Geographical Aspect To Shipyard Labour Productivity

  • Uploaded by: Bag's
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Geographical Aspect To Shipyard Labour Productivity as PDF for free.

More details

  • Words: 3,485
  • Pages: 7
Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3 2006 Surabaya, 29 Juli 2006

© Lab E&PSK-TI-FTI-ITS-2006 ISBN : 979-545-040-9

Aspek Geografis pada Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Galangan Kapal Indonesia Bagiyo Suwasono1, Sjarief Widjaja2, Achmad Zubaydi2 and Zaed Yuliadi2 1. Graduate Student, Faculty of Ocean Technology, Sepuluh Nopember Institute of Technology (ITS) 2. Lecturer, Faculty of Ocean Technology, Sepuluh Nopember Institute of Technology (ITS) ABSTRAK Sebagai negara berkembang, Indonesia telah mampu menyerahkan kapal-kapal kepada pemilik kapal asing yang dilaksanakan oleh salah satu galangan kapal Indonesia. Untuk mendukung kekuatan daya saing global, galangan kapal selalu berusaha meningkatkan produktivitas, pemeliharaan kesehatan dan keselamatan para pekerja. Sebagai konsekuensinya, sistem pembangunan kapal seharusnya berorientasi kepada keseimbangan interaksi antara manusia dan lingkungan alamnya. Studi mengusulkan model spesifikasi diagram alur dari screw management model (SMM). Model tersebut adalah bentuk perbaikan produktivitas tenaga kerja sebagai daya saing galangan kapal yang mana dipengaruhi oleh aspek-aspek geografis, jenis pekerjaan dan budaya perusahaan. Hasil menunjukkan bahwa aspek geografis adalah konstruk eksogen dengan tiga dimensi yang meliputi: iklim kerja (IKL = λx5GI + δ5), kebisingan dan getaran (TKG = λx6GI + δ6), serta cahaya (TCH =λx7GI + δ7). Dimensi ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja pada galangan kapal Indonesia. Kata kunci: aspek geografis, produktivitas tenaga kerja, galangan kapal Indonesia ABSTRACT As a development country, Indonesia has been able to deliver vessels to foreign ship owners which are completed by one of the Indonesian shipyard. To support strength of global competitiveness, the shipyard always tries to improve productivity, conservancy of safety and health all worker. As its consequence, the shipbuilding system should be oriented to the equilibrium of interaction between human being and his natural environment. The study proposes the specification model of path diagram from the screw management model (SMM). The mentioned model is an improvement form of labour productivity as shipyard competitiveness which is influenced by geographical, work type and corporate culture aspects. The result shows that the geographical aspect is exogenous construct with three dimensions, include: climate of work (IKL = λx5GI + δ5), vibration and noise (TKG = λx6GI + δ6), and also light (TCH = λx7GI + δ7). This dimension will influence to the level of labour productivity at Indonesian shipyards. Keywords: geographical aspect, labour productivity, Indonesian shipyards

