He Mish Copy.docx

  • Uploaded by: michelle lee
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View He Mish Copy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,340
  • Pages: 23
Laporan Kasus Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Rumah Sakit TNI Daan Mogot Hospital Exposure

Michelle Lavinia Lee 00000012104

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN 2018

BAB I PENDAHULUAN Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah keadaan patologis di mana terdapat kerusakan pada lapisan mukosa esofagus karena refluks asam lambung akibat relaksasi abnormal lower esophageal sphincter (LES).1 Berdasarkan penelitian, dapat diestimasikan bahwa prevalensi penyakit GERD adalah 18,1%–27,8% di Amerika Utara, 8,8%–25,9% di Europa, 2,5%–7,8% di Asia bagian Timur, 8,7%–33,1%di Timur Tengah, 11,6% di Australia, dan 23,0% di Amerika Selatan.2 Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lemahnya LES adalah adanya peningkatan tekanan pada abdomen pada penderita obesitas atau pada orang hamil. Penggunaan obat- obatan tertentu seperti calcium channel blockers, antihistamin, sedatif, dan antidepressant juga dapat menyebabkan kelemahan LES. Faktor risiko lain adalah hernia hiatal di mana bagian atas perut menonjol sampai ke bagian permukaan diafragma dan menyebabkan penurunan tekanan di LES. Faktor risiko lain meliputi merokok, jenis kelamin laki- laki, ras, usia lanjut, konsumsi alcohol dan kopi yang berlebih, diet tinggi lemak, dan riwayat keluarga.3 Gejala klinis GERD adalah regurgitasi dan heartburn, disfagia, nyeri dada, dan serak.4 Gejala-gejala yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien tersebut dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti erosi esofagus, striktur esofagus, esofagus Barrett, adenokarsinoma esofagus, dan penyakit paru.56 Diagnosis GERD dapat dibuat dengan kombinasi gejala klinis, respons terhadap supresi asam, dan pengujian objektif seperti endoskopi kerongkongan dan lambung dan monitor pH esofagus. Namun, pada umumnya diagnosis GERD dapat disimpulkan apabila adanya anamnesis yang memadai, karena gejala tipikal GERD yaitu regurgitasi dan heartburn memiliki spesifisitas yang tinggi di angka 89% dan 95%.7 Untuk menghindari penyia- nyiaan sumber daya, Endoskopi dapat dilakukan untuk pasien dengan gejala – gejala alarm seperti disfaia, penurunan berat badan tidak wajar, anemia, pasien dengan risiko esofagus Barrett, dan pasien gagal terapi PPI.8 Prinsip terapi GERD menurut Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease adalah melakukan modifikasi gaya hidup dan terapi

2

medikamentosa GERD.9 Modifikasi gaya hidup yang dapat menurunkan berat badan pada pasien obesitas sesuai dengan IMT ideal10, berhenti mengkonsumsi alcohol dan merokok, mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makan untuk menghindari distensi lambung, menghindari makanan yang menstimulasi sekresi asam seperti coklat, teh, dan kopi. Selain itu pasien disarankan makan malam terakhir adalah 2- 3 jam sebelum tidur dan disarankan untuk meninggikan kepala ± 15-20 cm saat berbaring.11 Tatalaksana medikamentosa yang dianjurkan untuk penderita GERD adalah antasid, histamine-receptor antagonists (H2RAs) atau proton-pump inhibitors (PPIs).9

3

BAB II ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK

2.1.

2.2.

          

Identitas Pasien Nama Jenis kelamin Usia Status perkawinan Agama Alamat Pekerjaan Penanggung jawab No. Rekam Medis Tanggal masuk rumah sakit Tanggal anamnesis dan pemeriksaan fisik

: Ibu Y. R. : Perempuan : 45 tahun : Menikah : Islam : KP PASAR SORE : Pegawai Negri : BPJS JAMSOSTEK : 031063 : 7 Agustus 2018 : 7 Agustus 2018

Sumber Anamnesis Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 8 Agustus 2018 pukul 09.00 di Rumah Sakit TNI Daan Mogot.

2.3.

