Hematemesis Melena karena Pendarahan Saluran Cerna Atas
Abstrak Hematemesis dan melena merupakan salah satu manifestasi dari pendarahan saluran cerna atas aktif. Hematemesis merupakan keadaan muntahan darah berwarna merah hitam, sedangkan melena merupakan keadaan dimana kotoran pasien berwarna hitam. Mengidentifikasikan sumber pendarahan adalah hal yang penting karena tindakan penatalaksanaannya nanti tergantung dari sumber pendarahan. Penyebab pendarahan saluran cerna atas yang paling sering di Indonesia adalah varises esophagus, gastritis erosiva, tukak peptik, robekan Mallory-Weiss, serta keganasan. Untuk menentukan lokasi pendarahan perlu dilakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti, selain itu juga diperlukan pemeriksaan penunjang yang standarnya adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas. Kata kunci : hematemesis, melena, pendarahan saluran cerna atas, varises esophagus, gastritis erosiva, tukak peptik, robekan Mallory-Weiss, keganasan, endoscopi Abstract Hematemesis and melena are manifestation of active upper gastrointestinal bleeding. Hematemesis is a condition where patient vomiting dark blood, whereas melena is when the patient’s stool become dark or black. Identifying the source of bleeding is a must because the further therapy depends on the etiology of the bleeding. The most often causes of upper gastrointestinal bleeding in Indonesia are esophagheal varices, erosive gastritis, peptic ulcer, Mallory-Weiss tear, and carcinoma. To determine source of the bleeding, a careful anamnesis and physical examination are needed. Upper Endoscopy is needed too to confirm the source of bleeding. Keywords : hematemesis, melena, upper gastrointestinal bleeding, esophageal varices, erosive gastritis, peptic ulcer, Mallory-Weiss tear, carcinoma, endoscopy
Pendahuluan Pendarahan saluran cerna dapat bermanifestasi dengan gejala yang ringan sampai denga pendarahan masif yang dapat mengancam jiwa.
Pendarahan saluran cerna dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas dan saluran cerna bagian bawah. Saluran cerna bagian atas (SCBA) dan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dipisahkan oleh ligamentum Treitz. Pendarahan SCBA 4 kali lebih sering dibandingkan dengan pendarahan SCBB.Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya pendarahan SCBA.1 Manifestasi lain dari pendarahan SCBA atas adalah melena. Melena merupakan keadaan dimana tinja pasien menjadi hitam dan berbau khas. Melena bisa juga merupakan manifestasi dari pendarahan usus halus dan bagian proksimal kolon.1 Penyebab pendarahan SCBA diantaranya adalah kelainan pada esophagus, kelainan pada lambung dan duodenum, penyakit darah, dan penyakit sistemik. Epidemiologi dan Etiologi Penyebab pendarahan SCBA yang paling sering dilaporkan adalah pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati hipertensi portal, sindroma Mallory-Weiss dan keganasan.2 Dalam kurun decade terakhir tampaknya pasien akibat pendarahan SCBA meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat pendarahan SCBA adalah 3,5-7 % sementara akibat pendarahan SCBB adalah 3,6 %.1 Anamnesis Anamnesis penting untuk memperkirakan sumber pendarahan SCBA dan mencari faktor resiko yang dimiliki oleh pasien. Tanyakan apakah pasien sedang menderita atau pernah menderita penyakit hati kronik, sirosis hati, atau penyakit lambung dan SCBA yang lain. Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ke arah ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah yang berulangulang sebelumnya yang tidak disertai darah kemudian baru-baru ini disertai darah memperberat dugaan ke arah sindrom Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebih memperberat dugaan ke gastritis, ulkus peptic, dan kadang-kadang varises esophagus.3 Adanya penurunan berat badan yang signifikan dan dalam waktu cepat mengarahkan pada kemungkinan keganasan. Pendarahan yang berat disertai dengan bekuan dan adanya pengobatan syok refrakter menunjukkan kemungkinan ke arah varises. Obat-obatan tertentu bisa memicu terjadi pendarahan SCBA ini antara lain obat analgetik antipiretik seperti aspirin, kortikosteroid, jamu-jamuan. Perlu juga ditanyakan apakah pasien sering mengkonsumsi alkohol untuk menyingkirkan kemungkinan sirosis hepatis. Perlu ditanyakan pula apakah timbul hematemesis dulu baru melena atau hanya melena saja. Perlu juga dicari kemungkinan false hematemesis dan false melena. False melena atau pseudomelena dapat terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan atau makanan tertentu seperti bismuth, charcoal, terapi besi, licorice, blueberry, dan beets.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan tentunya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital untuk terutama untuk menilai kestabilan hemodinamik pasien. Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan dengan inspeksi, perkusi, palpasi, dan auskultasi. Langkah awal pada semua kasus pendarahan saluran cerna adalah menentukan bertnya pendarahan dengan memfokuskan pada status hemodinamiknya. Pemeriksaan meliputi tekanan darah pada posisi berbaring, perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin), kelayakan napas, tingkat kesadaran, dan produksi urin. Pendarahan akut dalam jumlah darah melebihi 20 % volume darah akan mengakibatkan keadaan hemodinamik tidak stabil dengan tanda-tanda sebagai berikut : hipotensi (90/60 mmHg atau MAP < 70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100 kali per menit, tekanan diastolic ortostatik turun > 10 mmHg atau sistolik turun >20 mmHg, frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 kali/menit, akral dingin, kesadaran menurun, anuria, oliguria (urin <30 ml/jam),1 syncope, pusing, mual, dan merasa haus yang berlebihan.4 Kecurigaan pendarahan akut yang massif selain dari status hemodinamiknya yang tidak stabil juga bisa dilihat dari apakah pasien mengalami hematemesis, hematokezia ( berak darah segar), darah segar pada aspirasi pipa nasogatric dan dengan lavase tidak segera jernih, hipotensi persisten, dalam 24 jam menghabiskan tranfusi darah melebihi 800-1000 ml.1 Colok dubur penting dilakukan untuk memastikan warna feses dan kemungkinan adanya massa anorektal.2 Inspeksi dilakukan untuk mencari tanda-tanda anemia, kondisi umum pasien, dan mencari tanda-tanda stigmata sirosis hapatis. Tanda – tanda stigmata sirosis adalah splenomegaly, icterus, asites, edema, spider nervi, palmar eritema, ginekomastia, dan venektasi dinding perut.2 Perlu juga dicari tanda-tanda keganasan seperti limfadenopati, organomegali, dan penurunan berat badan yang signifikan akhir-akhir ini.4 Palpasi dilakukan terutama untuk mencari lokasi nyeri pada pasien, dan juga untuk meraba ada/tidaknya kelainan pada organ (misalnya pembesaran lien, hati,dsb) dan meraba ada/tidaknya massa abdomen. Bila pada palpasi ditemukan massa padat di daerah epigastrium, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan lambung atau keganasan hati lobus kiri.2Jika pada auskultasi ditemukan adanya suara hiperaktif usus menandakan sumber pendarahan berasal dari SCBA.4 Pendarahan SCBA karena Pendarahan Ulkus Peptik Ulkus/tukak peptic adalah defek berukuran di atas 5 mm, kedalaman mencapai lapisan submukosa. Ulkus peptic berbatas tegas, dapat menembus muscularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat menjadi perforasi. Ulkus peptic terdiri dari ulkus lambung dan ulkus duodenum.2Secara klinis, ulkus duodenum lebih sering ditemukan daripada ulkus gaster. Ulkus gaster ukurannya lebih besar dibandingkan dengan ulkus duodenum.1 Patogenesis dari terjadinya ulkus peptic dipengaruhi faktor defensive dan faktor aggresif. Faktor agresif yang paling sering adalah karena infeksi Helicobacter pylori dan obat-obatan seperti NSAID, kortikosteroid, aspirin. Faktor defensifnya adalah dari kekuatan epitel lambung dan duodenum serta