H 06 – 1

Bagiyo Suwasono, Sjarief Widjaja, Achmad Zubaydi dan Zaed Yuliadi

I. PENDAHULUAN Mekanika bisnis operasi industri galangan kapal Indonesia terdiri dari faktor internal produksi (produk, fasilitas, teknologi, material, energi, manusia, organisasi & sistem, metode kerja, dan manajemen) dan faktor eksternal produksi (sumberdaya alam, kebijakan pemerintah, dan kondisi politik, sosial, ekonomi & Hankam) dalam proses pembangunan kapal. Industri galangan kapal Indonesia akan berupaya secara kontinue dan berkelanjutan untuk meningkatkan produktivitas kerja yang berdampak pada kecepatan proses dan mutu pembangunan kapal, harga yang lebih kompetitif dan mengurangi adanya kerja ulang serta timbulnya barang sisa proses produksi. Di sisi yang lain, produktivitas merupakan akar penentu tingkat daya saing, baik pada level individu, perusahaan, industri maupun pada level negara. Produktivitas sendiri merupakan sumber standar hidup dan sumber pendapatan individual maupun perkapita. Di sisi yang lain, daya saing sendiri pada dasarnya adalah kemampuan untuk menciptakan suatu tingkat kemakmuran [9]. Sedangkan definisi daya saing merupakan tingkat kemampuan suatu negara menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan tuntutan pasar internasional dan bersamaan dengan itu kemampuan menciptakan suatu kesejahteraan berkelanjutan bagi warga negara. Jadi terdapat hubungan yang sejalan antara tingkat produktivitas dengan tingkat daya saing [8]. Dalam rangka meningkatkan kekuatan daya saing internasional, setiap galangan kapal akan mengurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan pembangunan kapal. Sejak saat itu, setiap galangan kapal secara akselerasi melakukan pengukuran untuk rasionalisasi ke arah peningkatan produktivitas, seperti otomatisasi dan komputerisasi. Galangan kapal Jepang dan Korea Selatan secara signifikan melakukan pemotongan biaya-biaya untuk material pembangunan kapal dan biaya tenaga kerja [6]. Hasil observasi pada salah galangan kapal besar di Jepang untuk pembangunan sebuah kapal 100.000 dwt single-hull tanker menunjukkan bahwa untuk posisi pengelasan datar sebesar 78%, vertikal 15% dan atas kepala 5%. Metode pengelasan dengan CO2 semi otomatis 50%, gravitasi 20% dan sisanya pengelasan otomatis, manual, robot, submerged arc serta electro-gas. Sedangkan pengembangan biomekanik dan ergonomi dengan virtual human model menunjukkan posisi berdiri dari seorang pekerja las akan lebih baik untuk kesehatan daripada posisi jongkok [7]. Oleh karena itu wujud kongkrit dari kondisi geografis terhadap galangan kapal Indonesia adalah munculnya interaksi pekerja las dengan lingkungannya dalam konteks determinasi lingkungan alam Indonesia. Penelitian ini bertujuan menjelaskan aspek geografis sebagai salah satu faktor penting dalam mendorong peningkatan laju produktivitas sebagai daya saing galangan kapal Indonesia. Hasil akhir akan diperoleh suatu model spesifikasi diagram alur dari “screw management model (SMM)” yang menjelaskan adanya hubungan kausal aspek geografis yang dibentuk dari iklim kerja, kebisingan dan getaran serta cahaya terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing galangan kapal Indonesia. II. DASAR TEORI A. Hubungan Manusia dan Lingkungan Ilmu geografi manusia-lingkungan menjelaskan bahwa selama masa determinisme lingkungan, geografi bukan merupakan ilmu tentang hubungan keruangan, tetapi tentang bagaimana manusia dan lingkungannya berinteraksi [17]. Manusia mampu melaksanakan kegiatan dengan hasil yang optimal, apabila ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan, khususnya lingkungan kerja, meliputi: (1) iklim kerja (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara, dan suhu radiasi), (2) kebisingan dan getaran, dan (3) cahaya [11]. 1. Iklim Kerja Secara astronomis Indonesia terletak di daerah iklim tropik basah dengan suhu udara di dataran rendah berkisar antara 23 – 28 ºC sepanjang tahun dan mendekati 40 ºC pada musim kemarau [18]. Oleh karena itu nilai ambang batas iklim kerja (panas) dengan indeks suhu basah dan bola (ISBB) tidak diperkenankan melebihi dari (1) beban kerja ringan: 30 ºC dengan kalori 100 – 200 kilo kalori/jam, (2) beban kerja sedang: 26,7 ºC dengan kalori 200 – 350 kilo kalori/jam, (3) beban kerja berat: 25 ºC dengan kalori 350 – 500 kilo kalori/jam [12]. Sedangkan mekanisme pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan dapat terjadi melalui konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi, Cara konveksi dan evaporasi memegang H 06 - 2

