HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kimia daun murbei dan kombinasi teh hijau+teh daun murbei Analisis kimia yang dilakukan pada daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei untuk mendapatkan jenis daun murbei terbaik yang kemudian akan dijadikan sebagai minuman fungsional yang bermanfaat untuk penderita diabetes. Tabel 3 Karakteristik kimia daun murbei segar (% berat kering) Varietas Morus kanva Morus multicaulis *)
K. Air*) 69,58 68.92
Theaflavin 0,0690 0,0555
Tannin 0,229 0,451
Kafein 0,683 0,465
berat basah
Pada Tabel 3 terlihat daun murbei kanva (Morus kanva) mempunyai kandungan theaflavin (0.0690% bk), kafein (0.683% bk), dan kadar air (69.58% bb) yang lebih tinggi dibandingkan murbei multikaulis (Morus multikaulis). Kandungan theaflavin, tanin dan kafein merupakan zat yang bisa dijadikan standar untuk menentukan kualitas dari daun murbei yang akan dijadikan teh. Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin yang terjadi selama proses oksidasi enzimatis. Kafein merupakan senyawa yang bisa memberikan rasa segar. Setelah melakukan uji kimia pada daun murbei segar, secara deskriptif terlihat bahwa daun murbei kanva lebih baik dari daun murbei multikaulis, maka kemudian terhadap daun murbei kanva dilakukan pengolahan untuk dijadikan teh (sebagai minuman) dikombinasikan dengan teh Camellia sinensis klon Gambung 7 dan Gambung 9 yang diolah secara non oksidasi enzimatis. Pengolahan daun murbei juga dilakukan secara non oksidasi enzimatis, agar zat-zat yang terkandung dalam daun murbei dan daun teh Camellia sinensis tidak banyak mengalami perubahan akibat oksidasi. Hasil dari analisis kimia terhadap daun murbei dan kombinasinya disajikan pada Tabel 4. Dari hasil uji statistik terhadap karakteristik kimia teh murbei kanva+teh Gambung
7 dan teh
murbei
kanva+Gambung
9 menggunakan
t-Test
menunjukkan bahwa tidak ada satu pun karakteristik kimia yang berbeda nyata (p<0.05) antara teh murbei kanva+teh Gambung 7 dengan teh murbei kanva+Gambung 9. Hasil uji terlihat pada Tabel 4 dan Lampiran 1. Tabel 4
Karakteristik kimia teh daun murbei dan kombinas tehi daun murbei
25
dengan teh Camellia sinensis (% berat kering) Peubah
Kadar Air Ekstrak Air Kadar Abu Abu tak Larut Asam Abu Larut Air Alkalinitas Kadar serat Theaflavin Tanin Kafein
Teh Murbei
Teh Murbei kanva
Teh Murbei kanva
kanva
+Gambung 7 (1:1)
+Gambung 9 (1:1)
3.2100 37.7500 13.422 1.2733 37.4400 2.62667 7.9417 0.07812 0.1920 0.23650
2.6733 a 41.7117 a 8.5450 a 0.9255 a 43.1683 a 2.3633 a 11.4167 a 0.4367 a 3.6950 a 1.1750 a
2.6150 a 41.4500 a 8.6883 a 0.9803 a 43.4983 a 2.3317 a 11.2950 a 0.4613 a 4.9733 a 1.2933 a
Keterangan : angka pada baris yang sama, yang diikuti superskrip yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (p>0.05)
Kadar air Dari hasil analisis kandungan kadar air, teh daun murbei kanva yang dibuat secara non oksidasi enzimatis menunjukkan kandungan kadar airnya paling tinggi (3.2100% bk), sedangkan antara daun murbei kanva+Gambung 7 (2.6733% bk) dan kanva+Gambung 9 (2.6150% bk) mempunyai kadar air yang hampir sama (lihat Tabel 4). Secara rata-rata bila dibandingkan dengan SNI teh, maka semua hasil olahan tesebut memenuhi persyaratan SNI teh yang mensyaratkan kadar air maksimal 8%. Kadar air pada teh daun murbei dan kombinasi teh hijau+teh daun murbei akan mempengaruhi tingkat kerusakan teh tersebut selama penyimpanan, agar kualitas teh tetap terjaga. Ekstrak air Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai rata-rata ekstrak air tertinggi dimiliki oleh kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 (41.7117% bk), sedangkan ekstrak air yang terendah terdapat pada teh daun murbei kanva (37.7500% bk). Ekstrak air menunjukkan banyaknya zat-zat kimia yang terkandung pada teh yang nantinya diharapkan memberi rasa segar dan khasiat menyehatkan bagi peminum teh. Kadar ekstrak air juga penting dalam memberikan cita rasa, untuk mendapat tanggapan indera pengecap maka suatu minuman harus bersifat dapat larut dalam air (Damayanthi et al. 2007). Tingginya kadar ekstrak air pada kombinasi teh daun murbei+Gambung 7 dan teh daun murbei+Gambung 9 mungkin lebih disebabkan oleh faktor teh Camellia sinensis. Eksrtak air pada minuman ini menunjukkan angka yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan persyaratan SNI teh yang menetapkan batasan minimum ekstrak air sebesar 32%.