ketebalan mukus dan bikarbonat yang dihasilkan.2 Secara umum, pasien tukak peptic mengalami dyspepsia, diantaranya memberi keluhan seperti nyeri ulu hari, rasa tidak nyaman, dan muntah. Pada tukak duodeni, rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien saat tengah malam, rasa sakit hilang setalah makan dan minum obat antasida (hunger pain food relief). Sedangkan rasa sakit tukak gaster terjadi setelah makan, berbeda dengan ulkus duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan tukak duodeni di sebelah kanan. Tukak akibat pemakaian NSAID dan tukak pada usia lanjut biasanya tidak memberi gejala.1 Ulkus peptic lanjut bisa mengakibatkan terjadinya pendarahan karena ulkus tertanam dalam ke dalam mukosa gastroduodenal, proses ini akan menyebabkan kelemahan dan nekrosis dari dinding arteri, yang akan berlanjut menjadi pseudoaneurysm. Dinding arteri yang melemah akan pecah sehingga mengakibatkan pendarahan.5Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosa ulkus peptic adalah endoscopy untuk melihat adanya ulkus atau tidak dan juga dilakukan biopsy, lalu dilakukan kultur untuk melihat ada/tidaknya Helicobacter pylori. Selain itu untuk mendeteksi H.pylori juga dapat dilakukan dengan Urea breath test, serta pemeriksaan serologi (mendeteksi antigen atau antibody). Prosedur Urea breath test adalah sebagai berikut. Pasien menelan porsi kecil urea yang dilabel dengan carbon 13 atau carbon 14. Jika ada urease yang dihasilka oleh H.pylori, maka urea yang tadi ditelan oleh pasien akan terhidroklasi dan pasien akan menghembuskan karbondioksida yang terlebel yang kemudian dikumpulkan dan diukur. Test ini lebih mahal dan tidak selalu ada.6 Edukasi yang dapat diberikan pada pasien diantaranya adalah menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan seperti misalnya makanan pedas, asam, dan juga penggunaan obat-obatan seperti NSAID, aspirin, dsb, juga menghindari alkohol dan merokok. Untuk mengeradikasi H.pylori dapat digunakan regimen kombinasi 3 atau 4 obat yaitu PPI, metrodinazol, tetrasiklin, amoksisilin, klaritromisin. Terapi lini pertama untuk pasien yang tidak alergi dengan penisilin adalah PPI ditambah dengan claritromisin 2 x 500 mg, dan amoksisilin 2 x 1000 mg selama 10 hari. Regimen ini terbukti dapat mengeradikasi H.pylori sebanyak 80-90 %.6 Pendarahan SCBA akibat Pecahnya Varises Esophagus Varises esophagus adalah keadaan terdilatasinya vena submukosa yang terjadi pada pasien dengan hipertensi portal dan dapat mengakibatkan pendarahan SCBA yang serius. Penyebab hipertensi portal tersering adalah sirosis hepatis. Normalnya, ada perbedaan tekanan 2-6 mmHg antara vena portal dengan vena kava inferior. Jika perbedaan tekanan itu melebihi 10-12 mmHg, maka terjadilah hipertensi portal yang signifikan. Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus paling sering terjadi pada 5 cm distal esophagus. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko pendarahan antara lain : besarnya ukuran varises, pada endoscopy terlihat gambaran dilatasi longitudinal venula pada permukaan varix, keparahan penyakit hati, dan pasien dengan sirosis yang terus minum banyak alkohol. Pendarahan varises biasanya parah dan berakibat pada hyvolemia. 7