Keluhan Utama Nyeri ulu hati dan dada seperti terbakar sejak 2 hari sebelum masuk

rumah sakit. 2.4. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri pada ulu hati dan dada seperti terbakar sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang semakin parah setelah makan dan saat tidur. Pasien juga mengeluh terasa asam pada lidah dan adanya rasa mual tanpa muntah. Pasien juga mengeluh bahwa suaranya mulai serak sejak bangun tidur pagi ini. Pasien sudah mencoba minum antasid namun sakit hanya hilang sementara sebelum keluhan muncul kembali. Skala nyeri yang dirasakan 8/10 sehingga menganggu aktivitas sehari- hari dan waktu tidur pasien. Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa nafsu makannya menurun sejak 2 hari yang lalu. Pasien menyangkal riwayat demam, batuk, kesulitan menelan, kembung, bersendawa, dan sesak napas. 2.5.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama, namun pernah memiliki keluhan maag yang sudah teratasi 3 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, asma, maupun sakit jantung. Pasien tidak pernah dirawat inap di rumah sakit. 4

2.6.

Riwayat Perawatan di Rumah Sakit Pasien menyatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah melakukan pembedahan sebelumnya.

2.7.

Riwayat Penyakit Keturunan Pasien menyatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, asma, maupun sakit jantung.

2.8.

Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi

2.9.    

  2.10

Riwayat Kebiasaan Merokok : (-) Alkohol : (-) Kopi : Satu cangkir / hari Makanan : Pasien sangat suka mengonsumsi makanan berlemak seperti gorengan dan kuah – kuah yang mengandung santan. Pasien juga mengkonsumsi coklat sekitar 5 kali per minggu. Pasien jarang memakan sayur dan buah – buahan. Selain itu, pasien lebih sering mengkonsumsi soda dibandingkan air putih pada sehari- hari. Setelah terdiagnosa maag yang terakhir pasien selalu makan tepat waktu. Olahraga : Pasien rutin lari pagi setiap akhir pekan. Narkotika : Pasien menyangkal konsumsi obat – obatan terlarang. Riwayat Penggunaan Obat Sebelum dirawat di rumah sakit, pasien mengonsumsi Antasid selama

2 hari terakhir namun keluhan tidak membaik secara permanen. Pasien sempat mengkonsumsi antasid selama 1 bulan saat terdiagnosa maag 3 tahun yang lalu.

Pasien

terkadang

mengkonsumsi

Panadol

saat

stress

dengan

pekerjaannya, sekitar 1 – 2 kali per minggu. 2.11. Riwayat Sosial Pasien merupakan ibu dari2 anak laki-laki. Di sekitar lingkungan tempat tinggal pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Status socioeconomik pasien menengah. Pasien memiliki estimasi level stress menengah, bekerja sebagai pegawai negri. Pendidikan terakhir pasien adalah D3 manajemen. Pasien tinggal berasama suami dan 2 anaknya.

5

2.11 Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik berikut dilakukan pada tanggal 7 Agustus 2018, didapatkan dari data rekam medis. Pemeriksaan General dan Tanda – tanda Vital:  Keadaan umum : Tampak sakit ringan  Kesadaran : Kompos mentis  GCS : 15 (E4, M6, V5)  Berat Badan : 71 Kg  Tinggi Badan : 150 cm  IMT : 31.6 Kg/m2  Tanda – tanda vital : o Tekanan Darah : 100 / 60 mmHg o Suhu tubuh : 36oC o Nadi : 90 x/menit o Laju pernapasan : 22 x/menit o spO2 : 94 % Hasil pemeriksaan fisik berikut dilakukan oleh penulis pada tanggal 8 Agustus 2018 pukul 09.30. Pemeriksaan General dan Tanda – tanda Vital:  Kesadaran umum : Sakit ringan  Kesadaran : Kompos mentis  GCS : 15 (E4, M6, V5)  Tanda – tanda vital : o Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg o Suhu tubuh : 36,7oC o Nadi : 88 x/menit o Laju pernapasan : 21 x/menit Pemeriksaan Sistem (Head to Toe): Kulit keseluruhan

Kepala dan wajah

 Pigmentasi kulit normal  Sianosis (-)  Ikterik (-)  Kemerahan (-)  Edema (-)  Elastisitas dan turgor normal Rambut  Rambut tersebar secara merata  Rambut berwarna hitam, kuat, tidak mudah rontok Kulit  Ruam (-) kepala  Bekas luka (-)  Masa (-)  Deformitas (-)  Sianosis  Ikterik (-) 6

   

Mata

Hidung

Telinga

Kemerahan (-) Edema (-) Bentuk kepala normosefali, simetris Gerakan kepala dalam batas normal

