Gastritis Nita New

  • Uploaded by: Almas Bila
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gastritis Nita New as PDF for free.

More details

  • Words: 3,481
  • Pages: 25
OTITIS MEDIA A. DEFINISI 1. Otitis media adalah merupakan peradangan pada telinga bagian tengah, merupakan infeksi yang paling sering umum dijumpai pada anak usia dibawah 4 tahun ( Reeves C.J : 2001 ). 2. Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah biasanya terjadi selama kurang dari 6 minggu yang disebabkan ole Sreptococcus pneumonia, Hemophilus influenza dan Moraxella catahalis uang memasuki telinga tengah karena disfungsi saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi yang berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas dan inflamasi struktur yang mengelilingi atau reaksi alergi. ( Smeltzer.S.C & Brenda G. Bare: 2001 ) 3. Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii ( Cody D & Thane R.: 1993 ) 4. Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan

kerusakan

membrane

timpani

tetapi

juga

dapat

menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan

beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa ) dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telinga dalam) dan abses otak. (www.Google. Com) B. ETIOLOGI Penyebab otitis media dibagi menurut jenisnya yaitu : 1. Otitis media akut Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis. 2. Otitis media serosa Cairan pada otitis media serosa sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( ex :

penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang terjadi. 3. Otitis media kronis Disebabkan oleh : a. Terapi yang terlambat b. Terapi yang tidak adekuat c. Virulensi kuman tinggi d. Daya tahan tubuh rendah e. Kebersihan buruk C. PATOFISIOLOGI Otitis media akut dan kronis yang juga diketahui ebagai otitis media supuratif dan purulent adalah sama dalam patofisiologisnya. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk kedalam telinga tengah menyebabkan peradangan dalam mukosa yang menimbulkan bengkak dan iritasi tulang atau osikel ( tulang pendengaran pada telinga tengah ) proses ini diikuti dengan pembentukan peradangan eksudat purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut dengan durasi yang relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang. Otitis media kronik biasanya mengikuti kondisi akut yang berulang, berlangsung lebih lama, dan dapat dihubungkan dengan morbiditas atau injuri yang lebih luas dalam struktur telinga tengah baikm akut maupun kronik. Tanda dan gejala penyakit ini disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga telinga tengah, tuba eustacheus dan proses infeksi. Kerusakan tulang-tulang pada teelinga tengah berkembang menjadi perforasi membrane, jetuhnya material terinfeksi ketelinga luar. Penyakit dan pengobatab menjadi lebih rumit dengan adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling berkaitan. Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau

menjadi komplikasi jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga tengah mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai menebal akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media serosa dan kronik yang tidak diobati menyebabkan penebalan dan perlukaan pada struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis osikel mengakibatka destruksi struktur telinga tengah. Pembedahan osikel penting dilakukan untuk mengatasi ketulian. (www.Google.com )

D. PATHWAY ISPA Kontaminasi sekresi masofaring Obstruksi/penyumbatan tuba eustacheus Disfungsi tuba eustacheus Bakteri masuk ke telinga tengah Peradangan membran tympani

Pre operasi

Edema membran tympani Nyeri akut

Pemupukan sekret

Perubahan transmisi sensori Gangguan persepsi Sensori dengar

Hilang kemampuan mendengar

Keluhan cairan sekret Infeksi

Perubahan status kesehatan Keterbatasan informasi salah menginterprestasikan

Meringotomi (post OP)

Ansietas

Luka insisi

Nyeri akut

Risiko infeksi

Susah tidur Kurang pengetahuan Gangguan pola tidur

Resiko injuri www.google.com.

E. MANIFESTASI KLINIS 1. Otitis media akut a. Otorrhea bila terjadi rupture membrane tympani b. Otalgia/ nyeri telinga c. Gejala sistemik berupa demam, infeksi saluran pernafasan atas, rinitis d. Eritema , bengkak, perforasi pada membran tympani e. Tuli konduktif f. Sakit telinga secara tiba-tiba 2. Otitis media seriosa a. Kehilangan pendengaran atau tuli b. Telinga terasa penuh c. Bunyi letupan, berderik atau suara pemotretan dalam telinga tengah yang terjadi karena tuba eustachi yang mencoba membuka d. Membran tynpani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik) e. Gelembung udara pada telinga tangah f. Audiogram menunjukan adanya tuli konduktif 3. Otitis media kronik a. Terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk b. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema c. Kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih dibelakang membrane tympani atau keluar kekanalis eksterna melalui lubang perforasi d. Hasil audiometri pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran

Stadium pada OMA Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 4 stadium: 1.

Stadium okulasi tuba Eustachius Tanda adanya okulasi tuba eustachius ialah adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.

2.

Stadium hiperemis(stadium presupurasi) Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di mrmbran tympani atau seluruh membran tympani tampak hiperemes serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serous sehingga sukar terlihat.

3.

Stadium supurasi Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisal serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum tympani menyebabkan membran tympani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum tympani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kepiler serta timbul tromboflebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada daerah membran tympani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakuka insisi membran tympani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran tympani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.

Dengan melakukan miringotomi luka insisi akan menutup kembali sedangkan apabila terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali. 4.

Stadium resolusi Bila membran tympani tetap utuh maka keadaan membran tympani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Resolusi dapat terjadi dengan atau tanpa pengobatan. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka dapat terjadi resolusi meskipun tanpa pengobatan.

F. KOMPLIKASI Otitis media mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan ottore. Pemberian antibiotoka telah menurunkan insiden komplikasi, walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi intrakranial yang serius lebih sering terlihat pada ekserbasi akut dari otitis media berhubungan dengan kolesteatoma. G. PENATALAKSANAAN Menurut Pracy, R. Siegier dan Stell, P.M (1989) penatalaksanaan pada penderita otitis media adalah sebagai berikut : 1

Otitis media akut a

Istirahat ditempat tidur dan dianjurkan untuk banyak minum

b

Berikan aspirin atau parasetamol

c

Antibiotika diberikan segera setelah diagnosa ditegakan

d

Tindakan-tindakan khusus

1) Pembersihan telinga Pembersihan nanah dari dalam liang telinga secara hati-hati yang diikuti pemberian antiseptik lokal. Hal ini dilakukan tiap hari sampai cairan berhenti keluar.

2) Miringotomi Bila terjadi penumpukan mukus atau mukupos didalam telinga tengah yang daat menyebabkan ketulian terus menerus atau otitis media cepat terjadi lagi. 2

Otitis media serosa a

Irigasi antrum

b

Cairan ditelinga tengah dikeluarkan dengan miringotomi dan penghisapan

3

Otitis media kronis a

Konserfatif atau medikamentosa 1) Apabila sekret keluar terus menerus diberikan obat cuci telinga 2) Setelah sekret berkurang dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan mengandung kortikosteroid 3) Bila sekret tetap kering namun perforasi tetap ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka harus dirujuk untuk miringoplasti atau tympanoplasti.

b

Pembedahan 1) Mastoidektomi dengan atau tanpa tympanoplasti 2) Meningotomi dengan insersi tuba Adalah

tindakan

insisi

pada

membran

tympani

untuk

mengeluarkan cairan yang terkumpul diantara telinga tengah dan telinga luar, biasanya dilakukan pada otitis media serosa. 3) Timpanoplasti Adalah pembedahan perbaikan pada membran tympani yang mengalami perforasi atau kerusakan yang luas karena infeksi, trauma, otosklerosis, stenosis, atau nekrosis pada telinga tengah.

SUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA A.

PENGKAJIAN 1.

WAWANCARA a.

Kaji

ketajaman

pendengaran

dan

kemampuan

berkomunikasi bahasa bibir atau bahasa isyarat, alat bantu dengar, kertas atau alat tulis. b.

Kaji tentang nyeri, rasa gatal dan hilangnya pendengaran disertai pernyataan mengenai mulai serangan, lamanya, tingkat nyerinya.

c.

Kaji apakah pasien pernah mempunyai riwayat /sedang menderita penyakit ISPA

d.

Kaji drainase telinga

e.

Kaji penerimaan pasien terhadap gangguan kecemasan, takut, marah.

2.

PEMERIKSAAN FISIK a. Inspeksi 1) Dilihat apakah ada cairan yang keluar dari telinga 2) Adanya edema hiperemesis dan berair 3) Kulit liang telinga berwarna merah b. Palpasi 1) Pasien mengeluh nyeri apabila liang telinga diraba 2) Teraba benjolan lunak dan kemerahan

3.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan garpu tala dan audiometer menunjukan adanya tuli konduktif b. Pemeriksaan hidung dan tenggorokan untuk menentukan penyebab dari penyumbatan tuba eustacheus c. Pemeriksaan bakteriologi hapusan dan nanah untuk mengetahui organisme penyebab dan kepekaan terhadap antibiotika d. Pemeriksaan rontgen mastoid menunjukan mastoid yang sklerotin atau

pengurangan jumlah sel udara e. Tes rinne, webber dan swabach

f. Otoskopy ditemukan membran tympani tampak merah, bengkak seta mengeluarkan nanah B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.

Pre operasi a.

Nyeri akut b.d peradangan membran tympani

b.

Gangguan sensori persepsi pendengaran b.d perubahan transmisi sensori

c.

Infeksi

b.d

peradangan

membran

tympani d.

Gangguan

pola

tidur

b.d

nyeri

peradangan e.

Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya kemampuan pendengaran

f.

Ansietas keluarga b.d perubahan status kesehatan pasien

g.

Kurang

pengetahuan

keluarga

b.d

keterbatasan informasi/ salah intepretasi penyakit. 2.

C.

Post operasi a.

Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan

b.

Risiko infeksi b.d luka insisi

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Dx

:

Nyeri akut b.d peradangan membran tympani

NOC :

Pain control (control nyeri)

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu mengontrol nyeri dengan kriteria hasil : a.

Pasien mengetahui penyebab dari nyeri

b.

Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri

c.

Pasien

dapat

mengurangi

nyeri

dengan

tanpa

menggunakan obat d.

Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang dianjurkan

Skala :

1. tidak pernah menunjukan 2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan

NIC

:

Pain management (manajemen nyeri)

Intervensi : a. Observasi karakteristi dari nyeri (penyebab, kualitas, skala, frekuensi, area, dan waktu terjadinya nyeri) b. Kontrol kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang nyaman ( suhu udara, kebisingan, dll) c. Ajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk mengontrol nyerinya d. Anjurkan pasien banyak istirahat untuk mengurangi nyeri e. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti nyeri 2. Dx :

Gangguan sensori persepsi pendengaran b.d perubahan transmisi sensori

NOC :

Orientasi kognitif

Tujuan :

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

diharapkan

pendengaran pasien kembali normal dengan kriteria hasil :

Skala :

a.

Menunjukan kemampuan kognitif yang baik

b.

Menunjukan orientasi kognitif yang positif

c.

Pasien dapat berkomunikasi secara efektif

1. tidak pernah menunjukan

2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan NIC

:

Peningkatan komunikasi : defisit pendengaran

Intervensi : a. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien b. Ajarkan penggunaan alat bantu denagr c. Terangkan pada pasien bahwa suara akan terdengar berbeda dengan menggunakan alat bantu dengar d. Yakinkan pada keluarga dan pasien bahwa defisit persepsi atau sensori adalah sementara jika pengobatan sesuai 3. Dx

:

Infeksi b.d peradangan membran tympani

NOC :

Knowledge : Infection control

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhipenularan serta penatalaksanaan c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi d. Jumlah lekosit dalam batas normal

Skala :

1. tidak pernah 2.

NIC

terbatas

3.

sedang

4.

sering

5.

selalu

:

Infection protection

Intervensi : a. Monitor tanda dan gejala infeksi

b. Ajarkan pada keluarga dan apsien tanda dan gejala infeksi c. Ajarkan cara menghindari infeksi d. Monitor jumlah leukosit e. Monitor kerentanan terhadap infeksi f. Instrusikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 4. Dx

:

Gangguan pola tidur b.d nyeri peradangan

NOC

:

Sleep (tidur)

Tujuan

:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat tidur dengan nyenyak dengan kriteria hasil : a. Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia b. Pasien merasa segar setelah tidur c. Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur d. Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai

Skala

:

1. tidak pernah menunjukan 2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan

NIC

:

Peningkatan tidur

Intervensi : a. Hindari suara keras dan penggunaan lampu terang saat tidur malam b. Ciptakan lingkungan yang tenang c. Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan aktifitas untuk meningkatkan kondisi d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan pasien kurang tidur e. Anjurkan tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tidur 5. Dx NOC

:

Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya kemampuan pendengaran

:

Risk control : Hearing impairment (kerusakan pendengaran)

Tujuan

:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mengontrol factor risiko cidera dengan criteria hasil : a. Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya

b. Pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi c. Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga d. Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik Skala :

1. tidak pernah menunjukan 2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan

NIC

: Environmental management : Safety

Intervensi : a. Identifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera b. Hindari kegiatan yang menyebabkan cidera fisik c. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko d. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko injuri 6. Dx

:

Ansietas keluarga b.d perubahan status kesehatan pasien

NOC :

Anxietas control

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan keluarga/ pasien hilang dengan kriteria hasil : a. Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri b. Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan pada dirinya c. Pasien

atau

keluarga

mengontrol kecemasan Skala :

1. tidak pernah menunjukan 2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan

dapat

mendemonstrasikan

upaya

NIC

:

Anxietas reduction (pengurangan kecemasan)

Intervensi : a. Dengarkan keluhan pasien dengan seksama b. Ciptakan lingkungan yang dapat membina hubungan saling percaya c. Bantu pasien atau keluarga mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan peningkatan kecemasan d. Ajarkan pasien atau keluarga teknik relaksasi (nafas dalam) untuk mengurangi kecemasan 7. Dx

:

Kurang pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi/ salah intepretasi penyakit.

