Nama
: Gustini
NPM
: 18320033P
Fakultas/Jurusan : Kedokteran/ PSIK Konversi 2018 Mata Kuliah
: Kep Anak II ( UAS )
Dosen Pengampuh
: Setiawati,Skep,Ns, M.Kep, Sp.Kep.An
Soal!
1. Buatlah patofisiologi dan asuhan keperawatan anak dengan : a. Diabetik Juvenile b. AIDS c. DHF d. SLE 2. Uraikan apa yang dimaksud dengan Peri Operatif Care dan apa saja peran perawat
Jawaban! ( No.1 ) A. Diabetik Juvenil a.
Patofisiologi Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu: Periode pra-diabetes Periode manifestasi klinis diabetes
Periode Honey-Moon
Periode ketergantungan insulin yang menetap.
1. Periode pra-diabetes Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi.Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode
ini
autoantibodi
mulai
ditemukan
apabila
dilakukan
pemeriksaanlaboratorium.
2. Periode manifestasi klinis Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel. 3. Periode honey-moon Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga
perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap. 4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
b. Asuhan Keperawatan anak dengan Dibetik Juvenil 1. PENGKAJIAN a. Identitas Merupakan identitas anak meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. b. Keluhan utama Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. Ds yg mungkin timbul : – Anak mengeluh sering kesemutan. – Anak mengeluh sering buang air kecil saat malam hari – Anak mengeluh sering merasa haus – Anak mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia) – Anak mengeluh merasa lemah Do : – Anak tampak lemas. – Terjadi penurunan berat badan – Tonus otot menurun – Terjadi atropi otot – Kulit dan membrane mukosa tampak kering – Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam c. Keadaan Umum Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien. d. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan : · Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan. · Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. · Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah. f. Pemeriksaan penunjang a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e) Elektrolit : · Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun · Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. · Fosfor : lebih sering menurun f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru) g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik. h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi. i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA. k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan
dalam
penggunaannya
(endogen/eksogen).
Resisten
insulin
dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody .( autoantibody) l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat. n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. g. Riwayat Kesehatan · Riwayat Kesehatan Keluarga Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ? · Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya Berapa lama anak menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan orangtua untuk menanggulangi penyakit anak. Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada anak dengan diabetes mellitus : 1. Aktivitas/ Istirahat Letih, Lemah, malas bermain, mudah lelah. 2. Sirkulasi Kesemutan pada ekstremitas, takikardi, perubahan tekanan darah 3. Integritas Ego Stress, ansietas 4. Eliminasi Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare 5. Makanan / Cairan Anoreksia, mual muntah, penurunan berat badan, haus. 6. Neurosensori Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot. 7. Nyeri / Kenyamanan Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat) 8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak) 9. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi: 1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus 2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengansering lelah, lemah, pucat, anak tampak letargi/tidak bergairah. 3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah.
3. RENCANA INTERVENSI 1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus Intervensi : 1. Monitor kadar gula darah 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia 3. Monitor tanda-tanda vital 4. Berikan terapi insulin sesuai program 5. Instruksikan kepada pasien da keluarga mengenai pencegahan dan pengenalan tandatanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan managemen hiperglikemia dan hipoglikemia 6. Instruksikan kepada orangtua untuk selalu patuh terhadap diit anaknya.
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat , klien tampak letargi/tidak bergairah Intervensi :
1. Diskusikan dengan orang tua tentang kebutuhan aktivitas anak 2. Tingkatkan partisipasi orang tua dalam melakukan aktifitas sehari-hari 3. Monitor TTV
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan anak menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah. 1. kolaburasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit 2. Monitor berat badan tiap hari 3. Berikan Penyuluhan pada orang tua dalam perencanaan makanan sesuai dengan indikasi 4. Berikan terapi insulin sesuai dengan program 5. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi makanan
4. IMPLEMENTASI Dilaksanakan sesuai dengan intervensi 5. EVALUASI Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap : 1) Mengukur pencapaian tujuan. 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian yang
telah ditetapkan.
B. AIDS a. Patofisiologi Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target ( terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai
mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain juga mulai terganggu. HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa. Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV : 1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi (disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun. 2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan hemofili) 3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi. 4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ). ( Cecily L. Betz , 2002 : 210) Bayi dan Anak Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara umur 2 bulan dan 3 tahun. Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah 2) Gagal tumbuh 3) Limfadenopati umum 4) Hepatosplenomegali 5) Sinusitis 6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang 7) Parotitis 8) Diare kronik atau kambuhan 9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan 10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten 11) Sariawan Orofaring 12) Trombositopenia 13) Infeksi bakteri seperti meningitis 14) Pneumonia Interstisial kronik
b. Asuhan Keperawatan Anak dengan AIDS 1.
