Gender Dalam Persfektif Islam.docx

  • Uploaded by: Tata Ewy
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gender Dalam Persfektif Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,865
  • Pages: 17
GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM NORI OKTADEWI ([email protected]/082177166640) MIHI UMY Abstract Kesenjangan Gender dikehidupan publik merupakan tantangan global yang terus dihadapi oleh masyarakat dunia Hingga abad ke 21. Meskipun telah ada konvensi hak perempuan yang di buat pada tahun 1953, serta deklarasi tentang hak-hak perempuan atau Peghapusan segala bentuk Diskrimnasi terhadap Perempuan (CEDAW) ditahun 1979. Namun ketidak setaraan gender tetap ada. Bias gender dalam perspektif Islam terjadi karena dipengaruhi oleh buday patriarki dan salah penafsiran dalam ayat-ayat Al-Qur’an, namun Islam tidak pernah mebedakan lakilaki dan perempuan karena Islam mempunyai prinsip keadilan dimana hal ini dapat dilihat dari QS. Al-Hujarat 13. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Penelitian ini berbentuk penelitian deskripsi yang bersifat kualitatif, dimana akan menggambarkan gambaran secara umum tentang gender dalam padangan Islam, serta cara membangun gender dikehidupan public. Penelitian ini menyajikan data dari beberapa buku, artikel, jurnal, tulisan Dosen, website dan koran yang terkait dengan masalah ini. Analisis data menggunakan konten analisis. Hasil dari penelitian ini adalah adanya bias gender dalam perspektif Islam karena adanya penafsiran ayat Al-Qur’an dan Hadits, namun pada kenyataanya Islam tidak perah membedakan kaum mayoritas dan minoritas, karena banyak ayat yang mengacu pada prinsip-prinsip keadilan, dan menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan setara dihadapan tuhan. Untuk membangun ketaraan gender dalam kehidupan public dengan cara menghilangkan perspektif tentang patriarki, perlu adanya aktivis yang mendukung perempuan, penegakan hukum tentang hak-hak perempuan serta perlunya penafsiran ulang tentang ayat-ayat suci Al-Qur’an dan jika menafsirkan Al-Qur’an harus dilihat dari semua surat jangan hanya menafsirkan 1 ayat.

Key Word : Gender, Islam, Al-Qur’an, Hadits, PBB, CEDAW, Diskriminasi

PENGANATAR Konsep Gender pada abad ke 21 ini menjadi perbincangan hangat dalam ruang lingkup akademis Barat terutama dalam Hubungan International, karena ketidak kesetaraan gender merupakan bentuk suatu diskriminasi terhadap suatu kelompok/ perempuan. Dalam pandangan Barat, biasanya istilah Gender sering di artikan sebagai perbedaan anatar lelaki dan perempuan dimana hal ini adalah hasil dari konstruksi social budaya. Dimana merujuk pada sifat maskulin dan feminism yang telah di pengaruhi oleh kebudayaan, simbolik, stereotaip dan pengenalan diri. Gender adalah pandangan atau keyakinan yang dibangun oleh masyarakat tentang bagaimana seharusnya laki-laki atau perenmpuan berpikir dan bertingkah laku.

1

Sehingga pada saat ini

Gender sering menjadi perbincangan dalam analisis sebuah study untuk memahami realitas social yang berkaitan dengan perempuan dan laki-laki, dan gender sering di analisis dengan berbagai perspektif social, ekonomi, budaya bahkan agama. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun sunnah Nabi yang merupakan sumber utama ajaran Islam yang terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia baik pada zaman dahulu maupun zaman sekrang dan yang akan datang. Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah nilai-nilai tentang nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanyanya perbedaan atau dikriminasi diantara umat manusia.2 Namun dalam Islam pun ada bias kesetaraan gender dimana banyak ahli tafsir Al-Qur’an yang salah mengartikan isi ayat AlQur’an. Pada dasarnya didalam Al-Qur’an itu sendiri tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, malah meberikan prinsif-prinsif kesetaraan gender yaitu mempersamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sbagai hamba ( abid) , laki-laki diciftakan dari unsur yang sama, adam dan hawa sama-sama bersalah ketika di jatuhkan kebumi, sama-sama berpotensi meraih prestasi dibumi dan mecapai ridha Allah baik didunia dan akhirat. Ayat-ayat gender sendiri turun secara sistematis didalam suatu lingkup budaya yang serat dengan ketimpangan peran gender.3 Dengan dipandu oleh seorang nabi dan rasul makan implementasi ayat-ayat gender dapat disosialisasikan dalam waktu yang relative Cepat. Padahal dalam era Nabi 1

www.politik.lipi.go.id Hj. Mursyidah Thahir (ed). 2000. Pemikiran Islam Tetang Pemberdayaan Perempuan. Jakarta : PP Muslimat NU kerjasama dengan Logo Wacana Ilmu. Hal 21 3 Konsep kesetaraan gender menurut perspektif islam www.e-dokumen.kemenag.go.id 2

