BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit hemofilia di Indonesia kian berkembang dari awal tahun 1985 hingga saat ini. Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki-laki, dengan angka kejadian hemofilia sekitar 1 : 10.000 orang. Jumlah penyandang hemofilia di Indonesia cenderung meningkat. Dari registrasi oleh Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI), pada tahun 2012 tercatat sebanyak 1.585 orang, 2013 tercatat sebanyak 1.737 orang hingga sampai pada tahun 2015 telah tercatat 19.072 kasus terkait penyakit hemofilia yang berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Diduga kasus ini meningkat disebabkan karena, adanya underdiagnosis yang terjadi pada tahun 2012 sehingga, banyak penderita hemofilia yang baru diketahui di awal tahun 2015. Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit kelainan darah yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Bagi pasien hemofilia, pengobatan dan perawatan harus dilakukan seumur hidup, sehingga penderitanya terbebani secara fisiologis, psikologis, dan ekonomis seumur hidup. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lutut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita
1
hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak. Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu: 1. Hemofilia A (Hemofilia Klasik karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah), terjadi karena kekurangan Factor VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. 2. Hemofilia B (disebut Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada; terjadi karena kekurangan Factor IX protein dalam darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah. Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, berdasarkan kadar Factor VIII dan Factor IXdi dalam darah: Hemofilia Berat (kurang dari 1% dari jumlah normalnya) , dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas, Hemofilia Sedang (1% - 5% dari jumlah normalnya), perdarahan dapat terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan, Hemofilia Ringan (5% - 30% dari jumlah normalnya), mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi. Penderita hemofilia perlu mendapat penanganan khusus yakni dengan cepat dan tepat hingga tidak mengancam nyawa penderita. Tindakan medis baik yang dilakukan oleh dokter dan perawat harus lebih sigap dan professional. Oleh karenanya sebagai calon seorang perawat sangat diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman terhadap penyakit hemofilia meliputi: pengertian, etiologi, patafisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang terkait hemofilia agar, kelak kita dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat dan professional sesuai dengan keadaan atau kondisi
2
klien. Hal tersebut terkait hemofilia akan dikajidalam makalah ini, dengan judul: “HEMOFILIA“
1.2 Rumusan Masalah Adapun pokok permasalahan yang akan dikaji antara lain : 1. Apa pengertian dari hemofilia ? 2. Bagaimana etiologi dari hemofilia ? 3. Bagaimana patofisiologi dari hemofilia ? 4. Apa saja manifestasi klinis dari hemofilia ? 5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit hemofilia ? 6. Apa saja pemeriksaan pnunjang untuk hemofilia ?
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini yakni : 1) Tujuan Umum Untuk mengetahui, dan memahami penyakit hemofilia meliputi: pengertian, etiologi, patafisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang agar kelak mampu menerapkan proses asuhan keperawatan medikal bedah yang sesuai dengan kondisi klien. 2) Tujuan Khusus Berikut adalah tujuan khusus dibuatnya makalah ini, yakni : 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari hemofilia 2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari hemofilia 3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari hemofilia 4. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari hemofilia 5. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan penyakit hemofilia 6. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan pnunjang untuk hemofilia
3
1.4 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1). Bagi penulis Dengan ditulisnya makalah mengenai penyakit hemofilia maka, penulis bisa mengetahui informasi terkaitpenyakit hemofilia meliputi: pengertian, etiologi,
patafisiologi,
manifestasi
klinis,
penatalaksanaan
dan
pemeriksaan penunjang. Sehingga kelak mampu memberikan asuhan keperawatan secara tepat dan sesuai dengan kondisi klien. Selain itu melalui makalah ini, penulis bisa membagikan ilmunya kepada para pembaca. 2). Bagi pembaca Pembaca bisa mengetahui dan memahami informasi terkait terkait penyakit hemofilia meliputi: pengertian, etiologi, patafisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang dalam ruang lingkup kesehatan.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hemofilia Hemofilia adalah pernyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier dan bersifat letal. Hemofilia merupakan suatu kelainan genetika (bersifat menurun, bukan penyakit menular) pada darah yang disebabkan tubuh kurang memproduksi salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah, yang disebut faktor pembekuan darah. Seperti diketahui bahwa faktor pembekuan darah sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka disaat terjadi perdarahan. Dengan ketiadaan faktor pembekuan darah ini, perdarahan yang terjadi sulit dihentikan. Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : 1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama: a. Hemofilia klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah b. Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama: a. Christmas disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada
5
b. Hemofilia kekurangan Faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.Penderita hemofilia parah/ berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan.
