HASIL PEMBELAJARAN BLOK 1 SKENARIO 5
NAMA
: RISTIEYEN RAMADINI
STAMBUK
: 151 2018 0143
KELOMPOK
: 4 (EMPAT)
PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2019
SKENARIO 5 1. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan faktor resiko dari osteoporis Jawab : Etiologi osteoporosis Etiologi osteoporosi yaitu disebabkan karena adanya gangguan metabolisme pada tulang. Pada keadaaan normal, sel-sel tulang yaitu sel pembangun (osteoblast) dan sel pembongkar (osteoklas) bekerja silih berganti, saling mengisi, seimbang sehingga tulang menjadi utuh. Kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia. Apabila kerja osteoklas melebihi kerja osteoblast maka kepadatan tulang menjadi berkurang dan akhirnya keropos. Metabolisme tulang terganggu karena berbagai kondisi yaitu berkurangnya hormon estrogen dan vitamin D, dan penggunaan obat , berkurangnya asupan kalsium dan vitamin D, efek samping beberapa jenis obat, minum minuman beralkohol, merokok dan sebagainya (Chisholm-Burns et al., 2006; Dipiro et al., 2015; Alldredge et al., 2013; Kemenkes, 2015). Faktor Resiko osteoporosis (Linn W.D et al., 2009; ; Dipiro et al., 2015; Alldredge et al., 2013; Kemenkes, 2015, Permenkes, 2008, Sozen et al, 2017) Faktor Resiko yang tidak bisa dimodifikasi - Usia Salah salah satu faktor yang tidak dapat diubah. Pada lansia daya serap kalsium akan menurun seiring bertambahnya usia. Pada usia 75-85 tahun wanita memiliki resiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormone paratiroid meningkat.
- Gender Wanita akan kehilangan massa tulang 30% - 50% sedangkan pria hanya 20% 30%, namun tidak berarti semua wanita yang mengalami monopaus akan mengalami osteoporosis. - Gangguan hormonal Wanita menopause mengalami pengurangan estrogen, sehingga pada umumnya wanita diatas 40 tahun lebih banyak terkena osteoporosis. Pria yang mengalami defisit testosterone (hormon ini dalam darah diubah menjadi estrogen) Gangguan hormonal lain : tiroid, paratiroid, insulin dan glukokortikoid. - Genetik Diperkirakan 80% kepadatan tulang diwariskan secara genetik. secara genetik sehingga dapat diartikan bahwa osteoporosis dapat diturunkan - Ras asia atau kaukasia Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau turunan asia memiliki resiko terkena osteoporosis Faktor resiko yang dapat di modifikasi - Postur tubuh kurus Postur tubuh yang kurus cenderung mengalami osteoporosis dibandingkan dengan postur ideal (dengan berat badan ideal), karena dengan postur tubuh yang kurus sangat mempengaruhi tingkat pencapaian massa tulang.
- Kebiasaan Merokok Merokok sangat rentan terkena osteoporosis karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang dan dapat membuat kadar dan aktivitas hormone estrogen dalam berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam mengahadapi proses pelapukan. - Kebiasaan mengonsumsi alcohol dan kafein Mengonsumsi minuman tinggi alkohol, dan minuman tinggi kafein. Hal ini disebabkan kafein dan alkohol menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas) karena kafein dan alkohol bersifat toksin bagi tubuh. Akibatnya, kalsium untuk membentuk tulang terbuang bersama dengan air seni. - Asupan gizi yang rendah Pola makan yang tidak seimbang yang kurang mengandung gizi, seperti kalsium, fosfor, seng, vitamin B6, C, D, K serta phyestrogen (estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti toge). - Kurang terkena sinar matahari Jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan sore hari. Karena sinar matahari dibutuhkan untuk memicu kulit membentuk vitamin D3, dimana vitamin D (D3 + D2/berasal dari makanan) di ubah oleh hepar dan ginjal menjadi kalsitriol. - Kurang aktivitas fisik Kurangnya olahraga dan latihan seacara teratur menimbulkan efek negative yang menghambat proses pemadatan massa tulang.
