Grub Dont Left No.5 Desi Ptsd.docx

  • Uploaded by: desichristinsaragih
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Grub Dont Left No.5 Desi Ptsd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,885
  • Pages: 8
Defenisi PTSD Terdapat banyak pengertian PTSD, menurut Kaplan (1998), PTSD adalah sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa. Roan sebagai psikiater menyatakan trauma sebagai cidera, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sementara trauma psikis dalam psikologi diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa dilingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Roan, 2003). PTSD dapat menyebabkan masalah yang berat di rumah ataupun di tempat kerja. Semua orang dapat mengalami PTSD baik laki-laki, wanita, anak-anak, tua maupun muda. Namun demikian, PTSD dapat sembuh dengan pengobatan. Pada mulanya PTSD dianggap hanya terbatas pada korban langsung dari suatu kejadian traumatik. Saat ini diketahui bahwa orang yang menyaksikan terjadinya peristiwa traumatik pada orang lainpun dapat menderita PTSD (Flanery, 1999 ). http://www.cs.unsyiah.ac.id/~frdaus/PenelusuranInformasi/FilePdf/Konseling%20pada%20Anak%20yang%20Mengalami%20Stress%20Pasca%20Traum a%20Bencana%20Merapi%20Melalui%20Play%20Therapy.pdf Klasifikasi PTSD atau Post Traumatic Stress Disordermerupakan dampak jangka panjang yang dapat dialami korban perkosaan, dan lebih sering dialami laki-laki daripada perempuan (Barnes & Warshaw, 2003; Faturochman,2002; Wardhani & Lestari 2006).PTSD memiliki tiga kategori utama dalam pengelompokan simtom, yaitu Mengalami kembali kejadian traumatis, penghindaran stimuli atau mati rasa dalam responsivitas & mati rasa, serta simtom-simtom peningkatan ketegangan (APA,1994). http://journal.unika.ac.id/index.php/psi/article/view/993/655 Tanda dan gejala PTSD pada anak dapat dibedakan berdasarkan penggolongan umur:4 Young children ( usia 1-6 tahun) o

Pasif, kurang responsif

o

Takut terhadap banyak hal (tidak spesifik)

o

Arousal yang tinggi

o

Merasa kebingungan

o

Sulit berbicara terhadap suatu peristiwa

o

Sulit mengenali perasaan baik terhadap dirinya maupun orang lain

o

Mengalami gangguan tidur, mimpi buruk

o

Melekat terus pada pengasuhnya (takut terpisah/ sendirian)

o

Timbul gejala regresif (mengalami kemunduran perkembangan yang

sudah dikuasai anak misalnya, menjadi tidak mau bicara, mengompol) o

Tidak mampu memahami dan cemas akan kematian

o

Timbul gejala somatik (sakit perut, sakit kepala)

o

Tidak mau bergerak (freezing)

o

Rewel melebihi anak normal (menangis tanpa sebab)

School age children ( usia 6-11 tahun): o

Merasa bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian traumatik yang

dialaminya o

Gangguan tidur, mimpi buruk

o

Disorientasi urutan terjadinya peristiwa traumatik

o

Tingkah laku yang agresif, mudah marah dan meledak-ledak

o

Posttraumatic play (secara kompulsif melakukan berbagai jenis

permainan yang berkaitan dengan peristiwa ttraumatik) o

Waspada berlebihan, gelisah

o

Perasaan ketakutan

o

Menghindari sekolah

o

Terlalu mencemaskan orang lain

o

Terjadi perubahan tingkah laku, mood, kepribadian

o

Gejala somatik ( mengeluhkan badannya terasa sakit)

o

Mudah cemas

o

Mengalami kemunduran dalam berhubungan dengan orang lain

o

Takut terpisah (tidak berani sendirian)

