Gangguan Somatoform

  • Uploaded by: Wawan Naufal Habib
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Somatoform as PDF for free.

More details

  • Words: 2,052
  • Pages: 13
PAPER PSIKIATRI GANGGUAN SOMATOFORM

Paper ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Mengikuti Kepaniteraan Klinis Senior Bagian Psikiatri Rumah Sakit Umum Haji Medan

DISUSUN OLEH : ANNISA KURNIA 71150891143

PEMBIMBING : dr. Elmeida Effendy, M.ked(KJ), Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA MEDAN 2017

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis beerupa paper di Departemen Ilmu Psikiatri Rumah Sakit Umum Haji Medan yang berjudul “Gangguan Somatoform” dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Elmeida Effendy M.ked, KJ, Sp.KJ selaku pembimbing saya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak erdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik dalam penyusunan kalimat maupun di dalam teorinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Oktober 2017

Penulis

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................. i Daftar Isi ............................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan ....................................................................................... 1

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Gangguan Somatofrom ................................................... 1 2.2 Epidemiologi Gangguan Somatofrom .......................................... 1 2.3 Etiologi Gangguan Somatofrom ................................................... 2 2.4 Diagnosis Gangguan Somatofrom ................................................ 3 2.5 Gambaran Klinis Gangguan Somatofrom ..................................... 5 2.6 Diagosnis Banding Gangguan Somatofrom .................................. 6 2.7 Perjalanan Gangguan dan Prognosis Gangguan Somatoform ...... 7 2.8 Terapi Gangguan Somatoform ...................................................... 7 BAB III Kesimpulan ......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 10

ii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gangguan Somatoform Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri, gastro-intetinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya system organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi social dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.1,2

2.2. Epidemiologi Gangguan Somatoform Prevalens seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umur diperkirakan 0, 1-0, 2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya dapat lebih mendekati 0, 5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laik-laki. Meskipun demikian gangguan ini adalah gangguan yang lazim ditemykan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan dipopulasi umum mungkin 1 atau 2 persen. Diantara pasien yang ditemui ditempat praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 1

10 persen dapat memenuhi kriteria diagnostic gangguan somatisasi. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi social dan terjadi paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering dimulai selama masa remaja seseorang.2

2.3. Etiologi Gangguan Somatoform a. Faktor Psikososial Formulasi psikososial melibatkan interprestasi gejala sebagai komunikasi

social,

akibatnya

adalah

menghindari

kewajiban

(contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interprestasi gejala psikoanaltik yan kaku bertumpu pada hipotesis

bahwa

gejala-gejala

tersebut

mengantikan

impuls

berdasarkan insting yang ditekan. Prespektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat-istiadat dapat mengajari beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Disamping itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik b. Faktor Biologis dan Genetika Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somatosensorik yang slah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar dasar impresionitik, hubungan parsial, dan sirkumstansial, serta kurangya selektivitas, 2

seperti yang ditunjukan sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah batas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolism lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Penellitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lainnya. Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang digunkan sistem imun untuk berkomunikasi didalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah interleukin, daktor neksoris tumor, dan interferon. Beberapa percobaan pendahulu menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik

penyakit,

terutama infeksi

seperti

hiperinsomnia,

anoreksia, lelah, dan depresi, walaupun belum ada data yang menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatorm.2 2.4. Diagnosis Gangguan Somatoform Untuk diagnosis gangguan somatisasi, DSM-IV-TR mengharuskan awitan gejala sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan pasien ahrus memeiliki keluhan sedikitnya empat gejalan nyeri, dua gejala gastrointestinal, datu gejala seksual, dan satu gejala pseudoneurologis, yang seluruhnya tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik dan laboratrium.3

3

Tabel 14-1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Somatisasi A. Riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama suatu periode beberapa tahun dan menyebakan pencarian tetai hendaya funsgi social, pekerjaan, atau area fungsi pentig yang lain signifikan. B. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi, dengan setiap gejala terjadi pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan: 1) Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya empat tempat atau fungsi yang berbeda (cth. Kelapa, abdomen, penggung, sendi, ektremitas, dada, rectum, selam mentruasi, selama hubungan seksual, selama berkemih) 2) Dua

gejala

gastrointestinal:

riwayat

sedikitnya

dua

gejala

gastrointestinal selain nyeri (cth. Mual, kembung, muntah selain selama hamil, diare, intoleransi terhadap beberapa makanan yang berbeda) 3) Satu gejala seksual: riwayat sedikitnya satu gejala seksual atau reproduksi selain nyeri(cth. Ketidakpedulian terhadap seks, disfungsi ereksi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang hamil) 4) Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya satu gejala pseudonerologis yang tidak berbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan kordinasi atau keseimbangan, paralisis, atau kelemahan local, kesulitan, menelan atau benjola di tenggorokan, afonia, retensi urin, halunisasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, pengelihatan ganda, buta, tuli, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia, atau hilang kesadaran selain pingsan)

4

C. Baik (1) atau (2): 1) Setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala kriteria B tidak dapat dijelaskan secara utuh dengan keadaan medis umum yang diketahui atau efek langsung suatu zat (cth. Penyalahgunaan obat) 2) Jika teradapat keadaan media umum, keluhan fisik, atau hendaya, social atau pekerjaan yang diakibatkan jauh melebihi yang diperkirakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium D. Gejala dihasilkan tanpa disengaja atau dibuat-buat(seperti pada gangguan buata atau malingering).3