Bentuk dan Fungsi  Bentuk mata normal  Jarak antar mata simetris  Ptosis (-)  Bekas luka (-)  Edema kelopak (-)  Konjungtiva anemis (-)  Sklera ikterik (-)  Strabismus (-)  Pupil bulat, sama besar dan bentuk (isokor)  Refleks pupil langsung dan tidak langsung normal (+/+)  Pergerakan bola mata normal  Tidak ada keterbatasan lapang pandang  Sekresi air mata normal  Penampakan hidung normal  Pigmentasi kulit normal  Septum nasal normal, simetris, tidak deviasi  Bekas luka (-)  Mukosa hiperemis (-)  Polip / masa lain dalam lubang hidung (-)  Pendarahan (-)  Cairan / sekret (-)  Deformitas (-)  Krepitasi (-)  Nyeri tekan sinus o Sinus Maksillaris (-/-) o Sinus Frontalis (-/-) o Sinus Ethmoidalis (-/-)  Pigmentasi kulit normal  Penampakan telinga kanan dan kiri normal  Bentuk dan ukuran telinga normal dan simetris  Bekas luka (-)  Deformitas (-)  Sekret (-)  Pendarahan (-)  Masa (-)  Rongga telinga normal  Terdapat serumen  Nyeri tekan o Tragus (-/-) o Pinna (-/-) o Mastoid (-/-) 7

Gigi dan Mulut

          

Bentuk bibir normal dan simetris Mukosa tidak kering, lembab Gigi utuh Lidah bersih, gerakan normal tanpa deviasi Kesulitan membuka mulut (-) Sianosis (-) Palatum normal Faring normal Uvula di tengah Tonsil normal (T1/T1) Post nasal drip tidak tampak

Leher

       

Penampakan leher normal Pigmentasi kulit normal Bekas luka (-) Ruam (-) Trakea di tengah, tidak ada deviasi Pembesaran tiroid (-) Pembesaran kelenjar getah bening (-) Pembesaran kelenjar parotis (-)

Thorax Jantung

Paru – paru

Inspeksi Palpasi Perkusi

  

Auskultas i



Inspeksi

           

Iktus kordis tidak terlihat Iktus kordis tidak teraba Batas jantung o Atas: ICS II linea parasternalis kiri o Kanan: ICS IV linea parasternalis dextra o Kiri: ICS IV linea midklavikula sinistra Suara jantung normal o S1 normal o S2 normal o Murmur (-) o Gallop (-) Pigmentasi kulit normal Bentuk dada normal, simetris Pergerakan dada simetris Ekspansi dada normal Barrel chest (-) Pectus excavatum (-) Pectus carinatum (-) Masa (-) Lesi (-) Bekas luka (-) Ruam (-) Retraksi interkostal (-) 8

 

Abdomen

  

Ekstremitas hangat CRT normal (< 2 detik) Refleks

Palpasi



Perkusi



Auskultas i

             

Perkusi

 

Auskultas i Inspeksi

Palpasi

Ekstremitas

                  

Retraksi supraklavicular (-) Penggunaan otot pernapasan abdomen (-) Taktil fremitus normal dan simetris pada kedua lapang paru Perkusi paru normal, sonor dan simetris pada kedua lapang paru Batas paru – hepar normal Wheezing (-) Ronchi (-) Pigmentasi kulit normal Lesi (-) Distensi abdomen (-) Ruam (-) Bekas luka (-) Striae (-) Caput medusa (-) Spider naevi (-) Masa (-) Bising usus normal Bruit (-) pada aorta abdominalis maupun arteri renalis Metallic sound (-) Perkusi normal, timpani pada seluruh regio abdomen Palpasi normal Nyeri tekan (-) Hepatomegali (-) Splenomegali (-) Pemeriksaan Ballotement (-/-) Nyeri ketok CVA (-/-) Shifting dullness (-) Fluid wave (-) Genu vagus (-/-) Genu varum (-/-) Tremor (-/-) Sianosis (-/-) Ikterik (-/-) Masa (-/-) Pendarahan (-/-) Edema pretibial (-/-) Edema dorsum pedis (-/-) Lesi (-) Cairan / sekret (-/-)