NOC :

Pengetahuan penyakit

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keluarga mengetahui penyakit yang diderita pasien dengan kriteria hasil : a. Keluarga familiar dengan proses penyakit b. Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab c. Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit d. Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi e. Keluarga dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas

Skala :

1. tidak pernah 2. terbatas 3. sedang 4. sering 5. selalu

NIC

: Mengajarkan proses penyakit

Intervensi : a. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar b. Menetukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya c. Menjelaskan tentang penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala dll)

d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi atau mengontrol proses penyakit e. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan 8. Dx

:

Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan

NOC :

Pain level

Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : a. Melaporkan nyeri berkurang b. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang c. Mengenali gejala-gejala nyeri d. Mencari bantuan tenaga kesehatan

Skala :

1. tidak pernah menunjukan 2. jarang menunjukan 3. kadang menunjukan 4. sering menunjukan 5. selalu menunjukan

NIC

:

Pain management

Intervensi : a. Kaji secara komperhensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri d. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan e. Kolaborasi pemberian analgetik 9. Dx

:

Risiko infeksi b.d luka insisi

NOC :

Risk control

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :

a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi c. Jumlah leukosit dalam batas normal d. Menunjukan prilaku hidup sehat Skala :

NIC

1. tidak pernah 2.

terbatas

3.

sedang

4.

sering

5.

selalu

:

Infection control

Intervensi : a. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan b. Batasi pengunjung bila perlu c. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat d. Tingkatkan intake nutrisi e. Berikan terapi antibiotik bila perlu D.

EVALUASI 1. Diagnosa 1 a. Pasien mengetahui penyebab dari nyeri b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat d. Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang dianjurkan 2. Diagnosa 2 a

Menunjukan kemampuan kognitif yang baik dengan skala 5

b

Menunjukan orientasi kognitif yang positif dengan skala 5

c

Pasien dapat berkomunikasi secara efektif dengan skala 5

3. Diagnosa 3 a

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dengan skala 5

b

Mendeskripsikan

proses

penularan

penyakit,

faktor

yang

mempengaruhipenularan serta penatalaksanaan c

Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi dengan skala 5

d

Jumlah lekosit dalam batas normal dengan skala 5

4. Diagnosa 4 a

Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia

b

Pasien merasa segar setelah tidur

c

Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur

d

Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai

5. Diagnosa 5 a

Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya dengan skala 5

b

Pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi

c

Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga

d

Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik dengan skala 5

6. Diagnosa 6 a

Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri dengan skala 5

b

Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan pada dirinya dengan skala 5

c

Pasien atau keluarga dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol kecemasan dengan skala 5

7. Diagnosa 7 a

Keluarga familiar dengan proses penyakit

b

Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab

c

Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit

d

Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi

e

Keluarga

dapat

mendeskripsikan

tindakan

untuk

menurunkan

progresifitas 8. Diagnosa 8 a

Melaporkan nyeri berkurang, skala <3 dengan skala indikator 5

b

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

c

Mengenali gejala-gejala nyeri

d

Mencari bantuan tenaga kesehatan

9. Diagnosa 9 a

Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

b

Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

c

Jumlah leukosit dalam batas normal dengan skala 5

d

Menunjukan prilaku hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi 2. Jakarta : EGC Pracy, R, J, siegler dan P. M. Stell. 1985. Pelajaran ringkas telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : Gramedia Reeves,C. Gayle Roux dan Robin Loekhart. 2001. Keperawatan medikal bedah edisi pertama alih bahasa Joko Setiono. Jakarta : Salemba Medika Smeltzer, S. C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC http :// www. nlm. nih. gov / medlineplus/ ency/ magepages/ 1092. htm) www. Google.com

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN OTITIS MEDIA

MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK Dosen Pengampu : Wahyudi SKp Ns

Disusun oleh : DADDY IKA YUWANA P 10220206004

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG PRODI KEPERAWATAN PURWOKERTO

2008

Related Documents

Gastritis Nita New
October 2019 21
Gastritis Nita New.doc
October 2019 12
Gastritis
April 2020 29
Gastritis
May 2020 21
Gastritis
June 2020 19
Gastritis
May 2020 21

More Documents from "Kevin Flores"

Osteomielitis Konsul 1
October 2019 17
Tetanus Neonatorum
October 2019 29
Gastritis Nita New.doc
October 2019 12
Gastritis Nita New
October 2019 21
Hiperbilirubinemia.docx
October 2019 19
Hiperbilirubinemia.docx
October 2019 17