Gangguan Tidur Non Organik.docx

  • Uploaded by: nabila
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Tidur Non Organik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,580
  • Pages: 32
BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Panteri dalam Purwanto , tidur adalah suatu fenomena biologis yang terkait dengan irama alam semesta, irama sirkadian yang bersiklus 24 jam, terbit dan terbenamnya matahari, waktu malam dan siang hari, tidur merupakan kebutuhan manusia yang teratur dan berulang untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Fisiologi tidur dapat diterapkan melalui gambaran aktivitas sel-sel otak selama tidur, dan dapat direkam dengan elektroensefalograf (EEG). Untuk merekam otak orang yang sedang tidur, digunakan poligrafi EEG. Stadium I dan II disebut sebagai tidur ringan, sedangkan Stadium III dan IV sebagai tidur dalam. Stadium I, II, III, dan IV disebut Stadium non REM (NREM)3. Gangguan tidur bisa mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur atau bisa menyebabkan kesulitan menjaga terjaga normal - keduanya bisa menyebabkan gangguan fungsi siang hari dan sejumlah perawatan medis, kejiwaan dan masalah psikososial8. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik

(10-15%)

disebabkan

oleh

gangguan

psikiatri, ketergantungan obat dan

alcohol4. Masalah tidur ini bisa disebabkan berbagai faktor, di antaranya karena hormonal, obat-obatan, dan kejiwaan. Bisa juga karena faktor luar misalnya tekanan batin, suasana kamar tidur yang tidak nyaman, ribut atau perubahan waktu karena harus kerja malam1 .

1

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Gangguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Gangguan tidur dapat dialami oleh semua lapisan masyarakat baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut4. 2.2 EPIDEMIOLOGI Menurut Grewal dan Doghramji, sebagian besar studi epidemiologi menunjukkan bahwa wanita, orang tua, dan orang-orang dengan masalah kesehatan yang ada bersama lebih cenderung menderita insomnia. a. Jenis kelamin Semua studi epidemiologi yang ada yang membandingkan prevalensi insomnia antara jenis kelamin melaporkan prevalensi yang lebih tinggi pada wanita. Rasio wanita terhadap laki-laki sekitar 1,5 / 1. Hal ini terutama berlaku saat membandingkan wanita pre atau postmenopause dengan pria dengan usia yang sama. Salah satu gejala premenopause yang paling umum pada wanita berusia antara 35 sampai 55 adalah insomnia. Namun ada penelitian lain yang melaporkan peningkatan prevalensi insomnia pada wanita muda, dan bahkan pada remaja perempuan, bila dibandingkan dengan rakan pria usia yang cocok. b. Usia Usia lanjut dianggap sebagai faktor risiko untuk terjadinya insomnia. Gejala insomnia dilaporkan lebih dari sepertiga dari populasi berusia 65 dan lebih tua. Penulis menyimpulkan bahwa proses penuaan per se tidak bertanggung jawab

2

atas peningkatan insomnia yang sering dilaporkan di usia lanjut orang-orang. Sebaliknya, ketidakaktifan, ketidakpuasan terhadap kehidupan sosial, dan adanya penyakit organik dan gangguan mental adalah prediktor insomnia terbaik, dengan kontribusi usia tidak signifikan. Dalam penelitian ini, prevalensi gejala insomnia pada lansia sehat sama dengan yang diamati pada usia muda individu. c. Faktor lain Pekerjaan, status sosial ekonomi, status perkawinan, kesehatan mental dan fisik juga berdampak pada prevalensi insomnia. Beberapa penelitian telah dilaporkan

hubungan

langsung

antara

status

pengangguran,

status

sosioekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang lebih rendah, dengan peningkatan prevalensi insomnia. Prevalensi keluhan insomnia yang lebih tinggi juga telah dilaporkan di antara orang dewasa bujang, janda, atau orang yang bercerai dibandingkan dengan orang-orang yang dalam hubungan perkawinan. Lingkungan bising berhubungan dengan peningkatan laporan tentang tidur yang kurang baik terutama pada wanita. Psikososial stres tampaknya menjadi faktor risiko insomnia juga. Kesehatan fisik yang buruk juga dikaitkan dengan prevalensi insomnia yang lebih tinggi seperti kesehatan mental yang buruk. Masalah medis terkait dengan insomnia termasuk gangguan depresi, gangguan kecemasan, penyalahgunaan zat, skizofrenia, gagal jantung kongestif, penyakit saluran pernapasan obstruktif dan penyakit pernafasan lainnya, punggung dan pinggul masalah, dan masalah prostat.

3

2.3 ETIOLOGI Lebih dari satu setengah kasus insomnia berhubungan dengan depresi, kecemasan atau stres psikologis. Seringkali kualitas insomnia seseorang dan gejala lainnya dapat membantu menentukan peran kondisi kepesehatan mental dalam ketidakmampuan seseorang untuk tidur. Bangun awal di pagi hari bisa menjadi petanda depresi, seiring dengan rendahnya energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, kesedihan dan perubahan nafsu makan atau berat badan. Di sisi lain, penurunan kadar tidur secara dramatis yang disertai dengan peningkatan energi, atau kurangnya kebutuhan tidur bisa jadi petanda mania. Kebanyakan gangguan kecemasan terkait dengan kesulitan tidur. Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) sering dikaitkan dengan kurang tidur. Serangan panik saat tidur mungkin akan menimbulkan gangguan panik. Tidur yang buruk akibat mimpi buruk mungkin terkait dengan gangguan stres posttraumatik. Penyalahgunaan zat juga bisa menyebabkan masalah dengan tidur. Sementara alkohol memberikan efek sedasi dalam jumlah tertentu, intoksikasi alkohol bisa membuat anda terbangun berkali-kali di malam hari dan mengganggu pola tidur. Obat-obatan seperti LSD, ekstasi, Molly dan ganja juga terkait dengan gangguan tidur. Beberapa obat penenang dapat menyebabkan kantuk selama intoksikasi tapi bisa mengganggu tidur dan menyebabkan masalah tidur yang serius pada orang yang kecanduan atau withdrawal. Kurang tidur telah terbukti secara signifikan memperburuk gejala bagi kebanyakan masalah kesehatan mental. Masalah tidur yang parah dapat menurunkan keefektifan pengobatan tertentu6.

4

2.4 FISIOLOGIS TIDUR Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian,4. Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi,4. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center) ,4.

Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1. Tipe Rapid Eye Movement (REM) 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa,4.

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu: 1. Tidur stadium Satu. Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan

5

dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K4.

2. Tidur stadium dua Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K4. 3. Tidur stadium tiga Tahap ini lebih dalam dari sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama beberapa menit. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50%. 4. Tidur stadium empat Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi fisik. Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di siang hari. Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit. sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Selama tidur REM, mata bergerak cepat ke berbagai

6

arah, walaupun kelopak mata tetap tertutup. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur, dan dangkal. Denyut jantung dan nadi meningkat4.

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun4. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang dalam4. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut: 4 - NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4 : 13% - REM; 25 %. Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi

7

hiperaktif, kurang dapat mengendalikan emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit4.

Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu4. Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM. Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter

seperti

sistem

serotoninergik,

noradrenergik,

kolinergik,

histaminergik4.

8

2.5 GAMBARAN KLINIS Berikut merupakan gejala gangguan tidur2: 

Secara konsisten membutuhkan waktu 30 menit untuk tidur



Secara konsisten terbangun beberapa kali pada malam hari dan mengalami kesulitan tidur kembali



Sering mengantuk pada tengah hari, menguap, bahkan tertidur saat sedang beraktivitas.



Sering mengorok dengan kencang saat tidur atau berhenti bernapas beberapa saat.



Sering tak bisa bergerak saat bangun tidur



Sering mimpi sambil berjalan, bicara, atau melakukan gerakan seperti yang dialaminya saat mimpi



Sering mengalami mimpi buruk

2.6 KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat (DSMIV) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostic klinik dan perkiraan etiologic. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan tidur mental lain, dan gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur akibat kondisi medis umum atau yang disebabkan oleh zat3. a. Gangguan tidur primer terdiri atas dissomnia dan parasomnia.

9

Dissomnia adalah suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen termasuk : (i) insomnia primer, (ii) hipersomnia primer, (iii) narkolepsi, (iv) gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan dan (v) gangguan tidur irama sirkadian.

i.

Insomnia primer Ditandai dengan: 

Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulanMenyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment social, okupasional, atau fungsi penting lainnya



Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya



Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medic umum atau zat

Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit mempertahankan tidur. Meskipun jarang, kadang-kadang seseorang mengeluh tetap tidak segar meskipun sudah tertidur. Diagnosis gangguan insomnia dibuat bila penderitaan atau impairmentnya bermakna8. ii.

Hipersomnia primer

10

Hipersomnia primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Hipersomnia juga membahayakan jiwa, terutama jika mengendara atau mengoperasikan alatalat berat9.

iii.

Narkolepsi Rasa kantuk yang berlebihan dan berulang-ulang dapat memicu gejala narkolepsi. Beberapa gejala/tanda narkolpsi yaitu: 

Mengantuk berlebihan; walaupun telah tidur cukup. Seseorang penderita narkolepsi dapat mendadak jatuh tertidur dimanapun dan kapanpun termasuk saat bekerja di kantor yang suasananya sibuk



Dapat dikatakan sebagai serangan tidur yang mendadak tanpa melihat tempat



Penderita sulit menahan kantuk bahkan pada saat sedang melakukan aktifitas. Penderita narkolepsi sering dianggap pemalas dan tukang tidur, karena selalu mengantuk dan kekurangan tenaga.



Narkolepsi tidak membahayakan kesehatan penderitanya, namun bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain. Misalnya pada saat memasak, atau sedang menyetir



Kekurangan biotin (vitamin B) yang dibutuhkan untuk metabolism lemak dan karbohidrat

Narkolepsi adalah kelainan tidur neurologi yang mempengaruhi satu dari 2000 orang. Gejalanya dapat mencakup kantuk siang hari yang kronis, serangan rasa lemah pada otot, halusinasi seperti kehidupan dan lumpuh

11

saat tertidur atau waktu bangun. Pengobatan dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengatasi gejala narkolepsi10.

iv.

Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan atau sleep apnea syndrome Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan ditemukannya episode apenea atau hypopnea pada saat tidur. Apneaa dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif jalan nafas, atau campuaran. Obstruktif apnea adalah berhentinya aliran udara pada hidung dan mulut walaupun dengan usaha nafas, sedangkan central apnea adalah penghentian pernafasan yang tidak disertai dengan usaha bernafas akibat tidak adanya rangsangan. Obstruktif hipoventilasi disebabkan oleh obstruksi parsial aliran udara yang menyebabkan hipoventilasi

dan hipoksia.

Istilah obstruktif

hipoventilasi digunakan untuk menunjukkan adanya hipopnea, yang berarti adanya pengurangan aliran udara11. v.

Gangguan tidur irama sirkadian Gambaran penting gangguan ritmik sirkadian yaitu pola menetap dan berulang gangguan tidur akibat tidak sinkronnya jam biologik sirkadian internal seseorang dengan siklus tidur-bangun. Hal ini terjadi karena tidak cocoknya jam sirkadian dengan tuntutan eksogen mengenai saat dan lama tidur misalnya karena perjalanan melintasi zona waktu yang berbeda. Penyebab lain dapat berupa disfungsi ritmik biologik dasar. Akibat tidak samanya siklus sirkadian, seseorang dengan gangguan

12

ini dapat mengeluh insomnia pada waktu tertentu (misalnya malam hari) dan tidur berlebihan pada siang hari sehingga terjadi gangguan fungsi

sosial,

pekerjaan,

fungsi lainnya atau dapat menyebabkan

penderitaan secara subyektif. Diagnosis ditegakkan bila terjadi gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau penderitaan subyektif secara signifikan8. Parasomnia adalah suatu kelompok gangguan tidur termasuk : (i) gangguan mimpi menakutkan (nightmare disorder), (ii) gangguan terror tidur, dan (iii) gangguan tidur berjalan. i.

Gangguan mimpi menakutkan (nightmare disorder) Gangguan mimpi menakutkan merupakan gangguan tidur ditandai dengan

terulangnya

kejadian

mimpi

menakutkan

yang

memicu

terbangunnya tidur; saat terbangun, individu menjadi sangat waspada dan berorientasi dan memiliki ingatan terperinci tentang mimpi buruk, yang biasanya menyebabkan bahaya atau sangat memalukan bagi individu12. ii.

Gangguan terror tidur Gangguan tidur teror berarti perasaan teror yang sangat kuat dan panik saat tidur. Anda memilikinya pada saat gelombang tidur perlahan. Ia cenderung terjadi cukup cepat setelah masuk tidur. Dua pertiga dari waktu, ia berada di periode pertama tidur nyenyak. Teror malam tidak sama dengan mimpi buruk yang merupakan mimpi yang hidup saat tidur REM. Saat teror malam terjadi pada gelombang tidur perlahan (seperti berjalan dalam tidur), hanya ada sedikit penarikan. Seseorang yang melalui teror malam bisa membuat suara bising, menjerit, bergerak tubuh mereka dan memiliki getaran dan keringat. Orang yang ada teror malam yang sering tidur berjalan juga. Faktor pendahulunya dan pemicu mirip dengan yang

13

berjalan dalam tidur. Tidak jarang menemukan orang dewasa yang masih terus mengalami teror malam hari13. iii.

Gangguan tidur berjalan Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah4.

Kriteria diagnostic untuk insomnia primer adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan. Gangguan tidur yang disertai keletihan pada siang hari meenyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Kriteria diagnostic untuk hypersomnia primer adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama sekurangnya satu bulan seperti yang ditunjukkan oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hamper setiap hari. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lain3. b. Gangguan tidur terkait gangguan mental lain

14

Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidurbangun. Gangguan tidur ini terdiri dari : Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I atau II. c. Gangguan tidur lain (akibat kondisi medic umum atau zat) Gangguan akibat kondisi medic umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medic umum terhadap siklus tidur-bangun. Gangguan tidur akibat zat yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medic umum, dan zat atau medikasi yang digunakan perlu dilakukan8. 2.7 PEDOMAN DIAGNOSTIK GANGGUAN TIDUR Anamnesis Assesmen dan riwayat harus ditelusuri, termasuklah informasi berkaitan bilik tidur dan pasangan tidurnya, karena bisa terjadi salah satu faktor gangguan tidur. 1. Riwayat tidur 

Keluhan pasien (onset, durasi, frekuensi, keparahan). Cari tahu stressor dsn kejadian signifikan saat onset.



Pola gejala, masa, faktor pencetus dan apa yang dilakukan untuk menguranginya? 15



Perlakuan pasien saat tidur, mimpi atau mimpi buruk, episode terjaga dan kualitas tidur.



Kesannya pada mood, perlakuan, kerja, sosial, sekolah kehidupan dan pasangan tidur serta ahli keluarga yang lain.



Masalah tidur sebelumnya dan pengobatan.

2. Rutin harian 

Masa jaga (natural atau alarm), kepayahan terjaga dari tidur



Aktivitas sepanjang siang



Tidur singkat pada waktu siang



Persiapan tidur



Masa untuk tidur



Aktivitas sewaktu di tempat tidur



Waktu dibutuhkan untuk jatuh tidur



Ada tidak terjaga pada malam hari



Riwayat konsumsi kafein

3. Riwayat gangguan jiwa (psikiatri) 

Diagnosa dan pengobatan gangguan jiwa sebelumnya serta keberhasilannya



Medikasi rutin atau riwayat konsumsi alkohol, nikotin



Ciri personalitas premorbid



Situasi hidup sekarang: kewangan, pekerjaan

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik secara keseluruhan harus dilakukan, fokus pada fungsi pernapasan, neurologik dan endokrin

16

Pemeriksaan psikologik Sekiranya pasien diduga mempunyai masalah gangguan jiwa, metode assesmen harus dilakukan sperti Beck Depression Index.

F51.0 Insomnia Non-organik14 

Hal tersebut dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: a)

Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk;

b)

Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan;

c)

Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari;

d)

Ketidak-puasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan



Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas harus dicantumkan karena membutuuhkan terapi tersendiri.



Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria diatas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis

17

di sini, dapat dimasukkan dalam Reaksi Stres Akut (F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2). F51.1 Hipersomnia Non-organik 

Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: a) Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur / “sleep attacks” (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep drunkenness); b) Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan; c) Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy” (cataplexy, sleep paralysis, hypnagogic hallucination) atau bukti klinis untuk “sleep apnoe” (nocturnal breath cessation, typical intermittent snoring sounds, etc); d) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada siang hari.



Bila hypersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain, misalnya Gangguan Afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang mendasarinya. Diagnosis hypersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hypersomnia merupakan keluhan yang dominan dari penderita dengan gangguan jiwa lainnya.

F51.2 Gangguan Jadwal Tidur-jaga Non-organik 

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

18

a)

Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama (out of synchrony) dengan

pola tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat; b)

Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan hypersomnia pada waktu

kebanyakan orang jaga, yang dialamihampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek c)

Ketidak-puasan

dalam

kuantitas,

kualitas,

dan

waktu

tidur

menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan 

Adanya gejala gangguan jiwa lain, seperti anxietas, depresi, hipomania, tidak menutup kemungkinan diagnosis gangguan jadwal tidur-jaga non-organik, yang penting adanya dominasi gambaran klinis gangguan ini pada penderita. Apabila gejala gangguan jiwa lain cukup jelas dan menetap harus dibuat diagnosis gangguan jiwa yang spesifik secara terpisah

F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking) 

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: a)

Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalanjalan; (kesadaran berubah)

b)

Selama satu episode, individu menunjukkan wajang bengong (blank, staring face), relatif tak memberi respons terhadap upaya orang lain

19

untuk mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya dapat disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah. c)

Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok paginya), individu tidak ingat apa yang telah terjadi

d)

Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat

e) 

Tidak ada bukti adanya gangguan mental organic

Somnambulisme harus dibedakan dari serangan Epilepsi Psikomotor dan Fugue Disosiatif (F44.1)

F51.4. Teror Tidur (Night Terrors) 

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: a)

Gejala utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan berteriak karena panic, disertai anxietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktivitas otonomik seperti jantung berdebardebar, napas cepat, pupil melebar, dan berkeringat;

b)

Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1-10 menit, dan biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam;

c)

Secara relative tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan terror tidurnya, dan kemudian dalam beberapa menit setelah bangun biasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang;

d)

Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas pada satu atau dua bayangan-bayangan yang terpilah-pilah); 20

e) 

Tidak ada bukti adanya gangguan mental organic

Terror tidur harus dibedakan dari Mimpi Buruk (F51.5), yang biasanya terjadi setiap saat dalam tidur, mudah dibangunkan, dan teringat dengan jelas kejadiannya.



Terror tidur dan somnambulisme sangat berhubungan erat, keduanya mempunyai karakteristik klinis dan patofisiologis yang sama

F51.5 Mimpi Buruk (Nightmares) 

Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: a)

Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya perihal ancaman kelangsungan hidup, keamanan, atau harga diri; terbangunnya dapat terjadi kapan saja selama periode tidur, tetapi yang khas adalah pada paruh kedua masa tidur;

b)

Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar penuh dan mampu mengenali lingkungannya;

c)

Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan cukup berat bagi individu



Sangat penting untuk membedakan mimpi buruk dari terror tidur, dengan memperhatikan gambaran klinis yang khas untuk masing-masing gangguan

2.7 PENATALAKSANAAN GANGGUAN TIDUR 1. Farmakologik i. Benzodiazepine Benzodiazepin adalah hipnotik yang paling sering digunakan dan sangat efektif untuk menginduksi tidur. Obat ini berkerja pada reseptor

21

benzodiazepin, yang mana meningkatkan inhibisi GABA didalam sistem saraf pusat. Namun, toleransi dan kebergantungan obat bisa terjadi dalam waktu 14 hari yang mana bisa mengakibatkan rebound insomnia. Benzodiazepin sangat baik dipakai untuk jangka waktu yang singkat.

Benzodiazepine paling sering digunakan dan tetap merupakan pilihan utama untuk mengatasi insomnia baik primer maupun sekunder. Obat hipnotik hendaklah digunakan dalam waktu terbatas atau untuk mengatasi insomnia jangka pendek. Dosis harus kecil dan durasi pemberian harus singkat. Benzodiazepine dapat direkomendasikan untuk dua atau tiga hari dan dapat diulang tidak lebih dari tiga kali. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan masalah tidur atau dapat menutupi penyakit yang mendasari. Penggunaan benzodiazepine harus hati-hati pada pasien penyakit paru obstruktif

kronik,

obesitas,

gangguan

jantung

dengan

hipoventilasi.

Benzodiazepine dengan waktu paruh pendek (triazolam dan zolpidem) merupakan obat pilihan untuk membantu orang-orang yang sulit masuk tidur. Sebaliknya, obat yang waktu paruhnya panjang (estazolam, temazepam, dan lorazepam) berguna untuk penderita yang mengalami interupsi tidur. ii. Hipnotik non benzodiazepin Obat ini berpotensi menginhibisi GABA didalam sistem saraf pusat. Percobaan klinikal mendapatkan obat ini mempunyai risiko yang lebih rendah untuk terjadinya kebergantungan dan toleransi. Namun, obat ini bisa menyebabkan sedasi pada waktu pagi dan tidak digalakkan untuk penggunaan jangka panjang.

22

No Nama generik

Nama dagang

Sediaan

Dosis anjuran

1

Nitrazepam

DUMOLID

Tab 5 mg

5-10 mg/h

2

Zolpidem

STILNOX

Tab 10 mg

10-20 mg/h

ZOLMIA

Tab 10 mg

ZOLTA

Tab 10 mg

ESILGAN

Tab 1 mg, 2 mg

ESTALIN

Tab 1mg, 2 mg

ROZEREM

Tab 8 mg

3

4

Estazolam

Ramelteon

1-2 mg/h

8-16 mg/h

iii. Antidepresan Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat reuptake aminergic neurotransmitter dan ada juga yang menghambat penghancuran oleh enzim Monoamine oxidase. Ini penting sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut yang dapat meningkatkan aktivitas reseptor serotonin. Antara efek samping obat ini adalah bisa menimbulkan afek sedasi, efek antikolinergik seperti mulut kering,retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi dan lain lagi. Antidepresan yang bersifat sedative seperti trazodone dapat diberikan bersamaan dengan benzodiazepine pada awal malam. Antidepresan kadangkadang dapat memperburuk gangguan gerakan terkait tidur. Mirtazapine merupakan antidepresan yang dapat memperpendek onset tidur, stadium I berkurang, dan meningkatkan dalamnya tidur. Latensi REM, total waktu tidur, kontinuitas tidur, serta efisiensi tidur meningkat pada pemberian mirtazapine. Obat ini efektif untuk penderita depresi dengan insomnia tidur.

23

No Nama generik

Nama dagang

Sediaan

Dosis anjuran

1

AMITRIPTYLINE

Drag 25mg

75-300 mg/h

TRILIN

Tab 25mg

Amitriptyline

2

Tianeptine

STABLON

Tab 12,5mg

25-50 mg

3.

Maprotiline

SANDEPRIL-50

Tab 50mg

100-225 mg/h

4.

Sertralline

ZOLOFT

Tab 50 mg

50- 100 mg/h

FATRAL

Tab 50 mg

ANEXIN

Tab 50 mg

FRIDEP

Tab 50 mg

SERNADE

Tab 50 mg

DEPTRAL

Tab 50 mg

SERLOF

Tab 50 mg

ZERUN

Tab 50 mg

PROZAC

Cap 20mg

NOPRES

Caplet 20mg

NOXETINE

Tab 20 mg

DEPREZAC

Cap 20 mg

DEPROZ

Cap 20 mg

FORANSI

Cap 10-20 mg

ANTIPRESTIN

Cap 10,20 mg

5

Fluoxetine

10-40 mg/h

iv.Anti histamin sedatif Diphenyhidramin dan promethazin adalah obat paling sering dipakai untuk gangguan tidur. Efek nya berkurang dalam jangka masa lama dan kadangkala menimbulkan rasa oleng. Nyeri kepala adalah efek samping obat ini yang paling sering terjadi.

Khloralhidrat dan barbiturate jarang digunakan karena cenderung menekan pernafasan. Antihistamin dan difenhidramin bermanfaat untuk

24

beberapa pasien tapi penggunaannya harus hati-hati karena dapat menginduksi delirium8. Untuk insomnia jangka pendek dapat diberikan Triazolam 0,1250,25mg atau jenis benzodiazepine lainnya yang bekerja cepat dan hilang cepat dari tubuh. Sedangkan untuk insomnia jangka panjang diberikan neuroleptika dengan dosis kecil seperti klorpromazin, levomepromazin dan tioridazin. Pada pasien usia lanjut dengan insomnia dan depresi, diberikan antidepresan jenis tetrasiklik, serotonin selective receptor inhibitor (SSRI), dan mono amino oxidase inhibitor (MAOI), misalnya Maprotiline 10-25mg, Fluxetine 20mg pada pagi hari atau Moclobemide dua kali 150mg3.

2. Non farmakologi 1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya adalah; 

Untuk mencari penyebab dasar dan pengobatan adekuat



Mencegah komplikasi sekunder yang disebabkan oleh penggunaan obat hipnotik, alkohol, gangguan mental



Mengubah kebiasaan tidur yang jelek

2. Kounseling dan psikoterapi Bertujuan untuk membantu pasien dengan gangguan psikiatri agar bisa mengatasi masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik. Contohnya ;

i.

Terapi kontrol stimulus (stimulus control therapy) Terapi ini memainkan peran dalam mengaktivasikan keinginan untuk tidur dengan cara mengaplikasikan rutin sebelum tidur dan

25

lingkungan. Untuk mereka yang mempunyai pola tidur yang normal, terdapat asosiatif positif antara masa, rasa kantuk dan jatuh tidur. Manakala untuk pasien insomnia, stimulus ini kurang ditanggapi lalu pasien lebih mudah terjaga dan kurang istirahat. Terapi kontrol stimulus ini berkaitan mengalihkan segala hal yang menyebabkan kesulitan untuk tidur didalam kamar. Pasien hanya dibenarkan masuk tidur apabila mulai rasa kantuk dan segala aktivitas selain tidur adalah tidak dibenarkan termasuk hubungan seks. Pasien juga tidak bisa tidur di kamar lain selain kamar yang disediakan. Sekiranya pasien masih tidak bisa tidur dalam tempoh 20 menit, pasien haruslah bangun, meninggalkan kamar tersebut dan pindah ke kamar lain sehinggalah mereka merasa mengantuk. Proses ini dilanjutkan sehingga pasien bisa tidur pada waktu yang ditetapkan dan bisa tidur secepatnya.

ii.

Terapi pembatasan tidur Proses ini bertujuan untuk membantu pasien yang mengambil masa yang lama untuk tidur diatas katil, dan bisa terjaga dengan sangat cepat. Proses mengurangi masa tidur diatas katil memberikan rehat yang berkualitas tinggi. Terapi ini juga membutuhkan pasien untuk menyediakan diari tidur dan mengira rata-rata durasi tidur. Untuk minggu pertama, pasien hanya dibenarkan tidur pada malam hari dan dilarang untuk tidur pada siang hari samasekali. Waktu tidur bisa diubah sedikit sehingga jumlah tidur yang memuaskan dicapai.

26

iii.

Memberi dukungan buat pasien Psikoedukasi, support group, bisa menambah keyakinan diri

pasien di samping mencari penyelesaian terbaik dengan berdiskusi

iv.

Cognitive behavioural therapy CBT merupakan antara salah satu terapi paling efektif untuk

insomnia kronik. Sekitar 70% pasien dengan insomnia membaik dengan terapi CBT, dan kesannya kekal untuk jangka panjang. Terapi ini bertujuan mengidentifikasi pemikiran yang menghindari tidur serta mencari cara untuk mengubah perilaku ini. Antara komponen CBT untuk insomnia adalah 

Mengidentifikasi pola pemikiran intrusif



Mencari tahu miskonsepsi berkaitan tidur



Membentuk review harian dan merencana sesi pada waktu senggang



Latihan relaksasi seperti yoga



Memblokir pemikiran dan hendaya



Membanteras pemikiran negatif



Memberi motivasi untuk memelihara kognitif dan perilaku.

v. Terapi jadwal tidur Khas untuk pasien narkolepsi, tidur singkat selama 20 menit dijadwalkan secara harian untuk mengurangi kebiasaan tidur yang lebih lama.

27

3. Strategi spesifik i.

Penerapan sleep hygiene 

Tidur dan bangun secara reguler/ kebiasaan



Hindari tidur pada siang hari/ sambilan



Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari



Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan



Lakukan latihan/ olahraga ringan sebelum tidur



Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong



Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30menit)



Hindari rasa cemas atau frustasi



Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, suram, aman dan enak.

ii. Kronoterapi Kronoterapi merupakan suatu terapi perilaku di mana waktu tidur secara bertahap disesuaikan dengan waktu yang diinginkan. Hal ini memerlukan dukungan keluarga yang mantap. iii.Terapi cahaya Fototerapi dengan menggunakan 10000 lampu lux selama 3090 menit sebelum tempoh waktu pasien terjaga dari tidur. Tempoh masa pada lampu bisa diubah sehingga waktu kepuasan untuk terjaga dicapai. Restriksi cahaya bisa dilakukan pada waktu petang, terutamnya pada musim panas. Untuk pasien dengan keluhan waktu terjaga yang lama, terapi ini bisa digunakan untuk memperlama tidur.

28

iv.Melatonin Melatonin merupakan hormon yang disekresi oleh glandula pinea saat dalam kegelapan, yang mana berkaitan dengan tidur-jaga dan siklus terang-gelap . Banyak yang berpendapat pengambilan melatonin 1-2 jam sebelum tempoh waktu tidur mereka bisa menginduksi tidur. Hormon ini selalunya dipakai oleh para pelancong untuk mengatasi jetlag dan lain-lain lagi.

29

BAB 3 KESIMPULAN Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Sekitar 67% lansia mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia yaitu insomnia, gangguan ritmik tidur, dan apnea tidur. Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat8. Pendekatan secara sistematik terhadap gangguan tidur lebih ditekankan pada pendekatan komprehensif terhadap seluruh kondisi kesehatan fisik dan mentalnya dan lebih bersifat konservatif. Upaya meningkatkan higiene tidur perlu dilaksanakan di rumah maupun di panti werda. Terapi

dengan

obat-obatan

psikotropika

perludiberikan dengan dimulai dosis efektif paling kecil sehingga tidak menimbulkan efek kumulatif3.

.

30

DAFTAR PUSTAKA 1. Purwanto, S. (2008). Mengatasi Insomnia dengan Terapi Relaksasi. Jurnal Kesehatan, 141-147. 2. Maghfirah, N. (2015). 99 Fenomena Menakjubkan dalam Al-Quran. Jakarta: Mizan Digital Publishing. 3. Prayitno, A. (2002). Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan penatalaksanaannya. J Kedokter Trisakti, 23-30. 4. Japardi, D. I. (2002). Gangguan Tidur. 1-11. 5. Grewal, R., & Doghramji, K. (2010). Epidemiology of Insomnia. Springer. 6. Sleep Disorders. (2015). National Alliance on Mental Illness, 1-2. 7. Foldvary-Schaefer, N. (2015). Treatment Guide Understanding Sleep Disorders. Cleveland Clinic, 1-16. 8. Amir, N. (2007). Gangguan Tidur pada Lanjut Usia. Cermin Dunia Kedokteran No. 157, 196-206. 9. Triamiyono, H. (2014). Upaya Mengatasi Rasa Kantuk di Kelas dalam Proses Belajar Mahasiswa Taruna Akademi Maritim Djadajat. Jurnal Ilmiah Widya, 64-69. 10. Wongvipat, N. (1999, December). Bangun dari Tidur yang Menyehatkan. Retrieved December 21, 2017, from Yayasan Spiritia: http://spiritia.or.id/index.php

31

11. Supriyatno, B., & Deviani, R. (2005). Obstructive sleep apnea syndrome pada Anak. Sari Pediatri, 77-84. 12. Knott, L. (2014, August 12). Nightmare Disorder. Retrieved December 21, 2017, from Patient: Making lives better: https://patient.info/doctor/nightmare-disorder 13. Sleepwalking & Night Terrors The Non-REM Parasomnias. (2013). Retrieved December 21, 2017, from Woolcock: Leaders in Breathing & Sleep Research: https://woolcock.org.au/ 14. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa – Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III dan DSM5. 2013. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

32

Related Documents


More Documents from ""

Bab V.docx
June 2020 13
Bab Ii Klp 4.docx
July 2020 20
Pembahasan Burung Dara.docx
November 2019 27
123.docx
July 2020 12
Bab V Spss.docx
June 2020 20