GEOLOGI PULAU SUMATRA Gambaran Umum Pulau Sumatera Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut China Selatan. Di bagian utara pulau Sumatra berbatasan dengan Laut Andaman dan di bagian selatan dengan Selat Sunda.Pulau Sumatra ditutupi oleh hutan tropik primer dan hutan tropik sekunder yang lebat dengan tanah yang subur.Gungng berapi yang tertinggi di Sumatra adalah Gunung Kerinci di Jambi, dan dengan gunung berapi lainnya yang cukup terkenal yaitu Gunung Leuser di Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatra Selatan dengan Bengkulu. Pulau Sumatra merupakan kawasan episentrum gempa bumi karena dilintasi oleh patahan kerak bumi disepanjang Bukit Barisan, yang disebut Patahan Sumatra; dan patahan kerak bumi di dasar Samudra Hindia disepanjang lepas pantai sisi barat Sumatra. Danau terbesar di Indonesia, Danau Toba terdapat di pulau Sumatra. Sejarah Terbentuknya Struktur Geologi Pulau Sumatera Struktur geologi adalah segala unsure dari bentuk arsitektur kulit bumi / gambaran geometri (bentuk dan hubungan) yang diakibatkan oleh gejala - gejala gaya endogen. Secara umum terdapat unsur - unsur dari struktur geologi yaitu, Bidang perlapisan, Lipatan, Patahan dan kekar atau joint. Pada awal berkembangnya geologi, Pemikiran geologi dimulai oleh Leonardo da Vinci (1452-1519).Pada awalnya perkembangan geologi didominasi pemikiran klasik (fixist), yang menganggap pembentukan orogenesa dan geosinklin terjadi di tempat yang tetap. Mewakili pemikiran ini misalnya Erich Haarmann (1930), yang menyatakan bahwa orogenesa terjadi karena kulit bumi terangkat seperti tumor, dan melengser karena gaya berat. Selanjutnya pendapat ini diterapkan oleh van Bemmelen (1933) di Indonesia sebagai Teori Undasi. Pemikiran lain, mobilist dikemukakan Antonio Snider-Pellgrini (1658) yang mencermati kesamaan bentuk pantai barat dan timur Atlantik, serta Alfred Lothar Wegener (1915) yang mengemukakan konsep “benua mengembara”.Perubahan mendasar geologi global terjadi setelah Perang Dunia II, ketika data geofisika lantai samudera menunjukkan bahwa jalur anomali magnet mempunyai rasio yang tetap di mana-mana.Pada 250 juta tahun yang lalu benua merupakan satu kesatuan benua induk, atau Pangea. Perputaran bumi mendorong benua untuk bergerak ke arah kutub, sehingga benua terpecah-pecah sebagai kepingan benua kecil-kecil seperti saat ini: 6 lempeng utama dengan 14 lempeng yang lebih kecil. Dengan demikian maka seluruh permukaan bumi berada di dalam satu kesatuan proses geologis yang universal: Tektonik Global.
Pengaruh Tektonik Regional pada Perkembangan Sesar Sumatera, Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 Juta tahun lalu yang mengakibatkan perubahan sistematis dari perubahan arah dan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Proses tumbukan ini mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik. Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vectorini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola. Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.
Kompleksitas tatanan geologi Sumatera, perubahan lingkungan tektonik dan perkembangannya dalam ruang dan waktu memungkinkan sebagai penyebab keanekaragaman arah pola vektor hubungannya dengan slip-ratedan segmentasi Sesar Sumatera. Hal tersebut antara lain karena (1) perbedaan lingkungan tektonik akan menjadikan batuan memberikan tanggapan yang beranekaragam pada reaktivasi struktur, serta (2) struktur geologi yang lebih tua yang telah terbentuk akan mempengaruhi kemampuan deformasi batuan yang lebih muda. Kondisi Geologi Pualu Sumatera Secara garis besar, Pulau Sumatera terbagi menjadi beberapa geologi regional sumatera yang dalam makalah ini akan dicoba untuk dibahas satu persatu setiap geologi regional itu. Dalam pembahasan kali ini, akan dijelaskan mengenai Geologi Regional Sumbar, Geologi Regional Sumteng dan Sumatera Selatan.
D. Kesimpulan Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3 sistem Tektonik, yakni Sistem Subduksi Sumatera; system sesar Mentawai (Mentawai Fault System); dan Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System). Berdasarkan rekonstruksi geologi oleh Robert Hall (2000), awal pembentukan wilayah Sumatera dimulai sekitar 50 juta tahun lalu (awal Eosen). Sedikitnya terdapat 19 Segmen sesar dengan panjang tiap segmen ±60-200 km; yang merupakan bagian dari Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) dengan panjang ±1900 km. Danau Toba yang berada di pulau Sumatera merupakan salah satu bukti nyata Super Volcano dan merupakan sisa dari Letusan Kaldera mahadahsyat terbesar (skala 8 VEI).
Sejarah Geologi Pulau Jawa Menurut para ahli, Pulau Jawa terbentuk akibat peristiwa vulkanik, yakni terjadinya gempa yang disebabkan oleh tubrukan dua lempeng benua Australia dan Asia sekitar 20 juta tahun sebelum masehi. Pada saat itu, daratan wilayah jawa tengah dan jawa timur belum muncul dan masih berupa lautan. Kemudian sekitar Lima juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau diIndonesia sudah mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah terdapat gunung-gunung api yg aktif hingga saat ini. Patahan-patahan di sumatra masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan Jawa mulai terbentuk dan semakin jelas. Pendapat mengenai anggapan bahwa kawasan jawa tengah dan jawa timur dulunya merupakan dasar laut, ialah dengan di temukanya fosil – fosil binatang laut berusia jutaan tahun di beberapa tempat di pulau ini. Salah satunya adalah sangiran dan wonosari, Jawa tengah. Bukti lainya ialah dengan banyaknya dijumpai gunung gamping di daerah selatan Pulau Jawa. Yang menurut para ahli geologi/kebumian, bahwa gamping itu dulunya terumbu karang yg hidup dan berada di laut. Sebagai contoh Pulau Seribu atau Great Barier di sebelah timur Australia. Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa. Proses Pembentukan Pulau Jawa 1.
Pengaruh gerak lempeng
a. Kala kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di Pulau Jawa dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa. b. Busur non volkanis di perkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak bumi yang tertimbun pada jalur subdaksi dan mengandung kwarsa. c. Antar busur volkanis dan non volkanis terdapat cekungan busur luar yang relative dalam, terletak di sekitar pantai utara Jawa. d. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu jalur subdaksi bergeser ke selatan. e. Busur volkanis diperkirakan di pantai selatan Pulau Jawa sekarang. Gunung api muncul di dasar laut membentuk deretan gunung api. Aktivitas vulkanik ini merupakan tahap pertama pembentukan Pulau Jawa. f. Satu busur gunungapi dengan laut dangkal yang luas sampai Kalimantan (sampai pliosen tengah)
g. Busur dalam bergeser ke utara hingga pantai utara Jawa, laut dangkal mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga sedimen marin muncul ke atas permukaan laut. Kala pliosen kuarter garis besar pulau Jawa sudah terbentuk. h. Akhir pliosen di perkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya perbukitan di bagian selatan Jawa. 2.
Pengaruh iklim
a.
Pada zaman kuarter terjadi perubahan tegas iklim di bumi.
b. Sebelumnya pada zaman tersier iklim di wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. c. Perubahan iklim menyebabkan berbagai peristiwa seperti terjadinya zaman es dan zaman pencairan es, yang akibatnya terbentuk teras marin, pembentukan sedimen pada lingkungan marin di darat dan pembentukan sedimen darat di lingkungan marin. d. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah. Struktur Geologi Daerah Jawa Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur – Barat (E-W) (Gambar 7). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.
