalam Us}u>l al-Fiqh ...................................... 127 1. Pengembangan Dala>lah al-Maq}s}ad ............................................... 127 2. Penafsiran al-Qur’an Berbasis Maqa>s}id ........................................ 130 3. Pemahaman Hadis Berbasis Maqa>s}id ........................................... 133 4. Qiya>s Berbasis Maqa>s}id .............................................................. 139 5. Mas}lah}ah Berbasis Maqa>s}id ......................................................... 145 6. Istih}sa>n Berbasis Maqa>s}id ............................................................ 149 7. Sadd al-Dhari>‘ah dan Fath} al-Dhari>‘ah......................................... 150 8. ‘Urf Berbasis Maqa>s}id ................................................................. 153 BAB V IJTIHAD MAQA>S}IDI> JASSER AUDADALAM FIQH AL-‘IBAs}idi> dalam Permasalahan Fiqh al-‘Iba>da>t ........................ 157 1. Hukum Musafir Tidak Puasa Ramadhan ...................................... 157 2. Perempuan Salat Berjemaah di Masjid ......................................... 162 3. Imam Salat Perempuan ................................................................ 168 B. Ijtihad Maqa>s}idi> dalam Permasalahan Fiqh al-Muna>kah{a>t .................. 175 1. Nikah Mut’ah .............................................................................. 175 2. Status Pernikahan Perempuan Muallaf ......................................... 179 C. Ijtihad Maqa>s}idi> dalam Permasalahan Fiqh al-Siya>sah ....................... 186 1. Dikotomi Dar al-Isla>m dan Dar al-H{arb ....................................... 186 2. Murtad dan Hukuman Mati .......................................................... 192 3. Penerapan H{udu>d di Dunia Modern.............................................. 197 4. Menggulingkan Pemerintahan Otoriter ........................................ 202 BAB VI PENUTUP xiii

A. Kesimpulan ........................................................................................ 209 B. Rekomendasi...................................................................................... 211 DAFTAR PUSTAKA....... ........................................................................ 213 LAMPIRAN..... ....................................................................................... 229 GLOSARIUM.......................................................................................... 241 INDEKS.... ............................................................................................. 245 BIODATA PENULIS... ............................................................................ 257

xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasser Auda mengatakan bahwa pembaharuan hukum Islam1 tidak hanya sebatas revisi fatwa ulama atau pendapat ulama, tetapi juga meliputi pembaharuan metodologi, logika, dan kerangka berpikir hukum Islam.2 Selama ini, pemikiran hukum Islam memiliki kecenderungan pada pendekatan reduksionis dan dikotomis, sehingga perlu diganti dengan pemikiran yang lebih holistik, kompleks, dan integratif. Pembaharuan pemikiran hukum Islam ini dipandang Abdullah Saeed sebagai sebuah keniscayaan dan kelaziman, sebab pemikiran keagamaan selalu berkembang dan dinamis mengikuti perubahan ruang dan waktu. Perubahan sosial yang begitu dahsyatnya di era modern, semisal meningkatnya kesadaran terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, hubungan antar umat beragama, nasionalisme, dan kesetaraan gender, secara tidak langsung berpengaruh terhadap perubahan paradigma hukum Islam.3 Keberanian Auda melontarkan gagasan pembaharuan ini karena menurutnya hukum Islam bersifat cognitive nature (kognisi) dan opennes (keterbukaan).4 Berdasarkan dua sifat ini, hukum Islam mestinya dipahami sebagai produk pemikiran manusia yang dipengaruhi oleh subjektifitas perumusnya dan tidak menutup kemungkinan untuk diperbaharui, direformulasi, dan direkontruksi.5 Dalam melakukan 1

Istilah hukum Islam yang dimaksud di sini adalah metodologi hukum Islam (us}u>l al-fiqh) dan produk hukum Islam (fiqh). 2 Jasser Auda, ‚Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Tajdi>d al-Fiqh al-Isla>mi> alMu‘as}irah,‛ Majallat al-Muslim al-Mu‘a>s}irah, No. 151. (2014): 9. 3 Abdullah Saeed, Interpreting the Qur’a>n: Towards a Contemporay Approach, (New York: Routledge, 2006), 2. Senada dengan pandangan Abdullah Saeed, Jasser Auda mengatakan, taghayyur al-ahka>m bi-tagayyur

ru’yah al-‘alam aw al-thaqafah al-idra>kiyah al-jam‘iyyah (perubahan hukum disebabkan oleh perubahan pandangan dunia (worldview) dan budaya pengetahuan suatu masyarakat). Jasser Auda, Maqas}id al-Shari>‘ah ka-Falsafah lil-Tashri’ al-Isla>mi>:Ru’yah Manz}u>miyyah, terj: ‘Abd al-Lat}i>f al-Kayya>t} (Herndon: IIIT, 2012), 399. 4 Jasser Auda, Maqa>s}id al-Shari>‘ah ka-Falsafah lil-Tashri’ alIsla>mi>:Ru’yah Mandhumiyah, 113. Bandingkan dengan Jasser Auda, ‚Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Tajdi>d al-Fiqh al-Isla>mi> al-Mu‘as}irah,‛ 11. 5 Pembaharuan hukum Islam ataupun rekontruksi atas us}u>l al-fiqh didukung pula oleh Qut}b Sa>no dan ‘Ali> Jum‘ah. Kedua tokoh ini menjelaskan

1

pembaharuan hukum Islam, Jasser Auda menggunakan pendekatan sistem untuk membuktikan pentingnya maqa>s}id al-shari>‘ah dalam perumusan hukum Islam, sebab dalam sejarah hukum Islam, maqa>s}id belum banyak diperhatikan dan diberi ruang pada saat perumusan hukum.6 Meskipun mayoritas ulama menyepakati bahwa syariat memiliki makna dan tujuan, bahkan menurut H{assan H{anafi>, baik Islam tradisionalis, sekuler, ataupun liberalis, sepakat bahwa syariat mengandung manfaat dan kemaslahatan,7 namun persoalannya maqa>s}id bahwa pembaharuan metodologi hukum Islam setidaknya fokus kepada tiga aspek, yaitu bentuk (formulasi), metodologi, dan isi. Selengkapnya lihat Qut}b Sa>no, Qira’a>t Ma’rifiyah fi> al-Fikr al-Us}u>li> (Kuwait: Wiza>rat al-Awqa>f, 2007). Bandingkan dengan ‘Ali> Jum’ah, ‚Tajdi>d ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh: al-Wa>qi‘ wa alMuqtarih},‛ Majallat al- Muslim al-Mu‘as}irah, No. 125/126 (2007): 9-50. Berdasarkan hal ini, pintu ijtihad tidak pernah tertutup seperti yang diklaim oleh beberapa peneliti, seperti Joseph Schacht, sebab dari dulu hingga sekarang selalu muncul produk hukum yang berasal dari ijtihad kreatif para ulama. Lebih lengkap tentang hal ini lihat Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, terj. JokoSupomo (Yogyakarta: Penerbit Islamika, 2003), 103-109. Bandingkan dengan tulisan Hallaq dan Sa>lim al-‘Awwa yang membantah kesimpulan Schacht, Wael B. Hallaq, ‚Was the Gate of Ijtihad Closed?‛ International Journal of Middle East Studies, Vol. 16, No. 1 (1984): 3-41. Sa>lim al-‘Awwa, al-Fiqh al-Isla>mi> fi> T{ari>q al-Tajdi>d (Beirut: Maktabah al-Isla>mi>, 1998), 24-24. 6 Selengkapnya baca, Jasser Auda, Maqa>s}id al-Shari>‘ah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach (Herndon: IIIT, 2007). 7 H{assan H{anafi>, ‚Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Ahda>f al-Ummah,‛ Majallat al-Muslim al-Mu‘as}irah, No. 23 (2002): 65. Senada dengan H{assan Hanafi>, David Johston mengatakan, baik Islam tradisionalis, progresif-konservatif, maupun progresif-postmodern sama-sama menggunakan pendekatan maqa>s}id al-shari>‘ah dalam merespon isu-isu kontemporer, khususnya persoalan hak azazi manusia (HAM). David Johston, ‚Maqa>s}id al-Shari>‘ah: Epistemology and Hermeneutics of Muslim Theologies of Human Rights,‛ Die Welt des Islams, New Series, Vol. 47, Issue 2 (2007): 149. Sekilas perihal ini menunjukan kesepakatan akademisi tentang maqa>s}id al-shari>‘ah. Akan tetapi, dalam tataran praktis, formulasi maqa>s}id al-shari>‘ah yang mereka tawarkan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Wael B. Hallaq memetakannya menjadi dua kelompok: utilitarianisme dan liberalisme religius. Perbedaan mendasar kedua kelompok ini ialah berdasarkan sumber maqa>s}id al-shari>‘ah yang mereka gunakan: kelompok utilitarianisme lebih mengedapankan teks dibanding pertimbangan rasional, sedangkan liberalisme religius, lebih memprioritaskan rasionalitas daripada teks. Kecenderungan terhadap salah satu sumber ini, menurut Opwis sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, lingkungan dan pendidikan. Lihat Delfina Serrano Ruano, review atas A History of Islamic Legal Theories: An Introduction to the Sunni Usul al-Fiqh, karya Wael. B. Hallaq, Journal of Law