PENGKAJIAN Anamnese Identitas
AIDS pada anak di bawah umur 13 tahun 13% merupakan akibat kontaminasi dengan darah, 5% akibat pengobatan hemofilia, 80% tertular dari orang tuanya.
Anak yang terinfeksi pada masa perinatal, rata-rata umur 5 – 17 bulan terdiagnosa sebagai AIDS.
Terbanyak meninggal 1 tahun setelah dibuat diagnosis
Study perspektif di Afrika menunjukan angka kematian anak usia lebih dari 15 bulan lahir dari ibu HIV (+) sebesar 16,5% penyebab terbanyak diare akut/ kronik dan pnemonie berulang.
Keluhan Utama
Demam dan diare berkepanjangan
Takhipnea, batuk, sesak nafas dan hipoxia keadaan yang gawat
Riwayat Penyakit Sekarang
Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
Diare lebih dari 1 bulan
Demam yang berkepanjangan ( lebih dari 1 bulan )
Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak putih
Limphadenophati yang menyeluruh
Infeksi berulang (otitis media, pharingitis)
Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
Dermatitis yang menyeluruh
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Orang tua yang terinfeksi HIV
Penyalahgunaan zat
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu selama hamil terinfeksi HIV 50% tertular untuk anaknya
Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan
Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan bayi
Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)
Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
Riwayat Imunisasi Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV UMUR
VAKSIN
2 bulan
DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan
DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan
DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan
Tes Tuberculin
15 bulan
MMR, Hepatitis
18 bulan
DPT, Polio, MMR
24 bulan
Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun
DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun
DT, Campak
Immunisasi BCG tidak boleh diberikan kuman hidup
Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan tipe live attenuated polio vaccine virus mati bukan virus hidup
Immunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV (+)
Pemeriksaan Sistem Penginderaan :
Pada Mata : -
Cotton wool spot (bercak katun wol) pada retina, sytomegalovirus retinitis dan toxoplasma choroiditis, perivasculitis pada retina.
-
Infeksi pada tepi kelompak mata (blefaritis) : mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret serta berkerak.
-
Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple, pada satu / kedua mata toxoplasma gondii
Pada Mulut : Oral thrush akibat jamur, stomatitis gangrenesa, periodontitis, sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar, kemudian menjadi biru, sering pada palatum.
Pada telinga : otitis media, nyeri, kehilangan pendengaran.
Sistem Pernafasan : Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak nafas, tachipnea, hipoxia, nyeri dada, nafas pendek waktu istirahat, gagal nafas. Sistem pencernaan : BB menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa oral, faringitis, kandidiasis
esofagus,
kandidiasis
mulut,
selaput
lendir
kering,
pembesaran hati, mual, muntah, kolitis akibat diare kronik pembesaran limpha. Sistem Kardiovaskuler.
Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.
Gejala congestive heart failure sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.
Sistem Integumen :
Varicela : Lesi sangat luas vesikula yang besar, hemorragie menjadi nekrosis timbul ulsera.
Herpes zoster : vesikula menggerombol, nyeri, panas, serta malaise.
Eczematoid skin rash, pyodermia, scabies
Pyodermia gangrenosum dan scabies sering dijumpai.
Sistem Perkemihan
Air seni kurang, anuria
Proteinurea
Sistem Endokrin : Pembesaran kelenjar parotis, limphadenophati, pembesaran kelenjar yang menyeluruh Sistem Neurologi
Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku.
Nyeri otot, kejang-kejang, ensefalophati, gangguan psikomotor.
Penurunan kesadaran, delirium.
Serangan CNS : meningitis.
Keterlambatan perkembangan .
Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia) Psikososial
Orang tua merasa bersalah.
Orang tua merasa malu.
Menarik diri dari lingkungan .
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Tes PCR (Polymerase Chain Reaction)
Menemukan beberapa macam gen HIV yang bersenyawa di dalam DNA sel yang terinfeksi.
Mengetahui apakah bayi yang lahir dari ibu dengan HIV(+).
Kardiomegali pada foto rontgen. EKG terlihat hipertrofi ventrikel dan kelainan gelombang T. Pungsi Lumbal. Bronkoskopi ( untuk mendeteksi adanya PPC ).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare. 3. Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari infeksi oportunistik saluran pencernaan. 4. Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis. 5. Ketidakefektifan
koping
menahun dan progresif.
keluarga
sehubungan
dengan
penyakit
6. Kurang pengetahuan sehubungan dengan perawatan anak yang kompleks di rumah. 3. INTERVENSI Diagnosa 1 Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Tujuan : Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi. Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Badan tampak lebih kuat / berenergi.