Gambar 7. Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur – Barat (Sujanto dan Sumantri , 1977 dalam Natalia dkk., 2010). Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di daerah KarangSambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan (Gambar 8). Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik. Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010 ). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
Gambar 8. Pola struktur dan sesar di Pulau Jawa ( Natalia dkk., 2010) TOPOGRAFI PULAU JAWA Pulau Jawa memiliki sifat fisiografi yang khas, dan hal ini disebabkan karena beberapa keadaan. Satu di antaranya adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya disebabkan karena merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak vulkanisme yang kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan Pulau Jawa berbentuk memanjang dan sempit.
Perubahannya dalam bagian-bagian tertentu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau, dari tepi satu ke tepi yang lainnya. Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui dan dipetakan di Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi menyebabkan pelapukan yang cepat dan intensif, juga denudasi, gejala yang mengikuti adalah erosi vertikal. Perbedaan topografi yang disebabkan adanya perbedaan batu-batuannya nampak kurang jelas bila dibandingkan dengan daerah iklim lain, meskipun lembah kecil mempunyai tebing yang curam. Akibatnya banyak hujan berarti banyak air yang harus dibuang, sehingga banyak parit alam (guliy) yang begitu rapat.
Karena banyaknya parit-parit yang rapat tersebut topografinya terkikis-kikis. Akibatnya sisasisa permukaan yang dulu pernah terangkat hilang dalam waktu yang singkat.Sebaliknya peneplain dan lain-lain yang permukaannya datar juga terbentuk dalam waktu yang singkat dari pada iklim yang lainnya. Dalam hal ini mungkin mengherankan mengapa topografi Pulau Jawa semuanya belum merupakan peneplain? Hal ini karena erosi dan denudasi dapat diimbangi orogenesa muda dan epirogenesa yang masih bergerak, yang mana gerak pelipatan masih terus berlangsung dalam sebuah periode dari era pleistosen, tapi di balik itu semua gunung berapi banyak mengeluarkan bahan-bahan material yang lebih banyak daripada apa yang dihasilkan oleh gejala erosi pada permukaan tanah. Penggolongan Zona Fisiografi Jawa Zona fisiografi di jawa dapat digolongkan sebagai berikut: 1.
Zona selatan,
Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan di sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis sehingga kehilangan bentuk platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah ditempati oleh dataran aluvial. 2.
Zona tengah,
Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari zona tengah ditempati oleh rangkaian pegunungan serayu selatan, berbatasan disebelah utaranya dengan depresi yang lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan. 3.
Zona utara,
Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran aluvial. Sifat Ketiga Zona dari Sudut Geologi: 1.
Zona Selatan
Di zona selatan ini lapisan yang lebih tua terdiri dari endapan vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan (seperti tanah anulatus) yang terlipat pada waktu periode miosen tengah. Di bagian selatan zona ini mengalami lipatan sedikit saja, tetapi lipatan ini menjadi lebih kuat dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan daerah peralihan ke zona tengah. Bagian ini ditutupi secara tidak selaras (unconform) oleh bahan-bahan yang tidak terlepas dari miosen atas. Di banyak tempat lapisan ini telah dipengaruhi gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar (alas/bed) miosen atas ini terdiri dari batuan kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari miosen muda mungkin pleistosen tua hampir tidak ada. 2.
Zona Tengah
Seperti di Jawa Timur zona ini ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya hanya dapat dilihat dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan orogenesa miosen tengah dan miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan sering menyebabkan lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok menyebabkan batuan tertier juga lapangan pretertier tertutup. (Pegunungan Jiwo, daerah Lekulo di Jawa Tengah, Pegunungan Raja Mandala, Lembah Cimandiri dan Banten bagian selatan). Pada periode neogene terdapat juga beberapa lapisan tak selaras dan sedikit lipatan yang terjadi pada atau setelah akhir neogen. Pegunungan berapi dan gerakan lipatan yang terdapat didepresi tengah menyebabkan terbentuknya topografi-topografi yang khas. 3.
Zona Utara
Di zona ini lapisan neogen muda lebih tebal dibanding zona lainnya, dan ini adalah inti dari gerakan geosinklinal muda. Lipatan yang lebih tua terjadi sejak dari periode miosen atas. Lipatan ini nampak lebih jelas dari zona tengah tetapi juga dapat dilihat di zona utara dari jawa tengah. Di lain tempat pengendapan bahkan mungkin berlangsung selama periode miosen tengah dan miosen atas. Di igir Pegunungan Kendeng (Jawa Timur) pengendapan pada geosinklinal berjalan terus sampai pleistosen tengah. Selama pleistosen tengah orogenesa dihasilkan dari lipatan yang keras dengan lipatan yang terbalik (upturned fold and thrust). Lebih menuju ke periode kwarter mungkin dapat dilihat tetapi pelipatan pleistosen tengah berjalan terus dan menonjol. Di jawa barat gerakan pelipatan utama terjadi pada permulaan pleistosen kemudian diikuti oleh gerakan lipatan yang lemah setelah periode igir pleistosen tua. Di sebelah utara igir Pegunungan Kendeng di Jawa Timur, terdapat jalur yang tidak mempunyai lanjutan di Jawa Tengah dan di Jawa Barat tetapi bagian ini memanjang ke timur ke Madura. Bagian yang terdapat di bagian sebelah utara igir Pegunungan Kendeng ini disebut Perbukitan Rembang. Di daerah ini lapisan neogen jauh lebih tipis daripada di Pegunungan Kendeng dan terdiri sebagian dari batuan kapur. Zona ini terletak di sebelah utara dari poros geosinklinal neogen, membentuk daerah peralihan antara masa dataran yang sekarang ditempati oleh Laut Jawa yang terjadi pada zaman miosen dengan poros Pegunungan Kendeng itu sendiri. Beberapa pengendapan berjalan terus selama periode atau bagian dari era pleistosen, selama mana gerakan lipatan sedikit mengakhiri pengendapan.