- Penggunaan obat untuk waktu yang lama Seperti penggunaan obat kortikosteroid, sitostatika (metotreksat), anti kejang, antikoagulan (heparin dan warfarin). Obat kortikosteroid yang sering dikonsumsi dapat menyebabkan resiko penyakit osteoporosis, jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Karena kortikosteroid menghambat proses osteoblas. 2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan hubungan osteoporosis dengan penyakit lain dan terjadinya fraktur ditinjau patofisiologi Patofisiologi Osteoporosis Normalnya tulang melakukan remodeling untuk memperbaiki komposisi tulang yang rusak. Tulang terdiri dari sel osteoklast dan sel osteoblast. Pembentukan osteoblast dimulai dari stem cell yang kemudian berdiferensiasi menjadi praosteoblast atau prekursor osteoblast. Adanya pengaruh dari hormon paratiroid (PTH), TGF-β, dan stress akan menstimulasi prekursor osteoblast untuk berinteraksi dengan RANKL. RANKL kemudian berikatan dengan RANK yang merupakan reseptor dari prekursor osteoklast. Prekursor osteoklast sendiri dibentuk dari monosit yang berdiferensiasi menjadi praosteoklast atau prekursor osteoklast dengan bantuan MCSF (Makrofag Colony Stimulation Factor). Interaksi antara RANKL dan RANK akan menyebabkan terjadinya diferensiasi prekursor osteoklast menjadi osteoklast yang matang. Osteoklast yang matang kemudian akan melakukan resoprsi tulang. Selama terjadinya resorpsi, beberapa enzim dilepaskan, seperti TGF-β, IGF-1, growth factor, dan
sitokin
sehingga
menstimulasi
pengikatan
prekursor
osteoblast
dan
pematangan osteoblast. Osteoblast yang matang kemudian melakukan pemadatan tulang di daerah yang diresorpsi oleh osteoklast (Katzung, G.B., 2015; Alldredge, B.K., et al., 2013). Pada proses remodeling, hormon estrogen memiliki peran penting dalam mengontrol agar produksi osteoklast tidak berlangsung terus menerus. Estrogen berikatan dengan reseptor estrogen dan menghasilkan OPG (osteoprotegerin). OPG
kemudian berkompetisi secara antagonis dengan RANKL, sehingga mengikat dan mengganggu RANKL pada prekursor osteoblast sehingga tidak terjadi interaksi antara RANKL dan RANK pada prekursor osteoklast yang menyebabkan terhambatnya pematangan osteoklast. Akan tetapi, jika terjadi defisiensi estrogen, maka jumlah osteoklast akan meningkat dibandingkan osteoblast sehingga proses resorpsi dan pemadatan tulang tidak seimbang (Katzung, G.B., 2015; Alldredge, B.K., et al., 2013). Selain hormon estrogen, PTH juga berperan dalam resorpsi tulang. Ketika kadar kalsium dalam serum rendah, PTH akan dilepaskan dari kelenjar paratiroid. PTH kemudian akan meningkatkan aktivitas osteoklast dalam resorpsi tulang sehingga kalsium yang dikeluarkan dari tulang akan dibawa ke plasma. Selain itu, PTH juga meningkatkan penyerapan kalsium di tubulus ginjal. Kedua hal ini menyebabkan peningkatan kadar kalsium dalam serum sehingga hipokalsemia dapat teratasi. Akan tetapi, jika terjadi hipertiroidisme, maka PTH yang dilepaskan akan meningkat sehingga resorpsi tulang akan berlebih dan dapat meningkatkan resiko terjadinya farktur (Katzung, G.B., 2015) Hubungan patofisiologi Hubungan antara hipertensi, diabetes dan osteoporosis. Ketika seseorang mengalami osteoporosis menyebabkan kurangnya kalsium didalam darah sehingga hubungan dengan diabetes ketika terjadi kekurangan kalsium menyebabkan yang seharusnya masuk ke dalam sel-β untuk memicu pelepasan hormon insulin namun karena kekurangan kalsium menyebabkan insulin tidak dapat dikeluarkan atau sedikit dari sel- β sehingga glukosa yang ada pada pembuluh darah tidak dapat diurai menjadi ATP menyebabkan terjadinya diabetes melitus. Kemudian hubungan hipertensi dengan osteoporosis seperti yang sudah dijelaskan di atas ketika tejadinya osteoporosis tejadi penurunan kalsium sehingga menyebabkan terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah. (Zullis, 2018, J.Christopher, 2014)
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi osteoporosis Klasifikasi Osteoporosis (WHO; Permenkes, 2008; Chisholm-Burns et al., 2006) Klasifikasi
osteoporosis
berdasarkan Klasifikasi
Penyebabnya
osteoporosis
berdasarkan
Nilai kepadatan tulang (T-Score)
Osteoporosis Primer yaitu osteoporosis Normal : - 1 atau lebih besar dari -1 yang bukan disebabkan karena penyakit Osteopenia : -1 sampai – 2,5 tapi
karena
proses
alamiah
seperti Osteoporosis : < -2,5
terhentinya produksi hormone estrogen Osteoporosis berat : - 2,5 disertai fraktur dan bertambahnya usia.