Tidak ada tanda-tanda kemerahan pada tubuh.
Anak tidak terserang batuk dan rhinorhea.
Jumlah sel darah putih dan hitung jenis dalam batas normal.
Kulit tidak abrasi / rash
Intervensi dan Rasional : 1. Kaji tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi, peningkatan RR, kelemahan tubuh / letargi ). R. Deteksi secara dini menurunkan resiko infeksi nosokomial / infeksi lain. 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam. R. Adanya perubahan dari tanda
vital merupakan indikator terjadinya
infeksi. 3. Berikan antibiotik, anti viral, anti jamur sesuai advis dokter. R. Membunuh kuman penyebab. 4. Gunakan teknik aseptik dengan prosedur yang tepat. R. Menurunkan resiko kolonisasi bakteri dan memutus rantai penularan dari klien lain / lingkungan ke anak atau sebaliknya. 5. Kaji kulit setiap hari. R. Memonitor adanya rash, lesi, drainage. 6. Jaga kulit tetap bersih, kering dan kelembaban baik. R. Perlindungan terhadap kulit dan membersihkan kulit secara teratur dapat mengangkat bahan-bahan penyebab iritasi dan melindungi kulit dari kerusakan yang lebih parah.
7. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan secara umum (universal). R. Kejelasan mengenai pencegahan akan menyiapkan keluarga / pengunjung turut serta memutuskan rantai penularan HIV/AIDS. 8. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien. R. Untuk mencegah kontaminasi silang dengan klien lain. 9. Gunakan sarung tangan ketika kontak dengan darah / cairan tubuh, jaringan, kulit dan atau permukaan tubuh yang terkontaminasi, untuk antisipasi gunakan baju pelindung, untuk menghindari percikan darah gunakan masker dan pelindung mata. R. Proteksi diri terhadap cairan tubuh. Diagnosa 2 Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan nyeri, anoreksia, diare. Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria Hasil :
Berat badan meningkat.
Intake dan output seimbang.
Turgor kulit baik.
Anak mengkonsumsi diet berkalori tinggi.
Intervensi dan Rasional : 1. Timbang berat badan setiap hari. R. Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang diberikan. 2. Monitor intake dan output tiap 8 jam dan turgor kulit. R. Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi makanan. 3. Berikan makanan tinggi kalori tinggi protein. R. Dengan TKTP akan meningkatkan tumbuh kembang secara adekuat. 4. Rencanakan makanan enteral atau parenteral. R. Bila intake nutrisi oral inadekuat. Diagnosa 3
Kurangnya volume cairan tubuh sehubungan dengan diare dampak dari infeksi oportunistik saluran pencernaan atau reaksi dari pengobatan. Tujuan : Hidrasi baik. Kriteria Hasil :
Intake dan output seimbang.
Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal.
Penekanan daerah perifer kembali dalam waktu kurang dari 3 detik.
Pengeluaran urine minimal perjam 1-2 cc/kg/BB.
Intervensi dan Rasional : 1. Kolaborasi pemberian cairan iv sesuai keperluan. R. Menggantikan kehilangan cairan akibat diare. 2. Berikan cairan sesuai indikasi / toleransi. R. Mempertahankan status hidrasi pada keadaan diare. 3. Ukur intake dan output termasuk urine, tinja dan emisi. R. Deteksi keseimbangan cairan dalam tubuh. 4. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh. R. Mempertahankan kadar elektrolit dalam batas normal. 5. Kaji tanda vital, waktu penekanan daerah perifer, turgor kulit, mukosa membran, ubun-ubun tiap 4 jam. R. Kehilangan cairan yang aktif secara terus menerus akan mempengaruhi tanda vital dalam mempertahankan aktivitasnya. 6. Monitor urine tipa 6-8 jam/ sesuai keperluan. R. Pemekatan urine merupakan respon terhadap kurangnya air. Diagnosa 4 Gangguan tumbuh kembang sehubungan dengan gangguan neurologis. Tujuan : Pertumbuhan perkembangan sesuai dengan usia. Kriteria Hasil :
Aktifitas perkembangan anak sesuai dengan usia dari segi personal / sosial, bahasa, kognitif dan motorik.
Mampu berinteraksi sesuai dengan umur dan kondisi.