2

masih dianggap oleh sebagian kalangan tidak metodologis dan praktis. Maqa>s}id tidak seperti disiplin us}u>l al-fiqh yang berisi penjelasan teoritik dan metodologis tentang perumusan hukum Islam. Dilihat dari sejarah perkembangannya, pada awalnya maqa>s}id memang sudah dibahas dan didiskusikan dalam literatur us}u>l al-fiqh klasik, tetapi tidak difungsikan sebagai metodologi hukum Islam dan sebatas pelengkap kajian us}u>l al-fiqh. Maqa>s}id seringkali digunakan hanya untuk memperkuat hukum yang sudah ada dan tidak diarahkan untuk memproduksi hukum ataupun mengkritik hukum yang sudah mapan.8 Al-T{a>hir Ibn ‘Ashu>r adalah tokoh modernis pertama yang mewacanakan maqa>s}id sebagai metodologi hukum Islam dan ilmu hukum Islam baru yang berbeda dengan us}u>l al-fiqh. Melalui buku Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Islamiyyah, Ibn ‘Ashu>r membuktikan bahwa maqa>s}id bersifat metodologis dan dapat digunakan untuk merumuskan hukum.9 Pemikiran Ibn ‘A<shu>r ini, terutama pemisahan maqa>s}id dari us}u>l al-fiqh, mengundang polemik dan dikritik oleh sebagian kalangan. Jama>l al-Di>n ‘Ar ini, sebab sejatinya maqa>s}id adalah ruh us}u>l al-fiqh dan keduanya saling mendukung serta tidak dapat dipisahkan.10 and Religion, Vol. 15, No.1/2 (2000-2001): 381-382. Felicitas Opwis, ‚Mas}lah}ah in Contemporary Islamic Legal Theory,‛ Islamic Law and Society, Vol. 12, No. 2 (2005): 220. 8 Menurut Ahmad Imam Mawardi, ada dua alasan mengapa maqāṣid alSharī‘ah belum menjadi metode untuk memproduksi hukum sebagaimana uṣūl al-Fiqh: pertama, perdebatan teologis yang terjadi dikalangan ulama merupakan faktor utama penghambat lajunya kajian maqāsid al-sharī‘ah. Dominasi madzhab teologi membuat peranan akal terbatas dalam memahami maqās}id alsharī‘ah; kedua, kajian maqāṣid al-sharī‘ah dimasukkan dalam ranah filsafat, bukan dalam kajian uṣūl al-fiqh. Hal ini berati meletakkannya dalam wilayah yang kebolehannya diperdebatkan, yang pada akhirnya menghalanginya untuk menjadi bagian dari wilayah hukum Islam yang membutuhkan kepastian dan keyakinan. Imam Mawardi, Fiqh Minoritas; Fiqh al-Aqalliyat dan Evolusi Maqa>s}id al-Shari>‘ah Dari Konsep ke Pendekatan, (Yogyakarta: LKIS, 2010 ), 186-187. 9 Basheer M. Nafi’ memuji Ibn ‘A<shu>r sebagai reformis yang membuktikan kesungguhannya untuk menghadirkan Islam sejalan dengan tuntutan zaman modern. Kontribusi terbesarnya ialah menghidupkan kembali perdebatan tentang maqa>s}id yang telah sekian lama absen dalam perbincangan para akademisi. Basheer M. Nafi’, ‚T{ahir Ibn Ashur: The Career and Thought of a Modern Reformist,‛ Journal of Qur’anic Studies, vol .7, No. 1 (2005): 25, 10 Polemik pemisahan maqa>s}id dari disiplin us}u>l al-fiqh dapat dibaca dalam tulisan Nu’man Jughaim berjudul Maka>nah Maqa>s}id min Us}u>l al-fiqh dan Gha>liyah Bu>hidah dalam artikelnya berjudul Istiqla>liyah Maqa>s}id al-Shari>‘ah

3

Setelah Ibn ‘A<shu>r, kajian maqa>s}id al-shari>‘ah mulai banyak didiskusikan, diperdebatkan, dan diharapkan sebagai solusi alternatif dari kemandekan us}u>l al-fiqh. Menurut Hashim Kamali, perkembangan kajian maqa>s}id di era modern dilatarbelakangi oleh stagnansi dan kemandekan us}u>l al-fiqh, yang nyaris tidak berfungsi di bawah tekanan modernitas dan tidak mampu memunculkan ijtihad baru yang kontesktual dengan perkembangan zaman.11 Penyebab utama dari kemandekan tersebut ialah teori kebahasaan terlalu mendominasi dalam us}u>l al-fiqh, sehingga menggiring kepada pembacaan tekstual. Pembacaan tekstual seringkali mengabaikan makna, maksud, dan sprit teks, sehingga produk hukum yang dilahirkan oleh metode ini cenderung kaku, formalistis, dan kurang mampu berdialog dengan realitas kekinian.12 Seperti yang ditegaskan oleh Sa‘i>d al-Ashma>wi>, keterpakuan terhadap formalitas hukum (hukum-hukum syariat), pada gilirannya akan membuat orang berpaling dari syariat itu sendiri. Sebab sejatinya, syariat adalah sebuah metode yang memiliki nilai-nilai universal yang selaras dengan kemanjuan zaman.13 Di samping itu, pembacaan tekstual yang melupakan nilai-nilai universal syariat kerapkali menimbulkan kekerasan, radikalisme, dan diskriminasi terhadap perempuan dan non-muslim. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Jalil Roshandel dan Sharon Chadha, yang menyebut hukum Islam sebagai inspirasi sebagian teroris untuk melakukan tindakan kriminalnya.14 Abou El-Fadl menilai beberapa lembaga fatwa kontemporer turut andil dalam menciptakan diskriminasi terhadap perempuan.15 Ahmed al-Na‘im membuktikan berdasarkan pengalaman al-Isla>miyah ‘an ‘Ilm Usu>l al-Fiqh Bayn al-Nadhriyah wa al-Tat}bi>q. Kedua tulisan ini terdapat dalam buku Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Subul Tah}qi>quha> fi alMujtama>’a>t al-Mu‘a>s}irah (Malaysia: al-Ja>mi‘ah al-Isla>miyah al-‘Ala>miyah, 2006).

11

Hashim Kamali, ‚Issues in the Legal Theory of Uṣūl and Prospects for Reform,‛ Islamic Studies, Vol. 40, No. 1 (\2001): 5. Bandingkan dengan, Mohammad Hashim Kamali, "Maqa>s}id al-Shari>‘ah: The Objective of Islamic Law,‛ Islamic Studies, Vol. 38, No. 2 (1999): 193-208. 12 Soulhi Younes, ‚Islamic Legal Hermeneutics: The Context and Adequacy of Interpretation in Modern Islamic Discourse,‛ Islamic Studies, Vol. 41, No. 4 (2002): 585. 13 Sa‘id al-Ashma>wi>, Us}u>l al-Shari>‘ah (Kairo: Maktabah al-Mayu>li> alS}agi>r, 1996), 78. 14 Jalil Roshandel dan Sharon Chadha, Jihad and International Security (England, Palgrave Macmillan, 2006), 52-53. 15 Lembaga fatwa yang dimaksud di sini ialah CLRO (Council for Scientific Research and Legal Opinion). Sebuah lembaga yang diberikan

4

historis, perempuan dan non-muslim adalah korban utama dari formalisasi syariat.16 Tekstualitas us}u>l al-fiqh klasik juga dikritisi oleh Abdul Hamid Abu Sulayman, menurutnya us}u>l al-fiqh terlalu tekstual dan seringkali mengabaikan realitas.17 Untuk mengurangi efek tekstualitas tersebut, us}u>l al-fiqh perlu disempurnakan dengan ilmu sosial kontemporer dan pegetahuan empirik lainnya, guna menciptakan hukum yang harmonis dan sesuai dengan perubahan sosial. Senada dengan pandangan ini, Akh. Minhaji merekomendasikan agar peneliti us}u>l al-fiqh meningkatkan kemampuan penelitian lapangan. Hal ini bertujuan untuk menguji sejauh mana relevansi teori-teori yang dianut dengan perkembangan zaman, serta mereformasi konsep-konsep yang sudah tidak relevan lagi.18 Integrasi us}u>l al-fiqh dengan ilmu sosial ini juga didukung pula oleh ‘Ali> Jum‘ah. Menurutnya, seorang mufti tidak akan mampu merumuskan fatwa yang kondusif dan bersahabat, tanpa mengetahui realitas sosial kepercayaan untuk mengeluarkan fatwa di Arab Saudi dan banyak dirujuk fatwa-fatwanya oleh masyarakat Islam dunia. Beberapa fatwa yang dianggap merendahkan perempuan ialah: pengharaman penggunaan bra dan sepatu tinggi, suara perempuan menimbulkan fitnah, larangan mengemudi bagi perempuan, dan kewajiban istri atas suami. Khaled M.Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan, terj. Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Serambi, 2004), 258-367. Lihat pula penelitian Lily Zakiyah Munir tentang pengaruh fikih tradisional yang bersifat patriarkis terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Lily Zakiyah Munir, ‚Domestic Violence in Indonesia,‛ Muslim World Journal of Human Rights, Vol. 2, Issue 1 (2005), http://www.degruyter.com (diakses tanggal 17 Februari 2015) 16 Abdullahi Ahmed An-Na‘im, ‚Mahmud Muhammad Taha and the Crisis in Islamic Law Reform: Implications for Interreligious Relations,‛ Journal of Ecumenical Studies, Vol. 25, No. 1 (1988): 1. 17 Abdul Hamid Abu Sulayman, Toward an Islamic Theory of