Osteoporosis
primer
tipe
1
(osteoporosis pasca menopause) yang terjadi pada wanita pasca menopause. berusia
Biasanya
50-65
tahun,
wanita fraktur
biasanya pada vertebrata (ruas tulang belakang), iga atau tulang radius.
Osteoporosis
primer
tipe
2
(osteoporosis senil) yang terjadi pada usia lanjut. Biasanya berusia > 70 tahun, pria dan wanita. Fraktur
biasanya
pada
tulang
paha. Selain fraktur gejala yang
lain
yaitu
kifosis
dorsalis
bertambah, makin pendek dan nyeri tulang berkepanjangan. Osteoporosis sekunde yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai penyakit
tulang
(chronic
rheumatoid,
artritis, tbc spondilitis, osteomalacia, dll), pengobatan steroid untuk jangka waktu yang lama, astronot tanpa gaya berat, paralise
otot,
tidak
bergerak
untuk
periode lama, hipertiroid, dan lain-lain. Osteoporosis idioptik yaitu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada anak-anak (juvenile), usia remaja (adolesen).
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinik osteoporosis Manifestasi Klinik Manifestasi klinik osteopororsis bersifat asimtomatis baru ditemukan ketika melakukan pemeriksaan dan setelah terjadi fraktur. Namun biasanya disertai nyeri punggung, tulang punggung yang semakin membungkuk, mengalami keseleo, ada benjolan, menurunanya tinggi badan, nyeri tulang akut, nyeri berkurang pada saat beristirahat ditempat tidur, nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah
bila melakukan aktivitas, dan patah tulang (Chisholm-Burns et al., 2006; Dipiro et al., 2015; Alldredge et al., 2013; Kemenkes, 2015; Medscape, 2008). 5. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami interpretasi data lab dari skenario Interpretasi Data Klinik (Sozen et al., 2016., Dipiro.,2015) Pemeriksaan Normal
T-Score - 1 atau lebih besar dari -1
Osteopenia Osteoporosis Osteoporosis berat
-1 sampai – 2,5 < -2,5 - 2,5 disertai fraktur
Berdasarkan data skenario nilai dari dual x-ray absorptiometry
(DXA)
pengukuran DXA dilakukan untuk mengukur kepadatan mineral tulang dengan. Pasien memiliki T-score tulang belakang pasien -2,69 dan nilai T- scrore tulang paha -2,0 menunjukkan bahwa tulang belakang pasien mengalami osteoporosis dan tulang paha pasien mengalami osteopenia. Menurut Sozen Tumai nilai pemeriksaan FRAX bertujuaan untuk menghitung probabilitas resiko patah tulang osteoporosis selama 10 tahun, pasien memiliki nilai hip fractur ≥3% dan major osteoporosis fractur ≥ 20% mengalami resiko osteoporosis. Berdasarkan skenario nilai FRAX fraktur osteoporosis major 11% artinya pasien tidak mengalami osteoporosis major. Dan nilai hip fracture 3,4% artinya pasien mengalami hip fracture. 6. Mahasiswa mampu memahami dan menganalisis terapi (Penggolongan obat dan mekanisme kerja) dan pentalaksanaan (pencegahan)
Terapi Osteoporosis (Dipiro, 2015; Chisholm-Burns, 2006; Zizic, T.M., 2004) Obat Suplemen Kalsium
Dosis
Kerja
Efek Samping
0-6 bulan :
Meningkatkan
BMD,
200-1000 mg
tetapi untuk pencegahan
6-12 bulan :
fraktur harus diberikan
260-1500 mg
dengan vitamin D secara
1-3 tahun :
bersamaan dan dengan
700-2500 mg
obat-obat
4-8 tahun :
lainnya jika diperlukan.