Inspeksi

Palpasi

9



Tulang Punggung

Inspeksi

Palpasi Gerak

2.12   2.13

        

o Fisiologis: (+/+) o Patologis: (-/-) Pemeriksaan sensoris o Vibrasi: tidak dilakukan o Pin prick: tidak dilakukan o Monofilament:tidak dilakukan Bentuk tulang punggung normal Tanda peradangan sendi (-) Lesi (-) Bekas luka (-) Nyeri (-) Atrofi otot (-) Servikal: normal Thoraks: normal Lumbar: normal

Rencana pemeriksaan penunjang Pemeriksaan darah lengkap EKG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan Berikut adalah hasil pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan

diterima pada tanggal 8 Agustus 2018. Jenis pemeriksaan Leukosit Limfosit Monosit Granulosit Limfosit (%) Monosit (%) Granulosit (%) Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC PLT

Hasil 14,300 1,900 900 11,500 13.3 6.3 80.4 4,680,000 13.6 41.1 87.8 29.1 33.1 266,000

Satua Nilai normal Interpretasi n /uL 4,000 – 10,000  /uL 600 – 3,500 Normal /uL 100 – 900 Normal /uL 1,300 – 6,700  % 14.0 – 53.0 Normal % 3.0 – 16.0 Normal % 30.0 – 90.0 Normal /uL 3,500,000 – 5,500,000 Normal g/dL 11.0 – 17.9 Normal % 37.0 – 48.0 Normal fL 75.0 – 118.0 Normal pg 23.2 – 38.7 Normal g/dL 31.9 – 37.0 Normal /uL 150,000 – 350,000 Normal

Berikut merupakan hasil pemeriksaan EKG yang dilakukan pada tanggal 7 Agustus 2018.

10

     

2.14

Irama: sinus, reguler Frekuensi jantung / nadi: 300 / 3.5 = 85,7 = 86 x / menit Gelombang P normal, selalu diikuti oleh gelombang QRS dan T Interval PR normal: 0,20 detik Gelombang QRS normal: 0,9 detik Segmen ST normal

Resume: Pasien seorang perempuan berusia 45 tahun datang dengan keluhan

nyeri pada ulu hati dan dada seperti terbakar sejak 2 hari sebelum ke RS. Rasa sakit bertambah parah setelah pasien makan dan saat pasien tidur. Selain itu, pasien juga mengeluhkan rasa asam pada lidah, mual, suara serak saat bangun tidur dan penurunan nafsu makan sejak kemarin. Pasein mengatakan rasa sakit yang dirasa 8/10 dan hanya hilang sementara setelah minum antasid. Tidak ada keluhan muntah, demam, batuk, sulit menelan, kembung, bersendawa, maupun sesak nafas. Pasien memiliki riwayat maag yang telah teratasi 3 tahun yang lalu. Pasien mengkonsumsi parasetamol 1-2x/ minggu. 2.15

Diagnosis Kerja: Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

2.16 Diagnosis Banding  Penykit arteri koroner  Akalasia  Kanker esofagus 2.17 Tatalaksana:  Edukasi o Pengertian, tanda dan gejala penyakit GERD o Komplikasi GERD yang dapat terjadi o Perubahan gaya hidup o Penatalaksanaan GERD o Manfaat serta efek samping obat-obatan yang diberikan o Interaksi obat dan makanan serta program nutrisi seimbang o Manajemen GERD  Medikamentosa o Promag 4x200 mg/hari (antasida) o Omeprazol 1x20 mg/ hari (PPIs)

11

 

Pembedahan Monitor o Perkembangan rasa nyeri pasien o Frekuensi mual

2.18 Follow Up  7 Agustus 2018



S O

Pasien datang dengan nyeri terbakar ulu hati dan dada, mual (+). KU: Pasien tampak sakit ringan Kesadaran: compos mentis TD: 110 / 60 mmHg N: 90 x/menit R: 22 x/menit T: 36°C

A P

GERD Awasi tanda – tanda vital Antasid (promag tablet) Omeprazol 20 mg

8 Agustus 2018 (pre-op, 08.40) S O

A P

Nyeri ulu hati dan dada (+), mual (-) KU: Pasien tampak sakit ringan Kesadaran: compos mentis TD: 110 / 60 mmHg N: 88 x/menit R: 21 x/menit T: 36,7°C Mata: normal Thorax: normal Abdomen: normal Ekstremitas: normal GERD Awasi tanda – tanda vital Antasid (promag tablet) Omeprazol 20 mg

12

2.19   

Prognosis Ad vitam Ad functionam Ad sanactionam

: bonam : bonam : bonam

Prognosis untuk kualitas hidup, fungsi serta kesembuhan pasien adalah bonam karena sebagian besar pasien GERD sembuh setelah minum obat sesuai anjuran dokter dan menerapkan perubahan – perubahan gaya hidup yang disarankan dan dapat beraktifitas seperti biasanya.