o

Kehilangan minat dalam melakukan aktivitas

o

Sulit konsentrasi di sekolah sehingga terjadi penurunan prestasi di

o

Memberikan penjelasan yang berkaitan dengan hal gaib

sekolah

Preadolescents dan adolescents ( uisa 12-18 tahun): o

Memiliki sifat memberontak baik di rumah maupun sekolah

o

Menolak bersekolah

o

Kebingungan, seringkali menjadi iritabel

o

Berlaku kasar dan tidak sopan dalam berhubungan dengan orang lain

o

Melakukan berbagai tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri

o

Depresi, menarik diri dari pergaulan sosial

o

Mengalami kemunduran prestasi di sekolah

o

Gangguan makan dan tidur

o

Hanya berfokus terhadap dirinya sendiri tanpa memperdulikan

sekitarnya o

Memiliki hasrat untuk balas dendam atas peristiwa yang dialaminya

o

Sikap yang kaku, canggung dalam pergaulan

o

Melakukan aktivitas yang berlebihan sendirian

https://www.pdfcoke.com/doc/169044661/Post-Traumatic-Stress-Disorder Manifestasi Gambaran klinis utama PTSD adalah mengalami kembali suatu peristiwa yang menyakitkan, suatu pola menghindari dan mematikan emosi, serta keadaan terus terjaga yang cukup konstan. Gangguan ini dapat tidak timbul sampai berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa tersebut. Pemeriksaan status mental sering mengungkapkan rasa bersalah, penolakan, dan cemoohan. Pasien juga menggambarkan disosiatif dan serangan panic serta ilusi dan halusinasi dapat timbul. Uji kognitif dapat menunjukkan bahwa pasien memiliki hendaya memori dan perhatian. Gejala terkait dapat mencakup agresi, kekerasan, kendali impuls yang buru, depresi dan gangguan terkait zat. Gejala utama PTSD adalah mengalami kembali secara involunter peristiwa traumatic dalam bentuk mimpi atau “bayangan” yang intrusive, yang menerobos masuk ke dalam kesadaran secra tiba-tiba (kilas balik atau flash back). Hal ini sering dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa traumatic yang pernah dialami. Kelompok gejala lainnya adalah tanda-tanda meningkatnya keterjagaan (arousal) berupa anxietas yang hebat, iritabilitas, insomnia, dan konsentrasi yang buruk. Anxietas akan bertambah parah pada saat terjadi kilas balik. Gejala-gejala disosiatif merupakan kelompok gejala lainnya yang terdiri dari kesulitan mengingat kembali bagian-bagian penting dari peristiwa itu (detachment), ketidakmampuan untuk merasakan perasaan (emotional numbness). Kadang-kadang terjadi depersonalisasi dan derealisasi. Perilaku menghindar merupakan bagian dari gejala PTSD. Pasien menghindari hakl-hal yang dapat mengingatkan dia akan peristiwa traumatic tersebut. Gejala-gejala depresi kerap kali didapatkan dan penyintas (survivor) sering merasa bersalah. Perilaku maladaptive sering terjadi berupa rasa marah yang persisten, penggunaan alcohol atau obat-obat berlebihan dan perbuatan mencederai diri yang sebagian berakhir dengan bunuh diri.

https://www.pdfcoke.com/doc/169044661/Post-Traumatic-Stress-Disorder Penatalaksanaan Sebelum menjalani terapi atau program-program apapun, ada baik nya dilakukan evaluasi psikologis pada anak terlebih dahulu. Tindakan ini untuk memahami kepribadian anak, trauma yang dialami, dan dampak dari trauma tersebut pada dirinya. Evaluasi juga dapat membantu terapis untuk memahami berbagai risiko tambahan dan menemukan kekuatan dari klien. Jika terapi diisyaratkan sebagai proses yang harus dijalani oleh anak, maka perlu konsultasi dengan

terapis yang benar-benar

berpengalaman dengan kasus anak-anak (bukan dewasa). Hal ini harus sangat diperhatikan karena proses evaluasi dapat dialami sebagai proses yang sangat berat dan dapat menimbulkan trauma sekunder. Setelah dilakukan evaluasi ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita PTSD yaitu, dengan menggunakan psikoterapi dan farmakoterapi. Hasil pengobatan akan lebih efektif jika kedua terapi ini dikombinasikan sehingga tercapai penanganan yang holistik dan komprehensif  Psikoterapi  Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Menurut penelitian Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan pendekatan yang paling efektif dalam mengobati anak dengan PTSD. Dalam Cognitive Behavioral Therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang tidak rasional yang mengganggu emosi dan menganggu kegiatan-kegiatan penderita PTSD misalnya, pada seorang anak korban kejahatan mungkin akan menyalahkan diri sendiri karena ketidakhati-hatiannya. Prinsip-prinsip behavioral therapy digunakan untuk modifikasi perilaku dan proses re-learning. Tujuan terapi ini adalah mengidentifikasi pikiran-pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran yang lebih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang. Psikoterapi psikodinamik dapat berguna dalam terapi pada banyak PTSD. Di sejumlah kasus, rekonstruksi peristiwa traumatic dengan abreaksi dan katarsis terkait dapat bersifat teraupetik, tetapi psikoterapi harus diindividualisasi karena mengalami kembali trauma dapat terlalu berat untuk sejumlah pasien. Intervensi psikoterapeutik PTSD mencakup terapi perilaku, terapi kognitif, dan hipnosis. Di samping teknik terapi individual terapi kelompok dan terapi keluarga sering dilaporkan efektif pada kasus PTSD.

