1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kata larutan (solution) sering dijumpai. Larutan merupakan campuran homogen antar dua atau lebih zat berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentuk larutan, yaitu zat terlarut (solute), dan pelarut (solvent).Fasa larutan dapat berupa gas, cair, atau padat bergantung pada sifat kedua komponen pembentuk larutan. Apabila fasa larutan dan fasa zat-zat pembentuk sama, zat yang berbeda dalam jumlah terbanyak umumnya disebut pelarut sedangkan zat lainnya sebagai zat terlarut-nya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu suhu. Semakin tinggi suhu reaksi, hasil yang dihasilkan juga semakin bertambahh untuk waktu reaksi yang sama, sebab gerakan molekul-molekul pereaksi semakin besar. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya tumbukan antara molekul pereaksi yang juga berlanjut dengan reaksi kimia (Faroqi, 2015). Kelarutan merupakan banyaknya solut yang dapat dilarutkan pada pelarut tertentu pada kondisi tertentu. Senyawa yang terlarut disebut dengan solut dan cairan yang melarutkan disebut dengan solven, yang secara bersama-sama membentuk suatu larutan. Proses melarutkan disebut dengan pelarut (solvasi). Untuk memperoleh larutan standar, perlu dilakukan proses standarisasi sebelum melakukan analisa konsentrasi larutan yang ingin kita dianalisa (Satyajit, 2009). Secara umum, larutan standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan dalam proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis sampel. Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya bersifat tidak stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan standar primer yang dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam waktu yang lama dan tahan lama juga tentunya itu (Ratna, 2008).
1.2 Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui apakah larutan yang telah kita buat telah benar-benar sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki.
Universitas Sriwijaya
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan atau perbandingan jumlah zat terlarut dengan jumlah zat pelarut. Konsentrasi larutan didefinisikan sebagai jumlah solut yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Dinyatakan dalam beberapa cara antara lain molaritas, molalitas, normalitas, dll. Molaritas yaitu jumlah mol solut dalam 1 liter larutan, molalitas yaitu jumlah mol solut per 1000 gram pelarut sedangkan normalitas adalah jumlah gram ekuivalen solut dalam 1 liter larutan, dll. Dalam ilmu kimia, larutan sangat penting karena hampir semua reaksi terjadi dalam larutan jadi sangatlah penting untuk mengenali larutan itu (Hidayati, 2009). Langkah awal yang harus dilakukan dalam titrasi adalah membuat suatu larutan yakni dibuat dengan cara melarutkan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan dengan penimbangan dan menghitung volume suatu zat. Prosedur ini adalah menentukan jumlah asam maka ditambahkan asam dalam jumlah yang ekuivalen. Dimana titik ekuivalen jika ditambah sedikit titran akan menyebabkan perubahan pH yang sangat besar. Keterkaitan praktikum kimia dengan pertanian dalam acara ini yaitu digunakannya senyawa-senyawa kimia sebagai pemberantas hama yang lebih kita kenal dengan pestisida. Sebagian besar pestisida berbentuk larutan. Penggunaan pupuk harus sesuai dengan kadar yang telah ditentukan agar mendukung sector pertanian dalam produksi (Ibnu, 2004). Untuk memperoleh larutan standar, perlu dilakukan proses standarisasi sebelum melakukan analisa konsentrasi larutan yang ingin dianalisa. Secara umum, larutan standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan dalam proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis sampel. Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya bersifat tidak stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan standar primer yang dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam waktu yang lama, misalnya saja tidak higroskopis sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah pada saat itu (Day, dan Underwood, 2006).
Universitas Sriwijaya
3
Suatu indikator digunakan ntuk menunjukka titik akhir titrasi, maka indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekuivalen dengan titrat, perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak, agar tidak ada keraguan-keraguan tentang kapan titrasi harus dihentikan, titrasi adalah titrasi basa kuat dengan asam kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan maka perlu dilakukan standarisasi, karena dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak tepat dengan yang di inginkan. Setelah dilakukannya standarisasi selanjutnya biasanya digunakan dalam proses analisis kimia dengan metode titrasi asam dan basa pada reaksi (Hidayati, 2009). Reaksi asam basa adalah reaksi yang terjadi antara larutan asam dengan larutan basa, hasil reaksi ini dapat bersifat netral disebut juga reaksi penetralan asam basa tergantung pada larutan yang direaksikan. Asam oksalat adalah zat padat , halus, putih, larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai terbentuk garam normalnya. .berat ekivalen asam oksalat adalah 63. Larutan baku sekunder adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan baku primer. Pada percobaan kali ini larutan yang digunakan sebagai larutan baku sekundere adalah NaOH. Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap karbondioksida di udara bebas (Wayan, 2014). Indikator asam basa sebagai zat penunjuk derajat keasaman kelarutan adalah senyawa organik dengan struktur rumit yang berubah warnanya bila pH larutan berubah. Indikator dapat pula digunakan untuk menetapkan pH dari suatu larutan. Indikator merupakan asam lemah atau basa lemah yang memiliki warna cukup tajam, hanya dengan beberapa tetes larutan encer-encernya, indikator dapat digunakan untuk menetapkan titik ekivalen dalam titrasi asam basa ataupun untuk menentukan tingkat keasaman larutan. Pada percobaan kali ini indikator yang akan digunakan adalah indikator phenolphtalein atau sering disebut dengan indikator PP. Indikator PP memiliki warna asam tak berwarna, rentang pH perubahan warna antara 8,3– 10,0 dan warna basa merahnya itu (Mulyono, 2006).
