1. MUTHLAQ DAN MUQAYYAD A.
Pengertian Muthlaq Muthlaq adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid (pembatas). Jadi
ia hanya menunjuk kepada satu individu tidak tertentu dari hakikat tertentu. Lafaz mutlak ini pada umumnya berbentuk lafaz naqirah dalam konteks kalimat positif. 1.
Contoh-Contoh Muthlaq
firman Allah berikut ini :
َ ٌٌو ٌّللاٌٌُب ِ َماٌتَ ْع َم ُلونَ َخبِير ِ يرٌٌ َر َقبَة ُ َوا َلذِينٌٌَيُ َظاه ُِرونٌٌَ ِمنٌنِسَائِ ِه ْمٌٌ ُثمٌٌَيَعُودُونٌٌَ ِل َماٌ َقا ُلواٌ َفتَح ِْر َ ٌٌمنٌ َق ْب ِلٌٌ َأنٌيَتَ َماسَاٌ َذ ِل ُك ْمٌٌتُوعَ ُظونٌٌَب ِ ِه “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur.” (QS al-Mujâdalah, 58: 3)
Lafazh
“raqabah”
(hamba
sahaya)
termasuk
lafazh muthlaq yang
mencakup
semua
jenisraqabah (hamba sahaya) tanpa diikat atau dibatasi sesuatu yang lain. Maksudnya bisa mencakup raqabah laki-laki atau perempuan, beriman atau tidak beriman. Jika dilihat dari segi cakupannya, maka lafazh muthlaq adalah sama dengan lafazh ‘amm(umum). Namun keduanya tetap
memiliki
perbedaan
yang
prinsip,
yaitu
lafazh ‘amm mempunyai
sifat syumûliy(melingkupi) atau kulliy (keseluruhan) yang berlaku atas satuan-satuan, sedangkan keumuman dalam lafazh muthlaq bersifat badaliy (pengganti) dari keseluruhan dan tidak berlaku atas satuan-satuan tetapi hanya menggambarkan satuan yang meliputi. Hukum yang datang dari ayat yang berbentuk muthlaq, harus diamalkan berdasarkan kemuthlaqannya, sebagaimana QS al-Mujadalah, 58: 3 di atas. Dengan demikian kesimpulan hukumnya adalah bahwa “seorang suami yang men-zhihar isterinya kemudian ingin menarik kembali ucapannya, maka wajib memerdekakan hamba sahaya, baik yang beriman ataupun yang tidak beriman”.
B. Pengertian Muqayyad Muqayyad adalah lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan qayid (batasan),seperti katakata “raqabah” (budak) yang dibatasi dengan “iman” dalam ayat QS. An-Nisa:92).ٌ
ٌHendaklahٌpembunuh itu memerdekakan budak yang beriman QS. An-Nisa.) 1. Contoh- Contoh Muqayyad lafazh “raqabah mukminah” (hamba sahaya yang beriman) yang terdapat dalam firman Allah :
ٌٌصدَ ُقواٌ َفإ ِ ْنٌٌكَانٌٌَ ِم ْن َ ٌٌَو ِديَةٌٌ ُمسَ َل َمةٌٌإ ِ َلىٌ َأ ْه ِل ِهٌٌإ ِ َّلٌٌ َأ ْني ُ ٌٌو َم ْنٌٌ َقتَ َلٌٌ ُمؤْ ِمناٌ َخ َطأٌٌ َفتَح ِْر َ يرٌٌ َر َقبَةٌٌ ُمؤْ ِمنَة َ َو َماٌكَانٌٌَ ِل ُمؤْ ِمنٌٌ َأ ْنٌٌيَ ْقتُ َلٌٌ ُمؤْ ِمناٌإ ِ َّلٌٌ َخ َطأ ٌٌيرٌٌ ٌَر َقبَةٌٌ ُمؤْ ِمنَةٌٌ َف َم ْن ُ ٌٌوتَح ِْر ُ ٌٌوه َُوٌٌ ُمؤْ ِمنٌٌ َفتَح ِْر َ ٌٌوبَ ْي َن ُه ْمٌٌ ِمي َثاقٌٌ َف ِديَةٌٌ ُمسَ َل َمةإ ِ َلىٌ َأ ْه ِل ِه َ ٌٌوإ ِ ْنٌٌكَانٌٌَ ِم ْنٌٌ َق ْومٌٌبَ ْينَ ُك ْم َ يرٌٌ َر َقبَةٌٌ ُمؤْ ِمنَة َ َق ْومٌٌعَدُوٌٌ َل ُك ْم َ ٌٌوك َ صيَامٌٌُ َش ْه َر ْي ِنٌٌ ُمتَتَابِع َ ْي ِنٌٌت َْوبَةٌٌ ِم َانٌٌَّللاٌٌُعَ ِليماٌ َح ِكيما ِ َل ْمٌٌيَ ِج ْدٌٌ َف َ ِ نٌٌَّللا “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS an-Nisâ’, 4: 92)
Kata “raqabah” (hamba sahaya) dalam ayat ini memakai qayid atau ikatan yaitu mu’minah. Maka ketentuan hukum dari ayat ini ialah siapa pun yang melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa seseorang tanpa sengaja, maka dikenai denda atau diyat, yaitu harus memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Oleh karena itu, setiap ayat yang datang dalam bentuk muqayyad, maka harus diamalkan berdasarkan qayid yang menyertainya, seperti ayat raqabah di atas.