26
Kadar abu Kadar abu pada Tabel 4 menunjukkan bahwa teh daun murbei kanva mempunyai kadar abu yang paling tinggi dibandingkan dengan kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 dan teh daun murbei kanva+Gambung 9 yang mempunyai kadar abu yang hampir sama. Bila dibandingkan dengan SNI teh (kadar abu minimal 4% dan maksimal 8%), maka teh daun murbei kanva (13.422% bk), kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 (8.5450% bk) dan teh daun murbei kanva+Gambung 7 (8.6883% bk) tidak ada yang memenuhi persyaratan SNI teh. Pengukuran kadar abu pada teh hijau dan teh daun murbei untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral pada minuman tersebut. Abu tak larut asam Dari hasil analisis menunjukkan bahwa teh daun murbei kanva mempunyai kadar abu tak larut asam yang paling tinggi (1.2733% bk) dibandingkan yang dikombinasi dengan teh Camellia sinensis Gambung 7 (0.9255% bk) dan Gambung 9 (0.9803% bk). Bila hasil analisis dibandingkan dengan SNI teh yang menetapkan batas maksimal kadar abu tak larut asam adalah sebesar 1% maka, kadar abu larut asam dalam teh daun murbei kanva yang tidak dikombinasi tidak memenuhi persyaratan SNI teh, karena melebihi ambang batas yang ditentukan yaitu kadar abu tak larut asam sebesar 1.3%. Menurut Damayanthi et al. (2007) tingginya kadar abu tak larut asam pada teh daun murbei kanva mencerminkan tingginya kandungan logam yang terkandung di dalamnya. Abu larut dalam air Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu yang larut dalam air pada teh daun murbei kanva jumlahnya paling sedikit (37.4400% bk) dibandingkan dengan teh daun murbei yang dikombinasi. Bila hasil analisis dibandingkan dengan SNI teh yang menetapkan batas maksimal kadar abu larut dalam air sebesar 45%, maka kesemuanya baik teh daun murbei kanva atau pun kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 dan teh daun murbei kanva+Gambung 9 telah memenuhi persyaratan SNI teh. Alkalinitas Hasil uji alkalinitas pada Tabel 4 menunjukkan bahwa teh daun murbei kanva mempunyai tingkat alkalinitas yang lebih tinggi (2.6266% bk), sedangkan teh daun murbei kanva+Gambung 9 mempunyai alkalinitas yang lebih rendah
27
(2.3317% bk). Bila hasil analisis alkalinitas dibandingkan dengan SNI teh yang menetapkan batas alkalinitas minimal 1% dan maksimal 3%, maka untuk alkalinitas ketiga jenis teh ini memenuhi ketentuan SNI teh. Kadar serat Pada Tabel 4 terlihat bahwa kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 mempunyai kadar serat yang paling tinggi bila dibandingkan dengan teh daun murbei kanva dan kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 9. Bila mengacu pada SNI teh yang menetapkan batas maksimal kadar serat 16.50%, maka kadar serat ketiga jenis teh ini telah sesuai dengan ketentuan SNI. Theaflavin Pada Tabel 4 terlihat bahwa kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 9 menunjukkan tingkat kandungan theaflavin yang lebih tinggi, bahkan kandungan theaflavin pada teh daun murbei kanva mencapai kurang dari seperempatnya. Theaflavin merupakan hasil oksidasi dari katekin selama proses fermentasi dari pembuatan teh. Walaupun theaflavin tidak termasuk dalam persyaratan SNI teh, jumlah kandungan theaflavin bisa mengindikasikan kualitas dari teh. Pada hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah theaflavin yang terkandung dalam kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 (0.43667% bk) dan Gambung 9 (0.46133% bk) lebih tinggi dibandingkan dengan yang terkandung pada teh daun murbei kanva tanpa dikombinasi (0.7812% bk). Tingginya theaflavin pada kombinasi teh daun murbei kanva+Gambung 7 dan Gambung 9 mungkin dipengaruhi oleh tingginya kandungan theaflavin pada teh Camellia sinensis. Tanin dan Kafein Pada Tabel 4 terlihat pola yang hampir sama antara kandungan tanin dan kafein
pada
teh
daun
murbei
dan
kombinasinya.
Teh
daun
murbei
kanva+Gambung 9 menunjukkan jumlah tanin (4.9733% bk) dan kafein (1.2933% bk) yang paling tinggi, dan yang paling rendah tanin dan kafeinnya adalah teh daun murbei kanva tanpa kombinasi teh (masing-masing adalah sebanyak 0.1920% bk dan 0.2365% bk). Tanin dan kafein adalah senyawa-senyawa utama penyusun zat padat terlarut. Dalam daun muda kandungan senyawa ini besar sedangkan pada pucuk yang tua yang kandungannya akan menurun. Pada hasil teh kering pada teh hitam kandungan tanin yang larut rendah karena selama fermentasi terjadi perubahan katekin menjadi theaflavin dan thearubigin.