Esofagogastrocopy adalah prosedur pilihan untuk mengevaluasi pendarahan SCBA dengan hipertensi portal yang sudah jelas atau yang masih diduga. Angiography arteri Celiac dan Messenteric adalah pemeriksaan alternative jika pendarahan yang massif tidak memungkinkan dilakukannya endoscopy dan untuk mengevaluasi patensi vena portal. Hipertensi portal juga bisa dievaluasi menggunakan USG dengan Doppler dan MRI.8 Pendarahan SCBA akibat Syndroma Mallory-Weiss Sindrom Mallory-Weiss dikarakteristikkan sebagai robekan mukosa yang non-penetrating pada perbatasan gastroesophageal yang diperkirakan akibat kejadian yang tiba-tiba meningkatkan tekanan intraabdominal seperti mengangkat barang, retching, atau muntah. Alcoholism adalah faktor predisposisi yang kuat.7 Robekan ini dapat juga terjadi secara iatrogenic, misalnya karena tindakan endoscopy rutin. Gejalanya adalah hematemesis dengan atau tanpa melena. Pada gambaran endoscopy terlihat adanya robekan linear sebesar 0,5-4 cm biasanya pada perbatasan gastroesophageal atau bisa dibawah perbatasan itu, yaitu di mukosa gaster.7Kebanyakan pasien akan berhenti mengalami pendarahan, dan tidak memerlukan terapi. Dekompresi nasogastric dan pemberian antiemesis dapat dipertimbangkan. Endoscopy hemmorhagic therapy dapat dilakukan pada pasien yang mengalami pendarahan aktif yaitu dengan melakukan injeksi epinefrin 1 : 10.000.6 Pendarahan SCBA akibat Kanker Lambung Kanker lambung adalah adenokarsinoma yang berasal dari lambung. Kebanyakan kanker gaster terjadi di antrum (35%). Kanker lambung ini lebih sering terjadi pada pasien pria yang usianya >65 tahun (70 % pasien >50 tahun).6 Adenokarsinoma lambung ini terjadi karena progresi gradual dan multistep dari inflamasi (paling sering karena H.pylori), kemudian menjadi gastritis atropik, metaplasia intestinal, dan akhirnya dysplasia atau kanker. Faktor resiko utama adalah gastritis kronik oleh H.pylori, reseksi sebagian gaster 15 tahun sebelumnya, merokok, dan makanan tinggi garam nitrat, dan rendah vitamin C.9 Gejalanya adalah keluhan rasa penuh postprandial dengan penurunan berat badan yang signifikan (70-80%), mual/muntah (20-40 %), disfagia (20%), dan dyspepsia, biasanya tidak reda dengan pemberian antacid, rasa tidak nyaman di epigastrium, biasanya akan berkurang jika puasa dan akan dieksersebasi oleh makan. Pada pemeriksaan fisik teraba adanya massa di epigastrium dan nyeri tekan di epigastrium. Adanya massa padat nodular di daerah hati menandakan kanker ini sudah metastasis ke hati, pada pemeriksaan darah samar pada tinja hasilnya positif, adanya asites, limfadenopati, atau efusi pleura menandakan metastasis.6 Pada pemeriksaan lab ditemukan anemia defisiensi besi karena pendarahan kronik dan pada pemeriksaan fungsi hati dapat terjadi abnormalitas jika sudah metastasis ke hati, contohnya adalah peningkatan alkali fosfatase.9
Untuk mengkonfirmasi diagnosis dapat dilakukan dengan biopsy endoscopy. Endoscopy ultrasonografi jika dikombinasikan dengan CT scan dan diseksi nodul limfe dapat dipakai untuk menentukan stadium kanker.9 Gastrectomy dengan lymphadenectomy regional dilakukan pada pasien dengan potensial kuratif 30 % pada saat didiagnosis. Pada pasien kanker gaster yang bisa dibedah, regimen perioperative epirubicin, cisplatin, dan infused fluorouacil (ECF) dapat mengecilkan ukuran tumor dan stadium serta meningkatkan survival rate secara keseluruhan.6 Untuk adenokarsinoma yang terletak pada 2/3 distal lambung, gastrectomy subtotal distal sebaiknya dilakukan. Untuk adenokarsinoma yang terletak di proksimal gaster atau tersebar difuse, maka total gastrectomy harus dilakukan. Suplementasi vitamin B12 post reseksi diperlukan.9 5 