Sembelit,
batu
ginjal
osteoporosis
1000-2500 mg 9-18 tahun : 1300-3000 mg 19-50 tahun : 1000-2500 mg 51-70 (pria): 1000-2000 51-70 (wanita): 1200-2000 mg >70 tahun : 1200-2000 mg Vitamin D
0-6 bulan :
Membantu dalam
Hiperkalsemia,
Vit. D3
400-1000 unit
memaksimalkan
(lemah,
sakit
(kolakalsiferol)
6-12 bulan :
penyerapan kalsium di
kepala,
mual,
400-1500 unit
usus dan BMD sehingga
mengantuk,
1-3 tahun :
menurunkan resiko
aritmia),
600-2500 unit
fraktur dan terjatuh.
hiperkalsiuria
4-8 tahun : 600-3000 unit 9-18 tahun : 600-4000 unit 19-50 tahun : 600-4000 unit 51-70 (pria): 600-4000 unit 51-70 (wanita): 600-4000 unit
>70 tahun : 800-4000 unit
Untuk defisiensi vit..D:
50.000 unit oral 1-2 kali Vit. D2
seminggu selama 8-12
(ergokalsiferol)
minggu.
Maintenance
50.000 unit/bulan
Untuk
osteodistropi
ginjal, 1,25(OH)2
hiperparatiroidisme0,25-
Vit.D
0,5 mcg oral atau 1-2
(Kalsitriol)
mcg/mL IV per hari
Bifosfonat
Mengurangi
Alendronat
Ibandronate
resopsi
dengan
cara
Nyeri
Pencegahan :
tulang
musculoskeletal
5 mg oral sehari/ 35 mg
mengikat matriks tulang
sementara, mual,
oral seminggu
dan menghambat kerja
dyspepsia, flu like
Treatment :
osteoklast
syndrome
10 mg oral sehari/ 70
(pemberian IV)
mg oral seminggu
Jarang : perforasi
Pencegahan :
sal.
Oral 150 mg/bulan
ulserasi,
Treatment :
pendarahan
Oral 150 mg/bulan; 3
sal.cerna (oral)
cerna,
mg IV tiap 3 bulan Risedronate
Pencegahan
&
Treatment : 5 mg oral/hari, 35 mg oral/minggu,
150
mg
oral/bulan
Asam
Pencegahan :
Zoledronate
5 mg IV tiap 2 tahun Treatment : 5 mg IV tiap tahun
RANK Inibitor
Ligand
Treatment :
Mengikat
60 mcg subkutan setiap
menghambat
dan RANK-L
Flatulens, dermatitis, eksim,
Denosumab
6 bulan
sehingga
menghambat
rash
pembentukan osteoklast
Jarang
dan
serius
meningkatkan
:
infeksi
apoptosis osteoklast SREM
(Selective
Oral 60 mg/hari
Memodulasi
reseptor
Rasa panas dan
Receptor Estrogen
estrogen.Merupakan
Modulator)
estrogen-agonis
tulang, dan antagonis di
tromboemboli
payudara dan uterus
vena,
Raloxifene
kemerahan, kram di
kaki,
edema
perifer Jarang : katarak dan
penyakit
kantong empedu, resiko stroke yang fatal Terapi
Pengganti
Mengikat
Estrogen
reseptor
estrogen
di
osteoblast
sel
sehingga
menghasilkan
OPG
(osteoprotegerin)
yang
kemudian
mengikat
RANK-L
sehingga
menghambat
maturasi
Kanker payudara, tromboemboli vena
osteoklast Kalsitonin
1
spray
(200
unit)
Menghambat
intranasal tiap hari; 100
tulang
unit/ hari subkutan
berikatan
Recombinant
20
mcg/hari
human parathyroid
subkutan
hormone (PTH)
tahun
secara
hingga
2
resorpsi
dengan
Rhinitis, epistaksis
cara
Injeksi
:
dengan
merah,
inflamasi
reseptor osteoklast
local
Meningkatkan
Nyeri
pembentukan
dan
mual,
di
tempat
suntikan,
mual,
remodeling tulang, serta
sakit
meningkatkan
pusing, kram kaki
jumlah
dan aktivitas osteoblast
Jarang
kepala,
:
peningkatan asam urat