28
Pembuatan teh hijau tidak melewati tahap fermentasi sehingga selama pengolahan tanin tidak banyak mengalami perubahan, sehingga kandungan taninnya relatif lebih tinggi. Hal ini menyebabkan teh hijau lebih pahit dan sepet dibandingkan dengan teh hitam. Senyawa tanin akan menyebabkan rasa teh menjadi sepet dan kafein akan menyebabkan teh menjadi memiliki rasa pahit baik pada teh hitam mau pun teh hijau. Kafein akan bereaksi dengan katekin atau hasil oksidasinya membentuk senyawa yang menentukan brightness dari seduhan teh (Kustamiyati 1978). Popularitas teh sebagian besar disebabkan oleh adanya alkaloid yang dikandungnya. Sifat penyegar teh berasal dari bahan tersebut yang menyusun 3-4% berat kering. Alkaloid utama dalam daun teh adalah kafein, selain theobromin dan theofilin. Kafein tidak mengalami perubahan selama pengolahan teh hitam, tetapi dipandang sebagai bahan yang menentukan kualitas. Kafein akan bereaksi dengan katekin atau hasil oksidasinya membentuk senyawa yang menentukan brightness dari seduhan teh. Kafein dan tanin tersebut akan menentukan rasa pahit dari teh yang dihasilkan (Kustamiyati 1978). Dari hasil uji statistik karakteristik kimia teh murbei kanva+Gambung 7 dan teh murbei kanva+Gambung 9 menunjukan tidak adanya perbedaan karakteristik kimia yang berbeda nyata. Maka pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan campuran teh daun murbei+teh hijau adalah produktivitas dari teh hijau Gambung 7 dan Gambung 9. Berikut ini Tabel data produktivitas teh Camellia sinensis klon Gambung 6 – Gambung 11. Dari Tabel 5 terlihat bahwa produksi teh klon Gambung 7 di dua lokasi dari tahun ke tahun lebih tinggi dibandingkan dengan Gambung 9. Maka dalam penelitian selanjutnya menggunakan campuran teh murbei kanva+Gambung 7, teh daun murbei kanva, dan teh hijau Camellia sinensis Gambung 7. Untuk memudahkan penyebutan, selanjutnya dalam penelitian ini teh daun murbei kanva disebut teh daun murbei, dan teh Camellia sinensis Gambung 7 disebut teh hijau, dan campuran teh daun murbei kanva+teh Camellia sinensis Gambung 7 disebut campuran. Tabel 5 Produksi teh Camellia sinensis klon Gambung 6 – Gambung 11 selama tiga tahun di dua lokasi Klon Lokasi Pasir Sarongge Gambung Produksi (kg/ha) tahun ke Produksi (kg/ha) tahun ke I II III I II III Gambung 6 1.860 1.860 4.362 2.408 2.748 4.517
29
Gambung 7 2.075 Gambung 8 1.704 Gambung 9 1.222 Gambung 10 2.009 Gambung 11 1.748 Sumber : PPTK (2006)
2.730 1.434 1.903 2.070 2.280
5.768 4.034 4.730 4.084 5.495
2.374 1.903 2.115 2.102 2.887
3.228 2.694 3.204 3.182 3.566
5.391 4.154 4.485 4.813 5.032
Turnover Kadar Glukosa Darah Tikus Normal Analisa kadar glukosa darah dilakukan untuk mengetahui turnover kadar glukosa darah pada tikus normal, yang kemudin hasilnya akan dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian pada tahap selanjutnya. Hasil uji kadar glukosa darah pada tikus normal ditunjukkan pada Gambar 5.
160 140
137
133
120
119
124
115
125
120
109
100 80
72 61
60 40
42
20 0 Baseline
15
30
45
60
75
90
105
120
135
150
menit ke
Keterangan : ---- = kurva imaginer untuk memperlihatkan pola peningkatan glukosa darah tikus normal.