2.5. Gambaran Klinis Gangguan Somatoform Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan soamtik dan riwayat media yang rumit dan panjang. Mula dan muntah (selain masa kehamilan), kesulitan menelan, nyeri dilengan dan tungai, nafas pendek, tidak berkaitan dengan olahraga, amnesia, komplikasi kehamilan, serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering menyakini bahwa mereka telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. Gejala pseudoneurologis mengesankan, tetapi tidak patogonmnik, untuk adanya gangguan neurologis. Menurut DSM-IV-TR, gejala pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan paralisis atau kelemahan local, kesulitasn menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urin, halunisasi, hillangnya sensasi raba atau nyeri. Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal menonjol pada ganguan ini; ansietas dan depresi adalah keadaan psikiatri yang palings erring. Ancaman bunuh diri lazim ada tetapi bunuh diri sesunguhnya jarang terjadi.

5

Jadi terjadi bunuh diri biasanya sering terkait penyakahgunaan zat. Riwayat medis pasie sering berbeli-belit, samar, tidak pasit, tidakkonsiten dan kacau. Pasien secara klasik, tetapi tidak selalu, mengambakan keluhanya dengan cara drmatik, emosional, dan berlebihan, dengan bahsa yang jelas dan berwarna; mereka dapatbingung dengan urutan waktu dan tidak dapat membedakan dengan jelas gejala saat ini dengan yang lalu. Pasien perempuan dengan gangguan somatisasi dapat berpakaian dengan cara ekshibisionistik. Pasien dapat dianggap sebagai seseorang yang tidak mandiri, terpusat pada diri sendiri, haus pemujaan, dan maipulatif.1,2

2.6. Diagnosis Banding Gangguan Somatofrom Klinis hairs selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikitari yang dapat menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukan kelainan yang smenetara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup sclerosis multiprl (MS) miastenis gravis, systemic immune deficiency syndrome (AIDS), prfiria akut interitten, hiperparatirodisme, dan infeksi sistemik kromik. Awitan berbagai gejala somatic pada pasien yang berusia lebih dari 4 tahun harus dianggap disebabkan oleh keadaan medis nonpsikiatri sampai pemeriksaan medis yang mendalam telah dilengkapi.2 Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan daam diagnosis banding, yang dipersulit pengamatan bahawa sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juka memeiliki gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang berpusat pada gejala somatic. Walaupun pasien dengan gangguan panic dapat mengeluhkan banyak gejala somatic yang berkaitan dengan serangan paniknya, mereka tidak terganggu le gejala somatic diantara serangan panic.

6

Diantara gangguan somatoform, hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memilkipenyakit tertentu.1

2.7. Perjalanan Gangguan dan Prognosis Gangguan Somatoform Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak berdaya. Menurut definisi, gejala garus di mulai sebelum usia 30 tahun dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan peroise yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikin, pasien dengan gangguan somatiasai jarang selama lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hubungan antara peroide meningkatnya stress dan memberatnya gejala somatic.2

2.8. Terapi Gangguan somatisasi paling baik diterapi keitika pasieb memiliki satu dokter yang dikehatui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinis terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjangan ini harus relative singkat walaupun pemeriksaan fisik parsila harus dilakukan untuk memberikan respon tGangguan somatisasi paling baik diterapi keitika pasieb memiliki satu dokter yang dikehatui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinis terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjangan ini harus relative singkat walaupun pemeriksaan fisik parsila harus dilakukan untuk memberikan respon terhadap keluhan somati baru. Prosedur laboratorium dan diagnostic tambahan umunya harus dihindari. Ketika 7

diagnosis gangguan somatisasi tekah ditegakan, dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatic sebagai ekspresi emosi, bukan keluhan medis. Meskipun demikian , pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesunguhnya oleh sebab itu dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh. Psikoterapi, baik individu maupun kelompok, menurunkan pengelurana untuk perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan menurunkan angka perawatan rumah sakir. Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dan membangung strategi alternative untuk mengekpresikan perasaanya. Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memilki resiko, etapi juga diindikasikan terapi psikofarmasi dan terapi psikoterapeutik pada gangguan yang timbul bersaam. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunkan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain sedikit data yang tersedia menunjukan bahwa terapi farmakologis efektif bsgi mereka.1,2

8

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan, ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri, gastro-intetinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya system organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi social dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Selama perjalanan gangguan pasien ahrus memeiliki keluhan sedikitnya empat gejalan nyeri, dua gejala gastrointestinal, datu gejala seksual, dan satu gejala pseudoneurologis, yang seluruhnya tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik dan laboratrium. Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memilki resiko, etapi juga diindikasikan terapi psikofarmasi dan terapi psikoterapeutik pada gangguan yang timbul bersaam. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunkan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain sedikit data yang tersedia menunjukan bahwa terapi farmakologis efektif bsgi mereka.

9

DAFTAR PUSTAKA

1. Concoise, K. &. (2010). Buku Ajar Pskiatri Kilnis 2ed. Jakarta: EGC. 2. D, S. E. (2013). Buku Ajar Psikiatri Edisi II. Jakarta: FK UI. 3. Muslim, R. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

10

Related Documents


More Documents from "Ilham Muharram"