MAKALAH “Cedera Kepala (Head Injury)” Mata Kuliah Kegawatdaruratan Sistem II Dosen Pengajar : Yurida Olviani, Ns., M.Kep
Disusun Oleh: KELOMPOK VI KELAS B
Syahrida Agustina Syarifah Salmah Wijayanti Wulandari Jean Fransisca Aurora M. Ridhani Mahli
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN ALIH JENIS TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam penulis panjatkan, karena atas rahmat dan karunianya, sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini berjudul Cedera kepala (Head Injury). Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman tentang patofisologis dan pencegahan primer, sekunder, dan tersier cedera kepala. Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan Sistem II. Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Kami
berharap
tugas
ini
dapat
bermanfaat
bagi
kita
semua, khususnya profesi keperawatan.
Banjarmasin,
Penulis
i
Oktober 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI .....................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .........................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................
2
1.3
Tujuan Penulisan ......................................................................
2
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Cedera Kepala ........................................................
3
2.2 Klasifikasi Cedera Kepala ........................................................
3
2.3 Etiologi Cedera Kepala ............................................................
5
2.4 Manifestasi Klinis Cedera Kepala ............................................
5
2.5 Patofisiologi Cedera Kepala .....................................................
6
2.6 Pemeriksaan Penunjang Cedera Kepala ...................................
8
2.7 Penatalaksaaan Cedera Kepala .................................................
8
2.8 Pencegahan Cedera Kepala ......................................................
9
BAB 3 PENUTUP 3.1
Kesimpulan...............................................................................
11
3.2
Saran .........................................................................................
11
Daftar Pustaka .............................................................................................
12
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60 % kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera kepala). Faktor kontribusi terjadinya kecelakaan seringkali adalah konsumsi alkohol (Ginsberg, 2005). Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pebengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK (Smetlzer & Bare, 2006).
Data dari Advance Life Trauma Support (ATLS) tahun 2004 menunjukkan bahwa, di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Sisanya, sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai Cedera Kepala Ringan (CKR), 10% termasuk Cedera Kepala Sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah Cedera Kepala Berat (CKB). Penelitian lain pada tahun 2012 melaporkan bahwa, lebih dari 244.000 orang mengalami trauma kepala, 77% mengalami trauma kepala ringan, atau sering disebut dengan concusion (Defense Centers of Exellence (DcoE), 2012).
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal (PERDOSSI, 2007).
1
2
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan cedera kepala? 1.2.2 Apa saja jenis cedera kepala? 1.2.3 Apa yang menyebabkan cedera kepala? 1.2.4 Apa saja tanda dan gejala cedera kepala? 1.2.5 Apa saja pemeriksaan penunjang dari cedera kepala? 1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala? 1.2.7 Bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier dari cedera kepala?
1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui apa itu cedera kepala? 1.3.2 Untuk mengetahui jenis cedera kepala 1.3.3 Untuk mengetahui apa yang menyebabkan cedera kepala 1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala cedera kepala 1.3.5 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari cedera kepala 1.3.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala 1.3.7 Untuk mengetahui bagaimana pencegahan primer, sekunder dan tersier dari cedera kepala
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian cedera kepala Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tegkorak dan otak. (Morton, 2012 dalam Nurarif & Kusuma, 2015). Selain itu cedera kepala atau head injury merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produkif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A, 2011).
Cedera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurangnya atau terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kogntif, fungsi, fisik dan emosional (Judha dan Rahil, 2011). Pendapat lain mengatakan cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Rendy, 2012).
2.2 Klasifikasi Cedera Kepala 2.2.1 Berdasarkan patologi : 2.2.1.1 Cedera kepala primer Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia dan listrik dari sel di area tersebut, yang menyebabkan kematian sel.
3
4
2.2.1.2 Cedera kepala sekunder Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkat TIK yang tak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan biokimia dan perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi sistemik dan infeksi lokal atau sistemik. 2.2.2 Berdasarkan jenis cedera : 2.2.2.1 Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duamater. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak. 2.2.2.2 Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan cedera serebral yang luas. 2.2.3 Menurut berat atau ringannya berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale) 2.2.3.1 Cedera kepala ringan (Minor) GCS 14-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia tetapi kurang dari 30 menit, tidak ada fraktur tengkorak, dan tidak ada kontusia serebral, hematoma. 2.2.3.2 Cedera kepala sedang GCS 9-13, kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial. 2.2.3.3 Cedera kepala berat GCS 3-8, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intrakranial (Nurarif & Kusuma, 2015).
5
2.3 Etiologi cedera kepala Tiga penyebab utama cedera kepala pada anak adalah cedera terjatuh, cedera kendaraan bermotor dan cedera sepeda. Cedera neurologik memiliki angka mortalitas tertinggi dan anak laki-laki terkena dua kali lipat dibanding anak perempuan Selain kurangnya lingkungan yang aman, proporsi tubuh anak, dimana kepala lebih besar dan lebih berat dibanding bagian tubuh lain memiliki peluang yang lebih besar untuk cedera. Perkembangan motorik yang belum lengkap serta sifat ingin tahu anak juga meningkatkan risiko cedera pada anak (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009). Penyebab lain terjadinya cedera kepala adalah aktivitas rekreasi dan penganiayaan anak. Beberapa faktor (seperti attention deficit disorder , alkohol dan penggunaan obat-obatan) dapat meningkatkan kejadian cedera kepala pada anak dan dewasa. Anak juga lebih rentan dalam mengalami penganiayaan karena ketergantungan mereka kepada orang dewasa dan ketidakmampuan dalam membela diri sendiri (Verive, Stock, Singh, Corden, Cantwell, Barry & Windle, 2013).