2. PENGERTIAN HAKIKAT DAN MAJAZ BERSERTA CONTOHNYA Kalam dari sisi penggunaannya terbagi menjadi hakikat dan majaz. 1. Hakikat adalah اللفظ المستعمل فيما وضع له “Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya.” Seperti : Singa ( )أسدuntuk suatu hewan yang buas. Maka keluar dari perkataan kami : ()المستعمل “yang digunakan” : yang tidak digunakan, maka tidak dinamakan hakikat dan majaz. Dan keluar dari perkataan kami : ( “ )فيما وضع لهpada asal peletakannya” : Majaz.Dan hakikat terbagi menjadi tiga macam : Lughowiyyah, Syar’iyyah dan ‘Urfiyyah.Hakikat lughowiyyah adalah : اللفظ المستعمل فيما وضع له في اللغة “Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara bahasa.” Maka keluar dari perkataan kami : (“ )في اللغةsecara bahasa” : hakikat syar’iyyah dan hakikat ‘urfiyyah. Contohnya : sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara bahasa adalah doa, maka dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli bahasa. Hakikat syar’iyyah adalah : اللفظ المستعمل فيما وضع له في الشرع “Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara syar’i.” Maka keluar dari perkataan kami : (“ )في الشرعsecara syar’i” : hakikat lughowiyyah dan hakikat ‘urfiyyah. Contohnya : sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara syar’i adalah perkataan dan perbuatan yang sudah diketahui yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, maka dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli syar’i. Hakikat ‘urfiyyah adalah : اللفظ المستعمل فيما وضع له في العرف “Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara ‘urf (adat/kebiasaan).” Maka keluar dari perkataan kami : (“ )في العرفsecara ‘urf” : hakikat lughowiyyah dan hakikat syar’iyyah.
Contohnya : Ad-Dabbah ()الدابة, maka sesungguhnya hakikatnya secara ‘urf adalah hewan yang mempunyai empat kaki, maka dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli ‘urf. Dan manfaat dari mengetahui pembagian hakikat menjadi tiga macam adalah : Agar kita membawa setiap lafadz pada makna hakikat dalam tempat yang semestinya sesuai dengan penggunaannya. Maka dalam penggunaan ahli bahasa lafadz dibawa kepada hakikat lughowiyyah dan dalam penggunaan syar’i dibawa kepada hakikat syar’iyyah dan dalam penggunaan ahli ‘urf dibawa kepada hakikat ‘urfiyyah.
2. Majaz adalah اللفظ المستعمل في غير ما وضع له “Lafadz yang digunakan bukan pada asal peletakannya.” Seperti : singa untuk laki-laki yang pemberani. Maka keluar dari perkataan kami : (“ )المستعملyang digunakan” : yang tidak digunakan, maka tidak dinamakan hakikat dan majaz. Dan keluar dari perkataan kami : (“ )في غير ما وضع لهbukan pada asal peletakannya” : Hakikat.Dan tidak boleh membawa lafadz pada makna majaznya kecuali dengan dalil yang shohih yang menghalangi lafadz tersebut dari maksud yang hakiki, dan ini yang dinamakan dalam ilmu bayan sebagai qorinah (penguat). Dan disyaratkan benarnya penggunaan lafadz pada majaznya : Adanya kesatuan antara makna secara hakiki dengan makna secara majazi agar benarnya pengungkapannya, dan ini yang dinamakan dalam ilmu bayan sebagai ‘Alaqoh (hubungan/ penyesuaian), dan ‘Alaqoh bisa berupa penyerupaan atau yang selainnya. Maka jika majaz tersebut dengan penyerupaan, dinamakan majaz Isti’arah ()استعارة, seperti majaz pada lafadz singa untuk seorang laki-laki yang pemberani. Dan jika bukan dengan penyerupaan, dinamakan majaz Mursal ( )مجاز مرسلjika majaznya dalam kata, dan dinamakan majaz ‘Aqli ( )مجاز عقليjika majaznya dalam penyandarannya. Contohnya dari majaz mursal : kamu mengatakan : (“ )رعينا المطرKami memelihara hujan”, maka kata (“ )المطرhujan” merupakan majaz dari rumput ()العشب. Maka majaz ini adalah pada kata. Dan contohnya dari majaz ‘Aqli : Kamu mengatakan : (“ )أنبت المطر العشبHujan itu menumbuhkan rumput”, maka kata-kata tersebut seluruhnya menunjukkan hakikat maknanya, tetapi penyandaran menumbuhkan pada hujan adalah majaz, karena yang menumbuhkan secara hakikat adalah Allah ta’ala, maka majaz ini adalah dalam penyandarannya.
Dan diantara majaz mursal adalah : Majaz dalam hal penambahan dan majaz dalam hal penghapusan. Mereka memberi permisalan majaz dalam hal penambahan dengan firman Allah ta’ala : ليس كمثله شئ “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya” (QS. Asy-Syuro : 11) Maka mereka mengatakan : Sesungguhnya (“ )الكافhuruf kaaf” adalah tambahan untuk penguatan peniadaan permisalan dari Allah ta’ala. Contoh dari majaz dengan penghapusan adalah firman Allah ta’ala : وسئل القرية “Bertanyalah kepada desa” (QS. Yusuf : 82) Maksudnya : (“ )واسأل أهل القريةbertanyalah pada penduduk desa”, maka penghapusan kata ()أهل “penduduk” adalah suatu majaz, dan bagi majaz ada macam yang sangat banyak yang disebutkan dalam ilmu bayan. Dan hanya saja disebutkan sedikit tentang hakikat dan majaz dalam ushul fiqh karena penunjukan lafadz bisa jadi berupa hakikat dan bisa jadi berupa majaz, maka dibutuhkan untuk mengetahui keduanya dan hukumnya. Wallahu A’lam.