Intervensi dan Rasional : 1. Kaji tingkat perkembangan anak sesuai garis usia ( DDST ). R. Untuk mendeteksi tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. 2. Kaji sistem neorologis. R. Untuk mendeteksi gangguan pada sistem neorologi. 3. Beri anak stimulasi berupa mainan dan terapi permainan. R. Rangsangan terhadap sensori mempengaruhi terhadap belajar anak dan perkembangan anak. 4. Anjurkan orang tua untuk berinteraksi dengan anak dalam perawatan / permainan R. Kehadiran orang tua akan memberi rasa aman pada anak dan mencurahkan perhatian pada anak. 5. Anjurkan menciptakan suasana layaknya di rumah . R. Agar anak tidak takut dan merasa aman berada di lingungan asing. Diagnosa 5 Ketidakefektifan koping keluarga sehubungan dengan penyakit menahun dan kongestif. Tujuan : Koping keluarga efektif. Kriteria Hasil :
Orang tua mampu mengekspresikan secara verbal tentang rasa takut, perasaan bersalah, rasa kehilangan.
Orang tua mampu mengenali kebutuhan dirinya, dan cara memecahkan masalah serta menganalisa kekuatan diri dan support sosial.
Orang tua mampu mengambil keputusan yang tepat.
Orang tua turut serta dalam perawatan anak.
Intervensi dan Rasional : 1. Konseling keluarga R. Membantu keluarga menerima kondisi anak termasuk melewati fase krisis sehingga dapat bersikapsupportif pada anak. 2. Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah dan kehilangan.
R. Ungkapan perasaan merupakan sarana menurunkan ketegangan yang efektif. 3. Diskusikan dengan orang tua tentang kekuatan diri dan koping mekanisme dengan mengindentifikasi support sosial. R. Stigma terhadap AIDS dan resiko kontak dengan penyakit AIDS menimbulkan perubahan yang berarti pada koping keluarga. 4. Libatkan orang tua dalam perawatan anak. R. Keterlibatan orang tua dapat meningkatkan kepercayaan anak pada dokter dan perawat. Diagnosa 6 Kurang pengetahuan sehubungan perawatan anak yang kompleks di rumah. Tujuan : Secara verbal keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS. Kriteria Hasil :
Orang tua mampu menjelaskan secara global tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan home care.
Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping dan dosis obat.
Orang tua memahami tentang kebutuhan yang khusus bagi anaknya.
Orang tua mampu menjelaskan bagaimana HIV menular.
Intervensi dan Rasional : 1. Kaji pemahaman tentang diagnosa, proses penyakit dan kebutuhan home care. R. Pemahaman yang memadai, meningkatkan sikap kooperatif keluarga dalam merawat anak. 2. Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis. R. Kewaspadaan
terhadap
efek
samping
obat
akan
meningkatkan
kewaspadaan penggunaan dosis obat. 3. Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus. R. Memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam merawat anak dengan HIV/AIDS. 4. Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya.
R. Mendapatkan informasi yang terarah akan merasa mampu dan percaya diri untuk merawat anaknya. 5. Anjurkan cara hidup yang normal pada anak R. Mencegah terjadinya diskriminasi dan penolakan lingkungan pada anak dengan HIV/AIDS.
4. IMPLEMENTASI Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk masing-masing diagnosa. Prinsip pelaksanaan tindakan perawatan anak dengan HIV/AIDS adalah : 1) Menjaga fungsi pernafasan. 2) Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal. 3) Mencegah terjadinya infeksi nosokomial / infeksi lain / komplikasi. 4) Mencegah terjadi infeksi ( transmisi ). 5) Mempertahankan keseimbangan kebutuhan nutrisi dan cairan. 6) Memberikan informasi dan ketrampilan pada keluarga tentang proses penyakit, penularan, pencegahan dan perawatan anak dengan HIV / AIDS. 7) Memperhatikan tumbuh kembang anak terhadap dampak dari penyakitnya dan hospitalisasi. 8) Menjaga keutuhan kulit. 9) Mempertahankan kebersihan mulut. 5. EVALUASI Cara mengevaluasi asuhan keperawatan terdiri dari 2 tahap : 1) Mengukur pencapaian tujuan. 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan kriteria hasil / pencapaian yang telah ditetapkan.
C.
DHF a.