13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi GERD Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah keadaan patologis di mana terdapat kerusakan pada lapisan mukosa esofagus karena refluks asam lambung dalam kadar yang abnormal dan paparan yang berulang akibat relaksasi abnormal atau berlebih dari lower esophageal sphincter (LES).1 3.2 Gejala GERD Gejala klinis GERD dapat dikelompokkan menjadi gejala tipikal, atipikal dan extraesophageal. Gejala tipikal dari GERD adalah regurgitasi dan heartburn. Gejala atipikal GERD adalah epigastric fullness and pressure, nyeri epigastrium, dispepsia, mual, kembung, dan bersendawa. Sedangkan untuk gejala extraesophageal yang sering ditemukan adalah batuk kronis, bronkospasme, mengi, suara serak, laringitis, dan erosi gigi.12 3.3 Faktor risiko GERD Faktor risiko terjadinya GERD, adalah sebagai berikut: 1. Usia lanjut 2. Bawaan genetik 3. Obesitas 4. Hamil 5. Nutrisi tidak seimbang (diet tinggi lemak) 6. Kegiatan fisik yang kurang 7. Ras caucassian 8. Konsumsi alcohol dan kopi berlebih 9. Merokok 10. Insomnia 11. Riwayat maag 12. Konsumsi obat- obat yang dapat melemahkan LES

14

3.4 Patofisiologi GERD GERD adalah suatu kondisi di mana terdapat refluks asam lambung dan isinya ke esofagus yang dapat menyebaban kerusakan lapisan mukosa esofagus. GERD dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu motilitas esofagus yang buruk, disfungsi LES, dan tertundanya pengosongan lambung. Motilitas esofagus/ peristalsis yang buruk dan tidak mencukupi dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan tertundanya pengosongan lambung.13 Sedangkan, disfungsi LES memungkinkan terjadinya reflux dari asam lambumg. Disfungsi LES yang paling sering dijumpai adalah transient relaxation of LES.14 Tertundanya pengosongan lambung juga dapat menyebabkan GERD oleh karena adanya kenaikan volume isi lambung yang dapat mengalahkan tekanan LES sehingga merusak mekanisme valve.15 Masuknya cairan lambung yang bersifat asa, dapat mengubah kondisi umum esofagus yang lebih basa dari lambung sehingga menyebabkan terjadi perubahan hingga kerusakan pada lapisan mukosa esofagus.

3.5 Kriteria diagnosis GERD Berdasrkan

Guidelines

for

the

Diagnosis

and

Management

of

Gastroesophageal Reflux Disease yang dikeluarkan oleh American College of Gastroenterology tahun 1995 dan direvisi tahun 2013, diagnosis GERD dapat dilakukan berdasarkan terapi empiris, endoskopi, monitor pH esofagus, dan esophageal manometry.9 Beberapa cara menegakkan diagnosis GERD adalah berdasarkan gejala tipikal dari hasil anamnesis dan dinilai dengan Gastroesophageal Reflux Disease – Questionnairre (GERD-Q). Selain itu dapat juga ditegakkan secara sederhana melalui hasil uji terapi PPI.

15

Gambar 1. GERD-Q16

GERD-Q terdiri dari 6 pertanyaan mengenai gejala klasik GERD, pengaruhnya terhadap kualitas hidup penderita, dan efek penggunaan obat terhadap gejala dalam 7 hari terakhir. Apabila skor GERD-Q > 8 maka dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki kecenderungan tinggi menderita GERD.17 Endoskopi kerongkongan dan lambung untuk mendeteksi adanya inflamasi dari esofagus atau esofagitis dan mengambil biopsy untuk mendiagnosis adanya esofagus Barrett.5 Monitor pH esofagus dapat juga dilakukan untuk mencatat keasaman di esofagus dalam jangka waktu 24 jam melalui penggunaan kapsul wireless atau kateter transnasal.18 Sedangkan esophageal monometry dapat dilakukan untuk menilai fungsi esofagus serta fungsi spingternya selama 20-30 menit menggunakan tabung manometri yang dilengkapi dengan titik- titik elektroda. Uji ini dilakukan dengan mengukur tingkat di mana cairan dan gas melewati esfagus sehingga efektifitas kontraksi esofagus dapat dinilai.19