Aspek Geografis pada Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Galangan Kapal Indonesia

peranan penting dalam pengeluaran panas tubuh. Seseorang tetap sehat pada pertahanan suhu tubuh yang stabil (core temperature) sekitar 370 C dan kondisi ini diatur oleh kulit tubuh dan kelenjar keringat. Pengendalian iklim kerja secara teknik dapat dilakukan dengan isolasi sumber panas, pelindung, pendinginan setempat atau ventilasi umum, sedangkan pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat, pengadaan air minum, aklitimasi, pemeriksaan kesehatan dan seleksi tenaga kerja [10]. 2. Kebisingan dan Getaran Kebisingan ditentukan oleh tiga unsur bunyi yaitu: (1) tingkat bunyi, (2) nyaring bunyi, dan (3) pantulan dan serapan bunyi. Kebisingan tergantung pada kebiasaan masing-masing yang disebut sebagai bunyi ambang, yaitu: kebisingan yang biasa dalam suatu ruangan dan berasal dari bermacam-macam sumber bunyi serta sudah terbiasa pada kita, sehingga kita tidak merasa terganggu olehnya. Suatu kebisingan mengganggu ataupun tidak tergantung dari pikiran dan keinginan dari pendengarnya. Namun walaupun terbiasa dengan suatu kebisingan, hal ini dapat mengakibatkan kerugian fisik maupun psikis [3]. Oleh karena itu nilai ambang batas untuk kebisingan adalah sebesar 85 dB(A) dan getaran sebesar 4 m/det2 [12]. Sedangkan tempat kerja yang bising dan penuh getaran bisa menganggu pendengaran dan keseimbangan para pekerja. Masalah gangguan ini perlu lebih diperhatikan untuk menghindari kecelakaan penyakit akibat kerja. Dalam penelitian pada pengemudi bajaj memiliki rata-rata intensitas kebisingan mencapai 90 dB(A) dengan intensitas minimum 64 dB(A) dan maksimum 96 dB(A). Sedangkan rata-rata akselerasi getaran mencapai 4,2 m/det2. Hal ini menyebabkan 17,14% terganggu pendengaran, 27,71% terganggu keseimbangan, dan 27,71% terganggu keduanya sekaligus. Gangguan keseimbangan dan pendengaran juga dipengaruhi oleh faktor usia lebih dari 40 tahun, masa kerja lebih dari 9 tahun, jam kerja per hari lebih dari 8 jam, bekas perokok berat dan kegemukan. Padahal gangguan ini menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa dengan proporsi 35%. Sedangkan di berbagai industri di Indonesia angka ini berkisar antara 30 – 50% [2]. 3. Cahaya Fungsi utama penerangan di tempat kerja adalah untuk menerangi obyek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas akan dapat meningkat. Penerangan di tempat kerja dengan intensitas rendah akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Penerangan dengan intensitas kuat akan menimbulkan kesilauan. Faktor-faktor yang menentukan baik buruknya penerangan di tempat kerja, meliputi: ukuran obyek, derajat kontras antara obyek dengan sekitarnya, tingkat iluminasi, dan distribusi serta arah cahaya. Sedangkan sumber penerangan yang digunakan ada dua jenis, yaitu: penerangan alami (bersumber dari cahaya matahari) dan penerangan buatan (bersumber dari cahaya lampu). Oleh karena itu penerangan alami di tempat kerja harus diupayakan diterapkan, sedangkan penerangan buatan sebagai penunjang pelengkap jika sumber penerangan alami tidak mencukupi kebutuhan [10]. Pada daerah tropis, cahaya matahari merupakan potensi besar untuk penerangan ruang, yang dalam hal ini harus diperhatikan adalah terang langit dan radiasi panasnya. Standar terang langit minimal (untuk kegiatan kerja seperti mengetik, menghitung dengan kalkulator dan lain- lain) adalah 3000 lux12, dengan day light faktor (perbandingan terang langit di dalam dan di luar ruang) sebesar 4%. Pencahayaan alami ini sering berubah-ubah kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu untuk kasus ruang tertentu cahaya alami mempunyai keterbatasan untuk masuk, dan keterbatasan pemerataan kuat penerangan dalam ruang, sehingga pencahayaan buatan merupakan suatu hal yang mutlak [3]. B. Produktivitas Istilah “produktivitas” yang seringkali membingungkan dengan istilah “produksi”, dimana produksi terkait dengan aktivitas memproduksi barang-barang dan atau jasa, sedangkan produktivitas terkait dengan efisiensi utilisasi sumberdaya (masukan) dan efektivitas kerja dalam menghasilkan barang dan atau jasa (keluaran). Jika dipandang dari sudut kuantitatif, produksi merupakan suatu kegiatan yang menghasilkan bentuk barang dan atau jasa dengan sejumlah keluaran yang diharapkan [14]. Ada dua faktor penting dalam membandingkan industri kapal dengan industri manufaktur pada H 06 – 3

Bagiyo Suwasono, Sjarief Widjaja, Achmad Zubaydi dan Zaed Yuliadi

umumnya, yaitu: (1) nilai produksi akan bervariasi dari waktu ke waktu menurut tahap penyelesaian, (2) estimasi biaya kapal yang tidak selalu tepat dan sebagai suatu proses konstruksi, nilai produksi harus disesuaikan dengan model pembangunan kapal yang mencerminkan pengaruhnya terhadap total biaya nilai produksi yang selalu berubah dari waktu ke waktu [13]. Pentingnya produktivitas dalam industri manufaktur maupun industri kapal akan memunculkan berbagai definisi dan studi pengukuran produktivitas. Kajian produktivitas untuk industri manufaktur diwakili oleh Sumanth (1985) dan Asian Productivity Organization (2004). Sedangkan pengukuran produktivitas pada industi kapal diwakili oleh Storch, Clark & Lamb (1995), Nagatsuka (2000), dan Lamb & Hellesoy (2002). Penjelasan rinci tentang definisi dan studi produktivitas dapat dilihat pada Proseding Seminar Nasional Kelautan II yang dilaksanakan oleh Universitas Hang Tuah [16]. III. USULAN MODEL SPESIFIKASI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA A. Pengembangan Model Teoritis Berdasarkan ilmu geografi manusia-lingkungan dan kaitan antara manusia dengan lingkungan kerjanya dapat dipandang sebagai sebuah aspek geografis yang mempunyai pengaruh terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja galangan kapal Indonesia. Dengan melakukan beberapa kajian teori yang telah ada, maka diperoleh suatu justifikasi sebagai berikut: 1. Lokasi galangan kapal di Indonesia sebagian besar terletak di tepi pantai yang memiliki dataran rendah akan dipengaruhi oleh iklim tropis basah dengan suhu udara berkisar 23 – 40 ºC. Dengan memperhatikan kestabilan suhu tubuh manusia yang berkisar 37 ºC, nilai ambanng batas iklim kerja dan mekanisme pertukaran panas dengan lingkungan alamnya, maka pengendalian iklim kerja dapat dilaksanakan secara teknis maupun administratif dengan melihat beban kerja. Pengendalian iklim kerja secara teknik dilakukan dengan pemasangan pelindung panas dan ventilasi blower, sedangkan pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan pengaturan waktu kerja, istirahat kerja dan pengadaan air minum. 2. Industri galangan kapal merupakan industri berat, maka pengaruh intensitas kebisingan dan getaran di tempat kerja yang mendekati atau melebihi nilai ambang batas perlu lebih mendapatkan perhatian. Masalah tempat kerja yang bising dan penuh getaran akan menganggu pendengaran dan keseimbangan para pekerja, dimana masalah ini pada berbagai industri di Indonesia menempati posisi angka 30 – 50%. 3. Dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang beriklim tropis dan aktivitas pembangunan kapal, maka cahaya matahari merupakan potensi besar untuk penerangan di tempat kerja, namun yang harus diperhatikan adalah terang langit dan radiasi panasnya. Sedangkan intensitas pencahayaan alami yang sering berubah-ubah dari segi kualitas maupun kuantitasnya, maka fasilitas penerangan buatan sangat diperlukan sebagai penunjang pelengkap jika sumber pencahayaan alami tidak mencukupi kebutuhan. 4. Adanya perbedaan mendasar tentang produktivitas yang diterapkan untuk industri manufaktur maupun industri kapal. Pengukuran produktivitas pada industri manufaktur cenderung menggunakan total produktivitas yang merupakan rasio keluaran yang dihasilkan dengan masukan yang digunakan. Sedangkan industri kapal cenderung menggunakan produktivitas parsial yang merupakan rasio masukan jam orang yang digunakan dengan keluaran yang dihasilkan berupa ton material baja (manhours per compensated gross ton atau MH/CGT) atau sebaliknya. 5. Secara teoritis dari aspek geografis ada dugaan sementara bahwa semakin kuat hubungan manusia dengan lingkungannya, maka semakin besar pula pengaruh peningkatan produktivitas tenaga kerja terhadap laju produktivitas sebagai daya saing galangan kapal Indonesia. Dengan didasarkan pada beberapa justifikasi teori di atas dan usulan mekanika bisnis kapal dan pengukuran produktivitas tenaga kerja galangan kapal Indonesia [15] serta usulan pengaruh aspek budaya terhadap peningkatan produktivitas [16], maka dikembangkan suatu model spesifikasi diagram alur dari screw management model (SMM) dengan teknik estimasi menggunakan metode structural equation modeling (SEM).

H 06 - 4

Aspek Geografis pada Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Galangan Kapal Indonesia

B. Pengembangan Diagram Alur Secara filosofi, screw management model (SMM) pada Gambar 1 menunjukkan bahwa peningkatan laju produktivitas sebagai daya saing galangan kapal Indonesia akan dipengaruhi oleh keseimbangan putaran baling-baling, dimana sumberdaya manusia sebagai pusat penggerak dan pendorong bagi sumberdaya yang lain, seperti mesin produksi, material, metode produksi dan penggunaan teknologi. Kecepatan putaran baling-baling akan dipengaruhi oleh tingkat produktivitas tenaga kerja yang terbentuk dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal dibentuk dari tingkat pendidikan, usia produktif, lama masa kerja, dampak ergonomi dan tingkat motivasi, sedangkan faktor eksternal dibentuk dari aspek budaya perusahaan, geografis dan jenis pekerjaan. Untuk menjelaskan hal itu dikembangkan suatu model spesifikasi diagram alur seperti pada Gambar 2. LAJU PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA  DAYA SAING GALANGAN KAPAL Kebisingan & Getaran

Nilai-nilai Dasar

Iklim Kerja

BUDAYA PERUSAHAAN

GEOGRAFIS

Cahaya

Penyesuaian Diri MACHINE

Pencapaian Tugas

MAN

Pendidikan Usia MATERIAL

Peralatan Produktivitas

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

Masa Kerja Ergonomi

METHOD

TEKNOLOGI

JENIS PEKERJAAN

Praktek-praktek Organisasi

Motivasi

Gambar 1. Screw Management Model Harga Kompetitif

Topologi Nilai-nilai Dasar

Topologi Praktek Organisasi Aspek Budaya Perusahaan

Kecepatan Proses Mutu Pembangunan

Daya saing Galangan Kapal Aspek Jenis Pekerjaan

Interaksi Penyesuaian Diri

Produktivitas Tenaga Kerja

Interaksi Pencapaian Tugas

Iklim Kerja

Kerja Ulang Barang sisa

Tingkat Motivasi

Dampak Ergonomi

Aspek Geografis

Lama Masa Kerja Kebisingan & Getaran Tingkat Pendidikan

Cahaya

Usia Produktif

Catatan: Hubungan kausal antar konstruk Hubungan korelasi antar konstruk

Variabel terobservasi (variabel indikator) Variabel tidak terobservasi (variabel latent)

Gambar 2. Model Spesifikasi Diagram Alur

Konstruk-konstruk yang dibangun dalam diagram alur seperti pada Gambar 2 dapat dibedakan menjadi dua konstruk, yaitu: konstruk eksogen dan konstruk endogen. • Konstruk eksogen dikenal juga sebagai source variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model. Konstruk eksogen dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Dalam diagram di atas untuk konstruks eksogen adalah budaya perusahaan, geografis Indonesia dan jenis pekerjaan. • Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya. Dalam

H 06 – 5

Bagiyo Suwasono, Sjarief Widjaja, Achmad Zubaydi dan Zaed Yuliadi

diagram di atas untuk konstruk endogen adalah produktivitas tenaga kerja dan daya saing galangan kapal. Sedangkan konversi diagram alur untuk menjadi suatu model persamaan dapat diuraikan dalam tiga bagian, yaitu: • Model persamaan konstruk eksogen (exogenous constructs) o Budaya perusahaan (BP): TND = λx1BP + δ1 (topologi nilai-nilai dasar) TPO = λx2BP + δ2 (topologi praktek-praktek organisasi) (interaksi penyesuaian diri) IPD = λx3BP + δ3 IPT = λx4BP + δ4 (interaksi pencapaian tugas) o Geografis Indonesia (GI): (iklim kerja) IKL = λx5GI + δ5 TKG = λx6GI + δ6 (tingkat kebisingan dan getaran) TCH = λx7GI + δ7 (tingkat cahaya) o Jenis pekerjaan (JP) tidak memerlukan model pengukuran karena konstruk hanya sebuah variabel terobservasi. • Model persamaam konstruk endogen (endogenous constructs) o Produktivitas tenaga kerja (PK) TP = λy1PK + ε1 (tingkat pendidikan) (usia produktif) UP = λy2PK + ε2 LMK = λy3PK + ε3 (lama masa kerja) y ERG = λ 4PK + ε4 (dampak ergonomi) MTV = λy5PK + ε5 (tingkat motivasi) o Daya saing galangan kapal (DS) HK = λy6DS + ε6 (harga kompetitif) (kecepatan proses dan mutu bangunan) PM = λy7DS + ε7 (tingkat kerja ulang dan barang sisa) RW = λy8DS + ε8 • Model persamaan struktural (structural equations) PK = γ11BP + γ12GI + γ13JP + ζ1 (produktivitas tenaga kerja) DS = β21PK + γ21BP + ζ2 (daya saing galangan kapal) Catatan: Lamda – x (λx) = faktor pembebanan yang menunjukkan hubungan x dengan variabel eksogen Lamda – y (λy) = faktor pembebanan yang menunjukkan hubungan y dengan variabel endogen Delta (δ) = ragam galat dalam model pengukuran indikator x pada variabel eksogen Epsilon (ε) = ragam galat dalam model pengukuran indikator y pada variabel endogen Gamma (γ) = koefisien yang mengukur hubungan antara variabel endogen dengan variabel eksogen Beta (β) = koefisien yang mengukur hubungan antar variabel endogen Zeta (ζ) = varian peubah yang tidak terjelaskan dalam model

Sebagai data input dalam structural equation modeling (SEM) direkomendasikan menggunakan matriks covarians karena lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas pada sampel yang berbeda, sedangkan ukuran sampel yang sesuai antara 100 – 200 untuk metode estimasi maximum likelihood atau ML [4]. Sedangkan teknik estimasi dalam SEM akan menggunakan aplikasi program LISREL/AMOS. IV. KESIMPULAN Galangan kapal Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropis basah dengan suhu udara berkisar pada 23 – 40 ºC. Pengendalian iklim kerja dapat dilaksanakan secara teknis maupun administratif dengan melihat beban kerja. Di sisi yang lain cahaya matahari merupakan potensi besar untuk penerangan di tempat kerja dengan memperhatikan terang langit dan radiasi panasnya. Sedangkan gangguan keseimbangan dan pendengaran akibat kebisingan maupun getaran di galangan kapal Indonesia perlu mendapatkan perhatian. Pengukuran produktivitas pada industri kapal lebih sesuai menggunakan produktivitas parsial yang merupakan rasio masukan jam orang yang digunakan dengan keluaran yang dihasilkan berupa ton material baja (compensated gross ton atau CGT) atau sebaliknya. H 06 - 6

Aspek Geografis pada Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Galangan Kapal Indonesia