Hemofilia A maupun B dapat dibedakan menjadi 3 : 1. Berat (kadar factor VIII atau IX < 1%) 2. Sedang (kadar factor VIII atau IX antara 1%-5%) 3. Ringan (kadar factor VIII atau IX antara 5%-30%)
2.2 Etiologi Hemofilia a. Faktor Genetik Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah memang menurun dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carier)
dalam
keluarganya, yang bisa secara langsung maupun tidak. Seperti kita ketahui, di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23
pasang kromosom dengan
berbagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembekudarah (fibrin). (Price & Wilson, 2003.) b. Faktor Epigenik Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII initereduksi. Aktifasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari 6
protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktifasi faktor X yang kompleks (”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktifitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka.
2.3 Patofisiologi Hemofilia Pada hemofilia, terjadi ketidak sempurnaan pembekuan darah di
jalur
intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguanya itu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemophiliac Faktor (AHF) atau faktor IX. AHF dalam mekanisme pembekuan darah intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk activator protrombin, di mana activator protrombin yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja pada fibrinogen yang akan membantu terbentuknya molekul fibrinogen monomer. Molekul fibrinogen monomer inilah yang akan membentuk benang-benang fibrin yang panjang yang merupakan reticulum bekuan darah . Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII atau IX, maka tidak akan terbentuk benang-benang fibrin yang merupakan reticulum bekuan darah sehingga darah sulit membeku (hemofila) karena melalui defisiensi faktor VIII maupun IX, tidak akan terbentuk faktor X teraktivasi yang membantu pembentukan activator protrombin. Karena activator protrombin tidak terbentuk, maka trombin juga tidak terbentuk. Hal ini akan mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pemebekuan darah sulit terjadi. Perdarahan di bagian dalam dapat mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi kaku dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian pada usia dini
7
2.4 Manifestasi Klinis Hemofilia 1) Gejala khasnya : hematrosis (perdarahan sendi) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak. Pendarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi. 2) Memar besar dan meluas dan pendarahan kedalam otot, sendi, dan jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. 3) Persendian yang bengkak, nyeri atau pembengkakan pada tungkai atau lengan (terutama lutut atau siku) bila perdarahan terjadi. 4) Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka dewasa. 5) Perdarahan hebat karena luka potong yang kecil. 6) Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Sebelum tersedia konsentrat faktor VIII, kebanyakan pasien meninggal akibat komplikasi hemophilia sebelum mereka mencapai usia dewasa. Ada juga penderita hemophilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai sekitar 5% dan 25% kadar faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak mengalami nyeri dan kecacatan pada otot maupun pendarahan sendi, namun mengalami perdarahan ketika cabut gigi atau operasi. Namun demikian, perdarahan tersebut dapat berakibat fatal apabila penyebabnya tidak diketahui dengan segera.
2.5 Penatalaksanaan Hemofilia 1. Penatalaksanaan Medis Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan
8
berhenti. Penghambat antibody yang ditunjukkan untuk melawan faktor pembekuan tertentu timbul pada 5% sampai 10% penderita defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX infase selanjutnya dari faktor tersebut membentuk anti bodi lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasma resesif untuk membuang inhibitor dan kompleks protombin yang memotong faktor VIII dan faktor IX yang terdapat dalam plasma beku segar. Produk sintetik yang baru yaitu: DDAVP (1-deamino 8-Dargirin vasopressin) sudah tersedia untuk menangani penderita hemofilia sedang. Pemberiannya secara intravena (IV), dapat merangsang aktivitas faktor VIII sebanyak tiga kali sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupakan produk sintetik maka resiko transmisi virus yang merugikan dapat terhindari. Hematosis bisa dikontrol jika klien diberi AHF pada awal perdarahan. Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mulai menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot. Prognosis untuk seorang yang menderita hemofilia semakin bertambah baik ketika ditemukannya AHF. 50% dari penderita hemofilia meninggal sebelum mencapai umur 5 tahun. Pada saat ini kejadian kematian jarang terjadi setelah trauma minor. Infusi di rumah menggunakan AHF meyakinkan pengobatan bahwa manifestasi pertama dari perdarahan dan komplikasi diatasi. Program training dengan panduan yang ketat. Ketika panduan ini diikuti dengan baik seseorang yang menderita hemofili akan sangat jarang berkunjung ke ruang imergensi. Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan 9
dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat. Beberapa penderita membentuk antibodi terhadap faktor VIII dan faktor IX yang ditransfusikan, sehingga transfusi menjadi tidak efektif.Jika di dalam darah contoh terdapat antibodi, maka dosis plasma konsentratnya dinaikkan atau diberikan factor pembekuan yang berbeda atau diberikan obat-obatan untuk mengurangi kadar antibodi. Kandungan : Kriopresipitas: fresh frozen plasma 8-100 unit antihemophilic globulin Faktor VIII : 2332 asam amino AHF : fresh frozen plasma 2. Penatalaksanaan Keperawatan Penderita hemofilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar tidak perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka. Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat bantu seperti tongkat. Kompreslah bagian tubuh yangterluka dan daerah sekitarnya dengan es atau bahan lain yang lembut & beku/dingin. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban elastis namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat terlalu keras. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan di atas benda yang lembut seperti bant.