Patofisiologi Ada dua perubahan patofisiologi yang terjadi pada DBD: 1. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia, dan syok. DHF memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma
khusus ke arah rongga pleura dan peritoneum. Selain itu, periode kebocoran cukup singkat (24 - 48 jam). 2. Hemostasis abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia, sehingga terjadi berbagai jenis manifestasi perdarahan.
b. Asuhan keperawatan pada anak dengan DHF Pengkajian 1. Identitas Pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidkan orang tua, dan pekerjaan orang tua. 2. Keluhan Utama Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah.Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemesis. 4. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bias mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain. 5. Riwayat Imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan. 6. Riwayat Gizi Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila terdapat factor prediposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak
disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang. 7. Kondisi Lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola Kebiasaan a.
Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makn berkurang, dan nafsu makan menurun.
b.
Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi. Sementara DHF pada grade III-IV bias terjadi melena.
c.
Eliminasi Urine (buang air kecil): perlu dikaji apakah sering kencng, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d.
Tidur dan Istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e.
Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutam untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f.
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut: a.
Grade I: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan anak lemah.
b.
Grade II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c.
Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.
d.
Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
10. Sistem Integumen a.
Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.
b. Kuku sianosis/tidak. c.
Kepala dan leher. Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarhan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV).
d.
Dada. Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales (+), ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e.
Abdomen. Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly), dan asites.
f.
Ekstremitas. Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
11. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai: a.
Hb dan PCV meningkat (lebih dari sama dengan 20%).
b. Trobositopenia kurang dari sama dengan 100.000/ml). c.
Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d. Ig. D. dengue positif. e. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
Masalah/ Diagnosis a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue. b. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan. c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. d. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
e. Kecemasan orang tua atau keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, dan kurang informasi. (sumber: perawatan pasien DHF, Christiantie efendy).
Perencanaan a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus dengue. Tujuan keperawatan: Peningkatan suhu tubuh dapat teratasi, dengan kriteria: - Suhu tubuh normal (35°C- 37,5°C). - Pasien bebas dari demam . Rencana intervensi: INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji saat timbulnya demam.
1. Untuk
mengidentifikasi
pola
demam pasien. 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 3 2. Tanda-tanda vital merupakan acuan jam.
untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Beri kompres hangat pada dahi.
3. Kompres
hangat
mengembalikan
dapat
suhu
normal
memperlancar sirkulasi. 4. Beri
banyak
minum
(±
1-1,54. Mengurangi panas secara konveksi
liter/hari) sedikit tapi sering.
(panas terbuang bersama urine dan keringat sekaligus mengganti cairan tubuh karena penguapan). 5. Pakaian
yang
5. Ganti pakaian klien dengan bahan keringat tipis menyerap keringat.
mengurangi
tipis
dan
menyerap membantu
penguapan
tubuh
akibat dari peningkatan suhu dan dapat terjadi konduksi. 6. Penjelasan yang diberikan pada 6. Beri klien
penjelasan
pada keluarga keluarga klien bisa mengerti dan
tentang
meningkatnya suhu tubuh.
penyebab kooperatif
dalam
tindakan keperawatan.
memberikan
7. Dapat menurunkan demam. 7. Kolaborasi pemberian obat anti piretik.
b. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan (defisit volume cairan) tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output cairan. Tujuan intervensi: Volume cairan tubuh seimbang, dengan kriteria: - Turgor kulit baik - Tanda-tanda vital dalam batas normal Rencana intervensi: INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji keadaan umum klien dan1. Mengetahui tanda-tanda vital.
dengan
penyimpangan
dari
cepat keadaan
normalnya. 2. Kaji input dan output cairan.
2. Mengetahui elektrolit
balance dalam
cairan tubuh
dan atau
homeostatis. 3. Observasi adanya tanda-tanda syok. 3. Agar 4. Anjurkan
klien
untuk
minum.
dapat
segera
dilakukan
banyak tindakan jika terjadi syok. 4. Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam tubuh. pemberian cairan I.V.
5. Pemberian cairan IV sangat penting bagi klien yang mengalami defisit volume cairan untuk memenuhi kebutuhan cairan klien.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. Tujuan intervensi: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, dengan kriteria: - Porsi makan yang disajikan dihabiskan. Rencana intervensi :
INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji keadaan umum klien.
1. Memudahkan
untuk
intervensi
selanjutnya. 2. Beri makanan sesuai kebutuhan tubuh2. Merangsang nafsu makan klien sehingga klien.
klien mau makan.
3. Anjurkan orang tua klien untuk memberi3. Makanan dalam porsi kecil tapi sering makanan sedikit tapi sering. 4. Anjurkan
orang
tua
memudahkan organ pencernaan dalam
klien
memberi metabolisme.
makanan TKTP dalam bentuk lunak.