Keuntungan terapi kelompok mencakup saling berbagi pengalaman traumatik dan dukungan antar anggota.  EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing) EMDR adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang bertumpu pada model pemrosesan informasi di dalam otak. Jaringan memori dilihat sebagai landasan yang mendasari patologi sekaligus kesehatan mental, karena jaringan-jaringan memori adalah dasar dari persepsi, sikap dan perilaku kita.Untuk memproses kembali informasi di dalam otak/jaringan memori yang telah ada, EMDR dijalankan dengan melakukan kegiatan fisik yang merangsang aktivasi pemrosesan informasi di dalam otak (dalam konteks

EMDR

disebut

sebagai

stimulasi

bilateral)

melalui

indra

pengelihatan/pendengaran/perabaan  Playtherapy Playtherapy merupakan cara yang dapat digunakan untuk mengobati PTSD pada anak periode awal / young children. Pada terapi ini bertujuan untuk memahami trauma anak dan memberikan medium untuk berekspresi dalam

mengurangi tekanan

emosional ynag dialami. Bermain peran, menggambar, bermain dengan boneka atau benda-benda figural dapat dijadikan cara untuk menyesuaikan diri dan memberi kesempatan pada terapis untuk melakukan re-exposure yaitu, membahas peristiwa traumatiknya dalam situasi yang mendukung. Para ahli juga menyarankan perlunya psikoedukasi pada anak dan keluarganya. Psikoedukasi

dimaksudkan

memberi

pendidikan

mengenai

gejala-gejala

yang

ditunjukkan anak dan cara- cara untuk mengatasinya terutama untuk membantu anak mengatasi kecemasannya. Psikoedukasi untuk anggota keluarga terutama orangtua dan pengasuh (termasuk guru) penting karena mereka yang setiap saat berada di dekat anak tersebut. Pengetahuan mereka mengenai reaksi psikotraumatik dan gejala-gejala perilakunya akan mebantu mereka untuk berfungsi efektif dalam menghadapi anak yang sedang bermasalah tanpa memperparah kondisi anak tersebut.  Farmakoterapi Farmakoterapi merupakan terapi dengan menggunakan obat-obatan. Terapi ini diperlukan untuk menstabilkan zat-zat di otak yang menyebabkan kecemasan, kekhawatiran, dan depresi atau dengan kata lain merupakan terapi simptomatik pada PTSD. Terapi obat ini bukanlah lini pertama dalam penanganan PTSD tetapi dapat

dijadikan sebagai pendukung (adjuvan) psikoterapi agar tercapai hasil yang optimal dalam menangani kasus PTSD.  Selective seotonin reuptak inhibitors (SSRIs) SSRIs merupakan obat lini pertama dalam mengatasi gejala cemas, depresi, perilaku menghindar, dan pikiran yang intrusif (mengganggu). Obat ini meningkatkan jumah serotonin dengan cara menginhibisi reuptake serotonin diotak. Obat golongan SSRIs yang disetujui oleh FDA dalam mengatasi gejala depresi pada anak PTSD

yakni, Fluoxetine (Prozac). Obat ini digunakan untuk

anak usia lebih dari 8 tahun dengan dosis awal 10 mg/ hari selama satu minggu kemudian dapat ditingkatkan sampai 20 mg/hari dan diberikan secara peroral.  Beta adrenergic blocking agents Obat yang digunakan golongan ini yakni, Propanolol (Inderal). Obat i ni dapat mengatasi gejala hiperarousal. Dosis untuk anak-anak: 2,5 mg/kg BB/hari  Mood stabilizers Golongan ini dapat membantu mengatasi gejala arousal yang meninggi dan gejala impulsif.  Dosis Carbamazepine (Tegretol): 6-12 tahun:

100mg/hari peroral untuk initial lalu dapat dinaikkan hingga

100mg/hari, untuk dosis maintenance; 20-30 mg/kg/hari >12 tahun: samapai kadar di plasma 8-12mcg/ml  Dosis valporic acid (Depakene, depakote): 10-15 mg/kg/hari untuk dosis initial dan kemudian dapat ditingkatkan 5-10mg/kg/hari Berdasarkan kondisi stres pasca trauma, penyedian pelayanan dilakukan secara berjenjang, yaitu untuk penanganan tingkat awal sampai rujukan tertinggi. Tingkat pelayanan tersebut sebagai berikut : 1. Pelayanan tingkat masyarakat Dilakukan oleh relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat luas atau keagamaan maupun kader atau petugas pemerintah di tingkat desa atau kecamatan,berupa :

a. Penyuluhan (KIE) b. Bimbingan c. Membentuk “kelompok tolong diri” d. Rujukan 2. Pelayanan tingkat Puskesmas/RSU Kelas C dan D  Konseling, dilakukan terhadap penderita yang berpotensi untuk mengalami gangguan stres pasca trauma. Dilakukan secara individu oleh seorang konselor yang sudah terlatih terhadap penderita  Rujukan, pada kasus yang tak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lebih lanjut/psikoterapi atau penanganan lebih lanjut

3. Pelayanan tingkat spesialistik Penderita yang tak dapat ditangani di tingkat Puskesmas akan dirujuk ke RSJ atau Bagian Psikiater RSU Kelas A dan B. Di tingkat ini penderita akan dilayani secara lebih spesialistik oleh seorang tenaga terampil (psikiater atau psikolog) sesuai dengan kebutuhan penderita. Penderita mungkin membutuhkan medikasi sementara untuk membantu mengatasi masalahnya yang mendesak sehingga dapat dilakukan konseling/psikiterapi yang lebih mendalam. Penatalaksanaan

pasien

dengan

gangguan

kecemasan

adalah

kombinasi

farmakoterapi (psikofarmaka) dengan psikoterapi. Pertimbangannya adalah bahwa psikoterapi mempunyai keunggulan tidak adiktif tetapi kerugiannya lambat dalam efek terapetiknya. Sebaliknya anxiolitik mempunyai keunggulan efek terapetik cepat dalam menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi mempunyai kerugian resiko adiksi. Dalam terapi kombinasi diberikan obat anxiolitik terlebih dahulu sampai 2 minggu, kemudian dilakukan psikoterapi yang dimulai pada awal minggu kedua di samping obat anxiolitik masih tetap diberikan tetapi secara bertahap diturunkan dosisnya (tapering off sampai minggu ke empat pengobatan). Ada juga yang membedakan kasus baru dan lama. Kasus baru diberikan sampai 2 bulan bebas gejala kemudian dilakukan tapering off untuk penghentian pengobatan; kasus lama diberikan sampai 6 bulan bebas gejala

kemudian dilakukan tapering off untuk penghentian pengobatan. Psikoterapi yang sering digunakan untuk gangguan kecemasan adalah psikoterapi berorientasi insight, terapi perilaku, terapi kognitif atau psikoterapi provokasi kecemasan jangka pendek. Obat-obatan yang sering digunakan untuk anxiolitik (mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan kecemasan) adalah: 1. Golongan benzodiazepin (Chlordiazepoxide, Diazepam, Lorazepam, Bromazepam, Clobazam, Alprazolam ), 2. Golongan non-benzodiazepin (Buspirone, Sulpiride, Hydroxyzine), 3. Golongan antidepresan: trisiklik (Amitriptyline, Imipramine) 4. Golongan monoamin inhibitor [MAOI] (Moclobemide) 5. Golongan specific serotonin reuptake inhibitor [SSRI] (Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine) https://www.pdfcoke.com/doc/169044661/Post-Traumatic-Stress-Disorder

Related Documents

Desi
May 2020 11
Grub
April 2020 22
Grub
June 2020 19
Desi
November 2019 29
Grub Troubleshooting
June 2020 9

More Documents from ""