years survival rate untuk keseluruhan kanker gaster adalah 12%. Jika terdeteksi dini, 5 years survival rate nya 35 %.6 Pendarahan SCBA akibat Gastritis Erosif Hemoragik (Gastropathy) Penyebab tersering gastritis erosive ini adalah obat-obatan khususnya NSAID, aspirin, alkohol, stress karena trauma pada saat tindakan operasi, dan portal hipertensi. Faktor resiko utama untuk gastritis stress meliputi ventilasi mekanik, koagulopathy, trauma, terbakar, shock, sepsis, dsb. Gastritis erosiva biasanya asimtomatik. Jika tumbul gejala, gejala yang muncul adalah anorexia, nyeri epigastrium, mual, dan muntah. Manifestasi klinik yang paling sering terjadi akibat gastritis erosiva adalah pendarahan SCBA, yang akan bermanifestasi sebagai hematemesis atau jika pasien tidak mengalami hematemesis, pendarahan SCBA dapat diketahui dari aspirat nasogastric tube. 7 Diagnosis ditegakkan dengan endoscopy SCBA. Akan ditemukan pendarahan subepitheliel, petechiae, serta erosi. Lesi-lesi tadi superficial sehingga tidak mengakibatkan pendarahan yang signifikan, bervariasi dalam jumlah dan ukuran dan dapat bersifat fokal atau difus. Tidak ada gambaran inflamasi signifikan pada pemeriksaan histologic.7 Pemeriksaan Penunjang untuk Menentukan Sumber Pendarahan SCBA Pemeriksaan EGD ( esofagogastroduodenoscopy) atau endoskopi SCBA merupakan pemeriksaan paling akurat untuk identifikasi sumber pendarahan. 2 Semua pasien yang mengalami pendarahan SCBA harus dilakukan endoscopy dalam 24 jam setelah sampai pada departemen emergency. Selain bersifat diagnostic, endoscopy juga bersifat theurapetik.1eritromisin (250 mg) diberikan secara intravena 30 menit sebelum endoscopy SCBA untuk merangsang pengosongan lambung dan dapat meningkatkan kualitas evaluasi endoscopy jika dicurigai adanya pendarahan atau gumpalan darah pada lambung.7 Sedangkan pemeriksaan USG dapat membantu mendiagnosis adanya hipertensi portal dan sirosis hati.2Elektrokardiogram juga perlu dilakukan terutama pada pasien yang berusia di atas 40 tahun. Pada pendarahan SCBA pemecahan darah oleh kuman usus akan mengakibatkan BUN naik, sedangkan kreatinin serum normal atau meningkat sedikit. Perubahan elektrilit bisa terjadi karena pendarahan, transfuse, atau kumbah lambung. Jika terjadi pendarahan SCBA rasio
BUN/kreatinin akan meningkat >35 sedangkan jika terjadi pendarahan SCBB, rasionnya <35.1Faktor hemostatis/pembekuan darah harus diperiksa pada pasien yang mengkonsumsi antikoagulan dan juga pada pasien yang mengalami penyakit hati kronik.3 Penatalaksanaan Pendarahan SCBA Bila hemodinamik pasien stabil, maka pasien dapat lanjut ke tatalaksana spesifik untuk hematemesis melena. Penatalaksanaan awal jika terjadi ketidakstabilan hemodinamik adalah resusitasi cairan. Hipovolemia dikoreksi dengan transfuse darah atau dengan infus koloid/kristaloid dan kateter Foley dimasukkan dalam kandung kemih untuk mengukur output urin.10Ganti tiap millimeter kehilangan darah dengan 3 ml cairan kristaloid.5Pada pendarahan varises. Target transfuse hanya sampai kadar Hemoglobin 10 gr/dL, hal ini dikarenakan jika tekanan portal kembali meningkat dengan cepat maka akan potensial untuk pendarahan lanjutan. Pada pendarahan non-varises, target transfuse adalah kadar hemoglobin optimal.2Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronik yang mengalami pendarahan SCBA dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa pemberian tersebut tidak merugikan dan relative murah. Vasopressin dapat menghentikan pendarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Vasorespressin sudah digunakan di klinik untuk pendarahan akut varises esophagus sejak tahun 1953. Pemberian vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dextrose 