International Relations: New Directions for Methodology and Thought (Herndon-Virginia: IIIT, 1993), 92. Pandangan Abu Sulayman ini dikritik oleh Mahdi Zahra, yang tetap optimis bahwa teori us}u>l al-fiqh jauh lebih kompleks dan bagus ketimbang teori-teori sosial. Dalam tulisannya, Mahdi Zahra melakukan kajian perbandingan antara us}u>l al-fiqh dan teori sosial. Kesimpulannya menunjukan bahwa teori sosial justru lebih banyak memiliki kelemahan jika diaplikasikan dalam penelitian hukum dibanding us}u>l al-fiqh, sebagaimana yang dituduhkan Abu Sulayman. Mahdi Zahra‚ ‚Unique Islamic Law Methodology and the Validity of Modern Legal and Social Science Reserch Methods for Islamic Research.‛ Arab Law Quertly, Vol. 18, No. ¾ (2003): 215- 249, 18 Akh. Minhaji, ‚Reorientasi Kajian Ushul Fikih,‛ Journal of Islamic Studies, No 63 (1999): 21.

5

masyarakat. Dengan demikian, bantuan dari ilmu sosial atau sosiolog sangat diperlukan, sebab merekalah yang lebih memahami realitas dan kondisi masyarakat.19 Ketidakmampuan untuk mendialogkan antara hukum Islam dan modernitas, menyebabkan sebagian kelompok menutup diri dari modernitas, serta menuntut agar hukum Islam diterapkan sebagaimana adanya, tanpa ada usaha untuk memperbaharuinya terlebih dahulu.20 Kelompok ini disebut Al-Ja>biri> dengan sala>fiyyah, sebab mereka selalu menjadikan masa lalu sebagai tolak ukur keberhasilan dan bentuk Islam yang paling ideal, serta berupaya agar hukum Islam yang diterapkan di masa lalu diaplikasikan dalam konteks dunia modern.21 Di sisi lain, ada pula segelintir orang yang mengadobsi hukum modern sebagai solusi alternatif. Pengadopsian hukum modern ini dinilai Joseph Schacht sebagai bukti kegagalan para pembaharu, baik revivalis ataupun modernis, untuk merumuskan ijtihad yang sesuai dengan masanya.22 Pemberlakuan hukum modern di negara-negara muslim memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap peralihan otoritas keagamaan,

19

Ali Jum‘ah, ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh wa ‘Alaqa>tuhu bil-Falsafah alIsla>miyah, (Kairo: Ma’had al-‘Ala>mi> li-Fikr al-Isla>mi>, 1996), 37 20

Kecenderungan kelompok ini ialah memahami syariat hanya sebatas persoalan hukum. Padahal makna syariat sangatlah kompleks dan tidak sesederhana itu. Menurut Sardar, mereka mencitrakan syariat sebagai hukum yang membeku, yang sedikit atau sama sekali tidak sesuai dengan modernitas. Ziauddin Sardar, Islam, Postmodernism and Other Futures, diedit oleh Sohail Inayatullah dan Gail Boxwel (London: Pluto Press, 2003), 65. 21 Muhammad ‘Ad Al-Ja>biri, Nah}nu wa al-Thu>ra>th, (Beirut: alMarkaz al-Thaqa>fi> al-‘Ara>bi>, 1993), 14-15 22 Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam, tej: Joko Supomo, (Yogyakarta: Penerbit Islamika, 2003), 103-109. Masuknya hukum modern ke tengah kehidupan umat Islam dikhawatirkan sebagian orang akan merusak dan membinasakan tradisi hukum Islam klasik. Apalagi hingga saat ini, menurut Bernard Weiss, belum ada hasil ijtihad yang berkontribusi nyata dalam menyelesaikan persoalan hukum Islam dan modernitas. Akan tetapi, selama teori ijtihad masih ada, maka hukum Islam sebenarnya tetap masih akan eksis. Meskipun hasil ijtihad tersebut belum terlihat nyata hasilnya di tengah kehidupan masyarakat muslim. Bernard Weiss, ‚Interpretation in Islamic Law: The Theory of Ijtiha>d,‛ The American Journal of Comparative Law, Vol. 26, No. 2 (1978): 212.

6

dari ahli fiqh beralih kepada ahli hukum didikan Barat,23 serta menurunnya semangat para pelajar untuk mempelajari hukum Islam.24 Di samping itu, pengadobsian hukum modern secara tidak langsung juga berimbas kepada maraknya upaya untuk mewujudkan legislasi dan konstitusi berdasarkan syariat Islam. Begitu pula usahausaha untuk menjadikan hukum pidana yang tertuang dalam al-Qur’an dan hadis sebagai hukum positif. Maraknya usaha formalisasi tersebut lambat-laun dapat membunuh tradisi hukum Islam itu sendiri, sebab tradisi hukum Islam bersifat terbuka, antiotoritarianisme, dan tidak mengenal kodifikasi dalam bentuk undang-undang.25 Dengan demikian, dapat dimengerti apabila Abou El Fadl menganggap bahwa hukum Islam sebagai sebuah proses pemahaman dan metodologi bisa dikatakan sudah mati.26 Sebab tradisi hukum Islam yang berkembang saat ini tidak banyak membincangkan metodologi, tetapi lebih fokus kepada pencarian pendapat-pendapat fiqh ataupun hukum modern yang lebih mudah untuk diaplikasikan.27 Meskipun maqa>s}id al-shari>‘ah dianggap oleh beberapa kalangan sebagai solusi alternatif, Hashim Kamali-seperti yang ditulis Adis Duderija-tidak sepenuhnya yakin apakah maqa>s}id mampu menyelesaikan problem sosial yang begitu jamak dan komplek. Ia memberi catatan bahwa teori maqa>s}id tidak akan berjalan efektif dan 23

Aharon Layish, ‚The Transformation of the Shari>’a from Jurists Law to Statutory Law in the Contemporary Muslim World,‛ Die Welt des Islams, Vol. 44, No. 1 (2004): 86. 24 Monique C. Cardinal, ‚Islamic Legal Theory Curriculum: Are the Classics Taught Today?‛ Journal Islamic Law and Society, Vol. 12, No. 2 (2005): 224. Kurangnya minat mahasiswa terhadap jurusan hukum Islam dibantah oleh Khalid Masud, menurutnya jurusan hukum Islam masih diminati oleh banyak orang. Akan tetapi yang menjadi permasalahan ialah metode pengajaran dan materi kuliahnya belum diarahkan secara maksimal untuk merespon perubahan sosial. Baca, Muhammad Khalid Masud, ‚Teaching of Islamic Law and Shari>’ah: A Critical Evaluation of the Present and Prospects for the Future,‛ Islamic Studies, Vol. 44, No. 2 (2005), 165 dan 189. 25 Abdullahi Ahmed An-Na’im, Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariah, terj. Sri Murniati (Bandung: Mizan, 2007), 41. Bandingkan dengan Khaled M. Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan: Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, terj. Cecep Lukman Yasin (Jakarta: Serambi, 2004), 246. 26 Khaled M. Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan: Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, 246. 27 Pendapat Abou El Fadl ini dikutip dalam Abdullah Saeed, Islamic Thought: An Introduction (New York: Routledge, 2006), 59

7

solutif sebelum diperbaharui terlebih dahulu.28 Rekomendasi Hashim Kamali ini diamini pula oleh Amin Abdullah, yang berpendapat bahwa kajian maqa>s}id bisa diaktualisasikan apabila pengkaji hukum Islam mampu memadukan dua pendekatan sekaligus. Kedua pendekatan tersebut adalah pendekatan sejarah dan filsafat.29 Penggunaan teori maqa>s}id an-sich, tanpa dipadu dengan pendekatan lain, hanya akan berfungsi sebagai alat apologi dan pengukuh semata, serta sulit digunakan untuk mencari titik temu antara hukum Islam dan modernitas. Kesulitan untuk mendialogkan hukum Islam dan nilai-nilai modern, semisal HAM, nasionalisme, dan lain-lain, terlihat jelas dalam pemikiran Ibn ‘A<shu>r, ‘Ala>l al-Fa>si, Wahbah alZuhayli>, Ahmad al-Raysu>ni>, dan Muhammad Muslehuddin. Mereka termasuk tokoh yang berkontribusi besar dalam kajian maqa>s}id alshari>‘ah dan filsafat hukum Islam. Akan tetapi, tanpa bemaksud mengurangi kontribusinya, Ibn ‘A<shu>r misalnya, meskipun ia mengkategorikan keadilan, kebebasan, dan kesetaraan, menjadi bagian maqa>s}id al-shari>’ah, namun dalam beberapa kasus tergambar bahwa ia belum maksimal menerapkannya. Hal ini terbukti dalam pendapatnya tentang ketidakbolehan perempuan dan non-muslim menjadi kepada negara.30 Pendapat ini tidak sesuai dengan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) yang lahir dari rahim dunia modern. Dalam pasal 21 ayat 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan di negaranya. Pasal ini menunjukan kebolehan mutlak, baik dari perempuan ataupun non-muslim. ‘Ala>l al-Fa>si dan Wahbah al-Zuh}ayli>, dalam beberapa tulisannya lebih menguatkan pendapat yang menegaskan bahwa orang murtad harus dihukum mati.31 Pandangan ini tentu bertentangan dengan pasal 18 28