Gambar 5
Kadar glukosa darah tikus normal selama 150 menit
Dari Gambar 5 terlihat bahwa kadar glukosa akan terus meningkat sampai menit ke-45, selanjutnya kadar glukosa darah relatif stabil sampai menit ke-150. Sehingga dalam penelitian selanjutnya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada menit ke-30,60,90,dan 120. Analisis Pengaruh Minuman Teh terhadap Kadar Glukosa Darah Hasil pengamatan terhadap tikus selama masa penelitian, terlihat bahwa setelah melewati masa adaptasi, kemudian tikus diinduksi alloksan, sampai tikus diberikan perlakuan minuman teh selama 16 hari, secara deskriptif menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan pada kondisi fisik tikus. Selama masa adaptasi tikus menunjukkan kondisi yang normal, dengan jumlah konsumsi pakan yang relatif sama. Setelah sebanyak 20 ekor tikus diinduksi alloksan, maka dalam dua
30
hari tikus tersebut mulai menunjukkan gejala banyak kencing dan banyak minum, serta kondisinya mulai melemah dan mengalami penurunan berat badan, setelah beberapa hari tikus menunjukkan gejala banyak makan, tetapi tidak diikuti dengan penambahan berat badan. Gejala ini sesuai dengan tanda-tanda penderita diabetes, yaitu banyak kencing, banyak makan dan banyak minum. Pertambahan Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum pada tikus diabetes selama 16 hari pengamatan Pengukuran berat badan tikus dilakukan setiap dua hari sekali sedangkan pengukuran sisa ransum tikus dilakukan setiap hari. Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan (kontrol) dan teh hijau mempunyai angka pertambahan berat badan yang negatif. Hal ini berarti bahwa kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan (kontrol) dan teh hijau mengalami penurunan berat badan selama perlakuan, sedangkan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei mengalami peningkatan berat badan. Walaupun kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan dan teh hijau sama-sama mengalami penurunan berat badan, tetapi dengan uji statistik menunjukkan penurunan berat badan antara kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan dan kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau berbeda nyata (p<0.05). Begitu juga terjadi perbedaan yang nyata antara berat badan dari kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei dengan kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan selama perlakuan. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau dengan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei mempunyai perbedaan pertambahan berat badan yang nyata, tetapi penurunan berat badan kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau dan peningkatan berat badan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei dengan peningkatan berat badan kelompok yang mendapat campuran teh hijau+teh daun murbei tidak berbeda nyata (Lampiran 2). Tabel 6
Pertambahan berat badan dan jumlah konsumsi ransum pada tikus diabetes selama 16 hari Perlakuan
Pertambahan Berat Badan (g)
Jumlah Konsumsi Ransum
Air minum dalam kemasan (tikus normal)
29.40±9.21
15.60±2.76
31
Air minum dalam kemasan (kontrol)
-35.00±8.04a
Teh hijau
-5.40±2.51b
16.80±3.34b
Teh daun murbei
8.40±4.45c
16.53±2.65b
Teh hijau+teh daun murbei
1.50±2.52bc
16.08±3.03b
19.29±3.18a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf superskrip yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05)
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan berbeda nyata (p<0.05) dan lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau, teh daun murbei, dan campuran keduanya menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Apabila dihubungkan dengan pertambahan berat badan, kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan mempunyai pertambahan berat badan yang negatif, tetapi jumlah konsumsi ransum relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok tikus mormal yang diberi air minum dalam kemasan, dimana tikus normal tersebut mempunyai pertambahan berat badan yang normal. Hal ini sejalan dengan ciri-ciri diabetes mellitus yaitu banyak makan, banyak minum, dan banyak kencing, tetapi berat badan menurun. Hal ini terjadi karena penderita diabetes merasa kekurangan energi, sehingga untuk memenuhi energinya penderita
diabetes
menjadi banyak
makan.
Padahal
adanya
perasaan
kekurangan energi pada penderita diabetes disebabkan oleh sumber energi (glukosa) dalam darah tidak dapat masuk ke jaringan dan tidak dapat diubah menjadi glikogen yang tersimpan didalam otot dan hati yang merupakan sumber tenaga yang paling cepat digunakan. Menurut Media Informasi Peresepan Rasional bagi tenaga Kesehatan Indonesia (2001), kekurangan insulin pada jaringan yang membutuhkannya (jaringan adipose, otot rangka, otot jantung, otot polos) dapat mengakibatkan sel kekurangan glukosa sehingga sel memperoleh energi dari asam lemak bebas dan menghasilkan metabolit keton (ketosis). Proses ini disebut juga glukoneogenesis yang menyebabkan tubuh menjadi kurus. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau walaupun konsumsi ransumnya tidak jauh berbeda dengan kelompok tikus normal yang diberi air minum dalam kemasan, tetapi berat badan kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau mengalami penurunan, sedangkan tikus normal mengalami peningkatan berat badan. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena kandungan katekin dalam
