1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orangorang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut. Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan 'senilitas'. Perubahan `senesens' adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian 'senilitas' adalah perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan
1
2
problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental. Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan. Seinakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia. Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti depresi.
1.2 Tujuan Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah depresi.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Penyakit 1. Pengertian Depresi merupakan gangguan perasaan dengan ciri-ciri antara lain: semangat berkurang, rasa harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur, dan makan. Pada depresi terdapat gejala psikologik dan gejala somatik. Gejala psikologik antara lain adalah: menjadi pendiam, rasa sedih, pesimistik, putus asa, nafsu bekerja dan bergaul kurang, tidak dapat mengambil keputusan, mudah lupa dan timbul pikiran-pikiran bunuh diri. Gejala somatik antara lain: penderita kelihatan tidak senang, lelah, tidak bersemangat, apatis, bicara dan gerak geriknya pelan, terdapat anoreksia, isomnia, dan konstipasi (Maramis, 2005). Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau (Townsend,1998). 2. Faktor Predisposisi a. Gangguan efektif riwayat keluarga atau keturunan (faktor genetik). b. Perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri (teori agresi menyerang kedalam). c. Perpisahan traumatic individu dengan benda atau yang sangat berarti (teori kehilangan).
3
4
d. Konsep diri yang negatif dan harga diri rendah (teori organisasi kepribadian). e. Masalah kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap dunia seseorang dan terhadap stressor (teori kognitif) f. Keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya (model ketidakberdayaan). g. Kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan (model perilaku). h. Perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekressi kortosol, dan variasi periodik dalam irama biologis model biologik. (Stuart dan Sundeen, 1998). 3. Etiologi Etiologi dari depresi pada lansia terdiri dari: faktor psikologik, biologik, dan sosio-budaya. Pada sebagian besar kasus, ketiga faktor ini saling berinteraksi. a) Faktor Psikososial Menurut teori psikoanalitik dan psikodinamik Freud (1917) cit Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa depresi disebabkan karena kehilangan obyek cinta kemudian individu mengadakan introyeksi yang ambivalen dari aspek cinta tersebut. Menurut model Cognitif Behavioural Beck (1974) cit Kaplan dan Sadock (1997), depresi terjadi karena pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, interprestasi yang negatif
5
terhadap pengalaman hidup dan harapan pengalaman hidup dan harapan yang negatif untuk masa depan. b) Faktor Biologik a. Disregulasi biogenik amin Beberapa peneliti melaporkan bahwa pada penderita depresi terdapat abnormalitas metabolitas biogenik amin (5- hydroxy indolacetic acid, homouanilic acid, 3-methoxy-4 hydroxy phenylglycol). Hal ini menunjukkan adanya disregulasi biogenic amin, serotonin, dan norepineprin yang merupakan nurotransmiter paling terkait dengan patofisiologi depresi. b. Disreguloasi Neuroendokrin Hipotalamus merupakan pusat pengatur aksis neuroendokrin. Organ ini menerima input neuron yang mengandung neurotransmister biologik amin. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung biogenik ami (Amir, 1998). c) Faktor Genetik Faktor genetik memiliki kontribusi dalam terjadinya depresi. Berdasarkan studi lapangan, studi anak kembar, dan anak angkat, serta studi linkage terbukti adanya faktor genetik dan depresi.
6
4. Tanda Dan Gejala Frank J.Bruno (cit. Samsyddin, 2006) mengemukakan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni: a) Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan. b) Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan. c) Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang depresi sulit tidur,. Tetapi dilain pihak banyak orang yang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur. d) Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. e) Kurang Energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa lelah. f) Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. Orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. g) Kapasitas menurun untuk bisa berfikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu.
7
h) Perilaku merusak diri tidak langsung. Contohnya: penyalahgunaan alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. Makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypogliycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung. i) Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. 5. Jenis-jenis Depresi Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson, 1995): 1) Menurut gejalanya a) Depresi neurotik Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau halusinasi. b) Depresi psikotik Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
8
c) Psikosis depresi manik Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan gambaran ini disebut 'mania'. d) Pemisahan diantara keduanya Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang tersebut. 2) Menurut Penyebabnya a) Depresi reaktif Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan. b) Depresi endogenus Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain. c) Depresi primer dan sekunder Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini (depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian tujuan perawatan.
