PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE, TECHNOLOGY AND SOCIETY (STS) DAN PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP LITERASI SAINS DI TINJAU DARI SELF EFFICACY (Studi Eksperimen Peserta Didik Kelas V Kota Surakarta Tahun 2019/2020)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian Dosen Pengampu: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd
Disusun Oleh: Hawa Ajeng Trisnawati
(S031808017)
Kelas 2B
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2019
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, perkembangan teknologi menciptakan berbagai kamajuan di segala sektor kehidupan. Pemanfaatan teknologi informasi ataupun komunikasi secara optimal menimbulkan perkembangan yang luar biasa pada abad 21. Untuk dapat menjadi manusia yang mampu berkompetisi pada abad 21, pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan bekal keterampilan dan kemampuan untuk menghadapi perkembangan zaman. Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
Pasal
3,
tujuan
pendidikan
nasional
adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan mengembangkan
sains
memiliki
kemampuan
kontribusi
pemahaman
yang
yang
lebih
besar
dalam
baik
terkait
pengetahuan alam sekitar dengan lebih efektif. Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Proses pembelajaran sains mampu memberikan pengalaman yang konkret pada peserta didik dalam memahami pengetahuan yang disampaikan pendidik,
hal
ini
memberikan
kemudahan
peserta
didik
dalam
mengembangkan kompetensinya dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Penjelasan tersebut didukung dengan pendapat deGraff (2017) bahwa “scientific literacy in broad terms and argued that an openeded approach, free of benchmarks and highstakes testing. Allows teachers and students more freedom to choose from a wide variety of science content and methodologies” literasi sains secara luas dan berpendapat bahwa pendekatannya bersifat terbuka, bebas dari tolok ukur atau patokan serta pengujian yang tinggi,
memungkinkan guru dan siswa memiliki lebih banyak kebebasan untuk memilih dari beragam konten dan metodologi sains ”. Dari pemaparan diatas, jelas bahwa pendidikan sains sangat mendukung peserta didik dalam mengembangkan kompetensi dan pengetahuan untuk mampu menghadapi perkembangan abad 21. Pengembangan kemampuan literasi sains merupakan salah satu tujuan terpenting dalam pendidikan sains. Literasi sains memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari manusia (BouJaoude, 2002; Dewan Penelitian Nasional [NRC], 1996; Zembylas, 2002
)Oleh sebab itu, peserta didik
dituntut memiliki keterampilan literasi sains untuk dapat menghadapi perkembangan teknologi pada abad 21. Namun, pada kenyataannya menurut hasil penelitian
Programme for International Student Assesment (PISA)
tahun 2012 yang dipublikasi Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) juga menunjukkan posisi Indonesia yang berada pada peringkat 64 dari 65 negara. Hasil observasi pendahuluan yang dilaksanakan pada tiga sekolah yaitu SD Mijen, SD Pringgolayan dan SD Semanggi . Hasil observasi menunjukkan bahwa tingkat kemampuan literasi sains peserta didik masih dalam tingkatan yang kurang atau masih belum mencapai terget pendidikan. Dari beberapa guru yang menjelaskan bagaimana proses pembelajaran yang berlangsung dalam mata pelajaran IPA. Rendahnya kemampuan literasi sains peserta didik dapat dilihat melalui hasil UN peserta didik sekolah dasar kota Surakarta, khususnya pada mata pelajaran IPA yang masih menduduki urutan ke 4 (40% peserta yang lulus pada mata pelajaran IPA) dari 5 mata pelajaran yang di uji kan. Berdasarkan wawancara bersama guru IPA di sekolah tersebut, menunjukkan bahwa guru tidak pernah mengajak peserta didik belajar dengan model pembelajaran yang lain diluar urutan kegiatan pembelajaran yang sudah ditetapkan di buku guru. Pendapat tersebut telah dibuktikan juga oleh Faturrahman dkk (2014) bahwa rendahnya suatu kemampuan literasi sains peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari kurikulum, sistem pendidikan, metode yang dipilih guru sampai
model pembelajaran yang kurang tepat. Maka dari itu, dibutuhkan model pembelajaran IPA yang efektif dan mampu menunjang dalam mengembakan kemampuan literasi sains peserta didik. Model pembelajaran menjadi salah satu cara sebagai peningkatakan kualitas pembelajaran di kelas. Model pembelajaran sangat membantu pendidik dalam menciptakan suasana belajar yang inovatif, efektif dan efisien. Menurut
M. Afandi dkk (15: 2013) menjelasakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu suatu prosedur pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman selama proses pembelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang didalamnya terdapat teknik, strategi, metode, media bahkan alat penilaian pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran atau materi yang akan disampaikan pendidik. Model pembelajaran STS (Science, Technology and Society) merupakan salah satu model yang sesuai dengan karakteristik pendidikan sains. Pendidikan sains memiliki karakteristik bahwa proses pembelajaran sains selalu menekankan pada pembelajaran yang konkret dengan memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang sangat dekat dengan kehidupan peserta didik. Dari permasalahan
yang dijelaskan
perlu digunakan model
pembelajaran yang mampu menghubungkan permasalahan sains/ ilmiah dengan perkembangan teknologi untuk meningkatkan melek pengetahuan sains/ literasi sains peserta didik, Salah satu model pembelajaran yang dianggap mampu meningkatkan literasi sains dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran STS. National Science Teacher Association (NSTA) mengungkapkan bahwa STS merupakan model pembelajaran yang mampu menghubungkan teknologi, sains dan masyarakat dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sains bertujuan untuk mengembangkan kemampuan literasi sains, teknologi dan masyarakat, bahwa diharapkan peserta didik tidak hanya memahami pengetahuan sains terkait konsep namun peserta didik mampu mengaplikasikan konsep-konsep sains dalam kehidupannya, baik melalui