4. Makanan
dengan
komposisi
TKTP
berfungsi membantu mempercepat proses 5. Timbang berat badan klien tiap hari.
penyembuhan. 5. Berat
6. Kolaborasi pemberian obat reborantia.
badan
merupakan
salah
satu
indikator pemenuhan nutrisi berhasil. 6. Menambah nafsu makan.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dengan kriteria: - Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi. - Klien mampu mandiri setelah bebas demam. Rencana intervensi: INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.1. Mengetahui tingkat ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya. 2. Bantu
klien
aktivitasnya
memenuhi sesuai
kebutuhan2. Bantuan sangat diperlukan klien pada
dengan
keterbatasan klien.
tingkat saat kondisinya lemah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa mengalami ketergantungan pada orang lain. 3. Dengan penjelasan, pasien termotivasi
3. Beri penjelasan tentang hal-hal yang untuk dapat
membantu
kekuatan fisik klien.
dan
kooperatif
selama
perawatan
meningkatkan terutama terhadap tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan fisiknya.
4. Keluarga
merupakan
orang
terdekat
4. Libatkan keluarga dalam pemenuhan dengan klien. ADL klien.
5. Untuk mencegah terjadinya keadaan
5. Jelaskan pada keluarga dan klien tentang yang lebih parah. pentingnya bedrest ditempat tidur.
e. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kurang informasi. Tujuan: Kecemasan keluarga teratasi, dengan kriteria: - Orang tua tidak bertanya lagi tentang penyakit anaknya. - Ekspresi wajah ceria. Rencana intervensi: INTERVENSI
RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan orang tua.
1. Mengetahui kecemasan orang tua dan memudahkan
menentukan
intervensi
selanjutnya. 2. Jelaskan prosedur pengobatan perawatan2. Untuk anaknya.
menambah
informasi
pengetahuan
kepada klien
dan
yang dapat
mengurangi kecemasan orang tua. 3. Beri kesempatan pada orang tua untuk3. Untuk memperoleh informasi yang lebih bertanya tentang kondisi anaknya.
banyak dan meningkatkan pengetahuan dan mengurangi stress.
4. Beri
penjelasan
tiap
prosedur
atau4. Memberikan penjelasan tentang proses
tindakan yang akan dilakukan terhadap penyakit, pasien dan manfaatnya bagi pasien.
kemungkinan
menjelaskan
tentang
pemberian
perawatan
intensif jika memang diperlukan oleh pasien untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal. 5. Beri dorongan spiritual.
5. Memberi
ketenangan
kepada
klien
dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
D. SLE a. Patofisiologi Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia
atau
obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel Tsupresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali. Pathway SLE: Gangguan Respon Imun ↓ Stimulasi Antigen ( Bahan Kimia, DNA Bakteri, Antigen Virus, Fosfolipid, Protein, DNA dan RNA ) ↓ Aktivasi Sel T ↓ Memproduksi Sitokin ↓ Sel B Terangsang ↓
b.
Produksi Autoantibodi Yang patogen
Peningkatan Sel Antibodi Hipergamaglobulinemia
Pembentukan Kompleks Imun
Asuhan keperawatan anak dengan SLE
Pengkajian a.
Identitas Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita, bila dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih.
b. Keluhan utama Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema malar ( pipi ) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya pasien mengeluh demam dan kelelahan. c.
Riwayat penyakit sekarang Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik, trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan darah ( kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin ).
d. Riwayat penyakit keluarga Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga cenderung memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai resiko tinggi terjadinya lupus eritematosus. e.
Pola – pola fungsi kesehatan Pola nutrisi Biasanya anak akan kehilangan berat badannya sampai beberapa kg. penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga mengakibatkan anak nafsu makannya menurun. Pola aktivitas Anak dengan SLE biasanya malas beraktifitas/bermain. Pola eliminasi secara klinis anak ini juga mengalami diare. Pola sensori dan kognitif Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari – jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik. Pola persepsi dan konsep diri Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita SLE akan membuat penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang ada.
f. Pemeriksaan fisik Sistem integument Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang bersifat irreversibel. Kepala Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali. Mulut Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut. Ekstremitas Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi. Paru – paru Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis, interstilsiel fibrosis. Leher Penderita
SLE
tiroidnya
mengalami
abnormal,
hyperparathyroidisme,
intolerance glukosa. Jantung Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis, vaskulitis. Gastro intestinal Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada perut. Muskuluskletal Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint swelling. Sensori Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia. g. Pemeriksaan penunjang Diagnosis dapat ditemukan dengan melakukan biopsi kulit. Pada pemeriksaan histologi terlihat adanya infiltrat limfositik periadneksal, proses degenerasi berupa mencairnya lapisan basal hyperkeratosis.
epidermis
penyumbatan folikel, dan
Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit, kerusakan jaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang rendah. b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, tidur/aktivitas yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai dan depresi/stres emosional. c.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik, kurangnya atau tidak tepatnya pemakaian alat-alat ambulasi.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronik. Perencanaan Perencanaan
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan Nyeri
Intervensi
kriteria hasil
akut Setelah
1.