Adis Duderija, ‚Islamic Law Reform and Maqa>s}id al-Shari>’a in the Thought of Mohammad Hashim Kamali,‛ dalam Maqa>s}id al-Shari>’a and Contemporary Muslim Reformist: An Examination, ed. Adis Duderija (New York: Palgrave Macmillan, 2014), 34 29 M. Amin Abdullah, ‚Bangunan Baru Epistemologi Keilmuan Hukum Islam,‛ Asy-Syir’ah: Jurnal Ilmu Syariat dan Hukum, Vol. 46. II (Juli-Desember 2012) : 316. Lihat juga Amin. M. Abdullah, ‚Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan: Pendekatan Filsafat Sistem dalam Usul Fikih Sosial,‛ Scientific Journal UMM, Vol. 14, No. 1 (Januari-Juni 2011): 1-38. 30 Lihat penjelasan Ibn ‘Ashu>r tentang kesetaraan dalam Maqa>s}id alShari>‘ah al-Isla>miyah, (Kairo: Da>r al-Sala>m), 94. 31 Lihat ‘Ala>l al-Fa>s}i, Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Isla>miyah wa Maka>rimuha>, (Kairo: Dar al-Sala>m, 2011 ), 356-359. Bandingkan pula dengan Wahbah al-Zuh}ayli>, Kebebasan dalam Islam, terj: Ahmad Minan, (Jakarta:

8

DUHAM, yang mengkategorikan pindah agama atau ganti keyakinan sebagai bagian dari kebebasan manusia. Begitu pula, Ahmad al-Raysu>ni> dan Muhammad Muslehuddin yang berpendapat bahwa hukum pidana yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis sebagai hukum yang paling maslahat dan tidak bisa diganti dengan hukuman lainnya.32 Bahkan, Muslehuddin mendukung pelaksanaan hukum Islam secara total semisal yang dilakukan negara Arab Saudi.33 Gagasan ini secara tidak langsung akan memotivasi umat Islam yang hidup di negara demokrasi untuk mendirikan konstitusi negara berdasarkan syariat Islam. Kesan yang timbul dari pendapat di atas ialah bahwa bahwa Islam membatasi gerak perempuan dan non-Muslim di ruang publik, serta bertentangan dengan nilai-nilai HAM, nasionalisme, dan konstitusi modern. Menurut Musdah Mulia, kesan bahwa hukum Islam (fiqh) mendiskriminasi perempuan disebabkan oleh kebanyakan penulis kitabkitab fiqh hidup dalam situasi dan kondisi masyarakat yang kekuasaan didominasi oleh kaum laki-laki (male dominated society), terutama

Pustaka al-Kautsar, 2000), 153-158. Pada sisi lain, Tahir Mansoori menganggap bahwa Wahbah al-Zuh}ayli> termasuk ulama yang bekontribusi besar dalam menciptakan perdamaian dunia. Hal ini dapat dilihat dari pendapatnya yang moderat, khususnya tentang relasi negara Islam dengan non-muslim, toleransi, perdamaian, keadilan, dan lain-lain. Selain itu, Wahbah juga konsisten dalam mendialogkan nilai-nilai internasional dengan tujuan universal syariat. Lihat, Muhammad Tahir Mansoori, ‚The Questions of War and Peace in Contemporary Islamic Legal Discourse: The Contribution of Wahbah alZuh}ayli>,‛ Islamic Studies, Vol. 46, No. 3 (2007): 417-435. 32 Lihat Ahmad al-Raysu>ni>, Al-Ijtiha>d: al-Nas}, al-Wa>qi’, al-Mas}lah}ah, (Beirut: Al-‘Arabiyah, 2013),42-47 33 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, terj: Yudian Wahyudi, (Yogyakarta: Tiara Wacara, 1991), 73. Muslehuddin berkesimpulan bahwa hukum Islam ialah hukum positif dalam bentuk yang paling ideal. Hukum Islam dianggap sebagai hukum ideal dan sempurna dikarenakan ia bersumber langsung dari wahyu tuhan, yang Maha Tahu tentang segala hal yang terbaik untuk manusia. Selengkapnya baca, Mohammad Muslehuddin, ‚Islamic Law and Social Change,‛ Islamic Studies, Vol. 21, No. 1 (1982). Muslehuddin, ‚Islamic Jurisprudence and The Rule of Necessity and Need,‛ Islamic Studies, Vol. 12, No.1 (1973), 44. Dalam artikelnya yang lain, Muslehuddin menjelaskan bahwa walaupun hukum Islam bersumber dari wahyu yang bersifat statis, akan tetapi ia mampu untuk mengakomodir setiap bentuk perubahan sosial. Hal inilah yang mengagumkan dari hukum Islam. Muslehuddin, ‚Law and The Problem of Stability and Change,‛ Islamic Studies, Vol. 23, No. 4 (1984), 386.

9

kawasan Arab.34 Dengan demikian diperlukan analisis sosiologis dan historis terhadap fiqh yang seakan-akan diskriminatif, guna mengkontekstualkannya dengan realitas kekinian. Kedua pendekatan ini juga sangat membantu dalam memahami perspektif fiqh tentang nonmuslim. Sebagian fiqh tradisional dibentuk di saat Islam sedang berada di puncak kekuasan. Sehingga produk fiqh yang dilahirkan terkesan superior dan memandang non-muslim sebagai inferior.35 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengusulkan diktum hukuman mati bagi orang yang murtad agar ditinjau kembali dan disesuaikan dengan nilai-nilai yang berkembang di dunia modern. Pasalnya, negara-negara Islam yang sudah menyetujui deklarasi DUHAM tidak bisa menghindar dari penerapan gagasan tersebut di negara mereka masing-masing.36 Berdasarkan paparan di atas, kajian hukum Islam tampaknya perlu diintegrasikan dengan ilmu sosial. Pengintegrasian tersebut bertujuan untuk memahami hukum Islam secara komprehensif. Terlebih lagi, umat Islam hidup di realitas dunia yang sangat berbeda dengan generasi klasik. Jasser Auda mengatakan bahwa ijtihad kontemporer tidak hanya sebatas mengandalkan pendekatan tekstual dan interpretasi linguistik, tetapi juga memahami teks-teks keagamaan secara kontekstual dan dielaborasi dengan menggunakan teori-teori sosial.37 Kesadaran akan pentingnya pendekatan sosial ini, mendorong Auda untuk mengadopsi pendekatan sistem sebagai pisau analisis hukum Islam 34

Siti Musdah Mulia, Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar Press, 2007), 201. 35 Abdul Moqsith Ghazali, ‚Fikih Mayoritas dan Fikih Minoritas; Upaya Rekontruksi Fikih Lama dan Merancang Fikih Baru,‛ Tashwirul Afkar, No. 31 (2012), 42- 59. Bentuk superioritas fikih tradisional tersebut terlihat dalam pemetaan wilayah berdasarkan teologis, seperti adanya kategori wilayah da>r Isla>m (wilayah Islam) dan da>r al-harb (wilayah perang). Implikasi dari pemetaan wilayah ini ialah adanya larangan bagi umat Islam untuk menetap di wilayah non-muslim. Pendapat ini menurut Abou El Fadl sangat dipengaruhi kondisi hostoris dan sosiologis yang berlaku waktu itu. Perlu diketahui, Isu pemetaan wilayah ini banyak diproduksi pasca perang salib, di mana hubungan umat Islam dan non-muslim semakin merenggang dan sarat konflik. Khaled Abou El Fadl, ‚Islamic Law and Muslim Minorities: The Juristic Discourse on Muslim Minorities,‛ Islamic Law and Society, Vol. 1, No. 2 (1994), 141-187. Terkait pentingnya pendekatan sejarah dalam memahami fikih, lihat 36 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute, 2006), 122. 37 Lihat wawancara Christoph Dreyer dengan Jasser Auda, ‚ We Are Calling for a New Interpretation of the Koran,‛ http://de.qantara.de (diakses tanggal 25 Januari 2015)

10

dan sekaligus sebagai kritik atas pendekatan reduksionis dan dikotomis yang seringkali digunakan dalam hukum Islam. Pendekatan reduksionis dan dikotomis tersebut menurut Amin Abdullah berimplikasi pada corak berpikir yang tertutup, antagonistik, dan kurang produktif.38 Selain itu, pengintegrasian ini bertujuan untuk menciptakan hukum yang mengakomodasi nilai-nilai modern dan mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam prosedur aplikasinya. Pemikiran hukum Islam yang ditawarkan Jasser Auda menarik untuk diteliti lebih lanjut, sebab dia memadukan pendekatan sistem, us}u>l al-fiqh, dan maqa>s}id al-shari>‘ah dalam memahami hukum Islam. Di samping itu, biografi intelektual Auda menjadi daya tarik tersendiri untuk meneliti pemikirannya, karena dia tidak hanya menimba ilmu tradisional dari ulama-ulama Timur Tengah, tetapi juga belajar ilmu sosial, khususnya analisis sistem, di kampus-kampus Eropa dan Amerika. B. Pemasalahan Sebagaimana tampak dalam latar belakang, bahwa penelitian ini hendak menelusuri pemikiran hukum Islam Jasser Auda dan sekaligus melihat sejauh mana relevansinya dalam pembaharuan hukum Islam kontemporer. Oleh karena itu, perlu diajukan beberapa pertanyaan penelitian atau permasalahan agar penelitian ini lebih jelas, terperinci, dan fokus. Penulis membagi permasalahan ini menjadi tiga bagian, yaitu identifikasi masalah, perumusan masalah, dan pembatasan masalah. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, beberapa permasalahan penting dapat teridentifikasi sebagai berikut: a. Bagaimana formulasi pembaharuan hukum Islam yang ditawarkan Jasser Auda? b. Apa relevansi pembaharuan hukum Islam yang ditawarkan Jasser Auda terhadap perumusan hukum Islam kontemporer? c. Bagaimana konstruk pemikiran maqa>s}id al-shari>’ah Jasser Auda? d. Bagaimana relasi us}u>l al-fiqh, maqa>s}id al-shari>’ah, dan ilmu-ilmu sosial dalam pemikiran hukum Islam Jasser Auda? 38

Lihat naskah orasi ilmiah Amin Abdullah berjudul Agama, Ilmu, dan Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, 26 (belum dipublikasikan).

Budaya:

11

e. Bagaimana penenarapan pemikiran maqa>s}id alshari>’ah Jasser Auda dalam permasalahan fiqh, baik terhadap isu lama ataupun isu kontemporer 2. Perumusan Masalah Dengan demikian, berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirangkum rumusan masalah dalam sebuah kalimat, yaitu: ‚Bagaimana konstruk pemikiran hukum Islam Jasser Auda tentang maqa>s}id al-shari>‘ah dan penerapannya dalam persoalan fiqh serta posisinya di tengah pemikir hukum Islam lainnya?‛ Rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam dua pertanyaan: pertama, bagaimana konstruk pemikiran maqa>s}id alshari>‘ah Jasser Auda dan penerapannya dalam persoalan fiqh? Kedua, bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dan penerapannya dalam fiqh dibanding ulama lain? 3. Pembatasan Masalah Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada dua aspek: pertama, dari aspek pembahasan, penelitian ini hanya dibatasi pada penerapan maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dalam fiqh ibadah, nikah, dan politik; kedua, dari sumber data yang digunakan, penelitian ini dibatasi pada karya-karya Jasser Auda yang ditulis dari tahun 2006-2016, sebab dalam rentang waktu tersebut Jasser banyak menulis tentang maqa>s}id al-shari>‘ah dan penerapannya dalam fiqh ibadah, nikah, dan politik. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pemikiran hukum Islam Jasser Auda dan penerapannya dalam persoalan fiqh. Adapun tujuan spesifik dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan konstruk pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dan penerapannya dalam persoalan fiqh. 2. Menjelaskan posisi pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dan penerapannya dalam bidang fiqh di tengah ulama lain.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan secara teoritis berguna untuk mengembangkan sebuah pemikiran alternatif untuk memahami dan 12

merumuskan hukum Islam kontemporer, sehingga dapat memberikan solusi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan oleh para sarjana hukum Islam atau akademisi pada umumnya untuk menganalisis dan mereformasi hukum agar sejalan dengan modernitas. E. Penelitian Terdahulu yang Relevan Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian tentang pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dan penerapannya dalam fiqh belum banyak dilakukan. Kendati demikian, penelitian tentang maqa>s}id alshari>‘ah sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Oleh sebab itu, pada bagian ini, penulis akan mendiskusikan beberapa penelitian yang berkaitan dengan maqa>s}id al-shari>‘ah secara umum dan penelitian yang berkaitan dengan Jasser Auda secara khusus guna melihat perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya. Al-T{a>hir Ibn ‘A<shu>r merupakan tokoh pertama yang menghidupkan kembali kajian maqa>s}id al-shari>‘ah di era modern setelah sekian lama terpendam. Buku Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Islamiyyah karya Ibn ‘A<shu>r adalah rujukan utama dalam kajian maqa>s}id al-shari>‘ah setelah al-Muwa>faqa>t karya al-Sha>t}ibi>. Dalam buku ini, Ibn ‘A<shu>r menegaskan perlunya merumuskan ulang metodologi hukum Islam yang berbasis pada premis-premis yang pasti dan berorientasi pada tujuan syariat. Maqa>s}id al-shari>‘ah dianggap oleh Ibn ‘A<shu>r sebagai ilmu yang dapat mengantarkan pada tujuan ini. Oleh sebab itu, dia mengajak agar meninggalkan ilmu us}u>l al-fiqh dan berpindah pada kajian maqa>s}id alshari>‘ah. Meskipun pada mulanya maqa>s}id al-shari>‘ah bagian dari us}u>l alfiqh, tetapi menurut Ibn ‘A<shu>r, kedua disiplin ini perlu dipisahkan agar maqa>s}id dapat berkembang dan digunakan dalam merumuskan hukum. Keharusan pemisahan ini didasarkan pada tiga argumentasi: pertama, us}u>l al-fiqh tidak berpijak pada argumentasi dan pondasi yang pasti atau minimal mendakati kepastian. Ketidakpastian ini menyebabkan banyaknya terjadi perbedaan pendapat di antara ulama karena tidak ada standar metodologi yang dapat dijadikan acuan bersama. Kedua, us}u>l alfiqh dirumuskan setelah adanya fiqh, sehingga pada sebagian mazhab, us}u>l al-fiqh hanya digunakan untuk memperkuat pendapat fiqh para Imam mazhab. Ketiga, kajian kebahasaan lebih mendominasi dalam us}u>l al-fiqh daripada pembahasan maqa>s}id al-shari>‘ah. Ahli us}u>l al-fiqh lebih fokus pada bagaimana memaknai teks agar sesuai dengan makna asli bahasa Arab dan sangat jarang memperhatikan tujuan dasar syariat

13

dalam perumusan hukum. Malahan, maqa>s}id lebih banyak dibahas dalam kajian fiqh dan kaidah fiqh ketimbang us}u>l al-fiqh.39 Kritik terhadap us}u>l al-fiqh juga dilontarkan oleh Hashim Kamali dalam artikel Issues in the Legal Theory of Us}u>l and Prospects for Reform. Menurut Kamali, us}u>l al-fiqh hampir tidak berfungsi di bawah tekanan modernitas, terutama pada negara-negara yang menganut sistem hukum modern. Terlebih lagi, us}u>l al-fiqh dirumuskan pada situasi masa yang sangat berbeda dengan era modern dan sebagian teorinya, misalnya qiya>s, memiliki persyaratan-persyaratan yang sangat ketat, sehingga sulit diterapkan untuk merespon persoalan kekinian. Kendati demikian, beberapa teori us}u>l al-fiqh, seperti ijtiha>d, ijma>’, dan maqa>s}id al-shari>‘ah, masih relevan digunakan pada masa sekarang. Maqa>s}id al-shari>‘ah perlu diberi ruang seluas-luasnya pada saat proses ijtihad karena dia tidak terbebani dengan persyaratan teknis dan formal, lebih fleksibel, dan akomodatif dengan perubahan zaman.40 Signifikansi maqa>s}id di era kontemporer dibahas oleh Hashim Kamali dalam artikel Maqa>s}id al-Shari>‘ah: The Objectives of Islamic Law. Dalam artikel ini, dia mendiskusikan perkembangan kajian maqa>s}id al-shari>‘ah, metodologi, dan relevansinya dalam ijtihad. Selama ini maqa>s}id dianggap lemah dan tidak dapat digunakan karena tidak memiliki metodologi yang jelas, mapan, dan meyakinkan seperti metode us}u>l al-fiqh. Melalui artikel ini, kesimpulan tersebut dibantah Kamali dengan menunjukkan beberapa metodologi maqa>s}id al-shari>‘ah, seperti istiqra>’, asbab al-nuzu>l, dan lain-lain. Perkembangan pesat kajian maqa>s}id belakangan ini, menurut Kamali, menandakan kekurangan dan kegagalan us}u>l al-fiqh dalam menyediakan metodologi praktis untuk perumusan hukum Islam kontemporer.41 Berbeda dengan pendapat Hashim Kamali, ‘Abd al-Qa>dir H{irzillah dalam bukunya D{awa>bit} I’tiba>r al-Maqa>s}id menolak klaim tekstualis us}u>l al-fiqh, anggapan bahwa us}u>l al-fiqh mengabaikan maqa>s}id al-shari>‘ah, dan pernyataan us}u>l al-fiqh tidak relevan pada masa sekarang. Menurutnya, perkembangan kajian maqa>s}id belakangan ini sebenarnya dipengaruhi oleh jasa ulama us}u>l al-fiqh terdahulu. Bukankah tokoh yang dirujuk ahli maqa>s}id masa sekarang seluruhnya adalah ulama us}u>l al-fiqh, sehingga tidak mungkin ulama usu>l al-fiqh 39

Al-T{a>hir Ibn ‘A<shu>r, Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Islamiyyah, (Kairo: Da>r al-Sala>m, 2001). 40 Mohammad Hashim Kamali, ‚Issues in the Legal Theory of Us}u>l and Prospects for Reform,‛ Islamic Studies, Vol. 40, No. 1 (2001): 5-23. 41 Mohammad Hashim Kamali, ‚Maqa>s}id al-Shari>‘ah: The Objective of Islamic Law,‛Islamic Studies, Vol. 38, No. 2 (1999): 193-208.