16

3.6 Klasifikasi GERD Klasifikasi GERD menurut hasil endoskopi oleh The Los Angeles Classification of Gastroesophageal Reflux Disease.20

Kelas

Kriteria

A

≥ 1 hilangnya lapisan mukosa ≤ 5 mm yang tidak melampaui bagian atas 2 lipatan mukosa

B

≥ 1 hilangnya lapisan mukosa >5 mm yang tidak melampaui bagian atas 2 lipatan mukosa

C

≥ 1 hilangnya lapisan mukosa yang kontinu melampaui bagian atas ≥ 2 lipatan mukosa tetapi melibatkan < 75% dari total keliling esofagus

D

≥ 1hialnnya lapsan mukosa yang melibatkan ≥ 75 % dari total keliling esofagus Gambar2. The Los Angeeles Classification of Gastroesophageal Reflux Disease

3.7 Tatalaksana GERD Pengobatan yang paling diutamakan pada GERD adalah perubahan gaya hidup berupa penurunan berat badan sesuai dengn IMT yang ideal, meningkatkan aktifitas fisik, berhenti merokok dan mengkonsumsi alkolhol, mngurangi jumlah makan berlebih, mengurangki konsumsi lemak, menghindari makanan yang menstimulasi sekresi asam (coklat, teh, dan kopi). Selain itu pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makan 2-3 jam sebelum tidur dan untuk meninggikan kepala ± 15-20 cm saat berbaring untuk menghindari refluks asam lambung saat tidur. 11 Terapi farmakologis yang merupakan indikasi GERD meliputi obat – obatan dengan golongan: 1. Antasida

17

Diunakan untuk terapi simptomatis yang bersifat sementara. Antasida bekerja untuk menetralkan asam lambung sehingga pH lambung meningkat dan rasa nyeri yang merupakan manifestasi dari keadaan hiperasiditas dapat berkurang. Selain itu, antasida juga mengurangi konsentrasi asam dan meningkatkan pH di dalam esofagus. Antasida juga dapat meningkatkan tekanan LES. Apabila antasida diberikan sebelum makan, ia akan bekerja selama 20 – 60 menit, sedangkan apabaila diberikan 1 jam setelah makan, efek yang akan dirasakan dapat berlangsung hingga 3 jam. Terdapat beberapa jenis antasida, yaitu dengan komposisi alumunium, calcium, magnesium, dan sodium bikarbonat. Antasida alumunium dapat menyebabkan efek samping konstipasi, antasida alumunium dapat menyebabkan mual dan muntah, magnesium menyebabkan diare, mual, dan muntah. Sementara sodium bikarbonat dapat menyebabkan peningkatan darah tinggi, sehingga penderita darah tinggi merupakan kontraindikasi pemberian antasida. 2. H-2 receptor blocker Digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung denan cara mentargetkan reseptor spesifik pada sel di permukaan lambung yang mensekresi asam lambung. Contohnya adalah simetidin, ranitidine, dan tamotidin. H-2 receptor blocker dapat digunakan sebagi terapi simptomatis GERD, namun lebih banyak digunakan untuk mengobati gastritis dan ulkus peptikum. 3. PPIs Digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung dengan cara menghalangi sekitar 70% dari enzim H+/K+ATPase secara ireversibel sehingga menurunkan produksi asam lambung berlebih namun masih memperbolehkan adanya asam lambung dalam konsentrasi kecil untuk proses pencernaan. PPIs memiliki masa paruh yang singkat di plasma darah, selama 60 – 90 menit, namun masa paruh inhibisi sekresi asam lambung dapat berlangsung selama sekitar 24 jam.21 Contoh PPIs adalah omeprazole, lansoprazole, dan rabeprazole. PPI merupakan pengobatan pilihan yang terbukti efektif karena bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan

mempengaruhi

enzim

yang

merupakan

tahap

akhir

proses

pembentukan asam lambung. 22 Efek samping PPIs yang sering ditemui adalah sakit kepala, diare, nyeri perut, lemas, dan pusing. 18