Stratigrafi pulau jawa Stratigrafi di daerah ini terdiri dari batuan berumur Tersier hingga Kuarter. Formasinya antara lain: Formasi Pemali, Formasi Rembatan, Formasi Haling, Batuan Terobosan, Formasi Kumbang, Formasi Tapak, Formasi Kalibiuk, Formasi Kaligala, Formasi Ligung, Formasi Mengger, Formasi Gintung, Formasi Lingopodo, dan Aluvial ( Djuri dkk, 1996 ). Selain itu juga terdapat beberapa penelitian yang terdahulu yang membuat stratigrafi daerah penelitian antara lain: Van Bemmelan (1949), Marks (1957), Kartanegara dkk, (1987), dan Kastowo dan Suwarna (1996). Pembahasan stratigrafi regional mengacu kepada penelitipeneliti tersebut. Batuan Terobosan
Batuan ini terdiri dari profir mikrodiorit, berwarna coklat tua dan hitam, pejal, lapuk. Bertekstur holokristalin subdiabas porfirit dengan fenokris felspar dan mineral-mineral felmis. Sebagian mineral felmis lapuk sehingga berongga-rongga ( Djuri dkk, 1996 ). Batuan ini diperkirakan berumur tersier. Formasi Rambatan Formasi ini terdiri dari serpih, napal dan batu pasir gampingan. Napal berselangseling dengan batu pasir gampingan berwarna kelabu muda. Banyak ditemukan lapisan tipis kalsit yang tegak lurus bidang perlapisan ( Djuri dkk, 1996 ). Mengenai umur formasi ini masih ada perbedaan pendapat dari beberapa peneliti terdahulu. Kandungan foraminifera besar menunjukkan umur miosen tengah sedangkan berdasarkan kandungan foraminifera plankton berumur Miosen akhir-pliosen Awal ( N14-N 18) (Kartanegara dkk, 1987). Formasi ini memiliki tebal sekitar 300 meter (Djuri dkk, 1996). Formasi Halang Formasi ini terdiri dari batu pasir, terdapat bekas jejak cacing, foraminifera kecilnya menunjukkan umur Miosen akhir hingga Pliosen. Formasi ini memiliki ketebalan 800 meter (Djuri dkk, 1996). Formasi Halang merupakan jenis endapan sedimen terdirit pada zona bathyal atas ( Kastowo dan Suwarna, 1996). Dibeberapa tempat pada bagian atas formasi ini, dijumpai batu gamping terumbu (Marks 1957). Formasi Kumbang Formasi ini terdiri dari batu pasir berbutir kasar berwarna kehijauan, konglomerat dan breksit andesit. Di bagian atas terdiri dari batu pasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung pecahan moluska. For masi Tapak memiliki dua anggota, yaitu: Anggota Breksi Formasi Tapak dan Anggota Batugamping Formasi Tapak (Djuri dkk, 1996). Anggota breksi terdiri dari breksi gunungapi dengan matriks batupasir tufan dan dibeberapa tempat terdapat kalsit yang mengisi celah-celah. Anggota batugamping terdiri dari lensa-lensa berwarna kelabu kekuningan dan tidak berlapis. Formasi Tapak memiliki ketebalan sekitar 500 m. formasi ini memiliki umur Miosen Tengah-Pliosen Awal (Djuri dkk, 1996). Formasi ini diendapkan secara selaras Formasi Kalibiuk. Formasi Kalibiuk Formasi ini terdiri dari napal lempungan bersisipan batu batupasir. Batupasir di formasi ini kaya akan moluska (Djuri dkk, 1996). Pada bagian tengah formasi ini terdapat sisipan lensa-lensa batupasir hijau yang mengandung moluska yang melimpah dari kelompok cheribonian molusca yang mencirikan fasies pasang surut yang berumur Pliosen (Marks, 1957). Formasi ini dapat disetarakan dengan formasi Cijulang dibagian barat atau dengan Bodas Series dibagian timur (Marks, 1957). Formasi ini memiliki ketebalan sekitar 175 meter (Djuri dkk, 1996). Formasi Kaligalah Formasi ini teridir dari batu lempung, napal, batupasir, dan konglomerat. Dibeberapa tempat terdapat lensa lignit setebal 10-100 cm (Djuri dkk, 1996). Pada lapisan lignit atau batubara muda tersebut ditemukan fosil mamalia dan moluska air tawar dengan indikasi umur
Pliosen Akhir (Marks, 1957). Menurut koengniswald (1935, op.cit.Marks, 1957), mamalia yang ditemukan disatuan ini, Djuri dkk, (1996) memberikan umur Pliosen Akhir juga. Formasi Ligung Formasi ini terdiri dari aglomerat andesit, breksi dan tuff kelabu di beberap tempat (Djuri dkk, 1996). Formasi ini memiliki anggota, yaitu Anggota Lempung Formasi Ligung. Anggota Lempung Formasi Ligung ini terdiri dari batu lempung tufan, batupasir tufan berlapis silang siur dan konglomerat. Dibeberapa tempat terdapat juga sisa tumbuhan dan batubara muda yang mengindikasikan lingkungan pengendapan berada darat bukan laut (Djuri, dkk 1996). Formasi Mengger Formasi ini terdiri dari tuf berwarna kelabu muda, batupasir tufan, konglomerat, dan batupasir dengan fragem magnetit (Djuri dkk, 1996). Pada formasi ini ditemukan fosil mamalia yang termasuk kedalam kategori upper vertebrate zone yang menunjukkan umur Pleistosen Awal (Marks, 1957). Ketebalan formasi ini diperkirakan sekitar 150 m (Djuri dkk, 1996). Formasi Gintung Formasi ini terdiri dari konglomerat dengan fragmen andesit, batupasir berwarna kehijauan, batulempung dengan konkresi batugamping pasiran dan tuff (Djuri dkk, 1996). Satuan ini berada diatas upper vertebrate zone sehingga satuan ini diperkirakan berumur Pleistosen Tengah-akhir (Marks, 1957). Formasi Linggopodo Formasi ini terdiri dari breksi gunung api, tuff dan lahar yang diduga sebagai hasil kegiatan gunung Slamet atau Gunung Copet ( Van Bemmelan, 1949 ). Satuan ini menindih tak selaras dengan satuan dibawahnya, serta ditutupi oleh endapan Gunung Slamet Purba. Satuan Aluvial Satuan ini terdiri dari batupasir, batulanau, batugamping, jasper dan andesit. Berukuran lanau, pasir, kerikil, dan kerakal dengan tebal kurang dari 150 m. satuan ini diendapkan di sepanjang sungai.
Geologi Pulau Maluku Karakteristik geologi Provinsi Maluku adalah terdiri dari batuan sedimen, batuan metamorfik dan batuan beku dengan penyebaran yang hampir merata di setiap gugus pulau. Hal ini dipengaruhi oleh klasifikasi umur pulau/kepulauan yang terbentuk pada 50-70 juta tahun yang lalu, pada periode Neogeon sampai Paleoceen. Karakteristik tersebut juga dipengaruhi oleh letak Maluku diantara lempeng bumi IndoAustralia, Pasifik, Laut Filipina dan Laut Banda, sehingga memberikan sebaran beberapa gunung api baik yang masih maupun sudah tidak aktif lagi.
A. Maluku Utara Sebagian besar Provinsi Maluku Utara, terutama bagian tengah dan utara, merupakan daerah pegunungan. Namun secara geologi bukanlah pegunungan yang seragam. Artinya, bahan penyusunnya bervariasi.