5 % diberikan 0,5-1 mg/menit IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam. Atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,10,5 U/menit. Vasopressin dapat menimbulkan efek samping berupa insufiensi coroner mendadak, maka pemberiannya disarankan bersama dengan preparat nitrat misalnya nitrogliserin intravena.1 Untuk pendarahan varises juga perlu ditambahkan agen vasoaktif yang bekerja mengurangi pendarahan melalui mekanisme kontraksi pembuluh darah splanknik. Octeotride (0,1 mg/ml) diberikan secarabolus 100 mcg IV dilanjutkan dengan infus 25 mcg/jam selama 24 jam. Laktulosa 4 x 15 cc untuk mempercepat transit darah di saluran cerna sehingga mengurangi resiko ensefalopathy. Dapat juga diberikan vasodilator untuk menurunkan tekanan vena portal yaitu propranolol 2 x10 mg ditingkatkan hingga tekanan diastolic turun 20 mmHg atau nadi turun 20 %.2 Obat-obat golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah pendarahan ulang SCBA karena tukak peptic adalah inhibitor PPI dosis tinggi. Diawali bolus omeprazole 80 mg/IV kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Suntikan omeprazole yang bisa diberkan di Indonesia hanya pemberian bolus sedangkan untuk pemberian infus yang bisa diberikan adalah persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis yang sama dengan omeprazole. Pada pendarahan SCBA ini,pemberian antasida, H2RA, dan sukralfat masih boleh diberikan untuk menyembuhan lesi mukosa penyebab pendarahan.1PPI intravena atau oral dosis tinggi harus diberikan pada pasien yang mengalami pendarahan aktif sebelum menjalani tindakan endoscopy.7
Terapi endoskopi ditujukan pada pendarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Endoskopi terapi dapat diterapkan pada 90 % kasus, 10 % kasus tidal dapat dikerjakan karena mungkin adanya pendarahan yang terlalu banyak sehingga mengganggu pengamatan atau karena lokasi yang sulit terjangkau. Terapi endoskopi yang relative mudah da tanpa banyak peralatan pendukung ialah penyuntikkan submukosa sekitar titik pendarahan menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut 98% tidak melebihi 1 ml. Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan pendarahan bisa mencapai lebih dari 95 % dan tanpa terapi tambahan lainnya, pendarahan ulang frekuensinya 15-20 %.1 Sekitar 90 % varises yang berdarah maupun tidak berdarah dapat secara efektif dan cepat diterapi dengan injeksi sklerosan atau pemasangan rubber bands terhadap varises.7Tetapi penyuntikkan bahan sklerosan seperti alkohol absolut atau polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak dan perforasi akibat nekrosis jaringan sekitar tempat penyuntikkan. Ligasi varises merupakan pilihan utama untuk mengatasi pendarahan varises esophagus. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 1-2 cm. dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila ditemukan tanda baru mengalami pendarahan.1Terapi angiography dapat dilakukan pada pasien dengan pendarahan persisten dari ulkus, angioma, atau robekan Mallory-Weiss yang gagal diterapi dengan endoskopi atau memiliki resiko tinggi jika dibedah.7Tindakan hemostatis yang dapat dilakukan pada angiography ini adalah dengan penyuntikkan vasopressin atau embolisasi arterial.1 Pembedahan dilakukan jika tindakan terapi lain dinilai gagal. Indikasi bedah untuk pasein dengan pendarahan ulkus peptic antara lain : pendarahan berat mengancam jiwa yang tidak berespon terhadap tindakan resusitasi, kegagalan terapi medic dengan endoskopi hemostati dengan pendarahan yang persisten, alasan yang memperkuat dilakukannya tindakan bedah seperti perforasi, obstruksi, dan keganasan, pendarahan yang berlanjut dengan