teknologi yang berkembang di masyarakat ataupun kehidupan sehari-hari . (M G Devi and N Aznam, 1: 2018). Poedjiaji dalam M G Devi and N Aznam (2: 2018) menjelaskan tujuan model pembelajaran STS, bahwa model pembelajaran STS mampu membentuk individu yang memiliki literasi sains dan teknologi serta memiliki kepedulian terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar. Hal ini di perkuat dengan pernyataan Miller (1996) dalam Cátia Bettencourt (2011) “STS education can contribute greatly to the education of citizens, preparing them to face contemporary technological issues and scientific changes”
Miller menekankan bahwa
model pembelajaran STS mampu membuat kontribusi yang substansial dalam mempersiapkan peserta didik untuk dapat mengahadapi perkembangan teknologi dan permasalahan sains yang berkembang di masyarakat. Hal ini telah terbukti dari hasil penelitian Galuh Rahayung pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa model pembelajaran STS adalah model yang baik dalam meningkatkan literasi sains peserta didik dibanding dengan model pembelajaran berbasis masalah. Selain model STS dan model pembelajaran berbasis masalah yang mampu di yakini meingkatkan literasi sains siwa, salah satu model lainnya yaitu model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran yang juga dapat dikatakan memiliki kesesuaian dengan karakteristik pendidikan sains yaitu model pembelajaran inkuiri. Bahkan menurut Sitiatava (84: 2013) model pembelajaran inkuiri ilimiah merupakan model pembelajaran berbasis sains, yaitu suatu pembelajaran yang dirancang untuk mampu memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam melakukan penelitian suatu maslah dan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan fakta. Dalam kegiatan pembelajarannya, model pembelajaran inkuiri mampu memaksimalkan
seluruh
kemampuan
peserta
didik
untuk
mencari
,menyelidiki sesuatu secara sistematid, kritis, logis dan analitis, sehingga peserta didik mampu merumuskan sendiri temuannya dengan percaya diri. Keberhasilan pendidikan dalam memberikan kebutuhan peserta didik terkait literasi sains tidak hanya melalui usaha dengan menggunakan model pembelajaran
yang
efektif.
Dari
penelitian
Adam
Al
Sultan
(2018)menunjukan adanya perbedaan yang signifikan terkait literasi sains seorang guru dilihat dari tingkat self efficacy dari masing-masing guru. Maka dari itu, peneliti mencoba untuk melihat tingkat self efficacy terhadap peserta didik, apakah akan menghasilkan hasil yang sama seperti penelitian self efficacy yang dilakukan kepada guru-guru atau justru sebaliknya. Di sisi lain, menurut hasil penelitian Kerti Ait dkk (2015) didaptakan bahwa hasil penelitian terkait kepercayaan diri (self efficacy) terhadap keterampilan abad 21 seperti memahami sains, berkolaborasi dan komunikasi dengan orang lain. Peserta didik yang memiliki tingkat self efficacy yang tinggi terhadap semua itu maka akan lebih mudah dan siap dalam mengahadapi abad 21. Dari hasil penelitian tersebut, maka tingkat self efficacy akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan peserta didik dalam mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam mengahadapi abad 21 salah satunya yaitu literasi sains. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti bertujuan untuk melakukan penelitian dengan judul “pengaruh model pembelajaran STS dan model pembelajaran inkuiri terhadap keterampilan sains ditinjau dari self efficacy siswa sekolah dasar”
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti merumuskan penelitian yaitu: 1) Apakah ada perbedaan kemampuan literasi sains siswa dengan model pembelajaran STS dan model pembelajaran inkuiri ? 2) Apakah ada perbedaan kemampuan literasi sains siswa yang memiliki self efficacy tinggi, sedang dan rendah? 3) Apakah ada interaksi antara model pembelajaran STS dan self efficacy siswa terhadap kemampuan literasi sains?
C. Tujuan penelitan Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti merumuskan tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui 1. perbedaan kemampuan literasi sains siswa dengan model pembelajaran STS dan model pembelajaran inkuiri 2. perbedaan kemampuan literasi sains siswa yang memiliki self efficacy tinggi, sedang dan rendah 3. interaksi antara model pembelajaran STS dan self efficacy siswa terhadap kemampuan literasi sains
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis b. Sebagai bahan informasi yang dapat membantu meningkatan kemampuan literasi sains siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar. c. Sebagai bahan informasi bagi Program Studi Magister Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Pascasarjana Universitas Sebelas Maret dalam upaya pengembangan keilmuan pendidikan guru sekolah dasar. d. Sebagai bahan pengembangan penelitian yang akan datang, khususnya tentang pelaksanaan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar. 2. Manfaat Praktis a.Bagi Guru 1) Mendorong guru untuk melaksanakan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar khususnya dalam meningkatakan kemampuan literasi sains peserta didik. 2)
Sebagai
dasar
pembelajaran
pertimbangan yang
tepat
dalam
pada
menetukan
mata
pelajaran
model Ilmu
Pengetahuan Alam di sekolah dasar. b. Bagi Sekolah 1) Mengembangkan wawasan tentang kemampuan literasi sains merupakan kebutuhan penting peserta didik pelaksanaan pembelajaran ilmu pengetahuan alam di sekolah dasar. 2) Meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik melalui penerapan model pembelajaran inovatif dengan tingkat self efficacy peserta didik.