Model spesifikasi diagram alur dalam screw management model (SMM) untuk aspek geografis Indonesia merupakan konstruk eksogen dengan tiga dimensi, meliputi: iklim kerja (IKL = λx5GI + δ5), tingkat kebisingan dan getaran (TKG = λx6GI + δ6) serta tingkat cahaya (TCH = λx7GI + δ7). Dimensi ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja pada galangan kapal Indonesia. Hasil penelitian ini akan dilanjutkan pada data kovarians dan aplikasi program LISREL/AMOS serta pengaruh aspek jenis pekerjaan terhadap produktivitas tenaga kerja galangan kapal Indonesia. V. DAFTAR PUSTAKA [1] APO, (2004). Achieving Higher Productivity Through Green Productivity, Asian Productivity Organization, Training Manual-Participant’s Handbook. [2] Bashiruddin, J., (2002). Pengaruh Bising dan Getaran pada Kesimbangan dan Pendengaran, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta. [3] Eddy, F., (2004). Pengaruh Pengkondisian Udara, Pencahayaan, Dan Pengendalian Kebisingan Pada Perancangan Ruang Dan Bangunan, Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. [4] Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L. & Black, W.C., (1995). Multivariate Data Analysis, Fourth ed., Prentice Hall, New Jersey. [5] Lamb, T., & Hellesoy, A., (2002). “A Shipbuilding Productivity Predictor”, Journal of Ship Production, Vol. 18, No. 2, pp. 79 – 85. [6] Nagatsuka, S., (2000). Study of the Productivity of Japan and South Korea’s Shipbuilding Yards Based on Statistical Data, Japan Maritime Research Institute (JAMRI), The Manufacturing Technology (MANTECH) Program and National Shipbuilding Research Program (NSRP). [7] Okumoto, Y, (2002). “Study of Workability and Safety of Welding Using Virtual Human Model”, Journal of Ship Production, Vol. 18, No. 1, pp. 47 – 53. [8] Pilat D., (1996). Labour Productivity Levels in OECD Countries: Estimates for Manufacturing and Selected Service Sector, Organization for Economic Co-Operation and Development, Paris. [9] Porter, M., (1998). Competitive Advantage Creating and Sustaining Superior Performance, SimonSays.com. Storch, R,, Clark, J. & Lamb, T., 1995, Requirement and Assessments for Global Shipbuilding Competitiveness, NSRP. [10] Santosa, G., (2004). Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, Cetakan pertama, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. [11] Sedarmayanti, (1996). Tata Kerja dan Produktivitas Kerja: Suatu Tinjauan dari Aspek Ergonomi atau Kaitan Antara Manusia dengan Lingkungan Kerjanya, Cetakan I, Penerbit Mandar Maju, Bandung. [12] SNI, (2003). Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran Tangan-Lengan dan Radiasi Sinar Ultra Ungu di Tempat Kerja, Subpanitia Teknis K3, Badan Standardisasi Nasional, Indonesia. [13] Storch, R,, Clark, J. & Lamb, T., 1995, Requirement and Assessments for Global Shipbuilding Competitiveness, NSRP. [14] Sumanth, D. J., (1985). Productivity Engineering and Management, McGraw-Hill, Inc., USA. [15] Suwasono, B., Widjaja, S., Zubaydi, A., & Yuliadi, Z., (2005). “Eksplorasi Aspek-Aspek Produktivitas Tenaga Kerja pada Galangan Kapal di Indonesia”, Prosiding Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan V, Fakultas Teknologi Kelautan – ITS dan Komunitas Migas Indonesia (KMI) Jatim. [16] Suwasono, B., Widjaja, S., Zubaydi, A., & Yuliadi, Z., (2006). “Aspek Budaya Perusahaan Dalam Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja pada Galangan Kapal di Indonesia”, Prosiding Seminar Nasional Kelautan II, Universitas Hang Tuah, Surabaya. [17] Wikipedia (2006). Geografis, halaman ini terakhir diubah pada 10:10, 5 April 2006, http://id.wikipedia.org/wiki/Geografis. [18] Wikipedia (2006). Geografis Indonesia, halaman ini terakhir diubah pada 07:22, 18 April 2006, http://id.wikipedia.org/wiki/Geografis_Indonesia.

H 06 – 7

Related Documents