14

mengabaikan maqa>s}id al-shari>‘ah dalam perumusan hukum. Sebenarnya, teori hukum Islam yang ditawarkan oleh para pembaharu Islam substansinya tidak jauh berbeda dengan teori ulama terdahulu, meskipun istilah yang digunakan berbeda-beda. ‘Abd al-Qadir mencontohkan teori qiya>s baru yang ditawarkan H{asan Tura>bi>, pada prinsipnya hampir sama dengan teori istih}sa>n yang dikenalkan mazhab H{anafi>.42 Perkembangan kajian maqa>s}id di era kontemporer mendapat perhatian dari David Johnston. Dalam artikelnya A Turn in the Epistemology and Hermeneutics of Twentieth Century Us}u>l al-Fiqh, dia menyimpulkan bahwa telah terjadi pergeseran epistemologi hukum Islam pada abad 20. Kesimpulan ini diperoleh setelah ia melakukan kajian dan analisis terhadap pemikir Islam kontemporer, misalnya Muh}ammad ‘Abduh, Muh}ammad Rashi>d Rid}a>, ‘Abd al-Razza>q Sanhuri, ‘Abd alWahha>b Khalla>f, Muh}ammad Abu> Zahra, dan Muhammad Hashim Kamali. Pergeseran epistemologi yang dimaksud Johnston adalah pada masa klasik doktrin ‘Ash‘ariyyah mendominasi pikiran ulama us}u>l alfiqh, sehingga persoalan-persoalan baru dihukumi berdasarkan konsensus ulama (ijma>’) dan penalaran analogis (qiya>s), dan mereka jarang sekali menulusuri hikmah hukum dan memikirkan alasan rasional sebuah hukum. Sementara pada masa sekarang, pendekatan mu’tazilah tampaknya lebih banyak digunakan karena lebih menekankan pada rasionalitas dan alasan di balik perintah Tuhan. Dalam bahasa lain, pemikiran hukum Islam bergeser dari paradigma analogi-formal (qiya>s) menuju paradigma rasional-substantif. Pergeseran ini ditandai dengan memberi keistimewaan pada nilai universal syariat (al-kulliyyah) pada saat memahami dalil-dalil spesifik (juz’iyyah) dan penggunaan mas}lah}ah dalam merespon persoalan baru agar sesuai dengan perubahan zaman.43 Pernyataan Ibn ‘A<shu>r di atas, tentang pemisahan maqa>s}id alshari>‘ah dari us}u>l al-fiqh dan keinginan untuk menjadikannya disiplin mandiri (‘ilm mustaqil), menimbulkan perdebatan di kalangan ulama dan akademisi. Isma>‘i>l al-H{asani> termasuk peneliti awal yang mendiskusikan pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Ibn ‘A<shu>r dalam bukunya Naz}ariyyah alMaqa>s}id ‘Ind al-Ima>m Muh}ammad al-T{a>hir Ibn ‘A<shu>r. Dia menyimpulkan bahwa maqa>s}id sudah layak dikatakan sebagai sebuah ilmu yang berbeda dengan us}u>l al-fiqh, sebab ia memiliki pembahasan (mawd}u>’), metodologi (al-manh}aj), dan tujuan (ahda>f) tersendiri. 42

‘Abd al-Qa>dir H{irzillah, D{awa>bit} I’tiba>r al-Maqa>s}id, (Riyad: Maktabah al-Rush, 2007). 43 David Johnston, ‚A Turn in the Epistemology and Hermeneutics of Twentieth Century Us}u>l al-Fiqh,‛ Islamic Law and Society, Vol. 11, No. 2 (2004): 233-282.

15

Kendati demikian, pada tataran pelaksanaan dan prakteknya, maqa>s}id tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dari us}u>l al-fiqh, karena perumusan hukum Islam tidak mungkin sempurna tanpa memahami ilmu kebahasaan terlebih dahulu, kemudian diperkuat dengan pemahaman terhadap maksud dan tujuan syariat.44 Pentingnya menyeimbangkan teori bahasa yang terdapat dalam us}u>l al-fiqh dan maqa>s}id al-shari>‘ah ditegaskan pula oleh Yu>suf alQarad}a>wi> melalui bukunya Dira>sah fi> al-Fiqh al-Maqa>s}id al-Shari>‘ah: Bayn al-Maqa>s}id al-Kulliyyah wa al-Nus}u>s} al-Juz’iyyah. Buku ini ditulis sebagai kritik terhadap kelompok neo-literalis yang mengabaikan maqa>s}id al-shari>‘ah dan kemaslahatan dalam memahami teks, dan kelompok rasional (ta’t}i>l al-nus}u>s}) yang mengabaikan teks dalam memahami hukum dan memosisikan rasionalitas di atas wahyu. Menurut al-Qarad}a>wi>, kedua pendekatan ini, baik tekstual dan rasional, mestinya digunakan secara proposional dan tidak boleh mengabaikan salah satunya, yaitu dengan cara memahami hukum berdasarkan pertimbangan dalil umum dan dalil khusus. Pada saat perumusan hukum kedua dalil ini perlu diperhatikan dan tidak boleh terlalu fokus pada satu dalil dalam memahami hukum agar tidak terjebak pada literalisme.45 Metode yang ditawarkan al-Qarad}a>wi> ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah dijelaskan al-Shat}ibi> dalam al-Muwa>faqa>t, bahwa dalil umum dan khusus perlu digunakan dalam perumusan hukum agar terhindar dari kesalahan. Al-H{asan al-Shahi>d dalam bukunya al-Khit}ab al-Maqa>s}idi> alMu‘a>s}ir merekomendasikan agar perlunya dipertegas relasi maqa>s}id alshari>‘ah dengan us}u>l al-fiqh dan hubungan maqa>s}id dengan fiqh. Persoalan ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan dan belum ada kesepakatan terkait relasi maqa>s}id dengan ilmu lain. Selain menegaskan perlunya mencari titik-temu maqa>s}id dengan ilmu keislaman lainnya, khususnya hukum Islam, al-H{asan al-Shahi>d juga menekankan pentingnya memperkaya teori maqa>s}id al-shari>‘ah dengan ilmu sosial dan humaniora guna membuatnya relevan dengan perubahan zaman dan akomodatif dengan perubahan sosial.46 Sayangnya, dalam buku ini, AlShahi>d belum menjelaskan relasi maqa>s}id dengan us}u>l al-fiqh, fiqh, dan ilmu sosial secara komprehensif dan detail. 44

Isma>‘il al-H{asani>, Naz}ariyyah al-Maqa>s}id ‘Ind al-Ima>m Muh}ammad alT{a>hir Ibn ‘A<shu>r, (Herndon: IIIT, 1995). 45 Yu>suf al-Qarad}a>wi>, Dira>sah fi> al-Fiqh al-Maqa>s}id al-Shari>‘ah: Bayn alMaqa>s}id al-Kulliyyah wa al-Nus}u>s} al-Juz’iyyah, (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 2017). 46 Al-H{asan al-Sha>hid, al-Khit}a>b al-Maqa>s}idi> al-Mu‘a>s}irah, (Beirut: Nama, 2013).