9
3) Menurut Arah Penyakitnya a) Depresi tersembunyi Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil. b) Berduka Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan penyesuaian kembali. c) Depresi Pasca Lahir Banyak
wanita
kadang-kadang
mengalami
periode
gangguan
emosional dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu. d) Depresi dan Manula Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang
10
terganggu. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada orang tua. 6. Tingkat Depresi Depresi menurut PPDGJ-III (2001) dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi ringan, depresi sedang, depresi berat. Dimana perbedaan antara episode depresif ringan, sedang dan berat terletak pada penilaian klinis yang kompleks yang meliputi jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang ditemukan. a) Depresi Ringan 1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresif seperti tersebut diatas. 2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya. 3) Tidak boleh ada gejala beratnya diantaranya. 4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. 5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan. b) Depresi Sedang 1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan. 2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaliknya 4) dari gejala lainnya. 3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
11
4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga. c) Depresi Berat 1) Semua 3 gejala depresi harus ada. 2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat. 3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan. 4) Episode depresif biasanya berlangsung sekurang-kuarangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejalanya aman berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. 5) Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. 7. Patofisiologi Terjadinya depresi pada lansia : 1) Faktor Psikososial Berkurangnya interaksi sosial dan dukungan sosial yang kurang baik dapat mengakibatkan penyesuaian diri yang negatif pada lansia. Menurunnya
12
kapasitas hubungan keakraban dengan keluarga, berkurangnya interaksi dengan keluarga yang dicintai dapat menimbulkan perasaan tidak berguna, merasa disingkirkan, tidak dibutuhkan lagi dan kondisi ini dapat berperan dalam terjadinya depresi. Kemampuan adaptasi (lamanya tinggal dipanti) Sulit bagi lansia meninggalkan rumah lamanya yang selama ini ditempati bersama-sama orang-orang yang dicintainya. Yang tentu saja mempunyai kenangan manis. Selain itu sikap konservatif lansia menambah sulit untuk menyesuaikan diri pada lingkungan baru. Kondisi ini dapat menyebabkan perasaan tertekan, kesedihan dan keputusasaan. 2) Faktor Psikologi Motivasi Masuk Panti Motivasi merupakan suatu dorongan dalam pikiran untuk bertindak. Motivasi sangat penting bagi lansia untuk menentukan tujuan hidup dan apa yang ingin dicapainya dalam kehidupan di panti. Adanya keinginan yang muncul dari dalam individu lansia untuk tinggal di panti akan membuatnya bersemangat meningkatkan toleransi dan merasa berguna. Kondisi ini akan menimbulkan efek yang baik bagi kehidupan lansia. Rasa rendah diri atau tidak berdaya Seseorang yang ambisius, merasa dikejar-kejar akan tugas dan selalu berambisi harus lebih maju, umumnya saat memasuki lansia cendrung untuk: gelisah, mudah stres, was-was, mudah frustasi, merasa diremehkan, mudah cemas, sulit tidur, tidak siap hidup dirumah saja, perasaan tidak
13
berdaya dan tidak berguna. Sebaliknya mereka yang berkepribadian tenang, keinginan untuk maju diimbangi dengan usaha yang tidak terburu-buru berdasarkan
pada
pemikiran
yang tenang
pada
umumnya
tidak
menunjukkan perubahan psikologis yang negatif. a. Faktor Budaya Budaya barat dengan sifat mandiri dan individual yang sangat menonjol sering mengganggap lansia sebagai trouble maker. Karena memandang lansia sebagai kelompok masyarakat yang kurang menyenangkan karena sifat-sifat lansia yang menjengkelkan, kondisi fisik yang menurun sehingga perlu bantuan dan sering menjadi beban. Untuk langkah penyelesaiannya adalah dengan menitipkan lansia di panti. Akibatnya perubahan
psikologis
lansia
cendrung
negatif
dan
cendrung
memperburuk kondisi kesehatan lansia. Disamping itu mendorong lansia merasa tidak enak dan rendah mutunya, mereka akan cendrung kekurangan motivasi untuk mengerjakan apa yang seharusnya mampu mereka kerjakan. b. Faktor Biologik Ini disebabkan karena kehilangan dan kerusakan sel-sel saraf maupun zat neurotransmiter, resiko genetik maupun adanya penyakit misalnya: kanker, Diabetes militus, post stroke dan lain-lain yang memudahkan terjadinya depresi.