1. Fiografi Pulau Halmahera a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengantenggara, dan beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera.Morfologi mendala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapatpada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif rendah dan lerengyang landai. b. Mendala fisiografi Halmahera Barat Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatanHalmahera. Morfologi mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuansedimen, pada batugamping berumur Neogen dan morfologi karst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur oligosen. c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulauHalmahera. Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunungapi kuart er Sebagian pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masihaktif. 2. Stratigrafi
Peta Geologi Halmahera Urutan formasi batuan pada daerah Halmahera dari tua kemudadapat dilihat pada penjelasan dibawah ini:
1. Satuan Batuan Ultrabasa;terdiri dari serpentinit, piroksenit, dan dunit,umumnya berwarna hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandun gas besi dan garnierit. Satuan batuan ini dinamakan Formasi Watileo dan hubungannya dengan satuan batuan yang lebih muda berupa bidang ketidak selarasan atau bidang sesar naik. 2. Satuan Batuan Beku Basa terdiri dari gabro piroksen, gabro hornblende,dan gabro olivine, tersingkap di dalam komplek batuan ultrabasa dan dinamakan Formasi Wato-Wato. 3. Satuan Batuan Intermediete ;terdiri dari batuan diorit kuarsa danhornblende, tersingkap juga dalam batuan ultrabasa 4. Formasi Dodaga;berumur kapur, tersusun oleh serpih berselingan denganbatugamping coklat muda dan sisipan rijang. Selain itu ditutupi pula olehbatuan yang berumur Paleosen Eosen yaituformasi Dorosag usatuan konglomerat, dan satuan batu gamping. 5. PormasiDorosa ;terdiri dari batupasir berselingan dengan serpih merah,batugamping. Formasi ini berumur Paleosen-Eosen. Hubungan denganbatuan yang lebih tua (ultrabasa) oleh ketidakselarasan dan sesar naik,tebal +250 meter. Formasi ini idengtik denganF ormasiSa olat. 6. Satua n B atu g amping ;berumur Paleosen-Eosen, dipisahkan dengan batuanyang lebih tua (ultrabasa) oleh ketidakselarasan dan dengan yang lebihmuda dari sesar dengan tebal +400 meter.g. 7. Satuan B atua n Konglo m erat;tersusun oleh batuan konglomerat sisipanbatupasir, batulempung, dan batubara. Satuan ini berumur kapur dantebalnya lebih dari 500 meter. Hubungannya dengan batuan yang lebihtua (ultrabasa) dan formasi yang lebih muda (Formas i Ting
teng) adalahketidakselarasan sedangkan dengan satuan batugamping hubungannyamenjemari. Setelah pengendapan sejak Eosen akhir-Oligosen Awalselesai, baru terjadi aktifitas gunung api Oligosen atasMiosen bawah,membentuk bagian-bagian yang disatukan sebagai Formasi Bacan. 8. Formasi Bacan ; tersusun atas batuan gunung api berupa lava, breksi, dantufa sisipan konglomerat dan batupasir. Dengan adanya sisipan batupasirmaka dapat diketahui umurFormasi Bacanyaitu oligosen-Miosen Bawah.Dengan batuan yang lebih tua( Formasi Dorosa gu ) dibatasi oleh bidangsesar dan dengan batuan yang lebih muda (Formasi Weda )oleh bidang. 9. Formasi Weda;terdiri dari batupasir berselingan napal, tufa, konglomerat,dan batugamping, berumur Miosen Tengah Awal-Pliosen, bersentuhansecara tidak selaras dengan Formasi Kayasa yang berumur lebih muda danhubungannya secara menjemari denganFormasi Ting teng. 10. Satuan Konglomerat; berkomponen batuan ultrabasa, basal, rijang, diorit,dan batusabak setebal +100 meter, menutupi batuan ultrabasa secaratidakselaras, diduga berumur Miosen Tengah-Pliosen Awal. 11. Formasi Ting teng ; tersusun oleh batugamping hablur dan batugampingpasiran, sisipan napal dan batupasir, umur Miosen Akhir-Pliosen Awal,tebal +600 meter. Setelah pengendapan FormasI Ting teng terjadipengankatan pada kuarter, sebagaimana ditunjukkan oleh batugampingterumbu di pantai daerah lengan timur Halmahera. A. MALUKU SELATAN Maluku selatan disusun oleh hasil kegiatan endapan laut dangkal berumur Plio-Plistosen Sampai Holosen. Batuannya terdiri dari batu gamping, napal dan abut lumpur gamping dan endapan alluvium. Urutan batuan dari yang termuda sampai yang tertua adalah sebagai berikut: • Formasi manumbai • Formasi wasir • Alluvium Sejarah geologi Maluku selatan dimulai pada zaman miosen bawah yang masih berupa daerah laut, dirincikan dengan pengendapan batu gamping dan napal yang berlangsung sampai miosen tengah. Pada zaman miosen atas-Pliosen bawah terjadi pengangkatan dan lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal dengan adanya pengendapan batu gamping dan napal yang termasuk formasi manumbai. Sumber : Scrid. Geologi Regional Halmahera. (diakses 16 Oktober 2015)
Kepulauan sulawesi Sulawesi terletak pada pertemuan 3 Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik,dan IndoAustralia serta sejumlah lempeng lebih kecil (Lempeng Filipina) yang menyebabkan kondisi tektoniknya sangat kompleks. Kumpulan batuan dari busur kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994). Berdasarkan keadaan peta di atas Pulau Sulawesi dibagi 4 bagian yaitu : 1. Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano- Plutonic Arc)
Bagian ini sebagai jalur magmatic, dan hampir seluruh bagian ini dipenuhi batuan vulkanik dan plutonik yang berumur pada masa konozoikum (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang ditunjukan dengan warna merah kecoklatan, selain itu terdapat batuan sedimen berumur kwater tedapat dibibir barat pulau Sulawesi yang ditunjukan dengan warna putih kekuningan, kemudian terdapat batuan sedimen berumur tertier yang ditunjukan dengan warna kuning, dan terdapat batuan metamorf berumur mesozoikum yang di tunjukan dengan warna coklat. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara memanjang dari Buol sampai sekitar Bagian barat dari Manado Buol sampai sekitar Makassar. 1. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen- Resen dengan batuan dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen-Oligosen. 2. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen berumur Mesozoikum-Mesozoikum Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampa granitik yang berupa batolit, stok, dan retas a. Mandala Barat Bagian Utara ; Sulut 1) Geologi daerah Sulut didominasi oleh batugamping sebagai satuan pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. 2) Satuan batuan lainnya adalah kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksi-konglomerat kasar, berselingan dengan batupasir halus-kasar, batulanau dan batu lempung yang didapatkan di daerah Ratatotok – Basaan, serta breksi andesit piroksen. 3) Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik kasar andesitan mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit, serta lava andesit-trakit. 4) Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung api Muda terdiri atas lava andesitbasal, bom, lapili dan abu 5) Kelompok batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu koral, endapan danau dan sungai serta endapan alluvium aluvium. b. Mandala Barat Bagian Utara ; Gorontalo 1) Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik Sulawesi Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen dan batuan terobosan. 2) Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah penelitian berlangsung relatif menerus sejak Eosen – Miosen Awal sampai Kuarter, dengan lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan regresif. 3) Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen, dan sebaliknya pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung api, sehingga kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang jelas. 4) Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit, sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur kepulauan. Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Gorontalo disusun oleh batuan dengan urutan stratigrafi sebagai berikut : 1. Batuan beku berupa : Gabro, Diorit, granodiorit, granit, dasit dan munzonit kwarsa. 2. Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan breksi gunungapi.
3.
Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau dengan sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping terumbu. Endapan Danau,Sungai Tua dan endapan alluvial. c. Mandala Barat Bagian Barat ; Enrekang Sulawesi Selatan Berdasarkan pengamatan geologi pada data penginderaan jauh dan lapangan, maka batuan di daerah Enrekang dapat dibagi menjadi 8 satuan,yaitu: 1) Satuan batupasir malih (Kapur Akhir) 2) Satuan batuan serpih (Eosen-Oligosen Awal) 3) Satuan batugamping (Eosen) 4) Satuan batupasir gampingan (Oligosen- Miosen Tengah) 5) Satuan batugamping berlapis (Oligosen- Miosen Tengah) 6) Satuan klastika gunungapi (Miosen Akhir) 7) Satuan batugamping terumbu (Pliosen Awal) 8) Satuan konglomerat (Pliosen) Struktur geologi yang berkembang di daerah ini terdiri atas sesar naik, sesar mendatar, sesar normal dan lipatan yang pembentukannya berhubungan dengan tektonik regional Sulawesi dan sekitarnya
2. Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) Dibagian tengah pulau sulawesi dipenuhi dengan jenis batuan metamorf berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh. Dibagian ini terdapat batuan ofiolit mélange yang ditunjukan dengan warna ungu dan terdapat batuan metamorf tekanan tinggi yang ditunjukan dengan warna orange. Mandala tengah kabupaten donggala dan tolitoli, provinsi sulawesi tengah. Urut-urutan stratigrafi dari muda hingga tua sebagai berikut : 1) Endapan alluvium, 2) Endapan teras (Kuarter), 3) Batuan tufa (Pliosen – Kuarter), 4) Batuan sedimen termetamorfose rendah dan batuan malihan yang keduanya termasuk Formasi Tinombo (Kapur Atas – Eosen Bawah), 5) Batuan gunungapi (Kapur Atas – Oligosen Bawah) yang menjemari dengan Formasi Tinombo, 6) Batuan intrusi granit (Miosen Tengah – Miosen Atas) ditemukan menerobos batuan malihan Formasi Tinombo. 3. Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) Bagian ini berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur pada zaman neogen dan kwarter yan ditunjukan dengan abu-abu mudah. Sedangkan batuan ofiolit ditunjukan dengan warna hijau Mandala Timur bagian Kendari Sultra Sesar Lasolo yg merupakan sesar geser membagi lembar daerah Kendari menjadi dua lajur, yaitu: Lajur Tinondo, yang menempati bagian barat daya Lajur Hialu yang menempati bagian timur laut daerah ini. Lajur Tinondo merupakan himpunan batuan yang bercirikan asal paparan benua, sedangkan Lajur Hialu merupakan himpunan batuan yang bercirikan asal kerak
samudera (Rusmana dan Sukarna, 1985). Batuan yang terdapat di Lajur Tinondo adalah Batuan Malihan Paleozoikum, dan diduga berumur Karbon. Hasil pengukuran gaya berat di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara, yang sebagian besar daerahnya ditutupi oleh batuan ofiolit, menunjukan perkembangan tektonik dan geologi daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Lengan Timur Sulawesi dengan ditemukannya endapan hidrokarbon di daerah Batui. Struktur lipatan hasil analisis data gaya berat daerah ini menunjukkan potensi sumber daya geologi yang sangat besar, berupa: panas bumi dan endapan hidrokarbon. 1) Panas bumi berada di sekitar daerah Tinobu,Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo 2) Cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai timur daerah ini, seperti: daerah Kepulauan Limbele, Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke) Wawalinda Telewata Singgere pantai Labengke), Wawalinda, Telewata, Singgere, utara Kendari, dan lain sebagainya. 4. Bagian Banggai–Sula and Tukang Besi Continental fragments Bagian kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benuayang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea. Batuan metamorf distribusikan secara luas dibagian timur Sulawesi tangah, lengan tenggara Sulawesi dan pulau kabaena. Dibagian ini terdapat batuan metamorf diatas permukaan (continental basement and cover) yang ditunjukan dengan warna biru tua, dan batuan metamorf dibawah permukaan laut (continental below sea level) yang ditunjukan dengan warna biru muda. a. Tatanan geologi P. Banggai dan P. Labobo disusun oleh 7 satuan batuan, yang dikelompokkan dari satuan tertua hingga muda sebagai berikut : 1) 2)
3) 4)
5) 6)
7)
1)
Kompleks batuan malihan adalah satuan batuan tertua yang terdiri dari sekis, gneis dan kuarsit. berwarna kelabu dan kehijauan, berumur Karbon. Granit Banggai yang terdiri dari granit, granodorit, diorit kuarsa dan pegmatit. Bentang alam satuan batuan granit ini memperlihatkan bentuk morfologi bergelombang dengan permukaan relatif halus membulat Sedimen Formasi Bobong (Jbs). Satuan batuan konglomerat dan batu pasir yang diendapkan tidak selaras diatas Granit, Formasi ini diduga berumur Jura Awal sampai Jura Tengah, Batu gamping klastik, berwarna putih bersih hingga kotor kecoklatan, ukuran butir pasiran (relatif seragam) sebagai kalkarenit hingga kalsirudit. Dari kumpulan fosil yang dikandungnya, berumur dari Eosen sampai Miosen Tengah, tersebar luas dan hampir terdapat di seluruh P. Banggai Batugamping Salodik (Tems) Adalah batugamping fragmen dengan ukuran Kerakal (gravel) yang keras Batugamping terumbu Formasi Peleng (QL): Endapan batuan berumur kuarter yang penyebaran tidak merata, sebagian berupa batugamping konglomeratan, berwarna putih kotor hingga kecoklatan, setempat berongga-rongga, tidak berlapisdan keras. Aluvium : Satuan batuan termuda daerah ini adalah, terdiri atas lumpur, lempung, pasir dan kerikil, berupa endapan permukaan sungai dan di sekitar pantai, diantaranya terdapat di pantai Lambako–Pasir putih yang merupakan muara Sungai Selangat dan Paisu Moute. b. Pulau Buton Pulau Buton (berdasarkan eksplorasi Bitumen padat) dikenal sejak dulu sebagai penghasil aspal alam. Yang terdapat di daerah Lawele, Kabungka, Rongi dan Ereke.
2)
Endapan aspal di P. Buton terdapat di dalam Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa. Sumber dari aspal yang terdapat di dalam kedua formasi tersebut diduga berasal dari Formasi Winto (Trias) dan dianggap sebagai formasi pembawa bitumen padat.
Kepulauan kalimantan Pada peta tersebut dapat diketahui jenis batuan dan umur batuan yang ada di pulau Kalimantan 1. Cekungan yang mencankup batuan sedimen berumur neogen (22,5 – 3,2 ma) dan terdapat pada daerah kutai Mahakam, tarakan dan brunei yang di tunjukan dengan warna kuning. 2. Cekungan yang mencankup batuan sedimen berumur paleogen (65 – 33 ma) dan terdapat pada deerah Barito, Pembuang, Ketungau Malawi dan bagian utara Kalimantan yang di tunjukan dengan warna merah jambu. 3. Batuan karbonat berumur tertier (65 – 3,2 ma) terdapat bagian timur laut pulau Kalimantan atau tepat berada pada daerah mangkalihat yang ditunjukan dengan warna biru muda. 4. Bagian utara pulau ini didominasi oleh Kapur dan Eosen. Untuk Miosen Crocker-RajangEmbaluh akresi kompleks Ini terutama terdiri dari turbidites yang sedang menumpahkan ke timur laut. 5. Bagian tenggara pulau Kalimantan daerah meratus dan laut isi terdapat batuan vulkanik dan ofiolit berumur cretaseus atas (100 ma) yang ditunjukan dengan warna hijau. 6. Batuan vulkanik berumur pliosen, pleistosen dan eosin terdapat dibagian tengah pulau Kalimantan. Ditunjukan dengan warna merah yang dihasilkan dari erupsi gunung api. 7. Endapan sedimen turbidit, kelompok rijang, zona mélange, dan gabro kompleks terdapat dibagian tengah pulau Kalimantan yang ditunjukan dengan warna hijau tua. 8. Dibagian barat pulau Kalimantan terdapat batuan metamorf dan batuan vulkanik berumur triasik – jurasik (230 – 160 ma), batuan sedimen berumur tiriasik bawah – eosin (230 – 44 ma) serta batuan granit dan metamorf berumur perem – triasik (260 – 215 ma) bagian ini ditunjukan dengan warna ungu tua. 9. Bagian pegunungan schwaner terdapat batuan granit berumur cretaseous bawa – cretaseous atas (141 – 100 ma) dan batuan intrusive tonalid berumur paleozoikum (570 – 251 ma), yang ditunjukan dengan warna ungu muda. 10. Batuan ultrabasa hanya sebagian kecil terdapat di bagian tenggara dan utara pulau Kalimantan yang ditunjukan dengan kotak hitam. Kalimantan terdapat empat unit geologi utama, yaitu batuan yang dihubungkan dengan pinggir lempeng, batuan dasar, batuan muda yang mengeras dan tidak mengeras, dan batuan aluvial serta endapan muda yang dangkal. Kompleks batuan dasar diKalimantan di bagian barat dan bagian tengah Kalimantan(termasuk pegunungan Schwaner) mewakili singkapan dasar benua terbesar di Indonesia. Batuan dasar adalah batuan di dasar lapisan stratigrafi yang umumnya lebih tua dari batuan di atasnya. Batuan ini biasanya mengalami metamorfosis bela terkena panas. Hasil metamorfosis batuan ini yang khas adalah batu pualam yang berasal dari batu kapur; bati sekis hijau yang berasal dari batuan vulkanik, batu gneis yang berasal dari batu pasir atau granit. Daerah batuan metamorfosis atau batuan dasar adalah jenis kerak benua yang sering dipengaruhi oleh batuan intrusi muda.