16

Amin Abdullah dalam ‚Bangunan Baru Epistemologi Keilmuan Studi Hukum Islam dalam Merespon Globalisasi‛, menyimpulkan bahwa kajian maqa>s}id al-shari>‘ah hanya dapat dikembangkan jika seseorang ilmuwan dan peminat hukum Islam dapat memadukan dua pendekatan sekaligus, yaitu pendekatan kesejarahan dan kefilsafatan. Untuk memperkuat kesimpulan ini, Amin menjadikan Abdullah Saeed dan Jasser Auda sebagai objek penelitiannya. Abdullah Saeed dianggap sebagai intelektual yang menggunakan pendekatan kesejarahan dalam menganalisis hukum Islam dan Jasser Auda sebagai intelektual yang meggunakan pendekatan filsafat, khususnya filsafat sistem, dalam memahami hukum Islam.47 Studi yang dilakukan Amin Abdullah ini setidaknya sudah menjawab kegelisahan al-H{asan al-Shahi>d terkait relasi maqa>s}id al-shari>‘ah dengan ilmu sosial. Meskipun dalam tulisan ini, Amin tidak banyak mendiskusikan relasi maqa>s}id dengan us}u>l alfiqh dan fiqh. Sanuri dalam disertasinya berjudul ‚Pergeseran Paradigmatik Dalam Diskursus Maqa>s}id al-Shari>‘ah (Telaah Pemikiran Jasser Auda)‛ menyimpulkan adanya pergeseran paradigma dalam diskursus maqa>s}id al-shari>‘ah. Perubahan paradigma ini disebabkan oleh transformasi pemikiran, realitas dan perubahan sosial, politik dan budaya yang berkembang pada masa modern. Menurut Sanuri, setidaknya ada tiga perubahan nyata dalam diskursus maqa>s}id kontemporer: perubahan dari partikularitas menuju universalitas; dari dominasi teologi kausalitas menuju orientasi tujuan; dari prinsip melindungi menuju pengembangan. 48 Penelitian yang dilakukan Sanuri ini memperkuat pandangan David Johnston di atas bahwa telah terjadi pergeseran epistemologi us}u>l al-fiqh pada abad 20. Akan tetapi, disertasi ini belum mendiskusikan pemikiran hukum Islam Jasser Auda secara utuh, khususnya terkait penerapan maqa>s}id al-shari>‘ah dalam teori us}u>l al-fiqh dan fiqh. Penelitian ini tampaknya hanya difokuskan pada karya awal Jasser Auda, yaitu Maqa>s}id al-Shari>‘ah as as Philosophy of Islamic Law, dan belum banyak membahas pemikiran hukum Islam Jasser yang terdapat dalam Fiqh alMaqa>s}id, Bayn al-Shari>‘ah wa al-Siya>sah, dan Dawlah al-Madaniyyah, sebab dalam tiga buku ini Jasser banyak menjelaskan penerapan maqa>s}id dalam persoalan fiqh. 47

M. Amin Abdullah, ‚Bagunan Baru Epistemologi Keilmuan Studi Hukum Islam dalam Merespon Globalisasi.‛ Asy-Syir’ah: Jurnal Ilmu Syariat dan Hukum, Vol. 46. II, Juli-Desember (2012):1-38. 48 Sanuri, ‚Pergeseran Paradigmatik dalam Diskursus Maqa>s}id al-Shari>‘ah (Telaah Pemikiran Jasser Auda),‛ Disertasi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

17

Selain Amin Abdullah dan Sanuri, ada beberapa tulisan lain yang membahas Jasser Auda, seperti ‚Menuju Hukum Islam yang Inklusif-Humanistis: Analisis Pemikiran Jasser ‘Auda tentang Maqas}i>d al-Shari>‘ah‛ karya Muhammad Salahuddin49 dan ‚Maqa>s}id al-Shari>‘ah Metode Analisis Sistem dalam Filsafat Hukum Islam: Studi Pemikiran Jasser Auda,‛ karya Musyarrofah dan Chumaidah.50 Seperti dua penelitian sebelumnya, artikel ini tidak banyak memberikan jawaban terkait relasi maqa>s}id al-shari>‘ah dengan us}u>l al-fiqh, kemudian bagaimana penerapannya dalam fiqh. Atas dasar kekurangan itu, penelitian ini hadir untuk melengkapi penelitian tentang Jasser Auda yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini akan difokuskan pada pemikiran hukum Islam Jasser Auda secara mendalam dan utuh, baik metodologinya maupun penerapannya dalam persoalan fiqh klasik ataupun kontemporer. F. Metodologi dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan (library research). Artinya, data dan bahan kajian yang dipergunakan berasal dari sumber-sumber kepustakaan, baik berupa buku, majalah, naskah-naskah, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan lain-lain, yang berkaitan dengan pemikiran Jasser Auda tentang maqa>s}id al-shari>‘ah dan penerapannya dalam persoalan fiqh. Lebih spesifik lagi, dalam kajian hukum Islam penelitian ini termasuk kategori penelitian filosofis-normatif-empiris.51 Penelitian ini 49

Lihat Muhammad Salahuddin, ‚Menuju Hukum Islam yang InklusifHumanistis: Analisis Pemikiran Jasser Auda tentang Maqa>s}id al-Shari>‘ah,‛ ULUMUNA: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 16, No. 1 (Juni 2012): 103-124. 50 Musyarrofah dan Chumaidah, ‚Maqa>s}id al-Shari>’ah Metode Analisis Sistem dalam Filsafat Hukum Islam: Studi Pemikiran Jasser Audah,‛ dalam Studi Islam Perspektif Insider/Outsider, ed: M. Arfan (Jogjakarta: Ircisod, 2012). 51 Atho Mudzhar mengkategorikan penelitian hukum menjadi tiga kategori: studi filsafat hukum, studi hukum Islam normatif, dan studi hukum Islam empiris. Studi filsafat hukum merupakan kajian tentang teori-teori hukum, seperti us}u>l al-fiqh, qawa>id al-fiqhiyah, maqa>s}id al-shari>‘ah, dan lainlain. Studi hukum normatif lebih mengarah kepada kajian tentang literatur hukum Islam yang meliputi ayat-ayat dan hadis-hadis ah}ka>m, kitab-kitab fikih, keputusan-keputusan pengadilan, fatwa-fatwa mufti atau ulama. Sementara studi hukum Islam empiris, difokuskan kepada sosiologi hukum Islam yang mengkaji interaksi masyarakat dengan hukum Islam, baik respon masyarakat ataupu dampaknya. Termasuk dalam kategori ini juga penelitian tentang tokoh

18

disebut filosofis karena yang dibahas ialah asas-asas hukum Islam atau filsafat hukum Islam, yang lebih populer dengan nama maqas}i>d alshari>‘ah, us}u>l al-fiqh atau metodologi hukum Islam. Disebut normatif karena penelitian ini juga mendiskusikan persoalan fiqh, pendapat, dan fatwa ulama. Disebut empiris karena yang dibahas adalah pemikiran seseorang terhadap hukum Islam. Pemikiran seseorang tentu tidak terlepas dari dialektika antara subjek, yang dipengaruhi oleh realitas sosial dan historis, dengan objek yang dipahami. 2. Sumber Data Sebagaimana ditegaskan, bahwa penelitian ini menggunakan metode kepustakaan, yang menjadikan teks sebagai objek penelitian. Penulis membagi sumber data menjadi dua kategori, yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer ialah buku-buku yang ditulis oleh Jasser ‘Audah, khususnya yang berkaitan dengan pemikiran hukum Islam Auda, di antaranya Fiqh al-Maqa>s}id: Ina>t}ah al-Ahka>m al-Shari>‘ah bi-

maqa>s}idiha> (2006), Maqa>s}i>d al-Shari>‘ah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach (2007), maqa>s}i>d al-shari>‘ah: Maqa>s}i>d al-Shari>‘ah: Dali>l lil-Mubtadi’ (2011), Maqa>s}id al-shari>‘ah ka-Falsafah al-T{ashri>’: Ru’yah al-Mandhu>miyah (2012), Bayn al-Shari>’ah wa al-Siya>sah: As’ilah li-Marh}alah ma ba’d al-Thawra>t (2013), Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Tajdi>d al-Fiqh al-Isla>mi> al-Mu‘as}irah (2014), al-Dawlah al-Madaniyyah (2016). Di samping itu, untuk memperkuat penelitian ini, penulis juga

melakukan wawancara pribadi dengan Jasser Auda. Adapun sumber data sekunder ialah buku-buku atau artikel yang berkenaan dengan analisis terhadap pemikiran Jasser ‘Audah serta bukubuku atau hasil penelitian tentang maqa>s}id al-shari>‘ah dan pembaharuan hukum Islam secara umum, seperti: Bangunan Baru Epistemologi Hukum Islam karya Amin Abdullah, Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Islamiyah karya al-T}a>hir Ibn ‘Ashu>r, Maqa>s}id al-Shari>‘ah wa Maka>rimuha> karya ‘Alla>l al-Fa>ssi>, Maqa>s}id al-Shari>‘ah karya T}aha Ja>bir al-Alwa>ni, Tajdi>d al-Fikr al-Isla>mi> karya Hasa>n al-Tura>bi>, al-Muwa>faqa>t karya Abu> Isha>q al-Sha>t}ibi>, Dira>sah fi> al-Fiqh al-Maqa>s}id karya Yu>suf al-Qarad}a>wi>, alFikr al-Maqa>s}idi> karya Ah}mad al-Raysu>ni>, dan lain-lain. Sebagai pengayaan data, penulis juga mengutip laporan-laporan jurnalistik,

hukum Islam, dengan mengkaji latar-belakang sosial, politik, dan kultur yang mendasari pemikirannya. Lihat M. Atho Mudzhar, ‚Tantangan Studi Hukum Islam di Indonesia Dewasa Ini,‛ Jurnal Indo-Islamika, Vol. 2. No. 1 (2012), 9597.