Rasional
Kolaborasi1.
Menggunakan
berhubungan
dilakukan
pemberian
dengan
tindakkan
analgetik dan kaji farmakologi
inflamasi
dan keperawatan
agens
skala nyeri
untuk meredakan
peningkatan
selama ... x 24
atau
aktivitas
jam diharapkan
menghilangkan
penyakit,
nyeri berkurang
nyeri
kerusakan
dengan kriteria2. Ukur TTV pasien2.
jaringan,
hasil:
keterbatasan mobolitas
-
Skala
perubahan TTV nyeri3. Observasi respon pasien
atau berkurang
tingkat toleransiyang rendah.
TTV
nonverbal
dari3.
dalam ketidaknyamanan
batas normal -
Mengetahui
Mengetahui respon
pasien
terhadap nyeri
Kegelisahan berkurang
Keletihan
Setelah
berhubungan
dilakukan
1.
Monitor nutrisi1. dan
Mengontrol
sumber asupan
nutrisi
dengan
tindakkan
energi
peningkatan
keperawatan
adekuat
aktivitas
selama ... x 24
penyakit,
rasa jam diharapkan2.
nyeri,
keletihan
tidur/aktivitas
teratasi dengan
yang
yang pasien
untuk
mengurangi keletihan
Kaji
tingkat2.
kecemasan pasien
tidak kriteria hasil:
Mengetahui apakah
pasien
cemas
untuk
mengurangi
3. Monitoring pola Glukosa darah keletihan tidur dan lamanya yang tidak adekuat 3. Mengetahui tidur/ istirahat memadai danKecemasan apakah istirahat/ pasien depresi/stres menurun tidur pasien memadai, nutrisi-
emosional.
- Istirahat cukup
Hambatan
-
mobilitas
cukup
Setelah1.
fisik dilakukan
Latih berpindah
pasien1. Melatih pasien dari untuk berpindah
berhubungan
tindakkan
tempat tidur ke untuk
dengan
keperawatan
kursi
penurunan
selama ... x 24
rentang
dissus atrofi.
gerak, jam diharapkan
kelemahan otot, pasien
bergerak, mobilitas
keterbatasan
2.
saat dan setelah pasien saat dan
fisik beraktivitas
setelah
dengan kriteria
tidak
3. Mampu3.
pasien
beraktivitas
daya tahan fisik, hasil: kurangnya atau -
Mengetahui
2. Ukur TTV pasien perubahan TTV
rasa nyeri pada menunjukkan saat
menghindari
Latih
Memandirikan
pasien pasien
dalam
tepatnya berpindah dari dalam pemenuhan memenuhi
pemakaian alat- tempat alat ambulasi.
duduk kebutuhan
ke kursi -
secara mandiri
TTV normal saat dan setelah beraktivitas
-
ADL kebutuhan ADL
Mampu melakukan
kebutuhan ADL secara mandiri Gangguan citra Setelah
1. Kaji secara verbal1.
tubuh
dilakukan
dan
berhubungan
tindakkan
respon
dengan
keperawatan
terhadap
perubahan
nonverbal apakah klien image
body pasien
positif atau tidak
dan selama ... x 24 tubuhnya
ketergantungan fisik
Mengetahui
jam diharapkan2. Fasilitasi kontak2.
serta pasien
dapat dengan
individu pasien
psikologis yang menerima
lain
diakibatkan oleh keadaan
kelompok kecil
penyakit kronik.
tubuhnya
3.
Membantu untuk
dalam mempertahankan
Dorong
interaksi
klien sosialnya
dengan kriteria mengungkapkan hasil: -
perasaannya
Body image
3.
Mendorong pasien
positif
untuk
mengungkapkan
-
secara
faktual
Mempertahanka
tentang
n
perasaannya
interaksi
sosial
terhadap
-
perubahan fungsi Mendeskripsika
tubuh
n secara faktual perubahan fungsi tubuh
4. Evaluasi Diagnosa keperawatan
Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan1.
Pasien mengatakan skala nyeri
inflamasi dan peningkatan aktivitas berkurang penyakit,
kerusakan
jaringan,2. TTV dalam batas normal
keterbatasan mobolitas atau tingkat3. Kegelisahan berkurang toleransi yang rendah.
Keletihan
berhubungan
dengan1. Glukosa darah adekuat
peningkatan aktivitas penyakit, rasa2. Kecemasan menurun nyeri, tidur/aktivitas yang tidak3. Istirahat cukup memadai,
nutrisi
memadai
dan
yang
tidak
depresi/stres
emosional. Hambatan
mobilitas
berhubungan
dengan
fisik1.
Mampu berpindah dari tempat
penurunan duduk ke kursi
rentang gerak, kelemahan otot, rasa2. nyeri
pada
keterbatasan kurangnya
saat daya
atau
TTV normal saat dan setelah
bergerak, beraktivitas tahan
tidak
fisik,3. Mampu melakukan kebutuhan ADL
tepatnya secara mandiri
pemakaian alat-alat ambulasi. Gangguan citra tubuh berhubungan1. Body image pasien terlihat positif dengan
perubahan
dan2.
Pasien mampu mempertahankan
ketergantungan fisik serta psikologis interaksi sosial yang diakibatkan oleh penyakit3. kronik.
Pasien mampu mendeskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
( No.2 )
Peri Operatif Care A. Pengertian Perawatan perioperatif Perawatan perioperatif adalah periode sebelum, selama dan sesudah operasi berlangsung.
Keperawatan
perioperatif
adalah
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Keperawatan perioperatif adalah fase penatalaksanaan pembedahan yang merupakan pengalaman yang unik bagi pasien. ( Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. ( Keperawatan medikal-bedah : 1997 )
Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencangkup 3 fase pengalaman pembedahan yaitu praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.
a. Fase Praoperatif Merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi. b. Fase Intraoperatif Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. c. Fase Posotperatif Dimulai pada saat pasien masuk ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktifitas keperawatan, mengkaji efek agen anestesi, membantu fungsi vital tubuh, serta mencegah komplikasi. Peningkatan penyembuhan pasien dan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
B.
Peran Perawat Peri Operatif a. Fase Pre Operasi
1.
Sebelum tindakan operasi dimulai, peran perawat melakukan pengkajian
preoperasi 2.
Inform Consent
3.
merencanakan penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan
4.
melibatkan keluarga atau orang terdekat dalam wawancara,
5.
memastikan kelengkapan pemeriksaan praoperasi.
6.
mengkaji kebutuhan klien dalam rangka perawatan post operasi.
b. Fase Intraoperatif Dimulai ketika pasien masuk ke bagian atau ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Lingkup aktifitas keperawatan, memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Perawat yang bekerja di ruang bedah harus telah mengambil program Proregristation Education Courses in Anasthetic and Operating Teather Nursing . Dalam pembedahan perawat disebut scrubbed nurse yang bertindak sebagai asisten ahli bedah. Perawat bertanggung jawab akan pemeliharaan sterilitas daerah pembedahan dan instrumen dan menjamin ketersediaan peralatan ahli bedah untuk terlaksananya pembedahan yang direncanakan.
Perlindungan terhadap injury Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah – masalah fisik yang mengganggu pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan keperawatan yang terintegrasi.
Monitoring pasien Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu : 1. Safety Management, Contoh : Pengaturan posisi
2. Monitoring
Fisiologis,
Contoh
:
Monitor
balance
cairan,
Monitor
kardiopulmonal, Monitor TTV. 3. Monitoring Psikologis, Dilakukan sebelum induksi dan bila pasien sadar. 4. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care, Contoh : Mempertahankan teknik asepsis.
c. Fase Post Operatif Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan nyaman.
Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien. Memperhatikan hal ini, asuhan keperawatan postoperatif sama pentingnya dengan prosedur pembedahan itu sendiri.
a) Faktor yang Berpengaruh Postoperatif 1. Mempertahankan jalan nafas Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel. 2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander. 4.
Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin
saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien. 5.
Balance cairan Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6.
Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury. Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait dengan agen pemblok nyerinya.
b) Tindakan Postoperatif Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di pindahkan keruang perawatan, maka hal – hal yang harus perawat lakukan, yaitu : 1. Monitor tanda – tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi. Begitu pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan pertama yang dilakukan di bangsal setelah postoperatif.
2. Manajemen Luka Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. 3. Mobilisasi dini Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir. 4. Rehabilitasi Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali.
Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala. 5.
Discharge Planning Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.