Kompleks batuan dasar Kalimantan terdiri dari atas sekis dan gneis yang tercampur dengan granit dari Era Palaezoikum dan Periode Terseir membentuk daerah kristal yang sangat luas. Batuan yang berasosiasi dengan pinggir lempengKalimantanmencakup opiolit (kerak samudera) dan melange. Potongan lantai samudera (kerak samudera) terdapat beberapa tempat didaratanKalimantan. Potongan-potongan ini dicirikan oleh susunan batuan beku yang padat gelap tipe basa dan ultra basa dengan komponen granit. Endapan batu kersik samudera dan karbonat mungkin juga terdapat deretan batuan ini disebut opiolit. Sebagian pengganti jalur penunjaman, opiolit-opiolit ini terbentuk oleh tubrukan lempeng ketika kerak samudera terperangkap oleh gerakan tektonik lempeng dan tertekan ke pinggir lempeng yang berdekatan dan di sini opiolit-opiolit ini tetap terlindungi. Proses pencuatan ini sering disertai oleh rubuh dan retaknya batuan. Kompleks opiolit di Pulau Laut dan Pegunungan Meratus terbentuk dengan cara ini. Batuan melange adalah batuan campuran potongan-potongan batu dari berbagai jenis dan ukuran yang berbeda dalam matrik berliat yang terpotong, yang menunjukkan adanya tekanan yang sangat kuat. Potongan-potongan ini ukurannya dapat sangat kecil (cm) dan dapat juga berukuran besar (ratusan meter atau lebih. Malange sering dikaitkan dengan proses pembentukan jalur penunjaman.Melange merupakan perpaduan antara bahan-bahan yang terkikis dari lempeng samudera yang bergerak turun dengan endapan yang berasal dari massa daratan atau lengkung vulkanik di dekatnya. Seluruh massa ini tergesek dan terpotong karena desakan ke bawah dari lempeng yang bergerak turun. Batuan yang terbentuk dengan cara ini berasosiasi dengan desakan keatas lempeng opiolit yang besar di Pegunungan Meratus. Daerah melangeyang luas di bagian tengah Kalimantan, yaitu yang terbentang di perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia, masih belum diketahui dengan baik. Daerah melange ini merupakan zona batuan hancur, sering mengandung potongan-potongan opiolit, tetapi luas dan umur geologinya (akhir mesozoikum sampai periode tersier yang lebih tua) sulit untuk dijelaskan dalam peristilahan lempeng tektonik sederhana (williams dkk, 1989) Sebagian besar Kalimantan terdiri dari batuan yang keras dan agak keras, termasuk batuan kuarter di semenanjung Sangkulirang dan jajaran pegunungan meratus,batuan vulkanik dan endapan tersier.Kalimantan tidak memiliki gunung api yang aktif seperti yang terdapat di Sumatera dan Jawa, tetapimemiliki daerah batuan vulkanik tua yang kokoh di bagian barat daya dan bagian timur Kalimantan. Hal-hal tersebut merupakan peninggalan sejarah geologis Indonesia yang mencakup berbagai masa kegiatan vulkanik dari 300 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Batuan vulkanik terbentuk sebagai hasil magma dari perut bumi yang mencapai permukaan. Ketika magma menjadi dingin dan membeku, dibawah permukaan bumi terbentuk sebagai hasil magma dari perut bumi yang mencapai permukaan. Ketika magma menjadi dingin dan membeku, dibawah permukaan bumi terbentuk batuan intrusi seperti granodiorit. Ditempat batuan vulkanik tua Kalimantanyang telah terkikis, intrusi yang mengandung cadangan emas, semula di bawah gunung api merupakan bagian penting dari proses utama pembentukan mineral seperti emas. Suatu kawasan yang luas di bagian tengah, timur dan selatan Kalimantan tersusun dari batuan endapan seperti batu pasir dan batu sabak. Selain formasi yang lebih tua diKalimantan Barat, kebanyakan formasi sedimen relatif muda dan mencakup batu bara dan batuan yang mengandung minyak bumi. Bagian selatan Kalimantan terutama tersusun dari pasir keras yang renggang dan teras kerikil yang sering dilapisi oleh timbunan gambut muda yang dangkal dan kipas aluvial
yang tertimbun karena luapan sungai Setidaknya diKalimantan terdapat 205 formasi batuan.Formasi batuan di Kalimantan, terdapat banyak patahan diKalimantan Timur dan Barat, sedikit di Kalimantan Selatan dan sangat sedikit diKalimantan Barat. Sebaran patahan yang paling sedikit berada di bagian selatan sampai barat dari PulauKalimantan. Kalimantan Utara membentuk sebagian arah pokok Kepulauan Filipina. Rangkaian pulau Palawan berakhir pada Pegunungan Kinibalu dan rangakaian Pulau Sulu berakhir di daerah Teluk Darvel. Pegunungan Kinibalu yang membujur arah timur lautbarat daya terdiri dari lapisan Pra-tertier yang terlipat tinggi dan lapisan Tertier tang terlipat lebih rendah, yang terganggu oleh granodiorit dari massa batuan massif Kinibalu. Pegunungan di sebelah utara Teluk Darvel yang membujur arah timur barat juga tersusun dari batuan Pretertier dan Tertier bawah. Lapisan Tertier yang lebih muda yang kurang terlipat terdapat pada sisi rangkaian ini serta pada basin di antaranya yang meluas ke arah barat Palang Sulu. Kalimantan Utara yang komplek ini mempunyai hubungan geologis dengan Kepulauan Filipina, yang dipisahkan oleh massa Neogen yang membentang melintasi pulau itu dari Basin Sulawesi di bagian timur sampai teluk Labuhan di pantai barat laut. Bagian yang bersifat Sunda di Kalimantan terdiri atas teras kontinen berbentuksegitiga (baji) di Kalimantan barat daya yang dibatasi oleh Basin Tertier bagian selatan dan timur Kalimantan pada sisi lain. Hanya bagian barat Kalimantan berupa segitiga yang dibentuk oleh Pegunungan MullerUjung DatukUjung Sambar yang sebenarnya merupakan massa kontinen. Bagian itu pada sisi timurnya terdiri atas Basin Melawi dengan fasies air payau Tertier Bawah. Menurut Fen (1933),hanya Kalimantan barat daya yang boleh disebut daratan tua (Alte Rumpfebene). Teras kontinen ini membentuk bagian massa daratan Sunda tua. Batas utaranya dibentuk oleh kelompok pegunungan yang membentang dari Ujung Datuk melalui gunung Niut dan Plato Madi ke arah Pegunungan Muller. Tepi selatan dibentuk oleh Pegunungan Schwaner dan pegunungan rendah yang membentang ke pantai selatan. Kedua jalur batuan selanjutnya ditandai dengan intrusi volkanis dan ekstrusi Tertier. Jalur volkan Tertier ini bertemu di Pegunungan Muller dan selanjutnya membentang ke arah timur laut melalui Batuayan (1652 m) ke Kongkemal (2053 m) dan berakhir pada Pegunungan Datong yang rendah di sebelah barat Tarakan. Di dekat ujung utara massa kontinen Kalimantan Barat, jalur basalt Kuarter terdapat di sekeliling Gunung Niut yang tua dan sepanjang ujung barat daya terdapat beberapa volkan Kuarter yang telah padam, seperti Murai, Seluh, dan Bawang Aso. Dari Kongkemal sebuah pegunungan yang kompleks bercabang ke arah timur menuju Niapa (1275 m) dan dari tempat tersebut basement kompleks merosot dengan teratur da bawah lapisan Tertier semenanjung Mangkaliat. Massa tanah Sunda itu menyusup ke Kalimantan seperti sebuh baji besar yang lebar dasarnya 600 km, sepanjang pantai barat daya antara Ujung Datuk dan Ujung Sambar, membentang ke timur laut sampai pulau itu, serta berangsur angsur menyempit. Bagian timur laut Pegunungan Schwaner mulai merosot di bawah lapisan marin Tertier, tetapi kemudian dapat diikuti lebih jauh ke arah timur laut sampai Kongkemal, kemudian meruncing keluar ke pegunungan Latong di Kalimantan timur laut. Baji batuan Pre Tertier ini membentuk kerangka struktural Kalimantan Sunda. Di sebelah barat lautnya terdapat pegunungan besar setinggi 10002000 m yang cekung ke arah barat laut dan terdiri dari Pegunungan Kapuas Hulu dan Iran. Rangkaian pegunungan ini tersusun dari batuan marin PreTertier dan Tertier Bawah yang terlipat secara intensif serta menekan ke arah barat laut.rangkaian tersebut dipisahkan oleh Lembah Rejang, dari sebuah