2.6 Pemeriksaan Penunjang Hemofilia 1.
Pemeriksaan Lab. darah HemofiliaA : b. Defisiensi faktor VIII c. PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang d. PT (Protrombin Time/ waktu protombin) memanjang e. TGT (Thromboplastin Generation Test) / diferential APTT dengan plasma abnormal f. Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
10
Hemofilia B : a. Defisiensi faktor IX b. PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang c. PT (Protrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan normal d. TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan serum abnormal 2. Uji skrinning untuk koagulasi darah.
Jumlah thrombosit (normal)
Masa protrombin (normal)
Masa thromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan factor koagulasi intrinsic)
Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan thrombosit dalam kapiler)
Assys fungsional terhadap factor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
Masa pembekuan thrombin
3. Venogram (menunjukkan sisi actual dari thrombus) 4. Ultrasonograph Dopples atau Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui pembuluh darah)
11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan a) Hemofilia merupakan suatu kelainan genetika (bersifat menurun, bukan penyakit menular) pada darah yang disebabkan tubuh kurang memproduksi salah satu protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah b) Hemofilia diklasifikasikan menjadi 2 jenis yakni : hemofilia A (kurangnya faktor pembekuan darah yakni faktor VIII) dan hemofilia B (kurangnya faktor pembekuan darah yakni faktor IX) c) Etiologi hemofilia adalah disebabkan karena faktor genetik dan epigenik d) Patofisiologi pada hemofilia, terjadi karena ketidak sempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguanya itu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemophiliac Faktor (AHF) ataufaktor IX sehingga darah sukar membeku e) Manifestasi klinis yang muncul adalah terjadinya perdarahan yang hebat pada luka sedikit, memar hingga perdarahan sendi, hematuri dan lain-lain f) Penatalaksanaan
pada
penderita
hemofilia
adalah
dengan
penatalaksanaan medis dengan tindakan farmakologis dan tindakan keperawatan dengan tindakan non farmakologis g) Pemeriksaan penunjang terhadap penderita hemofilia adalah dengan melakukan pemeriksaan lab darah, uji skrinning untuk koagulasi darah, venogram, Ultrasonograph Dopples atau Pletismografi (menandakan aliran darah lambat melalui pembuluh darah)
12
3.2 Saran Dengan mengetahui dan memahami penyakit hemofilia terkait: pengertian, etiologi, patafisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjangnya maka, diharapkan sebagai seorang perawat kelak kita mampu memberikan asuhan keperawatan secara tepat dan sesuai dengan kondisi klien.
13
DAFTAR PUSTAKA
A.V. Hoffbrand dkk.2005.Hematologi Edisi ke-4.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC). http://scholar.unand.ac.id/13240/6/BAB%20I%20PENDAHULUAN%20 YOGA.pdf (diakses pada 14 Oktober 2017) /2012/04/askep-hemofilia-bab-i-pendahuluan-1.html (diakses pada 14 Oktober 2017) http://www.hemofilia.or.id (diakses pada 14 Oktober 2017)
https://bejoes.wordpress.com/2009/05/09/askep-hemofilia/ (diakses pada 14 Oktober 2017)
14