3.9 Komplikasi GERD Apabila GERD tidak terkontrol dan menjadi kronis, GERD dapan menyebabkan komplikasi yang serius seperti esofgitis, esofagus Barett yang merupakan faktor risiko kanker esofagus, serta striktur karena jaringan parut yang sekarang melapisi esofagus.20 BAB IV ANALISIS KASUS & TATALAKSANA 4.1 Pembahasan Kasus Keluhan utama pasien yang menyatakan adanya nyeri terbakar dengan skala 8/10 di ulu hati dan dada dapat mengarahkan kita untuk berpikir lebih spesifik pada sistem pencernaan bagian atas dan jantung. Namun, Diagnosis GERD dapat dtegakkan dengan adanya gejala heartburn dan regurgitasi yang didapatkan dari keluhan pasien saat anamnesis. Selain itu pasien juga mengeluh bahwa nyeri dirasakan lebih parah saat setelah makan disaat makanan masuk ke lambung dan ada sekresi asam lambung HCl dan disaat tidur di mana pasien berbaring dan asam lambung akan dengan mudah refluks ke esofagus pada kondisi LES yang inkompeten. Selain itu, pasien juga memiliki riwayat sakit maag atau gastritis sehingga diagnosis lebih mengarah ke system pencrnaan bagian atas. Untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit arteri koroner, dilakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit jantung pasien maupun keluarga pasien dengan hasil negatif. Pasein juga tidak mengeluh rasa sakit yang semakin parah saat beraktifitas berat dan rasa sakit yang membaik saat istirahat. Untuk mengkonfirmasi, dilakukan pemeriksaan EKG dimana ditemukan hasil irama sinus yang regular, dengan frekuensi jantung yang dalam batas normal. Selain itu gelombang P juga tampak normal dan selalu diikuti gelombang QRS dan T, dengan interval PR yang normal yaitu 0,20 detik (N = 0,12-0,20 detik) dan gelombang QRS 0,9 detik (N = 0,80,10 detik). Tidak ditemukan juga adanya elevasi atau depresi segmen ST yang merupakan salah satu kriteria diagnostik infark miokard. Diagnosis banding aklasia juga dapat disingkirkan karena pasien akan mengeluh adanya kesulitan menelan karena ketidak mampuan LES untuk relaksasi, terbuka, dan memberi jalan untuk masuknya makanan ke dalam lambung. Selain itu aklasia merupakan penyajit yang sangat jarang ditemukan. 19

Kanker esofagus merupakan diagnosis banding lain dari GERD, namun kanker esofagus biasanya ditemukan pada pasien lanjut usia yang datang dengan gejala alarm, yaitu anemia, penurunan berat badan involunter, disfagia akut, hematemesis, melena, dan muntah yang presisten. Pada pemeriksaan darah perifer lengkap biasanya ditemukan anemia yang tidak ditemukan pada pasien ini.

4.2 Tatalaksana Penatalaksanaan yang dilakukan setelah anamnesis yang lengkap adalah EKG untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit arteri koroner. Edukasi meerupakan terapi non farmkologi yang harus dilakukan pada kasus GERD yang menjelaskan tentang pentingnya perubahan gaya hidup seperti penurunan berat badan sesuai dengan IMT ideal pasien, menghentikan konsumsi makanan dan minnuman yang dapa menyebabkan kondisi asam, olah raga rutin, dan perubahan posisi tidur di mana kepala di elevasi ± 15-20 cm supaya pasien dapat tidur dengan nyaman dan cukup. Terapi medika mentosa yang diberikan adalah omeprazole yang merupakan golongan PPIs yang telah ditetpkan sebagai pilihan obat yang terbaik untuk GERD dengan segala grade dan antasida yang dapat digunakan sebagai terapi simtomatis yang cepat.

20

BAB V KESIMPULAN Telah dilaporkan kasus GERD pada seorang perempuan berusia 45 tahun yang dirawat di bangsal Rumah Sakit TNI Daan Mogot. Keluhan utama pasien adalah nyeri pada ulu hati dan dada seperti terbakar yang diperparah saat makan dan tidur. Keluhan lain pasien adalah adanya rasa mual. Pasien terdiaknosa GERD melalui hasil anamnesis dimana ditemukan heartburn dan regurgitasi. Pasien sudah mendapatkan pengobatan berupa antasid (tablet promag) dan omeprazole 20 mg.

21

DAFTAR PUSTAKA

1.

Selfie, Simadibrata M. No Title. Indones J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc. 2015;16(3):183–9.

2.

El-serag HB, Sweet S, Winchester CC, Dent J. Update on the epidemiology of gastro-oesophageal reflux disease : a systematic review. 2014;871–80.