2.4 Manifestasi Klinis Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain: 2.4.1 Skull fracture Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan hidung (othorrea, rhinorhea), daerah di belakang membrane timphani, periobital ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle sign), perubahan penglhatan, hilang pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata vertigo. 2.4.2 Concussion Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari 5 menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam contusion. Tanda yang terdapat:
6
2.4.2.1 Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan atau cepat. 2.4.2.2 Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai batang otak bagian atas (saraf cranial ke III) dapat menyebbkan abnormalan pupil.
2.5 Patofisiologis cedera kepala Otak dapat dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang di hasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar gula plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusah memenui kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50-60 ml/menit/100gr, jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sepuncuk aktifitas atypical-myocardial, perybahan tekanan vaskuler dan odem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan distitmia, febrilasi atrium dan vebtrikel dan, takikardi. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengarui tekanan veskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol
otak
tidak
begitu
besar
(Musliha,
2010).
8
2.6 Pemeriksaan Penunjang 2.6.1 Foto polos tengkorak (skull x-ray) 2.6.2 Angiografi serebral 2.6.3 Pemeriksaan MRI 2.6.4 CT scan : indikasi ct scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi <60x/menit), fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau peluru (Nurarif & Kusuma, 2015).
2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (AirwayBreathing-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia akan cenderung memperhebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk. 2.7.2 semua cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi pada kesempatan pertama. 2.7.3 Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya. 2.7.4 Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal, pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okulovestubuler. Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok). 2.7.5 Penanganan cedera-cedera di bagian lainnya. 2.7.6 Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium bikarbonat. 2.7.7 Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi komputer otak, angiografi serebral dan lainnya. (Nurarif & Kusuma, 2015)
9
2.8 Pencegahan cedera kepala 2.8.1 Pencegahan Primer Cedera Kepala Pencegahan primer Upaya yang dilakukan perawat untuk pencegahan primer meliputi penyuluhan kepada masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya. Program penyuluhan diarahkan ke penggunaan Helm saat mengemudi kendaraan bermotor, memakai sabuk pengaman untuk pengendara mobil. Anak-anak yang masih Balita selalu diawasi oleh orang tua, jangan mengemudikan kendaraan dengan kecepatan yang tinggi, pada pemanjat tebing saat memanjat harus menggunakan pengaman pada kepala dan badan, Pada pekerja bangunan agar menggunakan helm saat menaiki bangunan yang tinggi. 2.8.2 Pencegahan sekunder cedera kepala 2.8.2.1 Penanganan segera secara cepat dan tepat pada penderita Multi Trauma: Pada cedera Otak : a. Pertahankan kepala harus berada dalam posisi gais tengah. b. Untuk jaringan yang terkoyak dari wajah, semua jaringan dan organ yang lepas dikembalikan ke tempat semula. c. Berikan sedatif untuk mengatasi agitasi, ventilasi mekanis. d. Berikan
obat
untuk
menghentikan
kejang
:
Benzodiazepin. e. Tindakan untuk menurunkan TIK 2.8.3 Pencegahan komplikasi akut dan kronis : cegah perdarahan yang hebat 2.8.4 Pencegahan tersier cedera kepala Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk
10
meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita. 2.8.4.1 Pada cedera kepala ringan : a. Klien harus didampingi oleh seseorang selama waktu 24 jam sesudah cedera. b. Jangan meminum minuman beralkohol selama 24 jam.beristirahat selama 24 jam berikutnya. c. Jangan
mengemudikan
kendaraan,
mengoperasikan
mesin, atau mengamibil keputusan yang penting. 2.8.5 Rehabilitasi Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rebahilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial. 2.8.5.1 Rehabilitasi fisik a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas dan bawah tubuh. b. Perlengkapan splint dam caliper c. Transplantasi tendon 2.8.5.2 Rehabilitasi psikologis Pertama-tama
dimulai
agar
pasien
segera
menerima
ketidakmampuannya dan memotivasi kembali keinginan dan rencana
masa
depannya.
Ancaman
kerusakan
atas
kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup. 2.8.5.3 Rehabilitasi social Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahsan yang sudah dijelaskan, dapat disimpulakan bahwa Cedera kepala adalah trauma pada otak yang disebabkan adanya kekuatan fisik dari luar yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran. Akibatnya dapat menyebabkan gangguan kognitif, gangguan tingkah laku, atau fungsi emosional. Gangguan ini dapat bersifat sementara atau permanen, menimbulkan kecacatan baik partial atau total dan juga gangguan psikososial. Menurut etiologi cedera kepala adalah Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, cedera akibat kekerasan.
3.2 Saran Dalam penyusunan makalah ini kelompok kami akui bahwa makalah ini masih dari sempurna, maka dari itu untuk para pembaca dan teman-teman apabila akan mengangkat atau membahas masalah yang sama atau hal yang lainnya, diharapkan bias lebih detail dan sumber – sumbernya diperbanyak dan lebih update lagi yang baru.
11
DAFTAR RUJUKAN
Judha M & Rahil H.N. (2011). Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Mansjoer, A. (2011). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Rendy, M.C, and TH, Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Verive, M. J., Stock, A., Singh, J., Corden, T. E., Cantwell, G. P., Barry, E. J, & Windle, M. L. (2013, Juni 10). Pediatric head trauma. 01 Oktober 2018. http://emedicine.medscape.com/article/907273-overview#aw2aab6b2b.
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkels tein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC
12