Muhammad, beliau menyaksikan kemerdekaan kaum perempuan yang tidak pernah dialami oleh kaum perempuan sekarang, seperti menikmati ruang public, memmperoleh hak warisan, hak untuk menuntut talak lain nya.4 Dalam pandangan umum menyatakan bahwa Islam tidak memberikan perbedaan terhadap laki-laki dan perempuan. Dapat dilihat dari Surat Al-Hujarat ayat 13 yang artinya :5 ”wahai manusia, sesunggunya kami telah menciftakan kalian kalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha mengabari”. Selain ayat diatas adapun ayat yang menyatakan tentang Amal dan prestasi laki-laki dan perempuan di akui oleh Tuhan yaitu yang tercantum dalam QS. Ali-Imran/ 31:95, keduanya sama-sama berpotensi untuk memperoleh kehidupan yang layak terdapat dalam QS An-Nahl/ 16:97 dan keduanya mempunyai potensi yang sama untuk masuk syurga juga terdapat dalam QS. Mu’min/ 40:40. Sehingga dari beberapa ayat di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kapasitas manusia sebagai hamba, dengan arti lain perempuan dan laki-laki mempunyai peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal, Allah mengukur seseorang dilihat dari ketaqwaanya. Oleh karena itu untuk mencapai derajat yang muttaqin, tidak ada perbedaan antara jenis kelamin, warna kulit, ras, suku bangsa atau etnis terntu. Isu gender dalam perspektif Islam merupakan isu yang sangat menarik untuk dibicarakan dikalangan akademis, banyak hal yang dapat di pelajari dan digali untuk mengetahui nilai-nilai serta kandungan dibalik isu yang berkembang lewat perspektif Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Ketika isu gender di angkat yang timbul pada benak masyarakat adalah dikriminasi terhadap wanita dang penghilang hak-hak terhadap wanita, sehingga dengan hal ini

4 5

Umar, Nasarudin. 2001. Seri Disertasi : Argument Kesetaraan Gender. Jakarta : PT. Sapdodadi Aplikasi Al-Qur’an dan terjemah

gender diperjuangkan oleh beberapa kalangan baik dalam kalangan akademis maupun kalangan yang menganggap bahwa islam adalah agama yag memicu kehadiran isu gender didunia.6 STUDY PUSTKA Dalam membahas tentang Konsep Gender dalam Al-Qur’an maka penulis melakukan review terhadap beberapa buku atau jurnal. Buku pertama yaitu buku yabg berjudul Agrumen Kesetaraan Gender perspektif AlQur’an ditulis oleh Dr. Nasarudin Umar, MA. Didalam buku ini menjelakan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan tidak bisa dikaji dengan cara biologis saja, namun perbedaan antara laki-laki dan perempuan juga perlu dikaji secara non-biologis. Telah diketahui oleh banyak orang bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan selalu dilihat dari fisiknya saja, sehingga banyak orang menarik kesimpulan yang diperoleh dari pandangan tersebut menjai salah satu faktor penyebab timbulnya ketimpangan peran gender didalam masyarakat. Padahal gender tidak mesti dan tidak semata-mata ditentukan oleh fisik, namun fisik itu sendiri juga membuat beban terhadap gender. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan

didalam masyarakat dibahas

didalam berbagai teori, yang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua teori. Yang pertama adalah perbedaan laki-laki dan perempuan di tentukan oleh faktor nature biologis, dimana laki-laki dianggap lebih kuat, lebih produktif dan potensial dari perempuan, sehingga masyarakat mengaggap wanita hanya bertugas dirumah. Dan teori kedua mengatakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan disebabkan oleh faktor budaya, dimana kekuasaan di turun temurunkan pada laki-laki.Sehingga dari dua pemahaman ini menjadi perdebatan panjang. Adapun kesalahan berbagai orang dalam menafsikan isi dari kitab suci, yaitu mereka menagatakan bahwa Penciftaan perempuan (Hawa) untuk melengkapi kebutuhan laki-laki, perempuan di ciftakan oleh tulang rusuk laki-laki dan terakhir perempuan menyebabkan manusia jatuh kebumi dari syurga. Sehingga membentuk persepsi bahwa perempuan itu snediri adalah pembuat dosa dan tidak pantas untuk disejajarkan, padahal di dalam Al-Qur’an tidak mebceritakan kronologis mengenai asal usul dan proses penciftaan laki-laki dan perempuan dan tidak membagi peranan laki-laki dan perempuan, dalam hal ini juga bukan berarti Al-Qur’an tidak mengetahui tentang gender namun perspektif gender dalam Al-Qur’an adalah mengacu 6

Mansour Fakih, dkk. Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam (cet. III : Surabaya : Risalah Gusti, 2006, h. 11

kepada semangat dan nilai-nilai universal, dan adanya pemahaman bahwa konsep-konsep islam banyak memihak pada gender laki-laki belum tentu mewakili subtansi dari ajaran Islam. Adapun beberapa Isi ayat Al-Qur’an itu sendiri menjelaskan bahwa mempersilahkan kepada kecerdasan-kecerdasan manusia dalam menata pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, meskipun tidaks secara rinci namun memberikan isyarat bahwa adanya kewenangan manusia untuk menggunakan hak-hak kebebasan dalam memilih pola pembagian peran laki-laki dan perempuan yang saling menguntungkan. Dan didalam Al-Qur’an itu sendiri tidak membedabedakan antara laki-laki dan perempuan, malah meberikan prinsif-prinsif kesetaraan gender yaitu mempersamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sbagai hamba ( abid) , laki-laki diciftakan dari unsure yang sama, adam dan hawa sama-sama bersalah ketika di jatuhkan kebumi, samasama berpotensi meraih prestasi dibumi dan mecapai ridha Allah baik didunia dan akhirat. Ayatayat gender sendiri turun secara sistematis didalam suatu lingkup budaya yang serat dengan ketimpangan peran gender. Dengan dipandu oleh seorang nabi dan rasul makan implementasi ayat-ayat gender dapat disosialisasikan dalam waktu yang relative Cepat . Padahal dalam era Nabi Muhammad,

beliau menyaksikan kemerdekaan kaum perempuan yang tidak pernah

dialami oleh kaum perempuan sekarang, seperti menikmati ruang public, memmperoleh hak warisan, hak untuk menuntut talak lain nya. Menurut Asghar Ali Engineer, ada beberapa alasan untuk menunjukan bahwa posisi lakilaki dan perempuan setara dalam agama Islam. Dimana didalam Al-Qur’an memberikan tempat yang sangat terhormat kepada seluruh manusia baik laki-laki maupun perempuan tentang prinsip-prinsip kesetaraan dimana hal itu terdapat dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an pada QS. An-Nisa ayat 23, membenci tradisis Arab yang tidak menghargai kelahiran anak perempuan atau bahkan mengubur anak perempuan hidup-hidup yang terdapat dalam QS. Al-Takwir ayat 8. Serta

Ashgar menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an juga memberikan janji-janji berbentuk

Pahala bagi yang memperlakukan perempuan dengan baik dan mengencam orang-orang yang memperlakukan perempuan tidak adil dan mengabaikan hak-hak perempuan pada masa Jahiliyah.

Dan menurut Ashgar status kestaraan merupakan implikasi dari nilai keadilan

keadilan gender tercermin pada penerimaan martabat antara laki-laki dan perempuan dalam

ukuran yang setara dan laki-laki memilki hak yang sama bidang social dan politik. Jadi keduanya memilki hak yag sama untuk mengembangkan dari dalam kehidupan.7 Didalam jurnal Kekerasan Gender Dalam Tafsir Keagamaan Perspektif Islam yang di tulis oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. menyatakan bahwa salah satu faktor utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan(kekerasan gender) adalah mengakarnya budaya patriarkhi di kalangan umat Islam. Budaya arab yang patriarkhi banyak mempengaruhi para ulama muslim dalam menafsirkan konsep-konsep agama islam. ebagaimana diakui, bahwa fikih islam lahir sebagai formulasi hukum yang mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat tertentu yang didasarkan pada Al-quran dan Sunnah. dapat juga dikatakan, bahwa fikih islam merupakan perpaduan antara ajaran inti islam dengan budaya lokal (tradisi). persoalan itulah yang kemudian menimbulkan wacana ketidakadilan jenis kelamin (gender) di kalangan umat Islam yang akhirnya mengarah kepada timbulnya kekerasan gender. Ketidakadilan gender ini tidak hanya terjadi dalam islam, tetapi juga terjadi dalam dua agama monoteistis yang lebih terdahulu, yakni agama Yahudi dan Nasrani (Kristen) dan juga dalam agama-agama yang lain. Konstruksi pemikiran yang memunculkan wacana kekerasan terhadap perempuan seperti itu harus segera dirubah (perlu direkonstruksi). Marzuki berpendapat bahwa Legitimasi agama yang dijadikan argumenargumen pembenaran terhadap konstruksi tersebutharus ditafsirkan ulang agar teks-teks keagamaan benar-benar berada dalam “ruh” kitab suci. Dengan konsep kesetaraan gender ini, perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara kodrati dan tradisi serta budaya yang berlaku tidak akan menjadikan keduanya berada pada posisi dan kedudukan yang timpang. Tulisan ini berbeda dengan beberapa literature review di atas, dimana dalam tulisan ini fokus kepada alasan-alasan mengapa harus ada kesetaraan gender dan bagaimana cara membangun kesetaraan gender. Selain literature-literature di atas, penulis juga menggunakan beberapa teori, dimana teori-teori tersebut adalah 1. Teori Konstruksi Sosial Pelopor dari konstruktivis sosila yaitu Immanuel Kant (Hacking dalam Jackson dan Sorenden, 2007:154), menurut Kant kita dapat mendapatkan pengetahuan tentang dunia namun akan menjadi pengetahuan yang subjektif dalam artian disaring melalui

7

Asghar Ali Engineer. The right of women in Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Hak-hak Perempuan dalam Islam. Yogyakarta : Yayasan Benteng Budaya, 1994. Halm 59

kesadaran manusia. Sebelum menjelaskan konstruktivis social dalam hubungan international pertama ada baiknya kita mengetahui tentang teori social terlebih dahulu, dimana teori social, konstruktivis menekaankan konstruksi realitas social. Menurut filosofi konstruktivis dunia social bukanlah yang diberikan namun hal in adalah sesutau diluar sana yang terlepas dari pemikiran dan gagasan orang-orang terlibat didalamnya. Teori konstruktivis dapat dilihat sebagai jalan tengah atau jembatan atau pendektan konseptual lainnya dalam hubungan international (Viotti dan Kaupi, 2009:277), teori ini dianggap teori yang kritis dalam Hubungan international, dimana menurut teori ini meyakini bahwa “world politics is socially constructed” (Nur Azizah, 2016:11), structure utama politik international adalah social bukan material dan struktur tersebut mebentuk identitas dan kepentingan aktor. Teori konstruktivis adalah teori yang menjelaskna bahwa fenomena social dalam dunia politik dibangun secara social yang dibangun oleh dua klaim yaitu bahwa struktur fundamental politik international bersifat kepentingan aktor bukanlah

social dan identitas serta

yang menantang rasionalis(Nur Azizah, 2016:10).

Dalam Nur Azizah, 2016:17 teori konstruktivis disrumuskan sebagai berikut Social Construction

Actor’s Identities

Constitutes Interest

Actor/behavior

Berdasakan skema di atas tindakan atau prilaku sebuah negara dipengaruhi oleh kepentingan kosntitusi , disisi lain kepentingan konstitusi dipengaruhi oleh identitas aktor dan identitas aktor di pengaruhi oleh konstruksi social. Sehingga prilaku sebuah negara dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kontruksi social, identitas aktor dan kepentingan konstitusi. 2. Teori Feminis Dalam dua decade terakhir kaum feminis memunculkan beberapa teori yang menyoroti kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Kaum feminis berupaya menggugat kemapanan patriarki dan bergabai steorotif gender yang berkembang luas dikehidupan masyarakat. Dimana pandangan feminis terhadap

perbedaan peran gender

antara laki-laki dan perempuan secara umum dapat

dikatagorikan kedalam 3 kelompok yaitu :8 a. Feminis Liberal Tokoh aliran ini antara lain adalah Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martneau (1802-1876), Anglina Grimke (1792-1873) dan Susan Anthony (1820-1906), dasar pemikiran dari kelompom ini adalah semua manusia baik laki-laki dan perempuan diciftakan seimbang dan serasi, seharusnya tidak ada penindasan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Feminist liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip

pencerahan

bahwa

laki-laki

dan

perempuan

sama-sama

mempunyai kekhususan, secara ontology hak laki-laki juga menjadi hak perempuan.

Kelompok ini adalah kelompom yang paling moderat, dimana

kelompok ini mebenarkan laki-laki bekerjasama dengan perempuan sehingga tidak ada lagi kelompok yang dominan. b. Feminis Maxsis-Sosialis Aliran ini berkembang di Jerman dan Rusia, tokohnya adalahClara Zetkin dan Rosa Luxemburg. Kelompok ini menggangap posisi inferior perempuan berkaitan dengan struktur kelas dan keluarga dalam masyarakat kapitalis, dimana ketidak setaraan gender adalah akibat penerapan system kapitalis yang mendukung terjadinya tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan dalam lingkungan rumah tangga. Untuk mengangkat harkat martabat perempuan supaya seimbang dengan laki-laki perlu dilakukan penghapusan dikotomi pekerjaan sector domestic dan sector public. c. Feminis Radikal Aliran ini muncul pada abad ke 19 yang mengangkat isu besar dengan cara menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan peerempuan dan kaum ini adalah kaum yang ekstrim, tidak hanya menuntut persamaan hak dengan laki-laki tetapi juga persamaan seks.

8

Ibid halaman 64

PEMBAHASAN 1. Ontologi Alasan mengapa harus ada kesetraan Gender dalam Hubungan International maupun Perspektif Islam Gender adalah kosa kata yang berasal dari bahasa inggri yang bermakna “jenis kelamin”, yang di artikan sebagai suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara social, seperti faktor budaya. Perbedaan laki-laki dan perempuan sering menimbulkan masalah, baik dari segi subtansi kejadian maupun peran yang diemban dalam kehidupan di masyarakat. Perbedaan anatomi biologis keduanya cukup jelas, sehingga efek yang muncul akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan karena perbedaan jenis kelamin secara biologis melahirkan konsep budaya yang berkaitan dengan perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender

(gender inqualities) dengan struktur ketidakadilan

masyarakat secara lebih luas. Islam berusaha mengangkat kedudukan perempuan hingga menjadi setara dan sejajar dengan kedudukan laki-laki, pada masa nabi hingga akhir pemerintahan Al-Khulafa’al-Rasyidun dimana posisi perempuan cukup setara dengan laki-laki, namun setelah itu terjadi suborsinasi terhadap perempuan. Sehingga pada abad ke 20an, perempuan mulai sadar untuk memainkan peran yang sama dengan laki-laki, dan munculah gerakan feminism diberbagai negara termasuk kalangan perempuan muslimah. Dimana para feminis muslim berusaha membongkar berbagai pengetahuan normative yang biar kepentingan laki-laki dalam oreientasi kehidupan beragama, terutama terkait dengan relasi gender sehingga dapat terwujudnya keadilah gender, aktor feminis muslim antara lain Fatima Mernissi, Rifaat Hassan, Nawel El Saadawi, Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Engineer, di Indonesia Nasrudin Umar, Siti Ruhaini Dzuhayatin dll. Dengan cara pemberian hak yang sama antara laki-laki dan perempuan baik dalam ranah social, ekonomi, politik dan bidang public yang lainnya. Konsep ini bertujuan dengan tujuan untuk menghilangkan segala bentuk dikriminasi terhadap suatu kelompok dimana sering tidak mendapatkan keadilan untuk melahirkan kesetaraan gender. Sehingga dalam dunia international, kesetaraan gender perlu dilakukan sebagai upaya untuk penghilangan segala bentuk diskriminasi. Bias Gender dalam perspektif Islam Dalam wacana gender, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan berlakunya hubungan gender yang tidak adil dalam masyarakat. Menurut Siti Musdah Mulia, terdapat tiga faktor utama

yang menyebabkan ketidakadilan gender khususnya terhadap perempuan, yaitu pertama dominasi budaya patriaki. Seluruh elemen pembentuk kebudayaan memiliki watak yang memihak kepada atau didominasi kepentingan lelaki. Kedua, interpretasi ajaran agama sangat didominasi pandangan yang bias gender dan bias patriaki. Ketiga, hegemoni negara yang begitu dominan. Selaras dengan itu, beliau menyarankan agar dilakukan counter ideology dan counter hegemony.9 Disisi lain masih banyak laki-laki yang memandang posisi perempuan berada dibawah posisi laki-laki (Subordinasi) yang dapat dilihat dari penafsiran ayat suci Al-Qur’an adalah sebagai berikut :10 “….Dan kaum perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi kaum laki-laki mempunyai satu tingkat lebih tinggi dari mereka (kaum perempuan)”. QS. Al-Baqarah : 228 Ayat lain yang juga sering digunakan untuk hal ini adalah “Kaum laki-laki bertanggung jawab (sering diterjemahkan: pemimpin) terhadap kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka memberi nafkah (untuk kaumperempuan). Maka perempuan yang baik adalah perempuan yang patuh, yang memelihara diri sebagaimana Allah telah memeliharanya.” QS. Al-Nisa’ 34: Ayat-ayat ini sering digunakan oleh kaum laki-laki untuk “menjajah” kaum perempuan, sehingga dalam berbagai hal kaum perempuan tidak diberikan keleluasaan untuk menentukan nasibnya sendiri. Disisi lain ada juga hadis yang di anggap oleh penafsir yang misoginis, hadis tersebut adalah :11 ”Berwasiatlah kepada para perempuan, karena perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok itu adalah yang paling atas. Bila kamu ingin meluruskannya, maka kamu telah mematahkannya, dan bila kamu membiarkannya, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berwasiatlah yang baik kepada perempuan” (HR. AlBukhari dan Muslim).

9

Siti Musdah Mulia (2007), Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender. Yogyakarta: Kibar Press, hh. 58-59. Aplikasi Al-Qur’an dan terjemahan 11 Kumpulan hadis Nabi tentang perempuan https://hendisantika.wordpress.com 10

Maksud utama hadis di atas bukan untuk mengungkap teori kejadian manusia perempuan, melainkan untuk mengingatkan kaum laki-laki agar bertindak sebaik dan sebijak mungkin terhadap kaum perempun. Bias genjer dalam tafsir agama juga disebakan oleh makarnya budaya patriarki dikalangan umat Islam, dimana budaya ini banyak memberikan pengaruh dalam teks keagamaan yang ditulis oleh laki-laki, sehingga penafsir keagaan semakin memperkokoh struktur tersebut dengan mengangkat ayat-ayat suci sebagai legitimasi budaya patriarki dan buday patriarki itu sendiri muncul dari negara Arab yang juga mepengaruhi ulama muslim dalam menafsikan konsep-konsep Agama Islam.12 16 12 Kesetaraan Gender absolute atau Proposional dalam persepketif Barat atau Perspektif Islam Konsep Gender dalam paham international merupakan paham yang telah dijalankan sejak lama bagi masyarakat Barat, khususnya Amerika Serikat sudah menggunakan sejak era 1960an sebagai bentuk perjuangan secara radikal, koservatif, sekuler maupun agama. Perempuan adalah kelompok yang berbahaya bagi kesejahteraan nya, dan pada zaman modern perempuan tetap dikucilkan dari hak-haknya adapun manisfestasi ketidakadilan gender seperti Stereotype (asal usul kejadian manusia, yang sering dianggap oleh setiap agam bahwa Hawa/Eva di ciftakan oleh tulang rusuk manusia), Subordinasi, Majinalisasi, double burden, violence. Disisi lain perempuan di sunat atau mutilasi alat kelamin perempuan (FGM) untuk menghilangkan nafsunya. Meskipun unassociated dengan agama, sebagian besar Negara didunia ini sangat memeperlakukan wanita kurang baik daripada laki-laki, sehingga Negara-negara islam sangat memperhatikan khusus hak perempuan. Maka dibuatlah deklarasi Hak Perempuan Pada tahun 1993 PBB melakukan Deklarasi tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan termasuk peran FGM. Dan termasuk didalam piagam PBB, DUHAM, daan perjanjian kembar untuk mengakhiri diskriminasi berdasarkan Gender. Pada tahun 1946 PBB menciftakan Komisi Status Perempuan dan menciftaka Konstelasi perlindungan hukum bagi perempuan. Pada tahun 1952 PBB melakukan Konvensi Hak-hak Politik untuk Perempuan. Pada tahun 1957 PBB melakukan Konvensi kebangsaan perempuan. Pada tahun 1962 PBB melakukan Konvensi persetujuan untuk pernikahan, usia minimum pernikahan dan pendaftaran perkawinan. Pada tahun 2000 PBB 12

Kekerasan gender dalam tafsir Keagamaan perspektif Islam www.staffnew.uny.ac.id

mempromosikan tentang Konvensi Menentang Kejahatan Transnasional untuk menghentikan perdagangan perempuan dan anak-anak. Pada tahun 1975 dijadikan sebagai Tahun Perempuan Internatioan oleh PBB, dan pada tahun 1976-1985 sebagai decade PBB untuk perempuan dan pada tanggal 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internattional. Pada tahun 2009 sebagian besar Negara-negara di dunia telah memberikan 185 ratifikasi komvensi untuk hak perempuan. Untuk memperkuat upaya PBB mempromosikan Hak Perempuan, PBB mengambil langkah Regional denga COE, OAS, CEDAW dan Persatuan Afrika.13 Konsep kesetaraan dan keadilan gender dalam Islam sesungguhnya telah menjadi bagian yang substantive dalam nilai-nilai universal Islam melalui pewahyuan (Al-Qur’an dan Hadits) dapat dilihat dari kata “Allah Maha Adil dan Maha Pengasih”, dengan kata lain perempuan dan laki-laki ditempatkan pada posisi yang setara untuk kepentingan dan kebahagian didunia maupun di akherat seperti yang terdapat pada : 14 1. QS. Al-Hujarat ayat 13. Dimana ayat tersebut menjelaskan asal mula manusia, kemuliaan manusia. Bukan berdasarkan keturunan, suku atau jenis kelamin namun dilihat dari ketakwaanya kepada Allah SWT. 2. Selain untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta menjadi pengabdi kepada Allah SWT, laki-laki dan perempuan juga untuk menjadi Khalifah di dunia (khalifa fi al-ardl), seperti yang di tegaskan dalam QS. Al-An’am 165 dan Al-Baqaraah ayat 30, dapat dilihat dari kedua ayat ini tidak ada yang menunjukan kepada salah satu jenis kelamin ataupun etnis tertentu, dimana perempuan dan laki-laki berhak menjadi khalifah didunia ini dan mepertanggung jawabkan atas apa yang dikerjakannya sebagai hamba Allah. 3. Islam juga menempatkan perempuan posisi yang sama dengan laki-laki dalam melaksankan kewajiban-kewajiban agama dan hal ini juga terdapat pada QS Al-Taubah :71 4. Perempuan dan laki-laki menerima balasan di Akherat terdapat dalam QS. Al-Nisa ayat 124. 5. Laki-laki dan perempuuann menerima perjanjian primoral yang terdapat dalam QS. AlA’raf 172.

13

Conway. W. Henderson. 2010. Understanding International Law. United Kingdom

14

Ibid halm 248

6. Adam dan Hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmis dalam QS. Al-Baqarah 34 dan 187. 7. Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi dalam QS. Ali ‘Imran 195 dan Al Nisa’ 124. Sebenarnya masih ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dimana perbedaannya terletak pada kodrati, serta ada perbedaan dalam status jika perempuan tidak bisa menjadi saksi, besarnya bagian perempuan dalam warisan, larangan mutlak bagi perempuan untuk memilki suami lebih dari satu. Namun Gender dalam pandangan Barat dan pandangan Islam tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan, dimana keadilan yang diberikan berupa kesetaraan dan kesederajatan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepada kaum laki-laki dan kaum perempuan disesuaikan dengan tanggung jawabnya masing-masing. Islam tidak memandang identik atau persis sama antara hak-hak laki-laki dan perempuan dan sebaliknya tidak juga menganut preferensi dan diskriminasi yang menguntungkan laki-laki dan merugikan perempuan. Dimana Islam meberikan hak-hak politik kepada kaumperempuan yang mencerminkan status mereka yang bermartabat, terhormat dan mulia dalam Islam, Islam juga tidak pernah melarang perempuan untuk aktif dibidang politik, karena pasa masa Nabi SAW, kaum perempuan juga ikut terlibat dalam berbagai aktivitas public atau politik serta meberikan hak kepada perempuan untuk mendapatkan perlindungan dan perawatan. Sehingga dari beberapa ayat diatas dapat dikatakan bahwa Islam memang meberikakan kesetraan gender yang absolute dan proposional. 2. Epistimologi Cara membangun kesetaraan Gender Dalam study hubungan international, kesetraan gender dikonstruksikan oleh masyarakat international, melalui PBB untuk menghilangkan segala bentuk dikriminasi terhadap perempuan melakukan konvensi/ deklarasi tentang hak-hak perempuan atau Peghapusan segala bentuk Diskrimnasi terhadap Perempuan (CEDAW) ditahun 1979. Didalam Islam proses pembentukan kesetraan gender yang dilakukan Rasulullah SAW tidak hanya dalam wilayah domestic saja namun juga menyetuh seluruh aspek kehidupan masyarakat. Rasulullah melakukan perubahan besar-besaran terhadap cara pandang masyarakat di era fir’aun, dimana latar belakangnya yang menyertai kosntruk masyarakat yang bernuansa misoginis. Pertama Nabi Muhammad menggendong putrinya Fatimah Az-Zaahra didepan umum, dimana kebiasaan itu dinilai tabu

oleh masyarakat Arab. Dengan cara itu Nabi SAW melakukan proses pembentikan wacana bahwa laki-laki dam perempuan tidak boleh dibedakan. Selain itu nabi juga meberikan tauldan yang baik terhadap perempuan di sepanjang hidupnya, dimana beliu tidak pernah melakukan kekerasan terhadap istri-istrinya, untuk mengunstruk masyarakat Islam, Rasulullah melakukan upaya-upaya mengangkat harkat dan martabat perempuan, dengan cara inilah Rasulullah memebentuk konsep kesetaraan gender dalam hukum Islam. Selain itu juga Islam mengatur tentang kesetaraan gender bahwa Allah SWT telah menciftakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat, memilki akal, perasaan dan menerima petunjuk. Sehingga pada zaman Rasulullah perempuan sangat dihargai.15 Dengan seiring perkembangan zaman banyak nya penafsiran-penafsiran terhadap AlQur’an dan sunah membuat kesetaraan gender bias dalam perspektif Islam. Sehingga hal ini mengakibatkan makarnya budaya patriarki dikalangan umat Islam, budaya ini banyak memberikan pengaruh dalam teks keagamaan apalagi para penulis teksnya hampir semuanya laki-laki, sehingga para penafsir keagamaan semakin meperkokoh struktur tersebut dengan mengakat ayat-ayat suci sebagai legitimasi atas struktur tersebut dan budaya Arab yang patriarki banyak mempengaruhi para ulama muslim dalam penafsiran konsep-konsep Agama. Sehingga untuk mengkonstruksikan pemikiran yang memunculkan wacana ketidak setaraan terhadap perempuan, harus segera di rekonstrusi dengan cara ditafsikan ulang teks-teks keagamaan serta dalam melakukan penafsiran dari Isi kitab suci Al-Qur’an jangan hanya dilakukan hanya pada satu ayat namun harus juga dilakukan penafsiran ayat sebelum dan sesudah ayat sebelumnya. Adapun untuk membangun kesetaraan gender kaum feminis Muslim bersepakat untuk mengadakan rekonstruksi terhadap ajaran-ajaran tradisional agama untuk sejauh mungkin mengeliminasi perbedaan status yang demikian tajam antara laki-laki dan perempuan yang telah dikukuhkan selama berabad-abad. Rekonstruksi dilakukan dengan jalan menafsirkan kembali teks-teks Al-Qur’an yang berkaitan dengan wanita yang selama ini sering ditafsirkan dengan nada misoginis (yang menunjukka kebencian kepada perempuan). Dari tulisan-tulisan para feminis Muslim itu dapat dilihat bahwa Islam sebenarnya sama sekali tidak menempatkan kedudukan perempuan berada di bawah kedudukan laki-laki. Perlakukan dan pemberian hukum yang berada kepada masing-masing jenis kelamin harus di arahkan pada satu kerangka pemikiran untuk mewujudkan keadilan atas kesetaraan gender. 15

Kekerasan gender dalam tafsir Keagamaan perspektif Islam www.staffnew.uny.ac.id

Disisi lain untuk membangun kesetaraan gender juga perlu mengubah perspektif yang telah berkembang dimasyarakat, diperlukan gerakan social yang system matis dan berksenimbungan, dengan upaya kecil inilah akan memberikan perhatian terhadap masalah yang dihadapi oleh perempuan, dan perlunya memperbaharui hukum atau jaminan kosntitusi hak-hak perempuan disetiap negara dengan meberikan perlindungan khusus terhadap perempuan. 3. Aksiologi Kontribusi dari Konsep Gender dalam perspektif Islam Upaya kesetaraan gender tak lain untuk alasan HAM. Tujuan segala hukum baik international maupun nasional, berujung pada perlindungan dan jaminan HAM bagi setiap indiividu. Dengan adanya konsep kesetaraan gender maka segala bentuk diskriminasi dapat dihilangkan sehingga tidak ada lagi ketimpangan pada suatu kelompok minoritas.