3.

Nwokediuko SC. Current Trends in the Management of Gastroesophageal Reflux Disease : A Review. 2012;2012.

4.

Troxler RB, Harding SM. Sleep and Gastroesophageal Reflux. Princ Pract Pediatr Sleep Med Second Ed. 2012;42(1):83–90.

5.

Association AG. American Gastroenterological Association Medical Position Statement on the Management of Barrett ’ s Esophagus. YGAST [Internet]. 2011;140(3):1084–91. Available from: http://dx.doi.org/10.1053/j.gastro.2011.01.030

6.

Lagergren J, Bergstro R, Nyre O. Association between Body Mass and Adenocarcinoma of the Esophagus and Gastric Cardia. 2013;883–90.

7.

Klauser AG, Schindlbeck NE, Mu. Symptoms in gastro-oesophageal reflux disease. 1990;205–8.

8.

Wilson JL, Pruett KL. Gastroesophageal Reflux Disease : Treating Wisely. 2016;77(3):202–5.

9.

Katz PO, Gerson LB, Vela MF. Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease. Am J Gastroenterol [Internet]. 2013;108(3):308–28. Available from: http://www.nature.com/doifinder/10.1038/ajg.2012.444

10.

Jacobson BC, Somers SC, Fuchs CS, Kelly CP, Camargo CA. Body-Mass Index and Symptoms of Gastroesophageal Reflux in Women. N Engl J Med [Internet]. 2006;354(22):2340–8. Available from: http://www.nejm.org/doi/abs/10.1056/NEJMoa054391

11.

Kaltenbach T, Crockett S, Gerson L. Are Lifestyle Measures Effective in Patients With Gastroesophageal Reflux Disease? Arch Intern Med. 2006;166:965–71.

12.

Badillo R, Francis D, Badillo R, Francis D, Gastroenterology D. Diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. 2014;5(3):105–12.

13.

Kahrilas PJ, Dodds WJ, Hogan WJ, Kern M, Arndorfer RC, Reece A. Esophageal peristaltic dysfunction in peptic esophagitis. Gastroenterology. 1986;91(4):897–904.

14.

Kim HI, Hong SJ, Han JP, Seo JY, Hwang KH, Maeng HJ, et al. Specific movement of esophagus during transient lower esophageal sphincter relaxation in gastroesophageal reflux disease. J Neurogastroenterol Motil. 2013;19(3):332–7.

15.

Buckles DC, Sarosiek I, McMillin C, McCallum RW. Delayed Gastric Emptying in Gastroesophageal Reflux Disease: Reassessment with New Methods and Symptomatic Correlations. Am J Med Sci [Internet]. 2004;327(1):1–4. Available from: http://dx.doi.org/10.1097/0000044122

200401000-00001 16.

Saputera MD, Budianto W. Diagnosis dan tatalaksana gastroesophageal reflux disease (GERD) di pusat pelayanan kesehatan primer. 2017;44(5):329–32.

17.

The Indonesian Society of Gastroenterology. National Consensus on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease in Indonesia. Acta Med Indones [Internet]. 2014;46(3):263–71. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22156361

18.

DeVault KR, Castell DO. Updated guidelines for the diagnosis and treatment of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol. 2005;100(1):190–200.

19.

Mello M, Gyawali CP. Esophageal Manometry in Gastroesophageal Reflux Disease. Gastroenterol Clin North Am [Internet]. 2014;43(1):69–87. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.gtc.2013.11.005

20.

Sami SS, Ragunath K. The Los Angeles Classification of Gastroesophageal Reflux Disease. Video J Encycl GI Endosc [Internet]. 2013;1(1):103–4. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S2212-0971(13)70046-3

21.

Shin JM, Munson K, Vagin O, Sachs G. The gastric HK-ATPase: Structure, function, and inhibition. Pflugers Arch Eur J Physiol. 2009;457(3):609–22.

22.

Chiba N, De Gara CJ, Wilkinson JM, Hunt RH. Speed of healing and symptom relief in grade II to IV gastroesophageal reflux disease: A meta-analysis. Gastroenterology. 1997;112(6):1798–810.

23

Related Documents

He Mish Copy.docx
June 2020 3
Mish Minyan
April 2020 19
He He
July 2020 39
He He
May 2020 31
He
October 2019 46
He
May 2020 30

More Documents from "Jana SV"