19

seperti wawancara Cristoph Deyer dengan Jasser ‘Audah, website, dan buku-buku yang ada hubungannya dengan tema ini. 3. Metode Pengumpulan Data Mengingat penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka salah satu metode pengumpulan datanya adalah metode dokumentasi.52 Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen pribadi maupun dokumen resmi yang didapatkan dari kepustakaan. 4. Metode Analisis Data Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis-komparatif yang berguna untuk mendeskripsikan, menganalisis teori maqa>s}id al-shari>’ah Jasser Auda dan penerapannya dalam kasus fikih, serta membandingkan pendapatnya dengan tokoh lain. Perbandingan ini dilakukan guna melihat persamaan dan perbedaan pemikiran Jasser Auda dengan intelektual muslim lainnya. Dalam penelitian ini, penulis banyak merujuk pada al-Sha>t}ibi>, al-T{a>hir Ibn ‘A<shu>r, Yu>suf al-Qara>d}awi>, Ah}mad al-Raysu>ni>, T{aha Ja>bir, Jama>l alBanna>, dan al-Ja>biri> sebagai perbandingan dari pemikiran Jasser Auda. Pada saat menganalisis data yang berkaitan dengan penelitian ini, penulis menggunakan metode content analysis (analisis isi). 5. Pendekatan Penelitian Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis pemikiran tokoh: rujukan yang digunakan, baik normatif maupun empiris; konteks sosial dan budaya ketika pemikiran diformulasikan; substansi pemikiran mencakup dimensi historis, defenisi, dan idealisme; saluran dan komunitas pendukung produk pemikiran.53 Penelitian ini akan difokuskan pada konteks sosial, budaya, dan struktur pengetahuan ketika pemikiran hukum Islam Jasser Auda diformulasikan, subtansi pemikiran, serta penerapannya dalam persoalan fiqh. Secara garis besar penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, filosofis, dan historis. Pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat konteks sosial dan budaya ketika pemikiran diformulasikan. Bagaimanapun pemikiran adalah hasil dari dialektika antara seseorang

52

Penelitian kualitatif memiliki beberapa metode pengumpulan data, di antaranya adalah metode wawancara, dokumenter, observasi, bahan visual, dan penelusuran online. Lihat H. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2012), 110-130. 53 Cik Hasan Bisri, Model Penelitian Fiqh Jilid 1, (Bogor: Kencana, 2003), 194.

20

dengan konteks sosial dan objek yang diamati.54 Pendekatan filosofis bertujuan untuk mengungkap substansi pemikiran seorang tokoh, baik dari aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis.55 Agar lebih spesifik, penelitian ini menggunakan dua teori utama sebagai pisau analisis. Kedua teori tersebut ialah strukturalisme-konstruktif Bourdieu dan hermeneutika-filosofis Gadamer. Teori strukturalisme-konstruktif sangat efektif untuk melihat dialektika antara seorang pemikir dan setting sosialnya. Teori ini mengasumsikan bahwa manusia bukanlah subjek yang pasif ataupun individu yang bebas, tanpa dipengaruhi oleh struktur sosial. Akan tetapi, ada hubungan yang saling mempengaruhi antara individu dan realitas sosial, subjektivitas dan objektivitas, agen dan struktur. Dalam bahasa Bourdieu, dari kesalingterkaitan antara habitus dan field itulah praktik sosial dan individual muncul.56 Kemudian teori strukturalisme-konstruktif ini dipadu dengan hermeneutika-filosofis Gadamer. Teori ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa pemahaman seseorang pemikir terhadap teks yang dia baca, sangat terkait dengan horizon dan subjektifitas penafsir, sehingga penafsir terlebih dahulu memiliki pra-pemahaman sebelum menafsirkan sesuatu.57

54

Penjelasan mengenai karakteristik pendekatan sosiologi, lihat Michael S. Northcott, ‚Pendekatan Sosiologis,‛ tej: Imam Khoiri, dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, ed: Peter Connolly (Yogyakarta: LKIS, 2002), 271. 55 Rob Fisher, ‚Pendekatan Filosofis," dalam Aneka Pendekatan Studi Agama, 173-176. 56 Habitut dan field merupakan istilah kunci dalam pemikiran Bourdieu. Habitut berati pembatinan nilai-nilai sosial-budaya yang beragam, yang akan melahirkan berbagai macam bentuk tindakan atau konstruksi psikologis (mental) individu secara sosial, nilai-nilai mental yang dibentuk oleh lingkungan sosial-budaya. Habitut juga bisa dikatakan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang dunia, yang memberikan kontribusi tersendiri pada realitas dunia. Menurut Bourdieu, habitut bukan sesuatu yang mapan, stabil, akan tetapi ada evolusi konstan dan kemungkinan praktik yang berbeda, tergantung pada lingkungan eksternal (field) tempat ia tertanam. Sementara, field dimaknai dunia sosial yang terus-menerus berada dalam proses diferensiasi progresif. Field juga bisa berati semesta sosial tertentu, yang didefenisikan sebagai tempat para agen atau aktor sosial saling bersaing. Lihat Akhyar Yusuf Lubis, Postmodernisme: Teori dan Metode (Jakarta:Rajawali Press, 2014), 108116. 57 Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Press, 2014), 200.

21

G. Sistematika Pembahasan Penelitian ini akan ditulis menjadi lima bab, dengan perincian sebagai berikut: Bab pertama, berupa pendahuluan, yang di dalamnya membahas latar belakang, identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah. Selain itu juga memuat tujuan dan signifikansi penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab pertama ini merupakan bentuk kerangka pikir dan kerangka kerja yang akan dilaksanakan dalam menyelesaikan penelitian ini Bab kedua, bagian ini mendiskusikan perkembangan kajian maqa>s}id al-shari>‘ah, perdebatan ulama mengenai posisi maqa>s}id alshari>‘ah dalam hukum Islam dan relasinya dengan us}u>l al-fiqh, dan tipologi kajian maqa>s}id al-shari>‘ah dilihat dari kecenderungan epistemologinya. Tiga pembahasan ini penting didiskusikan pada bagian kedua ini sebagai landasan teoritik dan untuk mengetahui lebih dalam pemetaan kajian maqa>s}id al-shari>‘ah serta permasalahan apa saja yang didiskusikan selama ini terkait maqa>s}id al-shari>‘ah. Bab ketiga, bagian ini secara khusus membahas biografi Jasser Auda. Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang pendidikan, karyakarya yang pernah ditulis Jasser Auda, dan aktifitasnya. Dalam pembahasan biografi ini akan dijelaskan kontribusi Jasser Auda terhadap kajian maqa>s}id al-shari>‘ah, baik dalam bentuk karya, kelembagaan, dan lain-lain. Bagian ketiga ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang pendidikan Jasser, konteks sosial pemikirannya, serta perannya dalam perkembangan kajian maqa>s}id al-shari>‘ah kontemporer. Bab keempat, secara spesifik membahas konstruk pemikiran maqa>sid al-shari>’ah Jasser Auda. Pemikiran hukum Islam Jasser didasarkan pada pendekatan sistem, maqa>s}id al-shari>‘ah, dan us}u>l alfiqh. Ketiga disiplin ini dalam pandangan Jasser memiliki keterkaitan antara satu sama lainnya. Untuk melihat korelasi masing-masing disiplin ini, maka ada empat hal yang perlu didiskusikan pada bagian ini: pertama, korelasi logika Yunani denga hukum Islam; kedua, kelemahan basis logika us}u>l al-fiqh tradisional; ketiga, hukum Islam ditinjau dari pendekatan sistem; keempat; pengoptimalan maqa>s}id al-shari>‘ah dalam kajian us}u>l al-fiqh. Bagian ini bertujuan untuk mengungkap aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis dari pemikiran hukum Islam Jasser Auda. Bab kelima, mendiskusikan penerapan teori maqa>s}id al-shari>‘ah dalam fiqh ibadah, nikah, dan politik. Bagian ini bertujuan untuk melihat bagaimana penerapan pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dalam 22

persoalan fiqh. Di samping itu, pembahasan ini juga bertujuan untuk melihat relevansi pemikiran Jasser Auda yang didiskusikan pada bab sebelumnya dalam merespon persoalan fiqh klasik ataupun kontemporer. Bab keenam, berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan rekomendasi. Pada bagian ini akan disajikan kesimpulan dari kajian penulis terhadap kontsruk pemikiran maqa>s}id al-shari>‘ah Jasser Auda dan penerapannya dalam persoalan fiqh ibadah, nikah, dan politik. Penelitian ini tentu banyak memiliki kekurangan dan tidak mencakup semua aspek. Atas dasar itu, bagian ini dilengkapi dengan rekomendasi, agar bisa dilanjutkan oleh para peneliti berikutnya.

23

Related Documents

Hukum Islam
August 2019 39
Hukum Islam
August 2019 39
Hengki Irawan
November 2019 5
An Menurut Hukum Islam
June 2020 28

More Documents from "falqi"