Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia yang diadakan setiap 24 Maret mengingatkan kita semua tentang epidemi global TB dan upaya pembasmian penyakit tersebut, juga pada pasien anak. Hari TB Sedunia 24 Maret 2017 mengambil tema ‘Tuntaskan, jangan ada seorang anakpun yang tertinggal’ (Leave! No one behind) adalah bagian dari ‘Bersatu membasmi TB’ (Unite to End TB) dan mengingatkan tentang tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyebab penyakit TB, yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada saat Dr. Koch mengumumkan penemuannya di Berlin, waktu itu TB mewabah di seluruh Eropa dan Amerika, bahkan menyebabkan kematian 1 dari setiap 7 orang penderitanya, termasuk anak. Bagaimana permasalahan TB pada anak di Yogyakarta tahun ini? Menurut Global Tuberculosis Report tahun 2016, tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada 2015. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh penderita di dunia. Di Indonesia pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurut kelompok umur, kasus tuberkulosis pada tahun 2016 pada kelompok usia anak, yaitu 014 tahun adalah 8,59%. Persentase pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis di antara semua pasien tuberkulosis paru yang tercatat, merupakan indikator yang menggambarkan pasien tuberkulosis dewasa yang dapat menulari anak, di antara seluruh pasien tuberkulosis. Perlu diingat bahwa pada sesama anak tidak mungkin saling menularkan TB. Angka persentase terkonfirmasi ini minimal 70% dan bila jauh lebih rendah, pasien TB dewasa yang dapat menulari anak tentu hanya sedikit. Kepulauan Riau merupakan provinsi dengan proporsi yang terendah yaitu 37,0% dan DIY 46,4% dengan target nasional 70%. Angka Notifikasi Kasus atau Case Notification Rate (CNR) adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien TB baru yang ditemukan dan tercatat di antara 100.000 penduduk, di suatu wilayah tertentu. Provinsi dengan CNR tuberkulosis tertinggi yaitu Sulawesi Utara (238), Papua Barat (235), dan DKI Jakarta (222). Sedangkan CNR tuberkulosis terendah yaitu Provinsi Bali (70), DI Yogyakarta (73), dan Riau (91). CNR rendah dan persentase pasien
tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis juga rendah, misalnya di DIY, maka potensi penularan TB kepada anak juga rendah. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sejak tahun 2016 menentukan bahwa anak dengan satu atau lebih gejala khas TB, yaitu batuk, demam, dan kelemahan umum (malaise) lebih dari 2 minggu, juga BB turun atau tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut, wajib dilakukan pemeriksaan mikroskopik atau tes cepat mulekuler (TCM) untuk TB menggunakan spesimen dahak atau sputum. Pemerintah akan menyediakan alat TCM berdasarkan reaksi polimerisasi PCR TB untuk seluruh kota dan kabupaten, sehingga penegakan diagnosis TB pada anak adalah secara bakteriologis. Tes cepat tersebut akan disediakan oleh Subdit TB Kemenkes, dengan pembiayaan sebagian besar dari lembaga donor luar negeri, termasuk Global Fund USA dan KNCV Belanda. Untuk Wilayah Jawa Tengah dan DIY, setiap kota dan kabupaten minimal akan ada 2 alat TCM, yang dialokasikan di RSUD setempat dan 1 RS swasta lain yang dipilih berdasarkan penerapan strategi penanganan TB secara langsung (DOTS). Saat ini, di Jateng telah tersedia dan terinstal 7 alat TCM, sedangkan di DIY baru 1 unit di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta saja. Kalau hasilnya positif, berarti anak menderita TB terkonfirmasi bakteriologis. Metode ini dapat mencegah kejadian anak bukan TB, tetapi didiagnosis dan diberi pengobatan TB (‘over-diagnosis’ dan ‘overtreatment’) pada anak, khususnya di DIY. Masih banyak anak di Yogyakarta yang didiagnosis dan diterapi sebagai TB primer atau vlek paru, hanya berdasarkan hasil pemeriksaan darah di laboratorium klinik dan foto Rontgen dada. Kedua pemeriksaan penunjang medik ini seharusnya sudah tidak dilakukan lagi, pada anak yang dicurigai TB. Pengambilan spesimen dahak untuk pemeriksaan TCM pada anak tentu tidak mudah. Induksi dahak atau sputum adalah prosedur noninvasif menggunakan alat nebuliser atau terapi hirupan, untuk mengeluarkan sputum agar dapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologis berbagai organisme termasuk Mycobacterium tuberculosis. Metode pemeriksaan sputum pertama kali dikemukakan pada abad 19 dengan observasi sputum eosinofilia pada penderita asma. Dr. Pin dan teman dari Department of Medicine, St Joseph's Hospital, Hamilton, Ontario, Canada dalam jurnal ilmiah Thorax tahun1992, menguraikan teknik untuk menginduksi sputum dengan nebulisasi salin hipertonik. Dengan induksi didapatkan sputum yang memadai dari saluran napas bawah. Induksi sputum merupakan metode pengambilan sputum pada pasien dengan cara nebulisasi dengan menggunakan larutan salin hipertonis yang bertujuan mengrangsang pengeluaran sputum,
prosedur ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa mengeluarkan sputum dengan spontan, misalnya anak kecil. Konsentrasi cairan salin umumnya 3%, 4% atau 5%. Pemberian salin hipertonik lebih efektif dibandingkan salin normal dalam hal menginduksi pengeluaran sputum. Momentum Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia Sabtu 24 Maret 2017 mengingatkan kita semua untuk ‘Tuntaskan, jangan ada seorangpun anak di Yogyakarta tertinggal’ (Leave! No one behind) adalah bagian dari ‘Bersatu membasmi TB’ (Unite to End TB). Selain itu, kita semua wajib menekan kejadian ‘over-diagnosis’ dan ‘over-treatment’ tuberkulosis pada anak. Sudahkah kita bijak? Yogyakarta, 24 Maret 2017 *) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih