Gangguan Pencernaan Akibat Keracunan Makanan

  • Uploaded by: Elwiz Hutapea
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gangguan Pencernaan Akibat Keracunan Makanan as PDF for free.

More details

  • Words: 2,577
  • Pages: 14
Gangguan Pencernaan akibat Keracunan Makanan

Nama : Edwinda Desy Ratu* NIM : 10.2010.229 Kelompok : D6

Alamat Korespondesi *Edwinda Desy Ratu UKRIDA 2010 Semester 4, Jl. Arjuna Utara Nomor : 6 Jakarta Barat 11510, E-mail : [email protected]

Pendahuluan

1

Infeksi dari makanan akan timbul apabila mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen yang hidup. Mikroogranisme hidup tersebut kemudian akan berkembang di dalam tubuh dan menimbulkan gejal-gejala penyakt, baik infeksi maupun peracunan. Mikroorganisme yang paling banyak menimbulkan infeksi makanan adalah kelompok bakteri penyebab infeksi adalah makanan dari kelompok berasam rendah, seperti daging, ikan, telur, susu, dan produknya.[1]

Anamnesis 1. Identitas Pasien Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi : -

Nama lengkap pasien

-

Umur pasien

-

Tanggal lahir

-

Jenis kelamin

-

Agama

-

Alamat

-

Umur (orang tua)

-

Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)

-

Suku bangsa

2

2. Keluhan Utama Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : mual dan muntah 3. Riwayat Penyakit Sekarang Menanyakan kepada pasien atau orang tua sebagai wali :1 -

Sejak kapan dirasakan adanya mual dan muntah?

-

Lama mual dan muntahnya berapa lama (durasinya)?

-

Kira-kira apa penyebab mualnya?

-

Apakah nama atau jenis bahan yang telah dikonsumsi yang diduga menyebabkan keracunan?

-

Apakah ada keluhan tambahan, seperti : a)

Rasa kering pada mulut, nyeri tenggorok, gangguan penglihatan, penglihatan ganda atau diplopia → curiga keracunan c. Botulinum

b)

Mual,

muntah,

kesemutan

disekitar

mulut,

lemah

badan,

susah

bernapas→curiga keracunan makanan laut. c)

Muntah, mencret, sakit kepala, pusing, sesak napas, mata melotot, mulut berbusa, pingsan, kejang-kejang→ curiga keracunan singkong.

d)

Kolik perut, muntah,mencret, haus, keringat banyak, ludah banyak, lakrimasi, ( amanita muscaria ), pingsan, diare dengan darah ( Amanita phalloides ) kekacauan mental, →curiga keracunan jamur.

-

Kapan terakhir kali buang air kecil?

-

Berapa berat badan sebelum sakit ? adakah penurunan berat badan?

4. Riwayat Penyakit Dahulu -

Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang diberikan ?

5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga. -

Apakah terdapat gejala yang sama pada ayah, ibu, saudara kandung atau orang lain disekitarnya ?

- Jika pasien mempunyai saudara, apakah saudara pasien mengidap penyakit bawaan?

3

6. Riwayat Pengobatan - Obat apa saja yang sudah diminum pasien untuk mengatasi rasa mual dan muntahnya?[2]

Pemeriksaan Fisik Inspeksi Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat, perhatikan abdomen untuk memeriksa hal berikut ini : -

Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas?

-

Apakah pasien menderita nyri abdominal yang nyata?

-

Apakah pasien menderita iritasi peritonium, yaitu pergerakkan abdomen menjadi terbatas ?

-

Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya?

-

Apakah terdapatdistensi abdominal yang nyata?

-

Apakah terdapat terdapat vena-vena yang berdilatasi ?

-

Apakah terdapat gerakan peristaltik yang dapat terlihat?

-

Apakah terdapat kelainan-kelainan lain yang dapat terlihat?

Palpasi Abdomen harus diperiksa secara sistematis, terutama jika pasien menderita nyeri abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi-solid, tersembunyi dibalik organ lain, pada dinding posterior abdomen, dapat diraba melalui otot-otot abdomen, atau kelimalimanya. Namun, hasil pemeriksaan palpasi yang baik sulit untuk dicapai (bahkan pada dokter yang berpengalaman sekalipun seringkali menyembunyikan ketidakpastian mereka dengan menggunakan istilah seperti organomegali yang “samar”).

4

Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan, yang awalnya dilakukan tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian, lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ. Perkusi Perkusi berguna (khususnya pada pasien yang gemuk) untuk memastikan adanya pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau kandung kemih. Lakukan selalu perkusi dari daerah resonan ke daerah pekak, dengan jari pemeriksa yang sejajar dengan bagian tepi organ. Auskultasi Hanya pengalaman klinis yang dapat mengajarkan anda bising usus yang normal. Seorang pemeriksa mungkin membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat megatakan dengan yakin bahwa bising usus tidak terdengar. Bising usus yang meningkat dapat ditemukan pada : -

Setiap keadaan yang menyebabkan peningkatan peristaltic

-

Obstruksi usus

-

Diare

-

Jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari saluran cerna atas (menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik).

Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada : -

Paralisis usus (ileus)

-

Perforasi

-

Peritonitis generalisata

5

Pasien dengan nyeri abdomen yang hebat akibat gastroenteris dapat menyerupai peritonitis, tetapi adanya bising usus yang berlebihan menunjukan perbedaan dari peritonitis generalisata (dengan bising usus yang seharusnya tidak terdengar). Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar diatas arteri yang mengalami aneurisma atau stenosis. Pastikan selalu bahwa murmur seperti itu tidak dihantarkan dari jantung. Bising arteri renalis dapat terdengar dibagian lateral abdomen atau dipunggung. Bising sistolik yang terdengan diatas hati hampir tidak pernah terdengan, tetapi keadaan tersebut menunjukan adanya neoplasma vaskular, angioma, kanker hati primer, atau hepatitis alkoholik. Prinsip-prinsip pemeriksan : -

Periksa paling akhir bagian yang terasa nyeri

-

Tepi organ seringkali lebih mudah diraba dibandingkan bdan organ.

-

Biarkan organ yang bergerak pada respirasi meraba jemari anda

-

Lakukan perkusi untuk menemukan shifting dullness di daerah yang cukup jauh dari organ-organ intra-abdomen yang membesar jika memungkinkan [3]

Pemeriksaan Penunjang[4] Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan : 1. Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap, air seni, kultur tinja atau muntahan. Toksin penghasil Staphylococcus aureus dapat diidentifikasi dalam tinja atau muntahan, dan toksin dapat dideteksi dalam makanan. Diagnosis keracunan makanan staphylococcal dalam individu umumnya didasarkan hanya pada tanda dan gejala pasien. Pengujian untuk menghasilkan racun bakteri atau toksin ini tidak biasanya dilakukan pada pasien individu. Pengujian biasanya disediakan untuk wabah yang melibatkan beberapa orang. 2. Metode Konvensional

6

Metode konvensional untuk identifikasi dan penghitungan jumlah patogen. Dengan metode ini pengujian bisa terdiri dari tahap-tahap perbenihan, perbenihan selektif dan uji lengkap (biokimiawi).Perbenihan biasanya dilakukan pada media tumbuh untuk mendukung pertumbuhan patogen yang umumnya terdapat dalam jumlah sedikit di dalam makanan. Perbenihan selektif dilakukan dengan media selektif yang dapat menghambat mikroba yang tidak diinginkan. Hal ini biasanya dilakukan dengan pengguna zat penghambat atau penggunaan suhu inkubasi tertentu. Masalah utama dengan metode ini adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil pengujian. Pengujian terhadap salmonella, misalnya dapat menghabiskan waktu selama 6-8 hari. Oleh karena itu beberapa modifikasi telah banyak dilakukan. Uji lengkap biokimia dapat dilakukan dengan perangkat (kit) komersial yang berisi substrat yang telah dikering bekukan sehingga analisa dapat diamati hasilnya dalam waktu lebih singkat. 3. Metode Imunokimia Metode pengujian patogen secara imunokimia didasari oleh reaksi spesifik dan antibodi. Uji yang sering dilakukan adalah uji dengan ELISA, mikroba yang akan diuji bisa diimobilasi pada fase padat (dasar tabung, dasar multi plates, membran), kemudian diinkubasi dengan antibodi yang spesifik bereaksi dengan antigen. Pemberian antibodi kedua yang berligan enzim akan menyebabkan ikatan dengan kompleks antigenantibodi pertama. Subsrat spesifik untuk enzim lalu ditambahkan. Aktifitas enzim dalam mengubah subsrat (yang ditambahkan kemudian) menjadi produk sebanding dengan jumlah antigen yang diuji. Produk yang dihasilkan biasanya memiliki warna tertentu yang bisa diukur absorbansinya dengan spektrofotometer 4. Metode Fisik Cepat Beberapa metode cepat untuk mendeteksi patogen asal makanan telah dikembangkan. Pada umumnya ini tidak ditujukan untuk mingidentifikasi patogen tertentu tetapi menghitung jumlah patogen yang ada. Hasil analisisnya dapat digunakan untuk menentukan dosis infeksi (ID50= infectious dose 50) dan sebagainya.

7

5. Biotyping Biotyping adalah penggolongan mikroba patogen berdasarkan kemampuannya menggunakan substrat tertentu. Vibrio cholerae misalnya, terdiri dari dua biotipe yaitu V. cholerae biotipe cholerae (klasik) dan V cholerae biotipe El-Tor. Penggolongan ini didasarkan pada kemampuan masing-masing kelompok dalam mengaglutinasi dan meghidrolisis sel darah merah. Kedua kelompok ini memiliki tingkat virulen yang berbeda.

Diagnosis Kerja Keracunan makanan akibat bakteri Staphylococcus aureus.

Diagnosis Banding[5] Diagnosis banding dari bakteri penyebab keracunan makanan dapat kita lihat dari tabel berikut ini. Tabel 1. Differential diagnosis Tipe Keracunan makanan akibat Bacillus cereus

Kejadian dan Sumber Terjadi di seluruh dunia Organisme hidup dalam tanah dan mengkontaminasi beras dan sereal lainnya Nasi goring paling terlibat

Keracunan makanan akibat

Terjadi di seluruh dunia Pastri, produk susu

Patogenisitas Spora tahan panas bertahan dalam penanakan nasi dan bertunas bila diletakkan dalam suhu ruang Enterotoksin tahan panas yang diproduksi selama penyimpanan, bertahan selama penggorengan cepat, dan menyebabkan bentuk emetik penyakit Enterotoksin tidak tahan panas yang dihasilkan setelah tertelan dan menyebabkan penyakit diare Organisme yang bermultiplikasi pada

Manifestasi Klinis Bentuk emetic–masa inkubasi: 1-5 jam. Terutama gejala saluran cerna bagian atas Bentuk diaretik–terutama diare Tidak ada demam. Menghilang < 24 jam

Masa inkubasi 2-4 jam (berkisar 1-6 jam)

8

Staphylococcus aureus

Keracunan makanan akibat Colostridium perfringens

Keracunan makanan akibat daging merah yang paling sering terjadi di barat Organisme hidup pada usus manusia dan hewan Daging sapi dan domba (sendi besar), unggas kurang umum

makanan yang tidak dibekukan menghasilkan enterotoksin tahan panas yang tidak rusak selama pemanasan ulang Spora tahan panas berthan dalam proses pemasakan dan bertunas selama pemanasa ulang Menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan panas dalam usus yang sudah tertelan

Mual, muntah, nyeri perut diare jarang, tidak ada demam, menghilang secara cepat. Masa inkubasi: 12-18 jam Diare, nyeri abdomen. Muntah jarang, tidak ada demam, menghilang <24 jam

Etiologi Penyakit

ini disebabkan

oleh

Staphylococcus

aureus

yang

tergolong famili

Micrococcaceae, genus Staphylococcus, yang meliputi sekitar 20 spesies. Bakteri tersebut bersifat gram positif, berbentuk kokus (bulat), dan pada preparat apus terlihat bergerombul menyerupai untaian buah anggur. Bakteri tersebut bersifat aerobic, fakulitatif anaerobik, dan dapat diisolasi pada 5% agar darah. Staphylococcus sp. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal karena toksinnya dapat bertahan pada suhu 100 oC. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Staphylococcus aureus dapat membentuk toksin penyebab muntah yang bersifat tahan panas. Tangan dan rongga hidung adalah sumber S. aureus terbesar sehingga hindari kebiasaan buruk seperti memegang hidung, batuk dan menggaruk wajah saat mengolah makanan.

Gambar1. Pewarnaan gram S.aureus(sumber:www.google.com)

9

Bakteri ini memproduksi toksin (enterotoksin) yang bersifat stabil terhadap pemanasan (termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan. Selain enterotoksin, dia juga memproduksi hemolisin (toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan produk olahannya. Sementara itu keberadaan bakteri S.aureus dan toksin yang dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara visual karena tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan.[6,7]

Patofisiologi Penelitian yang rinci mengenai enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus agak tersendat karena banyak kendala teknis yang ditemukan. Galur yang membentuk enterotoksin hampir selalu bersifat koagulase positif. Namun sebaliknya, produksi enterotoksin tidak berkaitan dengan semua kegiatan metabolisme yang dapat diukur dengan mudah. Selain itu, penelitian tentang toksin ini terbatas karena ketiadaan hewan percobaan yang cocok (kebanyakan peneliti menggunakan suntikan intraperitoneum terhadapa anak kucing sebagai sistem pengujian). Banyak kemajuan yang telah dibuat pada tahun-tahun terakhir ini. Terdapat perbedaan di antara 4 jenis antigen: enterotoksin A, B, C, dan D. Enterotoksin B telah diisolasi dalam bentuk relatif murni oleh Bergdoll dan kawan-kawan. Galur ini berantigen khas dan tidak bereaksi silang, tetapi satu galur Staphylococcus dapat menghasilkan lebih dari satu macam antigen. Toksin tersebut relatif tahan terhadap panas dan tripsin.[8] Patogenesis Staphylococcus aureus terjadi melalui 2 cara, yaitu memakan makanan yang mengandung toksin dan mencerna bakteri melalui makanan. Staphylococcus aureus yang menghasilkan toksin sebanyak 1 ng/g makanan dapat menyebabkan gastroenteritis. Dibutuhkan 20 ng enterotoksin yang masuk ke dalam tubuh untuk menimbulkan adanya gejala keracunan makanan. Mekanisme pathogenesis dari Staphylococcus aureus:

10

-

Mensekresi 2 toksin dengan aktivitas sebagai superantigen yaitu enterotoksin dan toksik shock syndrome (TSS)

-

Endotoksin tahan panas (heatstabil), tahan asam, tahan terhadap enzim proteolitik (tripsin dan pepsin), tahan pada penyimpanan beku.

-

Toksin secara langsung bekerja pada sel mukosa dan menyerang mitokondria sel intestinum, kemudian menyerang organ visceral dan saraf sensoris, muncul rangsang dari nervus vagus yang menyalurkannya ke pusat muntah dan diare.[8]

Gejala Klinik Rentang waktu antara makan dan timbulnya penyakit cukup pendek, yaitu sekitar satu sampai enam jam (kadang-kadang lebih singkat). Beberapa gejala klinis pascapenealan makanan atau air yang terkontaminasi, meluputi mual dan muntah hebat yang berulang dalam 6 jam; parestesia dalam 6 jam; gejala neurologis dan saluran pencernaan dalam 2 jam; kram perut dan diare dalam 16-48 jam. Diare bervariasi, yaitu dapat dangat berat, sedang, atau derajat ringan. Meskipun sering kali ganas, keracunan makanan oleh Staphylococcus berlangsung sementara. Masa inkubasi pendek dengan muntah sebagai tanda utama dihubungkan dengan toksin yang menghasilkan iritasi lambung langsung, seperti logam berat, atau dengan toksin B. cereus atau S. aureus yang dibentuk sebelumnya. [8,9]

Epidemiologi Bentuk keracunan makanan yang lazim ini disebabkan oleh multiplikasi Staphylococcus pembentuk toksin di dalam makanan sebelum disantap. Pencemaran makanan oleh jasad renik ini sering terjadi karena bakteri ini dapat tumbuh di tangan 50% orang. Pertumbuhan yang pesat kerap berlangsung pada celah-celah dan luka kecil pada kulit yang tampak tidak terinfeksi. Staphylococcus yang berasal dari manusia yang mencemari daging bertindak sebagai

11

sumper Kejadian luar biasa (KLB), tetapi hanya 10% ditularkan melalui air sus, umumnya ditularkan melalui sapi. Kondisi yang mendukung keracunan jenis ini adalah kontaminasi makanan yang cocok (banyak sekali makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus) dan rentang waktu beberapa jam setelah makan disiapkan (selama waktu tersebut, jasad renik mampu memperbanyak diri). Suasana seperti itu dapat terbentuk selama pendinginan lambat sesudah proses memasak, atau bila makanan terletak di dalam suhu ruang dengan iklim sekitar yang panas. Pemanasan ulang, atau bahkan mendidihkan, tidak akan dapat mencegah penyakit karena penyebab langsungnya adalah toksin yang tahan panas dan bukan Staphylococcus hidup yang terdapat di dalamnya.[8]

Penatalaksanaan Terapi kebanyakan orang dengan penyakit yang disebabkan oleh makanan adalah bersifat pendukung, karena sebagian besar penyakit ini sembuh sendiri. Keracunan makanan ini terkadang mengancam jiwa bila menimpa penderita yang lanjut usia atau mereka yang (meskipun tidak tua) sedang menderita sakit berat. Pasien tampak sembuh saat bertemu dengan dokter untuk pertama kalinya, tetapi memerlukan suntikan 12½ mg proklorperazin atau 10 mg metoklopramid sebagai pengendali muntah. Pasien yang menunjukkan tanda kekurangan cairan membutuhkan pengobatan cairan intravena yang menggunakan NaCl isotonic yang ditambah kalium.[8,9]

Komplikasi Dapat terjadi syok anafilaktik bila pasien kekurangan cairan yang parah.

Prognosis Baik dengan penanganan yang tepat dan menyeluruh.

12

Pencegahan Langkah pencegahan yang paling penting adalah melatih para pengolah makanan dalam masalah kebersihan perorangan dan cara pendinginan cepat makanan yang tidak akan segera disantap. Enterotoksin tidak dihasilkan pada keadaan dengan temperatur lemari pendingin yang biasa digunakan di rumah tangga. Makanan selayaknya tidak dingin dengan begitu lambat, terutama dalam kemasan besar. Jika perlu, ambil dari lemari pendingin lalu dipanaskan kembali segera sebelum dihidangkan. Penelitian epidemiologi terhadap kejadian luar biasa keracunan makanan oleh Staphylococcus mencakup standar baku bacteriophage typing untuk mengidetifikasi sumber galur bakteri penyebab. Karena pemanasan akhir dapat membunuh jasad renik tanpa menginaktivasi enterotoksin, Staphylococcus tidak dapat tumbuh pada makanan yang dicurigai. Uji binatang untuk penentuan enterotoksin kini diganti dengan metode serologis. [8]

Kesimpulan Keracunan makanan dapat disebabkan karena berbagai faktor, seperti racun bakteri, racun tumbuh-tumbuhan, racun logam, dan juga racun zat-zat kimia. Namun keracunan makanan paling sering disebabkan oleh racun dari bakteri. Berdasarkan kasus PBL, pasien mengalami keracunan makanan akibat enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Hal tersebut dikarenakan gejala keracunan timbul sekitar 3 jam setelah konsumsi daging yang dianggap bermasalah, dan hal tersebut sesuai dengan waktu infektif Staphylococcus aureus. Selain itu gejala-gejala keracunannya pun sama dengan gejala keracunan Staphylococcus aureus

13

Daftar Pustaka 1. Purnawijayanti HA. Sanitasi, hygiene, dan keselamatan kerja dalam pengolahan makanan. Jakarta: Kanisius, 2001.h.81-6 2. Jonathan G. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga, 2007.h.4 3. Igri 4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga, 2007.h.204-215 5. Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. Lecuter notes: penyakit infeksi. Jakarta: Erlangga, 2004.h.162 6. Tabbu CR. Penyakit ayam dan penanggulangannya. Jakarta: Kanisius, 2000.h.104 7. Le Loir. Genetika dan penelitian molekuler. Jakarta: EGC, 2003.h.63-76 8. Arisman. Keracunan makanan: buku ajar ilmu gizi. Jakarta: EGC, 2008.h.90-1 9. Behraman, Kliegman, Arvin, Nelson. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta: EGC, 2000.h.892-3

14

Related Documents


More Documents from ""

Gangguan Fungsi Hati.docx
October 2019 21
Brinkitis.docx
October 2019 26
Demam+tifoid
October 2019 31
Gangguan Fungsi Hati
October 2019 43
Oksiuriasis Sp
October 2019 30