Interaksi obat Lisinopril dan Celecoxib (Drugs.com) Bila diggunakan bersamaan dapat mengurangi efek lisinopril dalam menurunkan tekanan darah. Lisinopril dan Pregabalin (Drugs.com) Pregabalin bersama dengan lisinopril dapat menyebabkan angioedema, suatu kondisi yang berhubungan dengan pembengkakan pada wajah, mata, bibir, lidah, tenggorokan, dan kadang-kadang juga tangan dan kaki. Lisinopril dan Sitagliptin (Medscape) Pemberian sitagliptin (inhibitor DPP-4) dengan lisinopril (ACEI) secara bersamaan dapat berinteraksi moderate (sedang) berupa angiodema yang menyebabkan pembengkakan pada wajah, mata, bibir, lidah, dan tenggorokan
dan kadang
terjadi pada kaki dan tangan. Pencegahan (Kemeskes., 2015) - Mencukupi asupan kalsium - Mencukupi asupan vitamin D melalui paparan sinar matahari pagi atau sore sinar matahari - Melakukan aktivitas fisik - Hindari merokok - Minum alkohol
Penatalaksanaan osteoporosis (Dipiro.,2015)
Terapi untuk pasien yang mengalami osteoporosis dan beresiko patah tulang dengan T-score ≤ 25 atau tulang belakang T-score -1 sampai -2,4 tulang paha, tulang panggul, atau tulang belakang dan FRAX 10 tahun tulang panggul patah ≥3% dan semua patah pergelangan tangan ≥20% Evaluasi penyebab Gaya hidup Diet kalsium 1000 sampai 1200 mg setiap hari Vitamin D 800 sampai 1000 unit perhari Terapi pengobatan Lraini pertama : alendronate, risedronate, asam zoledronic atau denozumab Terapi terakhir : calcitonin intranasal Jadi terapi untuk skenario ((Medscape; Dipiro, 2015; Sweet, M.G., et al., 2009; Ghosh, M., et al., 2014; Last, A.R, 2009) Terapi obat osteoporosis dan resiko fraktur dapat diberikan obat golongan Bisfosfonat yaitu asam zoledronik dengan dosis 5 mg secara intravena sekali setahun dan penambahan suplemen kalsium 1200 mg/hari serta berikan vitamin
D 800-1000 unit/hari. diberikan dengan dosis intravena dikarenakan Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk. Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama dengan kalsium, kation divalen lainnya Untuk penyakit hipertensi pasien tetap digunakan obat lisinopril 10mg/hari pada malam hari sebelum tidur. Obat lisinopril digunakan tidak bersamaan dengan obat celexocib dan pregabalin Untuk penyakit GERD pasien dapat digunakan golongan histamin/H2 ranitidine dengan dosis 150 mg/12 jam, karena memiliki efek samping yang aman. Alasan diganti obat pantoprazol atau golongan PPI karena dapat meningkatkan resiko patah tulang (fraktur) dan dapat mengurangi penyerapan kalsium dalam usus, serta memiliki efek samping nyeri otot dan sendi, angiodema, rabdomiolisis, Untuk penyakit Diabetes Melitus tipe 2 pasien tetap digunakan obat sitagliptin dengan dosis 50 mg/hari, karena obat ini tidak memiliki interaksi dengan obat lainnya. Dan pasien telah lama menggunakan obat sitagliptin Untuk penyakit nyeri karena neuropati pasien tetap digunakan celexocib 100mg/12jam dengan pregabalin 150mg/12jam pada pagi dan malam jam 7. Karena celexocib dan pregabalin efektivitas untuk pengobatan nyeri tulang belakang yang kronik. 7. Mahasiswa
mampu
memahami
dan
menerapkan
peran
apoteker
dalam
memonitoring pasien dalam skenario Monitoring (Chisholm-Burns, 2006., Dipiro, 2015) Monitoring hasil pengobatan dengan mengulang pemeriksaan XDA setelah 1-2 tahun Monitoring perkembangan osteoporosis pasien, seperti munculnya lokasi resiko fraktur yang baru, rasa sakit, dan kelainan pada tulang Monitoring pemeriksaan tekanan darah