14
8. Penatalaksanaan Depresi Pada Usia Lanjut 1) Terapi fisik a. Obat Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahanlahan sampai ada perbaikan gejala. b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat
nginap,
unilateral
untuk
mengurangi confusion/memory
problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan. 2) Terapi Psikologik a. Psikoterapi Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik
maupun kognitif behavior
sama
keberhasilannya.
Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik
15
akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri. b. Terapi kognitif Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir. c. Terapi keluarga Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien. d. Penanganan Ansietas (Relaksasi) Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder.Teknik ini dapat dilakukan
16
dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis. 1) Kaji adanya depresi. 2) Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric depresion scale. 3) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. a. Lakukan observasi langsung terhadap : a) Perilaku Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari? Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial? Apakah klien sering mengluyur dan mondar - mandir? Apakah
klien
menunjukkan
perseveration phenomena?
sundown
sindrom
atau
17
b) Afek
Apakah kilen menunjukkan ansietas
Labilitas emosi
Depresi atau apatis
Lritabilitas
Curiga
Tidak berdaya
Frustasi
c) Respon Kognitif
Bagaimana tingakat orientasi klien?
Apakah klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal - hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?
Sulit
mengatasi
masalah,
mengorganisasikan
atau
mengabstrakan?
Kurang mampu membuat penilaian?
b. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga a) Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut. b) ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain. c) Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan). d) Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
18
e) Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri. 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping maladaptif. b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas. c. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible. d. Perubahah persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori (defisit neurologis). e. Risiko mencederai diri berhubungan dengan depresi. 3. Intervensi Keperawatan 1) Gangguan alam perasaan : depresi berhubungan dengan koping maladaptif. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa tidak stres dan depresi. Kriteria Hasil :
Klien dapat meningkatkan harga diri
Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Intervensi : a. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu R : Individu lebih percaya diri.
19
b. Kaji sistem pemdukung keyakinan ( nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama) R : Meningkatkan nilai spiritual lansia c. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusannya. R : Membangun motivasi pada lansia d. Diskusikan tentang obat ( nama, dosis, frekuensi, efek samping minum obat) R : Untuk memberi pemahaman kepada lansia tentang obat e. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu ) R : Prinsip 5 benar dapat memaksimalkan fungsi obat secara efektif f. Anjurkan membicarakan efek samping yang dirasakan R : Menambah pengetahuan lansia tentang efek samping obat. 2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola tidur yang teratur. Kriteria Hasil:
Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
20
Intervensi : a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative terhadap tidur pada malam hari. R : irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang singkat. b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur R : gangguan psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid termasuk perubahan mood, insomnia. c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien R : mengubah pola tidur yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada malam hari terbukti mengganggu tidur. d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur. R : lingkungan yang nyaman dapat membuat klien mudah untuk tidur. e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama R : gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu pemulihan
sehubungan
dengan
gangguan
psikologis
dan
fisiologis, sehingga irama sikardian terganggu. 3) Gangguan proses piker berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversibel Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir rasional.
21
Kriteria hasil :
Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri.
Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang negatif. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor penyebab
Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman, dan kebingungan.
Intervensi : a. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian, kemampuan berpikir. R : Memberikan dasar perbandinagn yang akan datang dan memengaruhi rencana intervensi. b. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan perawatklien yang terapeutik R : Mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan, meningkatkan pengembangan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik psikologis. c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang R : Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron
22
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien R : Menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan perseptual e. Gunakan teknik distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan. R : Lamunan membantu dalam meningkatkan orientasi. Orientasi pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan ( kebahagiaan personal )
23
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.
23
24
DAFTAR PUSTAKA
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC