BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diare merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia. Karenanya tidak mengherankan jika bahan-bahan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit tersebut menempati tempat yang khusus dalam sejarah kedokteran. Dokter Sumeria pada tahun 3000 SM telah menggunakan sediaan antidiare dari opium. Penyakit diare atau juga disebut gastroenteritis masih merupakan salah satu masalah utama negara perkembang termasuk Indonesia (Goodman dan Gilman, 2003). Dua penyakit yang menonjol sebagai penyebab utama kematian pada anak kelompok umur 1 sampai 4 tahun adalah diare dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu campak, batuk rejan dan tetanus (Anggarini, 2004). Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan tau tanpa darah pada tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi mendadak pada orang yang sebelunya sehat dan berlangsung kurang dari 2 minggu (Noerasid dkk., 1988) Angka kesakitan penyakit diare adalah sekitar 200 – 400 kejadian di antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, dengan sebagian besar (70% - 80%) penderita ini adalah anak dibawah umur lima tahun, yang disebabkan karena dehidrasi. Hal inilah yang menyebabkan sejumlah 350.000 - 500.000 anak di bawah umur 5 tahun meninggal setiap tahunnya (Noerasid dkk., 1988) Diare sebenarnya bukan merupakan hal asing bagi masyarakat, karena sebagian besar dari anggota masyarakat pernah menderita penyakit ini. Namun, angka kematian yang tinggi akibat diare terutama pada bayi dan anak-anak yaitu sebesar 23,2% di wilayah Surabaya (Zeinb, 2004).
1
Kematian akibat diare biasanya bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau virus, tetapi terjadinya dehidrasi pada diare hebat yang serius disertai dengan muntah–muntah, sehingga tubuh akan kehilangan banyak cairan tubuh. Sehingga bisa berakibat dehidrasi, asidosis, hipokalemia yang tidak jarang akan berakhir dengan kejang dan kematian. Pada bayi dan anak-anak kondisi ini lebih berbahaya karena cadangan intrasel dalam tubuh mereka kecil dan cairan ekstrasel lebih mudah dilepaskan jika dibandingkan orang dewasa. Pada pasien diare akut yang parah harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap, selanjutnya dilakukan upaya pengobatan (Setiawan, 2005). 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja konsep dasar penyakit gastroenteritis ? 2. Bagimana cara menenukan asuhan keperawatan gastroenteritis? 1.3 TUJUAN 1. untuk mengetahui konsep dasar penyakit gastroenteritis. 2. untuk menentukan asuhan keperawatan gastroenteritis.
2
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR PENYAKIT. 2.1 Definisi Gastroenteritis ( GE ) Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. (Lynn Betz,2009) Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Sudaryat Suraatmaja.2005). Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995). Gastroenteritis adalah kondisis dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ). 2.2 Etiologi
Menurut Simadibrata (2006) diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli
3
pathogen, salmonella sp, vibrio cholera, yersinia entero colytika, campylobacter jejuni, v.parahaemolitikus, staphylococcus aureus, klebsiella, pseudomonas, aeromonas, dll. Virus: rotavirus,adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus, echovirus. Makanan beracun atau mengandung logam, makanan basi, makan makanan yang tidak biasa misalnya makanan siap saji, makanan mentah, makanan laut. Obat-obatan tertentu (penggantian hormone tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik, kemoterapi, dan antasida). 2.3 KLASIFIKASI Menurut major dkk, (2006) jenis diare di bagi menjadi 4 bagian : a. Diare Akut Diare akut adalah berlangsungnya kurang dari 14 hari umumnya kurang dari 7 hari sehingga mengakibatkan dehidrasi yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare. b. Diare persisten Diare persisten adalah berlangsung 14 hari secara terus-menerus sehingga mengakibatkan penurunan berat badan dan gangguan metabolisme. c. Diare disentri Diare disentri disertai darah dalam tinja. Akibat disentri adalah anorexia sehingga mengakibatkan penurunan bera badan dengan cepat, kemungkinan terjadi komlikasi pada mukosa. d. Diare Masalah Lain Anak yang menderita diare akut persiten mungkin juga disertai penyakit lainnya seperti gangguan gizi, demam dan penyakit lainnya. 2.4 MANIFESASI KLINIS Ditandai dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses , pasien terlihat sangat lemas, kesadaran menurun, kram perut, demam, muntah, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi setiap defekasi.
4
Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun, serta denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala dehidrasi, meliputi: Turgor kulit menurun <3 detik, pada anak-anak ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan di sertai penurunan berat badan akut, keluar keringat dingin.(Muttaqin: 2011). 2.5 PATOFISIOLOGIS Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di antaranya faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat kemudian menyebabkan diare. Iritasi mukosa usus dapat menyebabkan peristaltik usus meningkat. Kerusakan pada mukosa usus juga dapat menyebabkan malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. (Simadibrata: 2006).
2. 6 WOC
5
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikrokropis
Ph dan kadar gula dalam tinja
6
Biakan dan resistensi feses
b. Analisa gas darah apabila didapatkan andaanda gangguan keseimbangan asam basa (pernafasan kusmasal ). c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatin untuk mengetahui faal ginjal . d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K , kalsium dan posfat 2.8 KOMPLIKASI a. Dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit b. syok hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolic, perfusi sistemik menurun) c. kejang demam d. bakterimia. 2.9 PENATALAKSANAAN 1. Rehidrasi
Cara rehidrasi oral Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare. Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa) Cara parenteral
Cairan I : RL dan NS
Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL D5 : RL = 4 : 1 + KCL D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan. 2. Jalan pemberian a. Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik) b. Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
3 Jumlah Cairan ; tergantung pada :
7
a. Defisit ( derajat dehidrasi) b. Kehilangan sesaat (concurrent less) c. Rumatan (maintenance). 4 kecepatan cairan d. Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah : 1) BB (kg) x 50 cc 2) BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis 1. Pengkajian 1) Identitas Diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak, frekuensi diare untuk neonates > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada anak ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untukmengetahui tingkat perilaku kesehatan dan komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu, dan orang) (Lab. FKUI, 1984) 2) Keluhan Utama Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klinis berupa BAB yang tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya (LAN IKA, FKUA 1984)
8
3) Riwayat Penyakit Sekarang Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah dilakukan. Diare dapat disebabkan oleh karena infeksi, malabsorbsi, factor makanan dan factor psikologis. Kualitatif, gejala yang dirasakan akibat diare biasanya berak lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lender, mules, muntah, kualitas, BAB konsistensi, awitan,badan terasa lemah, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Regional, peryt terasa mules, anus terasa basah. Skala/keparrahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan tubuh dan aktivitas sehari-hari. Timing, gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena infeksi atau factor lain, lamanya untuk diare akut 3-5 hari, diare berkepanjangan > 7 hari dan diare kronis > 14 hari (Lab IKA FKUA, 1984) 4) Riwayat penyakit sebelumnya Infeksi parenteral seperti ISPA, Infeksi Saluran Kemih, OMA (Otitis Media Acut) merupakan factor predisposisi terjadinya diare (Lab IKA FKUA, 1984). 5) Riwayat penyakit keluarga a. Penyakit Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang berhubungan dengan distribusi penularan. b. Lingkungan rumah dan komunitas Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah terkena kuman penyebab diare. c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan BAB yang tidak pada tempatnya (sembarang)/di sungai dan cara bermain anak yang kuraang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat fecal-oral. d. Persepsi keluarga
9
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk penanganan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua). 6) Pola fungsi kesehatan a. Pola nutrisi Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah ringan sampai jelek dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan berat badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi. Dietik pada anak < 1 tahun/> 1 tahun dengan berat badan < 7 kg dapat diberikan ASI/susu formulaa dengan rendah laktosa, umur > tahun dengan BB > 7 kg dapat diberikan makanan padat atau makanan cair. b. Pola eliminasi BAB (frekuensi, banyak, warna, dan bau) atau tanpa lender, darah dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman penyebab dan cara penanganan lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan lewat urin. c. Pola istirahat Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat terganggu karena frekuensi karena diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel d. Pola aktivitas Klien Nampak lemah, gelisah, sehingga perlu bantuan skunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 7) Pemeriksaan fisik a. System neurologi Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang. Insfeksi, keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit amati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. Keadaan diamati kompasmetis, apatis, samnolen, delirium, stupor, dan koma.
10
Palpasi, adakah parese, anesthesia Perkusi, repleks fisiologis dan repleks patologis b. System pengindaraan Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang, Inspeksi: Kepala, kesimetrisan muka, cephal hematoma (-), caput sucedum(-), warna dan distribusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonates dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung. Mata, amati mata konjunctiva adalah anemis,skelera adalah icterus. Reflex mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, meousis atau medriosis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hivopolumia reflex pupil(), mata cowong. Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menumbulkan asidosis metabolic sehingga konvensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengularkan co2 dan menggambil o2, Nampak adanya penapasan cuping hidung. Telinga,
adalah
infeksi
telinga(OMA,OMP)
berpengaruh
pada
kemungkinan infeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare (Lab). IKA FKAU,1984
c. System kardiovaskuler Subyektip, sesak atau tidak Inspeksi, pucat tekanan vena jugularis menurun, pulasisi ectus cordis(-), adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat. Palpasi, suhu akral dingin karna perpusi jaringan menurun, hart rate meningkat karne casodilatasi pembuluh darah, tahanan periper menurun sehingga kardia output meningkat. Kaji prekuensi, irama dan kekuatan nadi.
11
Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm kearah kiri dari garis midstrenal pada ruang intercostalos ke 4,5 dan 8). Auskultasi, pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan serkulasi, auskulatasi bunyi jantung s1, s2, murmur atay bunyi lainnya. Kaji tekanan darah. d. System pernafasan Subyektip, sesak atau tidak. Inspeksi, bentuk simitris, ekspansi, retraksi intercostal atau subcostal. Kaji prekuensi irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernapasan inspirasi atau ekspirasi Palpasi, kaji adanya masa, nyeri tekan, kesimetrisan ekspansi, tacti premitus(-). Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara napas pesikuler, intesitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pneumonia atau inpeksi lainnya e. System pencernaan Subyektif, kelaparan, haus Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalamsehari, adakah bau, disertai lender atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-) dan kesimetrisan abdomen Auskultasi, bising usus (dengan menggunkan diagfragma stetoskop), peristaltic usus meningkat (gurgling) 5-20 detik dengan durasi 1 detik. Perkusi, mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), haper dan lien tidak membesar suara tympani. Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pembuluh darah, massa (-). Hepar dan lien tidak teraba f. System perkemihan Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
12
Inspeksi, testis positip pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minur, pembesaran scrotum (-), rambut (-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau menggunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan Palpasi, adakah pembesaran scrotum, infeksi testis atau femosis. g. System muskuloskletal Subyektif, lemah Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun. Palpasi, hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan, kekuatan otot. 2. Diagnose keperawatan 1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang 2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. 3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare 4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare. 3. intervensi no DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare.
Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan 1. Rasional : Penurunan tindakan gejala kekurangan sirkulasi volume keperawatan 3 x 24 cairan dan jam diharapakan elektrolit. cairan menyebabkan keseimbangan 2. Pantau intake kekeringan mukosa cairan dan elektrolit output. dipertahankan 3. Timbang berat dan pemekatan urine. secara maksimal badan setiap hari. 4. Anjurkan keluarga Deteksi dini Kriteria : Tanda vital untuk member memungkinkan terapi minum banyak dalam batas normal : pada klien, 2-3 penggantian cairan N = 120-160 x/mnt, iiter/hari
13
S = 36-37,5 C, RR = < 40 x/mnt
segera 5.Kolaborasi
:
pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,
untuk
memperbaiki defisit. 2. Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan
Ca, BUN), Cairan
laju
parenteral (IV line)
glomerulus membuat
sesuai
dengan
keluaran tak adekuat
umur, Obat-obatan
untuk membersihkan
(antisekresin,
sisa metabolisme.
antispasmolitik, antibiotik).
filtrasi
3. Rasional
:
Mendeteksi kehilangan
cairan,
penurunan 1 kg BB sama
dengan
kehilangan cairan 1 liter. 4. Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral. 5. Rasional : Koreksi keseimbangn
cairan
dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui
faal
ginjal
(kompensasi), mengganti cairan dan elektrolit
secara
adekuat dengan tepat,
14
anti sekresi cairan dan elektrolit
agar
seimbang.
2
Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan kurang dari keperawatan kebutuhan tubuh diharapkan kebutuhan nutisi b/d tidak pasien terpenuhi adekuatnya intake Kriteria hasil : Nafsu dan output. makan meningkat,
1. Diskusikan dan
1.
Rasional
jelaskan tentang
: Serat tinggi,
pembatasan diet
lemak, air terlalu
(makanan
panas/dingin
berserat
tinggi,
dapat
berlemak dan air
merangsang
BB meningkat atau
terlalu
mengiritasi
normal sesuai umur.
atau dingin
panas
lambung
2. Ciptakan
dan
saluran usus.
lingkungan
2.
basah, jauh dari
:
bau
nyaman
yang
sedap
tak atau
Rasional Situasi yang dan
rileks
akan
sampah, sajikan
merangsang
makanan dalam
nafsu makan.
keadaan hangat
3.
3. Berikan
jam
:
Rasional Mengurangi
istirahat (tidur)
pemakaian
serta
energy
kurangi
kegiatan
yang
berlebihan 4. Monitor dan
yang
berlebihan 4.Rasional
:
intake
Mengetauhi
output
jumlah
dalam 24 jam
output
dapat merencanakan
15
5. Kolaborasi
jumlah
dengan
tim
makanan.
kesehatan lain :
5.
A. Terapi gizi :
:
diet
zat
rendah
TKTP serat,
Rasional Mengandung yang
diperlukan untuk
susu. B. Obat-
proses
obatan
pertumbuhan
atau
vitamin (A).
Resiko
3
peningkatan suhu tubuh b/d proses infeksi sekunder diare.
4
dampak dari
Setelah dilakukan tindakkan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Kriteria : Suhu tubuh dalam batas normal (S = 36-37,5 C), tidak terdapat tandatanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa).
Resiko gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan integritas kulit diharapkan perianal b/d integritas kulit tidak terganggu. peningkatan Kriteria : Tidak frekuensi BAB terjadi iritasi : kemerahan, lecet, (diare). kebersihan terjaga. Keluarga mampu mendemonstrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar.
1. Monitor suhu 1. Rasional : Deteksi dini tubuh setiap 2 jam. terjadinya perubahan 2. Berikan kompres abnormal fungsi tubuh hangat. (adanya infeksi). 2. Rasional : Merangsang 3.Kolaborasi pusat pengatur panas untuk menurunkan pemberian produksi panas tubuh. antipiretik. 3. Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak.
1. Diskusikan dan1. jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur. 2. 2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya). 3. Atur posisi tidur atau
Rasional : Kebersihan mencegah perkembangbiakan kuman. Rasional : Mencegah terjadinya iritasi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces. 3. Rasional : Melancarkan vaskulerasi, penekanan
mengurangi yang
16
lama
duduk dengan sehingga tak terjadi iskemi selang waktu dan iritasi. 2-3 jam.
17
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja.
18
DAFTAR PUSTAKA
Saferi, andra & mariza y. (2013). KMB 1 (Keperawatan Medikal Bedah). Yogyakarta: Nuha Medika. Hendrawanto. 2005. Buku Ajar,Ilmu Penyakit Dalam,Jakarta: Balai Penerbit FKUI Muttaqin A. 2011. Gangguan Gastrointestinal, Jakarta: Salemba Medika SimadibrataM., 2009. Diare Akut dalam . Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jakarta:Interna publishing . hardi, a. d. (2015). asuhan keperawatan & medis nanda nic noc . jogjakarta: mediaction. Price S A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI. Alih Bahasa:Siti Aminah. Jakarta: EGC.
19