kehilangan 50 % atau lebih volume darah pasien, dan hospitalisasi yang kedua kali akibat pendarahan ulkus peptic.5 Prognosis Umur 60 tahun ke aras adalah marker independent untuk prognosis yang buruk pada pendarahan SCBA dengan angka mortalitas bervariasi dari 12-25 % pada grup pasien ini. ASGE mengelompokkan pasien dengan pendarahan SCBA berdasarkan umur terhadap resiko mortalitas. Untuk pasien usia 21-31 tahun mortalitasnya adalah 3,3 %, untuk pasien usia 41-50 tahun angka mortalitasnya adalah 10,1 % dam untuk yang berumur 71-80 tahun angka mortalitasnya adalah 14,4 %. Berikut adalah faktor resiko yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas, pendarahan berulang, kebutuhan untuk endoscopy hemostatis atau bedah : umur di atas 60 tahun, komorbiditas yang berat, pendarahan aktif ( hematemesis yang nyata, darah merah yang teraspirasi oleh nasogastric tube, darah segar dari rektum), hipotensi, transfusi sel darah merah yang lebih besar atau sama dengan 6 unit, koagulopathy yang berat. Pasien yang mengalami shock hemorrhagic memiliki angka mortalitas sampai 30%.5
Penutup Pendarahan SCBA adalah pendarahan yang bersumber dari saluran cerna yang terletak di atas ligamentum Treitz. Pendarahan SCBA ini paling sering bermanifestasi sebagai hematemesis dan melena atau juga bisa bermanifestasi sebagai anemia defisiensi besi akibat pendarahan samar yang kronik. Penyebab pendarahan SCBA dibagi menjadi 2 yaitu varises dan nonvarises. Penyebab pendarahan SCBA tersering di Indonesia adalah pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, pecahnya tukak peptic, sindroma Mallory- Weiss, serta keganasan lambung. Pengelolaan pendarahan SCBA tergantung dari lokasi dan sumber pendarahan, maka perlu dicari segera sumber pendarahan. Tapi jika keadaan pasien datang dalam keadaan shock maka harus dilakukan tindakan resusitasi dulu sampai keadaan hemodinamik pasien stabil, baru dilakukan analisis lebih lanjut mengenai sumber pendarahan. Untuk menentukan sumber pendarahan perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang pilihan untuk menentukan sumber pendarahan adalah endoscopy SCBA atau esofagogastroduodenoscopy. Selain untuk menegakkan diagnose, endoscopy juga bisa digunakan untuk tindakan terapi. Penatalaksanaan pendarahan SCBA seperti disebutkan di atas adalah sesuai masing-masing penyebab dari pendarahan. Tindakan penatalaksanaan umum untuk pendarahan yang akif meliputi transfuse darah jika serta transfuse plasma jika ada koagulopathy.
Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.443-513 2. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida; 2013.h.31-102 3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.37 4. Gastroenterology bleeding in : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson L, Loscalzo J. Harrison’s manual of medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.p.262. 5. Ceralis MA, Geibel J. Upper gastrointestinal bleeding. Cited from : Medscape, May 2nd 2014. 6. Alvero R, Ferri FF, Borkan JM, Fort GG, Dobbs MR, Goldberg RJ. Ferri’s clinical advisor. Philadelphia: Elsevier; 2013.p.416-822. 7. Gastrointestinal disorder in: Papadakis MA, McPhee SJ. Current medical diagnosis and treatment. 52nd ed. New York: McGraw-Hill; 2013.p. 581609 8. Poral Hypertension in : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson L, Loscalzo J. Harrison’s manual of medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.p.1058
9. Cancer in : Papadakis MA, McPhee SJ. Current medical diagnosis and treatment. 52nd ed. New York: McGraw-Hill; 2013.p. 1615 10. Cuschieri A, Grace PA, Darzi PA, Borley N, Rowley DI. Clinical surgery.2nd ed. United Kingdom: Blackwell Publishing;2003.p.144