Terkait

dengan perspektif Islam upaya kesetaraan gender juag bermanfaat untuk menghindari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Didalam Al-Qur’an juga menegaskan prinsip-prinsip keadilan terhadap kaum laki-laki dan perempuan. Adapun manfaat lain dari konsep kesetraan gender dalam perspektif Islam adalah telengkapinya gagasan penting asumsi Barat dengan memberikan perlindungan HAM terhadap perempuan yang mengalami penindasan. Disisi lain yang diperoleh yakni dapat mengkonstruksi pikiran masyarakat tentang budaya patriarki, dengan adanya konsep kesetaraan gender perspektif Barat maupun Islam, masyarakat dapat merekontruskis pikiran mereka bahwa tidak ada perbedaan antra laki-laki dan perempuan karena keduanya sama dihadapan tuhan, yang dapat mebedakan keduanya adalah keimanan dan ketaqwaan seseorang. Sehingga tidak ada lagi bentuk diskriminasi terhadap suatu kelompok minoritas. Dan dengan konsep ini, masyarakat dapat mengerti bahwa wanita juga mampu bersaing didalam poltik dan tidak hanya bekerja di domestik saja dan dapat menghilangkan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.16 Sehingga dengan konsep kesetaraan gender ini, perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara kodrati dan tradisi serta budaya patrairki yang telah berlaku tidak akan menjadikan keduanya berada pada posisi dan kedudukan yang timpang, sehingga hal ini justru saling mengisi kekurangan yang ada pada masing-masing dengan kelebihan yang dimilki oleh masing-masing jenis kelamin dan kaum perempuan akan lebih dihargai dan diterima di kalangan masyarakat.

16

Kesetaraan gender dalam sorotan https://muslim.or.id

KESIMPULAN Kesenjangan gender dalam dunia internasional menjadi tantangan global dalam adab ke 21 ini, ketidak setaraan gender membuat kaum minoritas tersudutkan dan mendapatkan diskriminasi. Untuk mengatasi segala bentuk diskriminasi terhadap kaum minoritas/ perempuan. PBB membuat deklarasi tentang Hak Perempuan yang telah di Sahka pada tahun 1975, namun hal ini tidak berhasil karena ketidak setaraaan gender di kontsruk oleh masyrakat atu budapa pada masyarakat. Dalam Islam pun sebenarnya tidak ada perbedaan gender, karena dalam surat Al-Hujarat ayat 13 semua manusia sama dan tergantung dengan ibdah nya kepada sang Maha Esa. Serta pada zaman Nabi Muhammad SAW, beliau sangat menghargai perempuan dan mengikut sertakan perempuan dalam poltik. Dilihat dari perspektif barat dan persepektif Islam, kesetraan gender memang absolute dan harus supaya tidak ada lagi bentuk diskriminasi terhadap satu kelopok minoritas atau perempuan. Namun meskipun Islam tidak pernah membedakan perempuan dan laki-laki serta Islam menjunjung tinggi prinsip keadilan namun dalam islam juga mempunyai bias kesetraan gender, dimana banyak para penafsir Ayat Al-Qur’an dan hadits sering melakukan fetasiran yang memojokan perempuan dan kebanyak penasir Al-Qur’an dan Hadist addalah laki-laki dan bertuntunan dengan ulama Arab yang memengaggap perempaun adalah aib dan perempuan tidak dihargai. Sehingga untuk membangun kesetaraan perempuan dikehidupan social maka perlu adanya penafsiran ulang tentang fiqihh sebelum nya yang berkaitan tentang perempuan, adanya perbaikan hukum, serta mengubah perspektif masyrakat tentang perempuan.

REFFERENSI Buku

: Asghar Ali Engineer. The right of women in Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Hak-hak Perempuan dalam Islam. Yogyakarta : Yayasan Benteng Budaya, 1994. Halm 59 Conway. W. Henderson. 2010. Understanding International Law. United Kingdom Hj. Mursyidah Thahir (ed). 2000. Pemikiran Islam Tetang Pemberdayaan Perempuan. Jakarta : PP Muslimat NU kerjasama dengan Logo Wacana Ilmu. Hal 21 Siti Musdah Mulia (2007), Islam dan Inspirasi Kesetaraan Gender. Yogyakarta: Kibar Press, hh. 58-59. Umar, Nasarudin. 2001. Seri Disertasi : Argument Kesetaraan Gender. Jakarta : PT. Sapdodadi

Jurnal/ Website

:

Aplikasi Qur’an dan Terjemah Kekerasan gender dalam tafsir Keagamaan perspektif Islam www.staffnew.uny.ac.id Kesetaraan gender dalam sorotan https://muslim.or.id Kumpulan hadis Nabi tentang perempuan https://hendisantika.wordpress.com Mansour Fakih, dkk. Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam (cet. III : Surabaya : Risalah Gusti, 2006, h. 11 Konsep kesetaraan gender menurut perspektif islam www.e-dokumen.kemenag.go.id www.politik.lipi.go.id

Related Documents


More Documents from "agustinus"