punggungan (Igir Ularbulu) yang tingginya berangsur angsur berkurang dari 1000 m, yang juga cekung ke arah barat laut. Pegunungan ini merupakan antiklinorium yang sebagian besar terdiri dari lapisan Tertier, dipisahkan dari pantai Serawak dan Brunei oleh jalur agak sempit dari tanah pegunungan rendah. Pegunungan Kapuas Hulu Iran dan Punggungan Ularbulu merupakan rangkaian pegunungan .Tertier yang termasuk kedalam Sistem Pegunungan Sunda. Di sebelah tenggara dan timur kerangka struktural Kalimantan, basement kompleks Pretertiermenghilang di bawah basin bagian selatan dan timur dan di tempat itu terjadi pengendapanribuan meter sidimen Tertier. Basement kompleks itu muncul lagi ke arah pantai timur, merosot membentuk palung di Selat Makasar dan muncul lagi sebagai Pulau Laut dan Sebukku di luar sudut tenggara Kalimantan. Pada bagian tepi ini basin Tertier Kalimantan tenggara dan timur berupa pegunungan membujur barat dayatimur laut. Pegunungan tersebut berawal di Meratus di bagian selatan, terdiri dari batuanPretertier dan berhubungan dengan antiklinorium Samarinda. Dari antiklinorium Samarinda, pada bagian yang terpotong oleh sungai anteseden .Mahakam, sumbu itu muncul lagi ke arah utara ke ambang melintang yang dibentuk oleh Sistem KongkemalNiapaMangkaliatRangkaian Pegunungan Meratus Samarinda merupakan hasil orogenesis Tertier pada sisi tenggara kerangka struktural kalimantan. Orogenesis itu membentuk bagian yang berlawanan dari rangkaian pegunungan Tertier Serawak pada sisi barat lautnya. Nusa tenggara A.
KONDISI GEOLOGI
Pulau Nusa Tenggara atau dalam bahasa yang lebih lama dikenal sebagai kepulauan sunda kecil, merupakan sebuah gugusan pulau yang secara relative berada pada sebelah timur pulau jawa dan bali. Nusa Tenggara memanjang hingga di sebelah barat pulau timor, yang mana sudah menjadi Negara tersendiri. Nusa Tenggara pada dasarnya terbagi atas dua bagian, yaitu Nusa Tenggara bagian barat (NTB) dan Nusa Tenggara bagian timur (NTT). Dua bagian tersebut terintegrasi dengan Bali sehingga disebut dengan Kepulauan Sunda Kecil. Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan kepulauan Banda tediri dari pulau-pulalu kecil dan lembah sungai. Secara fisik, dibagian utara berbatasan dengan pulau Jawa, bagian timur dibatasi oleh kepulauan Banda, bagian utara dibatasi oleh laut Flores dan bagian selatan dibatasi oleh Samudra Hindia. Secara geologi nusa tenggara berada pada busur Banda. Rangkaian pulau ini dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda. Pada teori lempeng tektonik, deretan pegunungan di nusa tenggara dibangun tepat di zona subduksi indo-australia pada kerak samudra dan dapat di interpretasikan kedalaman magmanya kira-kira mencapai 165-200 km sesuai dengan peta tektonik Hamilton (1979). Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di penggabungan tiga lempeng utama diantaranya lempeng indo-australia, Eurasia dan pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut menimbulkan kompleks tektonik khususnya di perbatasan lempeng yang terletak di timur Indonesia. Sebagian besar busur dari kepulauan Nusa Tenggara dibentuk oleh zona subduksi dari lempeng Indo-australia yang berada tepat dibawah busur Sunda-Banda selama diatas kurun waktu tertier yang mana subduksi ini dibentuk didalam busur volcanik kepulauan Nusa
Tenggara. Bagaimanapun juga ada perbedaan-perbedaan hubungan dari análisis kimia diantara batuan volkanik pada kepulauan Nusa Tenggara. Busur volkanik pada bagian timur wilayah sunda secara langsung dibatasi oleh kerak samudra yang keduanya memiliki karakteristik kimia yang membedakanya dari lava pada bagian barat busur Nusa Tenggara. Menurut Hamilton dibagian barat barisan pegunungan Nusa Tenggara dibentuk pada massa Senozoic. Batuaan Volkanik didalam busur Banda dari kepulauan Nusa Tenggara yang diketahui lebih tua dari batuan pada awal miocene, ditemukan pada kedalaman 150 km dibawah zona gempa. Wilayah seismic di Jawa terbentang pada kedalaman maksimal 600 km ini merupakan indikasi dari subduksi dari sub-ocean lithosfer milik lempeng Australia.yang terletak dibawah busur Banda. Pada awal pleistosen di seberang Timor menunjukkan adanya tabrakan dari Timor dengan Alor dan Wetar, setelah semua lautan dimusnahkan oleh zona subduksi. Ukuran dari deretan kepulauan volkanik perlahan-lahan akan semakin kecil dari timur pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa , Flores, Wetar sampai ke Banda. Penurunan ini sangat terlihat nyata pada bagian timur Wetar, kemungkinan ini karena pantulan jumlah subduksi dari kerak samudra, Yang secara tidak langsung gerakannya berupa dip-slip di bagian barat Wetar dan gerakan strike-slip dibagian timurnya. Kemungkinan busur vulkanik dibagian timur wetar lebih muda dan kemungkinan busur volkanik yang asli di bagian timur Wetar telah disingkirkan oleh pinggiran batas benua Australia. Sesuai dengan teori tektonik lempeng, Nusa Tenggara dapat dibagi menjadi menjadi 4 struktur tektonik yaitu busur belakang yang terletak di laut Flores, busur dalam yang dibentuk oleh kepulauan vulkanik diantaranya Bali, Lombok, Sumbawa, Cómodo, Rinca, Flores, Andora, Solor, Lomblen, Pantar, Alor, Kambing dan Wetar. Busur volkanik luar yang dibentuk oleh kepulauan non-volkanik diantaranya Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor, dan dibagian depan busur dibagi kedalam dua bagian yaitu inner arc (busur dalam) dan outer arc (busur luar) dan bagian dalam ialah lembah yang dalam diantaranya lembah (basin) Lombok dan Sawu. B. STRATIGRAFI PULAU NUSA TENGGARA Pulau Nusa Tenggara atau dalam bahasa yang lebih lama dikenal sebagai kepulauan sunda kecil, merupakan sebuah gugusan pulau yang secara relative berada pada sebelah timur pulau jawa dan bali. Nusa Tenggara memanjang hingga di sebelah barat pulau timor, yang mana sudah menjadi Negara tersendiri. Nusa Tenggara pada dasarnya terbagi atas dua bagian, yaitu Nusa Tenggara bagian barat (NTB) dan Nusa Tenggara bagian timur (NTT). Dua bagian tersebut terintegrasi dengan Bali sehingga disebut dengan Kepulauan Sunda Kecil. Secara tarikh geologi dasar, kepulauan Sunda Kecil memiliki proses pembentukan kepulauan yang hampir sama dengan kepulauan-kepulauan lainnya yang ada di Indonesia. Namun kepulauan Sunda Kecil tersebut memiliki kekhasan dikarenakan struktur kepulauannya yang terdiri atas pulau-pulau kecil diantara Bali hingga Timor. Pada dasarnya kepulauan Sunda Kecil merupakan kepulauan hasil bentukan pergerakan lempeng Indo – Australia, yang bergerak kearah utara sehingga mendesak lempeng Eurasia atau lempeng Asia Tenggara. Akibat benturan tersebut, lantai dasar benua yang semula berada bawah rata-rata permukaan daratan, menjadi terangkat dan membentuk gugusan kepulauan Sunda Kecil khususnya Nusa