Monitoring pemeriksaan glukosa darah Monitoring fungsi hati dan fungsi ginjal Edukasi (Dipiro, 2015; Chisholm-Burns, 2006) Sampaikan kepada pasien mengenai gejala-gejala yang membutuhkan perhatian medis dengan segera Sampaikan kepada pasien mengenai efek samping dari penggunaan obat yang bisa saja terjadi
DAFTAR PUSTAKA Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., et al., 2013, Koda-Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 10th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, United States of America, p 342 Chisholm-Burns M.A., Schwinghammer T.L., Wells B.G., Malone P.M., Kolesar J.M. and Dipiro J.T., 2006, Pharmacotherapy Principles and Practice, Mc Graw-Hill Companies, New York. Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy Han.book, Ninth Edit, McGraw-Hill Education Companies, Inggris. Katzung, G.B., Masters, S.B and Trevor, A.J, 2015, Farmakologi Dasar dan Klinik, EGC: Jakarta. Kementrian Kesehatan RI, 2015, Infodatin : Data dan Kondisi Penyakit Osteoporosis si Indonesia, Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. J.Christophen, 2014., Prevention and treatment of postmenopausal osteoporosis, Departement of endocrinology, Creighton university Ghosh, M., Majumdar, S.R., 2014, Antihypertensive medications, bone mineral density, and fratures : a review of old cardiac drugs that provides new insight into osteoporosis, Springer Science-Business Media Panday, K., Gona, A., Humphrey, M.B., 2014, Medication-induced osteoporosis : screening and treatment strategies, Therapeutic Advances in Musculoskeletal Disease Menteri
Kesehatan RI, 2008, Pedoman Pengendalian Osteoporosis, Nomor 1142/Menkes/SK/XII/2008 Last, A.R., Hulbert, K., 2009., Chronic Low Back Pain : Evaluation and Management, American Family Physician, vol. 79 no.12 Linn, W.D., Wofford, M.R., and Posey, M.L., 2009, Pharmacoterapy in Primary Care, MC Graw Hill Medical Companies. Sweet, M.G., Sweet, J.M., Jeremiah, M.P., Galazka, S.S., 2009, Diagnosis and Treatment of Osteoporosis, American Family Physician Sozen et al, 2017. An Overview And Management Of Osteporosis. European Journal of Rheumatology.
Zizic, T.M., 2004, Pharmacology of Osteoporotic Fractures, American Family Physician
HASIL DISKUSI 1. Alasan kenapa tetap digunakan lisinopril, sedangkan lisinopril memiliki interaksi dengan celexocib yang menurunkan efek terapi dari obat hipertensi. Dan bagaimana ketetapan pasien geriatric untuk minum obatnya secara tepat waktu Jawab : Adanya interaksi obat apabila digunakan obatnya secara bersamaan seperti dikonsumsi 2 atau 3 obat secara bersamaan. Akan tetapi jika waktu penggunaanya berbeda seperti celexocib dengan lisinopril yang berinteraksi maka tidak diberikan bersamaan sehingga tidak akan menimbulkan efek penurunan terapi lisinopril. - Untuk penggunaan obat yang banyak bagi pasien geriatri , harus mengedukasi keluarga pasien untuk lebih memperhatikan waktu penggunaan obat. Karena pasien geriatri.