32
teh hijau yang mempunyai kemampuan menghambat penyerapan karbohidrat. Salah satu keuntungan dari teh adalah dapat mempengaruhi penurunan berat badan. Teh telah dilakukan uji coba terhadap manusia, dan menunjukkan penurunan berat badan. Pada tikus yang diberi perlakuan ekstrak teh dengan diet tinggi lemak, peningkatan berat badannya lebih rendah dibandingkan dengan yang tanpa diberi ekstrak teh (Zhong et al. 2006) Bila kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei, walaupun keduanya memiliki kemampuan untuk menghambat penyerapan glukosa di usus, tetapi dalam dosis yang sama pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau mungkin lebih kuat daya hambatnya. Hal ini terlihat dari peningkatan kadar glukosa darah yang lebih rendah pada kelompok tikus diabetes yang diberi teh hijau bila dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yang diberi tah daun murbei. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukkan penambahan berat badan yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei mungkin dikarenakan pengaruh campuran dari teh hijaunya yang mempunyai daya hambat penyerapan glukosa yang lebih kuat dibandingkan dengan teh daun murbei. Pertambahan berat badan yang lebih rendah pada tikus diabetes yang diberi perlakuan teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya bila dibandingkan dengan tikus normal, mungkin dikarenakan kondisi awal sampai hari ke-8 perlakuan, tikus diabetes tersebut masih dalam kondisi diabetes yang cukup parah, sehingga ketika karbohidrat dari ransum yang dikonsumsi masuk ke dalam tubuh dalam bentuk glukosa, tidak bisa dimanfaatkan secara efisien untuk digunakan atau disimpan (karena kekurangan insulin yang menyebabkan glukosa tidak bisa disimpan atau digunakan), bahkan glukosa tersebut cenderung dikeluarkan/dibuang lewat urin. Di sisi lain untuk memenuhi kebutuhan energi didalam sel tubuh melakukan proses glukoneogenesis pada simpanan lemak dalam tubuh. Pada hari ke-8 sampai hari ke-16 kadar glukosa darah sudah mulai stabil, sehingga terjadi penggunaan dan penyimpanan energi yang lebih baik bila dibandingkan hari sebelumnya. Pada tikus diabetes yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan (kontrol), tidak mengalami perbaikan kadar glukosa darah yang relatif stabil sampai hari ke-16, sehingga kondisi seperti di ini terus berlangsung. Mungkin kondisi inilah yang menyebabkan perbedaan berat badan antara tikus yang mendapat perlakuan teh
33
hijau, teh daun murbei, dan campurannya, serta tikus diabetes yang mendapat air minum dalam kemasan dengan tikus normal. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Darah selama 120 Menit Penelitian tahap ini berlangsung selama 120 menit. Sebelum dilakukan pengambilan glukosa darah baseline dan pencekokan, tikus dipuasakan selama 4 jam untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan harapan ketika diberi perlakuan akan mudah terlihat peningkatan kadar glukosa darahnya, dan juga untuk meningkatkan rasa lapar pada tikus sehingga pada saat tikus diberi perlakuan mau mengkonsumsi ransum, yang kemudian dapat terlihat efek dari pemberian perlakuan cekokan terhadap ransum yang dikonsumsi. Hasil penelitian terlihat pada Lampiran 4. Hasil pengolahan data secara statistik dengan menggunakan analisis of varian (ANOVA) pada alfa<0.05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan waktu baseline, menit ke-30, 60, 90, dan 120; dan perlakuan pemberian cekokan air minum dalam kemasan, teh hijau (Camellia sinensis), teh daun murbei (Morus kanva), dan campuran antara teh hijau dan teh daun murbei; sedangkan antara perlakuan waktu dan perlakuan pemberian cekokan menunjukkan tidak adanya interaksi dari keduanya. Uji lanjut dengan menggunakan Tukey dilakukan pada perlakuan waktu dan perlakuan pemberian cekokan. Gambar 6 berikut ini menunjukkan hasil dari uji lanjut Tukey untuk perlakuan pemberian cekok. Dalam proses penyerapan glukosa di dalam tubuh banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Kobayashi et al. (2000) dan Maeda et al. (2005) bahwa senyawa bioaktif berupa katekin yang terkandung pada teh hijau mampu melakukan penghambatan penyerapan glukosa dengan cara menghambat transporters sodium-glucose di dalam mukosa usus. Menurut Sabu et al. (2002) polifenol pada teh hijau ditemukan mampuh mengurangi level serum glukosa pada tikus diabetes mellitus yang diinduksi oleh alloksan dengan nyata pada level dosis 100 mg/kg berat badan.
34
400
a
350 300
b
b
T
M
b
250 200 150 100 50 0 K
TM
minuman teh Keterangan:Diagram yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0.05), K : kelompok tikus diabetes mellitus yang dicekok air minum dalam kemasan, T : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (Camellia sinensis Gambung 7), M : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh daun murbei (Morus kanva), TM : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (Camellia sinensis Gambung 7)+ teh daun murbei (Morus kanva).
Gambar 6
Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus pada beberapa perlakuan minuman teh.
Zat bioaktif lainnya yang mampu menghambat masuknya glukosa ke dalam darah adalah senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Asano et al. (2001) mengatakan bahwa DNJ pada daun murbei mempunyai potensi dalam menghambat alpha-glucosidase. Menurut Enkhmaa et al.