Tenggara. Sedangkan pulau-pulaunya memiliki karakteristik yang massif pada bentukan lahan vulkanik, bahkan cenderung masih aktif. Menurut Verstappen, Hal ini dikarenakan kepulauan Sunda Kecil dilewati oleh jalur pegunungan Busur Sunda (Mediteran) (Verstappen, 2013: Geomorphological Map). Nusa Tenggara merupakan kepulauan yang berada diantara bagaian timur Jawa dan kepulauan Banda. Secara fisik, Nusa Tenggara terdiri atas pulau-pulau kecil, basin, lembah, serta sungai. Berdasarkan batas relatifnya, Nusa Tenggara dapat dijabarkan sebagai berikut: Utara : Laut Flores Selatan : Samudra Hindia Barat : Jawa dan Bali Timur : Tanimbar Sehingga batas-batas Nusa Tenggara hampir keseluruhan merupakan lautan atau perairan. Hal ini yang membuat kompleksitas kondisi fisik Nusa Tenggara. Ditinjau dalam sudut pandang geologis, Nusa Tenggara terletak pada satu sistem busur Sunda-Banda yang mana juga merupakan factor utama dalam proses pembentukan rangkaian kepulauannya yang bersifat vulkanik, khususnya pegunungan vulkanik muda. Apabila menilik teori tektonik lempeng, rangkaiann pegunungan vulkanik muda Nusa Tenggara memiliki konfigurasi tepat pada zona subduksi lempeng Indo-Australia yaitu pada kerak samudra, yang mana apabila magmanya diinterpretasikan, kedalamannya dapat mencapai 165-200km. selain itu, keberadaan busur Nusa Tenggara juga sangat berpengaruh terhadap kompleksitas struktur geologi Nusa Tenggara. Sebagian besar busur yang ada di Nusa Tenggara merupakan representasi dari adanya zona subduksi lempeng Indo-Australia pada kurun waktu tersier. Terdapat setidaknya 5 sistem yang memengaruhi kompleksitas struktur geologi Nusa Tenggara, yaitu: palung belakang yang terletak di laut Flores, busur dalam yang dibentuk oleh kepulauan vulkanik diantaranya Bali, Lombok, Sumbawa, Cómodo, Rinca, Flores, Andora, Solor, Lomblen, Pantar, Alor, Kambing dan Wetar, palung antara yang membagi atas dua wilayah, yaitu NTT dan NTB, dan busur luar yang dibentuk oleh kepulauan non-volkanik diantaranya Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor, serta palung depan dibagi kedalam dua bagian yaitu inner arc (busur dalam) dan outer arc (busur luar) dan bagian dalam ialah lembah yang dalam diantaranya lembah (basin) Lombok dan Sawu. Busur vulkanik timur Nusa Tenggara merupakan busur yang berbatasan langsung dengan kerak samudra, yang mana memiliki perbedaan dengan bagian barat busur nusa tenggara berdasarkan karakteristik lavanya. Pada bagian barat pegunungan nusa tenggara merupakan kawasan pegunungan yang terbentuk pada masa senozoikum. Sedangkan batuan vulkanik yang berada dalam busur banda merupakan batuan yang berumur lebih tua daripada batuan yang berumur early miosen, yaitu pada kedalaman 150km dibawah zona gempa. Wilayah seismik jawa adalah wilayah yang terbentang pada kedalaman sekitar 600km, serta merupakan indikasi suduksi sub-ocean litosfer antara lempeng Indo-Australia yang berada dibawah busur banda. Pada early pleistosen adanya tabrakan antara timor dengan Alor dan Wetar, yang terlihat setelah laut rusak karena adanya zona subduksi pada seberang Timor.
Ukuran dari deretan kepulauan volkanik perlahan-lahan akan semakin kecil dari timur pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa , Flores, Wetar sampai ke Banda. Penurunan ini sangat terlihat nyata pada bagian timur Wetar, kemungkinan ini karena pantulan jumlah subduksi dari kerak samudra, yang mana secara tidak langsung gerakannya berupa dip-slip di bagian barat Wetar dan gerakan strike-slip dibagian timurnya. Kemungkinan busur vulkanik dibagian timur wetar lebih muda dan kemungkinan busur volkanik yang asli di bagian timur Wetar telah disingkirkan oleh pinggiran batas benua Australia.
GEOLOGI PULAU PAPUA Geologi Papua merupakan priode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada tepi Utara Kraton Australia yang pasif yang berawal pada Zaman Karbon sampai Tersier Akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh Kelompok Batu gamping New Guinea yang berumur Miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter. Pada Kala Oligosen terjadi aktivitas tektonik besar pertama di Papua,yang merupakan akibat dari tumbukan Lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada Lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisii benuamembentuk Jalur Metamorf Rouffae yang dikenal sebagai “Metamorf Dorewo”Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah terjadinya sekresi (penciutan) Lempeng Pasifik ke tas jalur malihan dan membentuk Jalur Ofiolit Papua. Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah Orogenesa Melanesia yang berawal dipertengahan Miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen Karbon-Miosen (CT), dan membentuk Jalur Aktif Papua. Kelompok Batugamping New Guinea kini terletak pada Pegunungan Tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang komplek dengan kemiringan ke arah utara,sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap ke arah selatan Orogenesa Melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah. Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cekungan molase berkembang baik ke Utara maupun Selatan. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detritus yang diendapkan di cekungan-cekungan sehingga mencapai ketebalan 3.000 - 12.000 meter. Pemetaan Regional yang dilakukan oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara dengan polayang dikenali oleh Davies (1990) di Papua Nugini. Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase kedua magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam Kelompok Kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa MelanesiaDerewo yang berumur Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-Batuan intrusi tersebut menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea, dimana endapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk seperti Tembagapura dan OK Tedi diPapua Nugini. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.Menurut Smith (1990),sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkiraakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek Tembagapura (Erstberg,Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu, Komopa, Dawagu, Mogo Mogo Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, SobaTagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara didaerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute.