Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi adalah peningkatan tensi tidak normal yang terjadi didalam pembuluh darah arteri yang berlangsung secara terus-menerus. Arteriol-arteriol berkonstriksi, konstriksi arteriol menyebabkan darah sulit mengalir Hipertensi menyebabkan bertambahnya beban kerja jantung dan menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti, 2010). Hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu naiknya tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan sistoliknya lebih dari 90 mmHg (Palmer dan Williams, 2010). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg. Diagnosa hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus di ukur dalam posisi duduk dan berbaring (Baradero, dkk. 2008). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang dapat menyebabkan kerusakan organ seperti otak yang memberikan dampak penyakit stroke, jantung dengan penyakit jantung koroner, dan ginjal menyebabkan gagal ginjal (Bustan, 2007). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Muttaqin, 2009). b. Klasifikasi Kriteria untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang
tinggal di Amerika. World Health Organization (WHO) juga membuat klasifikasi hipertensi. Berdasarkan konsensus yang dihasilkan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia pada tahun 2007 belum dapat membuat klasifikasi hipertensi sendiri untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang, karena itu para pakar hipertensi di Indonesia sepakat untuk menggunakan klasifikasi WHO dan JNC 7 sebagai klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia. 1) Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. 2) Tipe mandiri Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3) Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. 4) Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja. 5) Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh. 6) Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Setiap penyakit pasti ada penyebab yang mendasarinya. Tidak terkecuali pada kasus hipertensi yang terjadi karena adanya penyebab yang memicu terkena hipertensi.Faktor penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi esensial atau primer dan hipertensi sekunder (Udjianti, 2010). Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi primer dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan dan gaya hidup. Pola makan dengan tinggi garam dan lemak juga merupakan penyebab dari hipertensi primer. Faktor penyebab dari hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh kondisi fisik atau menderita penyakit seperti ginjal, jantung dan diabetes mellitus. Hipertensi sekunder juga dapat dicetuskan oleh faktor penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan, luka bakar dan stres (Udjianti, 2010). d. Tanda dan gejala Hipertensi bisa terjadi tanpa ada tanda atau gejala secara spesifik. Tetapi dapat juga mengalami tanda gejala seperti sakit kepala, perdarahan hidung, vertigo, mual muntah, perubahan penglihatan, kesemutan pada kaki dan tangan, sesak nafas, kejang atau koma, dan sampai nyeri dada (Riyadi, 2011). Munculnya hipertensi tidak ada tanda gejala yang khusushanya adanya peningkatan tekanan darah setelah dilakukan pemeriksaan tensi. Tetapi ada juga tanda dan gejala pada hipertensi yang paling umum adalah sakit kepala. Keluhan ini yang membuat pasien mencari pertolongan medis (Cung, 1995 dalam Padila, 2013). Hipertensi timbul tanda dan gejala pusing, pandangan kabur, sakit kepala, sulit bernapas, mengantuk, dan kebingungan (Palmer dan Williams, 2010). e. Patofisiologi Hipertensi terjadi dimulai dengan adanya gangguan pembuluh
darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah, disertai dengan penyempitaan yang menghambat peredaran darah perifer. Kekakuan dan penyempitan pembuluh darah ini menambah beban kerja jantung yang menyebabkan pemompaan jantung meningkat. Bertambahnya beban berat jantung meningkatkan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007). Mekanisme hipertensi salah satunya karena adanya penyakit ginjal. Ketika aliran darah ke ginjal menurun, renin dilepaskan oleh ginjal. Penurunan aliran darah ini mengakibatkan terbentuknya angiotensin I yang akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah yang mengakibatkan kontraksi arteriol. Ada pengaruh ginjal lainnya yaitu pelepasan eritropoetin yang menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah. Pengaruh dari ginjal tersebut menyebabkan peningkatan volume darah dan tekanan darah (Muttaqin, 2009). f. Komplikasi Penyakit hipertensi bila tidak segera ditangani dengan baik dapat berdampak buruk bagi kesehatan, karena dapat mempengaruhi beberapa organ seperti ginjal (gagal ginjal), jantung (jantung koroner), otak (stroke) dan mata menyebabkan kebutaan (Ballota, 2011). g. Penatalaksanaan Terapi dari hipertensi menurut Sustrani (2006) terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti penjelasan di bawah ini: 1) Terapi non-farmakologis a) Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevalensi dan kontrol hipertensi. b) Meningkatkan aktifitas fisik Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai
pencegahan primer dari hipertensi. c) Mengurangi asupan natrium Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter. d) Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan resiko hipertensi. 2) Terapi farmakologis Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi seperti diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker (Sustrani, 2006).