Universitas Sriwijaya
4
BAB 3 METODELOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum kimia analitik ini dilakukan pada tanggal 5 April 2017 pukul 14.20 – 16.00 WIB di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Kampus Palembang.
3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah : 1) ball pipet, 2) pipet tetes , 3) buret, 4) erlenmeyer, 5) beaker gelas, 6) statif, 7) gelas ukur, 8) klem Bahan yang digunakan adalah : 1) NaOH , 2) garam oksalat, 3) H2SO4, 4) aquadest.
C. Cara Kerja Cara kerja praktikum ini adalah : 1. Standardisasi larutan NaOH 0,1 N a.) Garam oksalat (C2H2O4 . 5 H2O) ditimbang sebanyak 0,1 gr, masukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml. b.) Tambahkan aquadest sebanyak 25 ml, kocok hingga homogen dan tambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes. c.) Titrasi dengan laruta NaOH 0,1 N yang akan distandarisasi sampai mencapai titik ekivalen. d.) Hitung konsentrasi larutan NaOH. 2. Standarisasi larutan HCl 0.1 N a.) Masukkan larutan HCl yang akan distandarisasi kedalam Erlenmeyer b.) Tambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes c.) Titrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 N sampaii titik ekivalen d.) Hitung konsentrasi larutan HCl
Universitas Sriwijaya
5
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Hasil dari percobaan yang telah kami lakukan adalah :
1. Standarisasi larutan NaOH 0,5 N N = gr Ar 0,5 = gr 40 gram NaOH = 2 gram Hasil titran NaOH = 5,9 mL NNaOH = gram asam oksalat x 2 0,126 x mL NaOH = 0,1 gram x 2 0,126 x 5,9 mL = 0,269 N 2. Standarisasi larutan HCl 0,5 N V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 1
= 25 x 0,5
V1 = 12,5 mL Hasil titran HCl = 23,8 mL VNaOH x NNaOH = VHCl x NHCl 23,8 x 0,269 = 25 x NHCl 6,4
= 25 x NHCl
NHCl
= 6,4 25
NHCl
= 0,256 N
Universitas Sriwijaya
6
4.2 Pembahasan Pada percobaan kali ini praktikan melakukan analisa kuantitatif untuk menstandarisasi larutan baku sekunder dengan larutan baku primer. dimana pada percobaan kali ini larutan baku sekunder yang akan digunakan adalah NaOH (natrium hidroksida) dan larutan baku primer H2C2O4 2H2O (asam oksalat). garam oksalat sebagai sampel timbang terlebih dahulu dan didapatkan hasilnya sebesar 2 gr, Kemudian dilarutkan dengan aquadest yang kemudian dilakukan proses titrasi. Dimana larutan garam oksalat sebagai analit dan NaOH sebagai titran. Dilakukan proses titrasi sampai mencapai titik ekuivalen kemudian hitung berapa konsentrasi NaOH nya. Pada perhitugan, kelompok kami mendapatikan hasil 5,9 mL NaOH. Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi reaksi asam basa antara asam oksalat (sebagai asam lemah) dan NaOH (sebagai basa kuat). Pada pembuatan larutan standar natrium hidroksida indikator yang digunakan yaitu fenophtalein (indikator PP). Indikator fenophtalein digunakan dalam percobaan ini karena fenophtalein tak berwarna dengan pH antara 8,3-10,0 akan mempermudah praktikan dalam mengetahui bahwa dalam proses sudah mencapai titik ekivalen. Perubahan yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah berubah menjadi warna ungu yang konstan dari warna asal mula bening. Perubahan warna ini terjadi karena telah tercapainya titik ekivalen. Volume NaOH yang diperlukan untuk titrasi itu sebanyak 5 mL dengan normalitas sebesar 0,5 N. Selanjutnya
pada
percobaan
standarisasi
HCL,
sebelumnya
kami
menghitung volumenya terlebih dahulu dan diperoleh V1 sebesar 12, 5 Ml setelah dititrasi didapatkan hasil titrannya sebesar 23,8 mL lalu kami mencari Normalitasnya dan didapatkan juga hasil sebesar 0,256 N. Prinsip titrasi ini adalah menentukan jumlah asam jika ditambahkan asam dalam jumlah ekuivalen atau sebaliknya. Proses titrasi diakhiri apabila telah mencapai titik ekuivalen yaitu titik dimana penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan pH yang cukup besar. Titik titrasi biasanya ditandai perubahan warba indikator pH. Indikator adalah molekul pewarna yang warnanyatergantung pada konsentrasi H2O. Imdikator ini sesungguhnya merupakan asam lemah atau basa lemah yang konjugasinya menjadi asam-basa yang menyebabkan perubahan warna. Dalam titrasi kita harus teliti karena bisa saja terjadi human error ataupun kesalahan lain.
Universitas Sriwijaya
7
BAB 5 KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan kesimpulannya adalah sebagai berikut : 1. larutan standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan dalam proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis sampel. 2. Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya bersifat tidak stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan standar primer yang dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. 3. Suatu indikator digunakan ntuk menunjukka titik akhir titrasi, maka indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekuivalen dengan titrat, perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak. 4. Indikator asam basa sebagai zat penunjuk derajat keasaman kelarutan adalah senyawa organik dengan struktur rumit yang berubah warnanya bila pH larutan. 5. indikator dapat digunakan untuk menetapkan titik ekivalen dalam titrasi asam basa ataupun untuk menentukan tingkat keasaman larutan.
Universitas Sriwijaya