(2005) yang
melakukan penelitian pada tikus bahwa daun murbei mampu menurunkan level glukosa plasma setelah makanan dipecah. Kim et al. (2006) dalam studinya, menemukan pemberian ekstrak daun murbei mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus secara lebih baik dibandingkan dengan “glibenclamide” (obat diabetes). Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus akibat induksi alloksan yang diberi perlakuan pemberian cekokan teh hijau, secara statistik berbeda nyata dengan tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan (kontrol). Perbedaan tersebut ada kemungkinan disebabkan oleh terjadinya penghambatan pada transporters sodium-glucose yang menyebabkan glukosa tidak bisa diserap secara optimal. Begitu juga dengan pemberian cekokan teh daun murbei dan campuran teh hijau+teh daun murbei secara uji statistik menunjukkan kadar glukosa darah yang berbeda nyata bila dibandingkan dengan yang diberi cekokan air minum dalam kemasan (kontrol). Kemampuhan daun murbei dalam menghambat peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mungkin disebabkan oleh kandungan
35
senyawa DNJ yang mampu menghambat enzim alpha glucosidase, sehingga terjadi penghambatan dalam pemecahan karbohidrat menjadi bentuk yang paling sederhana yang bisa diserap oleh tubuh (glukosa). Kadar glukosa darah pada tikus diabetes selama 120 menit pengamatan terlihat pada Gambar 7, pada baseline yaitu waktu sebelum semua kelompok mendapat perlakuan cekok dan ransum, kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus berada pada level 207 mg/dl meningkat secara nyata pada menit
ke-30, kemudian pada menit ke-30 ke menit ke-60 kadar glukosa darah
relatif stabil, menit ke-60 sampai menit ke-120 juga relatif stabil, tetapi bila membandingkan antara menit ke-30 ke menit ke-90 dan 120 kadar glukosa darah meningkat secara nyata. 400
bc
350
c
c
90
120
b
300 250
a
200 150 100 50 0 Baseline
30
60 menit ke
Keterangan:Diagram yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0.05),
Gambar 7
Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 120 menit pengamatan.
Kadar glukosa pada baseline merupakan kadar glukosa darah tikus yang menderita diabetes mellitus, sebelum diberi perlakuan tikus dipuasakan selama 4 jam sehingga kadar glukosa darah tikus menjadi menurun dan relatif sama. Peningkatan kadar glukosa darah terjadi secara nyata pada menit ke-30, dan relatif stabil pada menit ke-60. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampai menit ke-30 belum terjadi penghambatan peningkatan glukosa darah oleh faktor pemberian cekokan. Pada menit menit ke-60 sampai menit ke-120 kadar glukosa darah tikus diabetes relatif stabil pada level gula darah antara 345 mg/dl dan 366 mg/dl.
36
Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang meninggalkan aliran darah, yang ditentukan oleh masuknya diet, kecepatan masuknya kedalam otot, jaringan lemak, dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong 1995) Di dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Di dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (Irawan 2007) Cepat lambatnya peningkatan kadar glukosa darah tergantung pada indeks glikemik pangan yang dikonsumsi, beberapa faktor yang mempengaruhi indeks glikemik pangan adalah cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel), perbandingan amilosa dan amilopoktin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein, serta kadar anti gizi pangan (Rimbawan & Siagian 2004). Meningkatnya kadar glukosa darah secara nyata pada menit ke-30 pada tikus diabetes mellitus mungkin salah satunya disebabkan oleh ransum yang dikonsumsi
tikus
mempunyai
indeks
glikemik
yang
tinggi,
sedangkan
kemampuan perlakuan pemberian cekok dalam menghambat peningkatan kadar glukosa darah mulai terlihat pada menit ke-60 dan cenderung stabil sampai menit ke-120. sehingga dari baseline samapai menit ke-30 perlakuan pemberian cekok tidak mampu menghambat peningkatan glukosa darah dari tikus diabetes mellitus. Pola peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes selama 120 menit untuk pemberian minuman teh hijau, teh daun murbei, dan campurannya terlihat pada gambar 8.
37
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Baseline
m enit ke-30
m enit ke-60
m enit ke-90 m enit ke-120
Waktu K
T
M
TM
Keterangan: K : kelompok tikus diabetes mellitus yang dicekok air minum dalam kemasan, T : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau, M : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh daun murbei, TM : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau + teh daun murbei.
Gambar 8
Pola peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 120 menit.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh hijau menunjukkan pola peningkatan glukosa darah paling rendah dari waktu ke waktu, ini menunjukkan bahwa teh hijau mempunyai tingkat penghambatan penyerapan glukosa darah paling baik dibandingkan perlakuan minuman yang lain. Tikus diabetes yang mendapat perlakuan teh daun murbei pada menit ke-30, 60 dan 90 menunjukkan pola peningkatan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dari pada teh hijau. Pada tikus yang mendapat perlakuan campuran teh hijau+teh daun murbei masih menunjukkan penghambatan peningkatan kadar glukosa darah bila dibandingkan dengan yang mendapat perlakuan air minum dalam kemasan, tetapi kemampuannya lebih rendah bila dibandingkan dengan yang mendapat teh hijau atau teh daun murbei saja. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Darah selama 16 Hari Penelitian tahap ini berlangsung selama 16 hari, pencekokan air minum dalam kemasan (kontrol), teh hijau, teh murbei, dan campuran teh hijau+teh daun murbei dilakukan setiap hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap 4 hari sebelum cekok hari berikutnya. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya yang meneliti kadar glukosa darah selama 120 menit. Hasil dari penelitian terlihat pada Gambar 9 dan Lampiran 5.
38
Hasil pengolahan data secara statistik dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) pada alfa<0.05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan waktu baseline (hari ke-0), hari ke-4, 8, 12, dan 16; dan perlakuan pemberian cekokan air minum dalam kemasan, teh hijau (Camellia sinensis), teh daun murbei (Morus kanva), dan campuran antara teh hijau dan teh daun murbei; begitu juga antara perlakuan waktu dan perlakuan pemberian cekokan menunjukkan adanya interaksi dari keduanya. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan uji Tukey. Pada Gambar 9 terlihat perbedaan hasil dari masing-masing kelompok perlakuan selama 16 hari. Pada kelompok tikus diabetes yang diberi air minum dalam kemasan, kadar glukosa darahnya relatif sama selama 16 hari dan dengan uji statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata selama 16 hari perlakuan. Kelompok tikus diabetes yang diberi teh daun murbei, teh hijau dan campuran teh hijau+teh daun murbei menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-4, tetapi dengan pengujian statistik penurunan kadar glukosa darah dari baseline (hari ke-0) sampai hari ke-4 hasilnya belum menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan penurunan kadar glukosa darah dari baseline (hari ke-0) sampai hari ke-8, 12, dan 16 dengan uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata. 400 350
cd cd
d cd d
300
cd
cd
cd
bcd
bcd
250
bc
ab
200 150
a a
100
ab a a
a
a a
50 0 K
T
M
TM
perlakuan Baseline
hari ke-4
Hari ke-8
Hari ke-12
Hari ke-16
Keterangan:Diagram yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0.05), K : kelompok tikus diabetes mellitus yang dicekok air minum dalam kemasan, T : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (camellia sinensis Gambung 7), M : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh daun murbei (Morus kanva), TM : kelompok tikus diabetes yang dicekok teh hijau (camellia sinensis Gambung 7)+ teh daun murbei (Morus kanva).
Gambar 9
Kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus selama 16 hari pengamatan.
39
Secara umum adanya penurunan kadar glukosa darah pada kelompok yang mendapatkan perlakuan cekok selain air minum dalam kemasan, mungkin dipengaruhi oleh adanya aktivitas antihiperglikemik/antidiabetes dan atau antioksidan dari bahan uji. Menurut Silalahi (2006) Antioksidan bekerja dengan tiga cara (1) mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak merugikan, (2) menangkap radikal bebas dan menghalangi terjadinya reaksi berantai, dan (3) memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal bebas. Sedangkan antihiperglikemik/antidiabetes lebih cenderung pada proses penghambatan meningkatnya
kadar
glukosa
darah,
seperti
penghambatan
pada
alfa
glucosidase yang dapat menghambat proses pemecahan karbohidrat, dan penghambatan
transporters
sodium-glucose
yang
dapat
menghambat
penyerapan glukosa (Asano et al. 2001; Kobayashi et al. 2000; Maeda et al. 2005). Adanya glukosa darah yang tinggi pada diabetes mellitus dalam penelitian ini dikarenakan oleh induksi alloksan. Alloksan
dapat
merusak
dan
mengoksidasi sel β-pankreas sehingga tidak dapat secara maksimal menghasilkan insulin. Alloksan dapat meng-inaktivasi enzim glukokinase dan menimbulkan reaksi oksidasi pada sel β-pankreas (Szkudelski
2001).
Dengan berkurangnya insulin dalam darah menyebabkan glukosa dalam darah banyak yang tidak dapat memasuki sel, sehingga glukosa darah menjadi tinggi. Kadar glukosa darah yang terlalu tinggi dapat menimbulkan terjadinya perubahan tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler, dan dehidrasi seluler (Guyton
1997). Hormon insulin
mempercepat transpor glukosa ke dalam sel, sedangkan glukokinase berfungsi untuk mengikat glukosa yang sudah masuk ke dalam sel. Pada β-pankreas alloksan akan bereaksi dengan agen-agen yang memiliki gugus -SH (contoh: sistein, glukokinase, dan glutathion) sehingga menghasilkan radikal bebas anion superoksida dan hidrogen peroksida (Szkudelski 2001). Dengan adanya perlakuan teh hijau yang kaya akan antioksidan dapat mengurangi oksidasi pada pankreas. Senyawa bioaktif yang terkandung dalam teh hijau salah satunya adalah polifenol. Menurut Song et al. (2003) polifenol terutama epigallocatechin gallat (EGCG) dapat melindungi kerusakan sel beta pankreas dari pengaruh oksidasi. EGCG secara luas telah diketahui sebagai antioksidan, sebagai contoh EGCG mampu menangkal superoxide anion
40
radicals, hydrogen peroxide, hydroxyl radicals, peroxyl radicals, singlet oxygen, dan peroxynitrite (Maeta et al. 2007). Menurut Bahruddin dan Asmawati (2005) Teh hijau secara laboratoris telah terbuki memiliki anti bakteri dan efek anti radang. Dalam penelitiannya yang dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang, Bahruddin dan Asmawati menemukan bahwa teh hijau mampu memperbaiki status jaringan periodontal pada penderita diabetes mellitus yang memiliki penyakit periodontal yang cukup parah. Beberapa penelitian yang menggunakan model diabetes tipe 2, menemukan bahwa teh (Thea sinensis L.) mampu memperbaiki kadar glukosa darah pada tikus diabetes mellitus dengan pengaruh resistensi insulin (Miura et al. 2005). Pada daun murbei, dari beberapa penelitian telah ditemukan berbagai senyawa bioaktif, selain mengandung polyhydroxylated alkaloids, pada daun murbei juga ditemukan senyawa antioksidan. Menurut Enkhmaa et al. (2005) murbei telah menunjukkan aktivitas antioksidan yang relatif tinggi. Pada beberapa studi telah ditemukan bahwa murbei mengandung sejenis flavonoid yang merupakan antioksidan, yaitu: quercetin 3-glucoside (Q3G) (isoquercitrin), quercetin
3-(6-malonylglucoside)
(Q3MG)
dan
kaempferol
3-glucoside
(astragalin). Seadangkan Polyhydroxylated alkaloids yang terkandung dalam daun murbei selain DNJ yang bersifat menghambat α-glucosidase, juga ada Fagomine yang berfungsi meningkatkan level plasma insulin dan berkontribusi sebagai bagian dari aksi antihiperglikaemik (Bnouham et al. 2006; Yatsunami et al.
2003).
Menurut
Kimura
et
al.
(2007)
penelitian
pada
manusia
mengindikasikan bahwa dengan pemberian tepung yang diperkaya DNJ pada dosis oral sebanyak 0.8 g dan 1.2 g secara nyata mampu menekan peningkatan kadar glukosa darah setelah makan malam. Studi ini yang mendorong dikembangkannya penambahan tepung DNJ untuk digunakan sebagai diet suplemen bagi pencegahan diabetes mellitus. Pemberian
teh
hijau
yang
dikombinasikan
dengan
daun
murbei
menggunakan dosis yang sama (1 ml/100 g BB) tidak menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang jauh berbeda dengan teh hijau saja atau teh daun murbei saja. Secara uji statistik kemampuannya tidak berbeda nyata dengan pemberian dosis tunggal dari teh hijau dan teh daun murbei. Dalam aktivitas penghambatan peningkatan kadar glukosa darah dan penurunan kadar glukosa darah pada tikus diabetes, antara teh hijau dan teh daun murbei yang dikombinasikan
mungkin
berjalan
masing-masing
dan
tidak
saling
41
mempengaruhi, baik pengaruh positif yang dapat menguatkan daya hambat atau pun pengaruh negatif yang dapat melemahkan aktivitas dari keduanya. Ini bisa jadi disebabkan karena keduanya mempunyai cara kerja dan sasaran tempat penghambatan yang berbeda. Pada saat makanan masuk ke dalam organ pencernaan dan penyerapan makanan di usus, maka karbohidrat yang masih berbentuk polisakarida akan mengalami pemecahan menjadi oligosakarida, disakarida dan akhirnya menjadi bentuk yang paling sederhana yaitu monosakarida seperti glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Penyerapan glukosa di usus terjadi secara aktif dengan bantuan pompa Na+. Glukosa akan diserap dengan bantuan transporter yang terbuka oleh pompa Na+, kemudian dialirkan ke organ-organ tubuh yang memerlukan (Linder 2006). Dengan pemberian minuman campuran antara teh daun murbei yang mampu menghambat enzim alfa glucosidase dan teh hijau yang mampu menghambat transporter sodium glucose, maka ada kemungkinan sebagian pemecahan karbohidrat akan mengalami hambatan oleh teh daun murbei, dan sebagian makanan yang bisa diserap melalui transporter juga diduga terhambat karena sebagian transporter sodium glucose-nya juga dihambat oleh teh hijau. Kemungkinan lain yang menjadi penyebab membaiknya kadar glukosa darah pada tikus diabetes yang diinduksi alloksan adalah kemampuan zat aktif pada tah hijau dan teh daun murbei yang mungkin mampu mengoptimalkan atau memacu pankreas untuk dapat memproduksi hormon insulin lebih banyak sehingga cukup; atau ada kemungkinan zat aktif pada teh hijau atau teh daun murbei mempunyai kemampuan untuk mempertahankan umur insulin lebih lama, sehingga cukup untuk megendalikan kadar glukosa darah.